Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Patah hatimu jangan kau ceritakan padaku. Jangan membuat hal yang tertata rapi menjadi berantakan hanya dengan pengalaman burukmu yang akan menjatuhkanku. Aku butuh dukungan, bukan keraguan.

 

***

 

20 Juni 2017

 

“Lika... bangun sayang... hei!”

 

Samar-samar aku mendengur suara laki-laki membangunkan tidurku. Dengan mata yang berat sekali untuk di buka akhirnya aku melihat langit-langit kamarku yang berwarna hitam, bukan warna yang hitam tetapi lampu kamar yang tidak menyala karena aku yang mematikannya sebelum tidur tadi.

 

Nyawaku belum sepenuhnya terkumpul dan aku terkesiap saat lampu kamar tiba-tiba menyala dan kamarku sudah di penuhi dengan dekorasi khas untuk orang ulang tahun. Jantungku berpacu hebat saat aku melihat dari arah pintu Mama yang berjalan membawa kue dan lilin angka yang menyala di bagian atasnya.

 

Seketika tangisnya tumpah dan berhambur memeluk Papa yang ternyata membangunkan ku tadi, di dalam dekapannya aku menangis menuangkan rasa bahagia yang menghangat di dalam dadaku.

 

“Lika... Li... Lika mau bilang ma–kasih sama Papa,” isakku di dalam dekapan hangat Papa.

 

Papa mengelus lembut kepalaku, setelah itu dia menjauhkan tubuhnya saat Mama berjalan mendekat ke arahku bersama Kak Rigel dan Kak Handi dengan membawa kue di tangannya.

 

Happy birthday, Sayang,” ucap Mama setelahnya mencium pucuk kepalaku.

 

Setetes cairan bening menetes membasahi pipiku,  aku menyadari bahwa aku menangis sekarang. Aku terharu karena memiliki keluarga yang benar-benar menyayangiku dan peduli terhadapku. 

 

Aku, Mama, Papa, Kak Rigel Dan Kak Handi duduk di karpet berbulu yang ada di dekat sofa-bed. Mama meminta Papa until membaca doa lalu setelahnya meniup lilin yang sejak tadi menyala.

 

“Hari ini usiamu 16 tahun ya, Li. Semoga kamu making dewasa dan jadilah putri kebanggaan Papa, ya,” ucap Papa dengan senyum tipis di wajahnya. Aku membalas dengan anggukan senang.

 

Malam ini, pukul 00.00 pada tanggal 19 yang berganti menjadi tanggal 20 juni aku kembali mendapatkan kebahagiaan yang selalu ada di setiap tahunnya. Aku bahagia karena masih mempunyai keluarga yang utuh dan benar-benar menyayangiku.

 

Terimakasih Tuhan, karena sudah memberikanku nikmat yang lebih dari segalanya.

 

Pukul 00.35 Papa menyuruhku untuk tidur kembali karena besok harus sekolah, aku menurut dan menutup pintu setelah Papa, Mama dan Kak Rigel keluar dari kamar. Kini hanya ada aku dan Kak Handi di sini, entah apa yang akan dia lakukan aku tidak tahu.

 

“Kakak gak tidur?” tanyaku menghampirinya duduk di sofa-bed.

 

Kak Handi menggeleng singkat, aku kebingungan saat melihat Kak Handi hanya diam menatap kosong pada tembok pink di kamarku.

 

“Kak, mikirin apa sih?” desakku. Mataku sudah mulai mengantuk lagi sekarang.

 

“Mikirin kamu,” jawab Kak Handi yang menatapku dengan tatapan dalamnya.

 

Aku mengerti, sepertinya pembicaraan kali ini akan sama dengan pembicaraan ku dan Kak Rigel kemarin.

 

Kak Handi mengalihkan pandang. “Dulu, pas Kakak SMA Kakak adalah maniak nya pacaran Li. Selalu bawa cewek ke rumah karena Papa emang gak pernah marah. Bahkan sampai bolos jam pelajaran sama cewek Kakak dan kami nongkrong di rooftop,” ucap Kak Handi. Aku mengangguk mendengar kan ceritanya.

 

“Saat itu, masa SMA Kakak benar-benar berwarna dan itu luar biasa. Saat Kakak suka cewek yang selalu perhatian dan selalu ada buat Kakak tapi ternyata sebenarnya dia suka cowok lain dan itu bukan Kakak.” Kak Handi menatapku.

 

“Kakak ini Li, tahu gimana rasanya punya rasa tapi gak berbalas. Tahu gimana rasanya berkorban tapi gak pernah dilihat. Gimana rasanya Kakak selalu ada tapi gak pernah dianggap,” Kak Handi menjeda kalimatnya, dia mengisyaratkan aku untuk lebih mendekat padanya.

 

“Dan... Kakak tahu gimana rasanya di beri harapan tetapi akhirnya di patahkan, di matikan, di campakkan.”

 

Aku masih diam mendengarkan, mungkin sekarang Kak Handi sedang ingin bercerita denganku tentang perjalanan cintanya.

