Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Aku kehilangan. Kehilangan harta berhargaku dan kehilangan sumber kebahagiaanku. Pada detik yang sama aku juga kehilangan kamu. Kejam sekali saat tahu perebut kebahagiaanku adalah sahabatku sendiri.

 

***


Kupikir setelah pelukan sesaat tadi malam hubunganku dan Kak Rigel kembali membaik. Tapi kenyataannya aku keliru, Kak Rigel malah mendiamkan aku. Bahkan dia meminta Kak Handi yang mengantar aku sekolah.

 

“Ada apa kamu sama Rigel? Tumben dia diam kayak gitu, gak biasanya kalian diem-dieman kayak begitu,” kata Kak Handi saat kami berada di perjalanan menuju sekolahku.

 

Aku berdeham, lalu menjawab, “Masalah yang Gilang ninggalin aku di rumah Retna, ternyata Kak Rigel marah dan bertindak langsung sama Gilang. Kemarin kami udah bahas ini, aku pikir