 

“Rindu itu kasat mata, saat kita melihatnya tertawa bersama orang lain. Definisi rindu menurut Kakak adalah saat dia bahagia dengan yang lain sementara kita masih stuck dengan kenangan yang sudah berlalu saat masih sama dia,” ujar Kak Handi.

 

“Definisi suka menurut Kakak gimana?” tanyaku setelah lama diam.

 

Sebelah sudut bibir Kak Handi terangkat dan dia mengambil kue di atas meja lalu memakannya. “Suka itu bahaya, dia bisa menjelma menjadi cinta dan seringkali yang merasakan perasaan itu gak sadar kalo dia sebatas suka, bukan cinta.”

 

“Maksudnya?”

 

“Lika, kalo kamu suka orang secara berlebihan dan kurang dari lima bulan, itu tandanya kamu masih dalam batas kagum. Belum masuk ke dalam tahap jatuh cinta.”

 

Setelah berucap demikian Kak Handi bangkit dan keluar dari kamar. Aku ingin naik ke atas kasur dan langsung tidur urung saat Kak Handi kembali lagi ke kamarku. Aku berdecak sebal.

 

“Apa lagi Kak?” tanyaku jengah.

 

“Ada temen kamu di luar,” jawabnya.

 

Mataku membulat seketika saat Kak Handi mengatakan itu. Siapa temanku yang berani datang ke rumah saat pukul 01.00 seperti ini?

 

“Beneran? Siapa?” tanyaku penasaran.

 

Kak Handi berdecak dan aku terkekeh geli, lalu aku dan Kak Handi turun ke bawah aku ke ruang tamu dan Kak Handi ke kamarnya.

 

Keningku berkerut dalam menandakan kebingungan yang begitu besar saat melihat seorang cowok bersweater duduk di sofa dengan kepala yang menyandar.

 

“Gilang?” aku mendekat dengan langkah pelan. Gilang membuka matanya dan menegakkan tubuh.

 

“Ngapain malam-malam ke sini?” Aku memperhatikan penampilan Gilang yang kacau dan matanya yang memerah. Dia kenapa?

 

“Selamat ulang tahun ya, Lika. Gue sayang lo.” ucapan Gilang membuatku membeku dan kehabisan kata-kata sebelum mengatakan apa-apa.

 

Gilang kembali menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, matanya memejam lelah. “Gi... Gilang, lo... lo kenapa?”

 

Mata Gilang terbuka, jantungku berpacu hebat saat Gilang merubah posisi menjadi berbaring dengan kepala yang berada di atas pahaku. Entah aku mencium bau apa dari tubuh Gilang, yang pasti ini bau yang benar-benar membuatku mual dan aku tak pernah mencium bau seperti ini sebelumnya.

 

Tangan Gilang terangkat dan meraih tangan kananku menggenggam nya erat dan membawa ke atas dada bidangnya. Di tengah kegugupan dan rasa heranku aku hanya membiarkan apapun yang Gilang lakukan. Mungkin sekarang dia sedang sakit.

 

“Minta waktu lo semalam ini aja ya, gue mohon,” ucap Gilang dengan suara pelan dan serak.

 

“Lang...”

 

“Lika... jangan ke mana-mana, plis temenin gue,” potong nya.

 

Aku mengangguk meski aku tahu Gilang tak melihatnya, tangan kiriku yang bebas terangkat mengusap lembut rambut hitam acak-acakan milik Gilang yang menutupi dahinya. Aku bersandar di sofa dan tersenyum kemudian menutup mata.

***

Jangan tanyakan apa yang terjadi denganku dan Gilang saat pagi setelah tadi malam. Aku kalap dan telat bangun sehingga membuat Mama yang memang selalu bangun pagi melihat Gilang yang tertidur di pahaku dan tanganku yang berada di atas kepalanya.

 

Untung Mama cepat membangunkanku sehingga Papa dan Kak Handi tak sempat melihat aku dan Gilang. Aku meminta Mama untuk menyembunyikan ini kepada siapapun.

 

“Aku mohon ya, Ma,” pintaku saat itu.

 

Mama hanya mengangguk dengan senyum jahilnya, “Jangan di ulangi lagi ya,” ucapnya. Aku mengangguk.

 

Aku mengembuskan napas berat, kelas benar-benar sunyi dan kosong melompong pagi ini. Mungkin ini karena aku yang datang terlambat dan Gilang, aku tak tahu entah dia di mana.

 

Gilang langsung pulang saat Mama membangunkan kami pagi tadi, dia bilang kepalanya benar-benar pusing dan tidak bisa berdiri lama. Mungkin saja Gilang tidak masuk sekolah hari ini.

 

“Lika,” aku menoleh ke meja belakang tempat duduk milik ku. Retna dengan cengiran lebarnya yang ternyata memanggilku.

 

“Kenapa, Ret?” tanyaku.

 

“Lo pulang sama siapa?”

 

Keningku berkerut tak paham. “Di anter Kak Rigel. Emangnya kenapa?”

 

“Pas! Lo gue tebengin aja, tenang gue anterin sampai rumah kok,” ucapnya meyakinkan. Aku melirik Tata yang baru saja datang dari arah pintu.

 

“Tata gimana?” Aku memasang raut tak enak, karena memang seperti itulah kenyataannya.

 

“Tata juga ikut, kita bertiga. Gue bawa mobil hari ini. Gue sekalian mau ngajak kalian jalan-jalan ke mall, lama gak shopping,” kata Retna jujur.

 

“Shopping?!” jerit aku dan Tata bersamaan. Sama seperti aku, Tata juga merespon dengan mata yang berbinar menandakan kesenangan yang luar biasa.

 

Retna mengangguk, “Iya, mau kan?”

 

“Gue mau!” seru Tata.

 

Aku juga mau. “Gue juga—”

 

Ponsel di atas mejaku berbunyi membuat ucapanku tak sempat selesai, itu notifikasi khusus untuk chat dari Gilang.

 

Arkan Gilang

Sayang

 

Lika Hirata

Apa Lang?

 

Arkan Gilang

Lagi apa?

 

Lika Hirata

Lagi ngobrol sama Tata dan Retna. Kenapa sih?

 

Ponselku berbunyi dan lagi-lagi itu dari Gilang, namun berupa panggilan masuk.

 

“Halo,” sapaku terlebih dahulu.

 

“Ingat kan sama hari ini?” keningku berkerut memahami ucapan Gilang.

 

Sementara Retna dan Tata menatapku dengan bibir yang bergerak seakan berucap ‘dari siapa?’

 

“Dari Gilang,” jawabku menjauh ponsel dari telingaku.

 

“Eng... apa tadi Lang?” tanyaku kembali.

 

“Kita jadi jalan kan hari ini?”

 

Aku menggigit bibir bawah, menatap Retna dan Tata. Mereka mengharapkan aku pergi bersama mereka, tetapi aku sudah memiliki janji dengan Gilang sebelumnya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
BACALAH, yang TERSIRAT
9339      1943     4     
Romance
Mamat dan Vonni adalah teman dekat. Mereka berteman sejak kelas 1 sma. Sebagai seorang teman, mereka menjalani kehidupan di SMA xx layaknya muda mudi yang mempunyai teman, baik untuk mengerjakan tugas bersama, menghadapi ulangan - ulangan dan UAS maupun saling mengingatkan satu sama lain. Kekonyolan terjadi saat Vonni mulai menginginkan sosok seorang pacar. Dalam kata - kata sesumbarnya, bahwa di...
Venus & Mars
5489      1452     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Half Moon
1092      591     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Broken Wings
1174      708     0     
Inspirational
Hidup dengan serba kecukupan dan juga kemewahan itu sudah biasa bagiku. Jelas saja, kedua orang tuaku termasuk pengusaha furniture ternama dieranya. Mereka juga memberiku kehidupan yang orang lain mungkin tidak mampu membayangkannya. Namun, kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan adanya kekayaan. Mereka berhasil jika harus memberiku kebahagian berupa kemewahan, namun tidak untuk kebahagiaan s...
Sahara
21305      2992     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Cinta Kita Yang Tak Sempurna
3964      1598     0     
Romance
Bermula dari kisah awal masuk kuliah pada salah satu kampus terkenal di Kota Malang, tentang Nina yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang aktivis di UKM Menwa yang bernama Aftar. Namun Nina tidak menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya dan tulus mencintainya bahkan rela berkorban pada akhirnya, dia adalah Gio. Namun dipertengahan cerita muncul-lah Bayu, dia ad...
Sekotor itukah Aku
20958      3334     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Be My Girlfriend?
15757      2427     1     
Fan Fiction
DO KYUNGSOO FANFICTION Untuk kamu, Walaupun kita hidup di dunia yang berbeda, Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda, Walaupun kau hanya seorang fans dan aku idolamu, Aku akan tetap mencintaimu. - DKS "Two people don't have to be together right now, In a month, Or in a year. If those two people are meant to be, Then they will be together, Somehow at sometime in life&q...
NAZHA
424      319     1     
Fan Fiction
Sebuah pertemuan itu tidak ada yang namanya kebetulan. Semuanya pasti punya jalan cerita. Begitu juga dengan ku. Sang rembulan yang merindukan matahari. Bagai hitam dan putih yang tidak bisa menyatu tetapi saling melengkapi. andai waktu bisa ku putar ulang, sebenarnya aku tidak ingin pertemuan kita ini terjadi --nazha
Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
12352      2401     6     
Humor
Amira dan Gilang yang menyandang peran werewolf dan vampir di kelas 11 IPA 5 adalah ikon yang dibangga-banggakan kelasnya. Kelas yang murid-muridnya tidak jauh dari kata songong. Tidak, mereka tidak bodoh. Tetapi kreatif dengan cara mereka sendiri. Amira, Sekretaris kelas yang sering sibuk itu ternyata bodoh dalam urusan olahraga. Demi mendapatkan nilai B, ia rela melakukan apa saja. Dan entah...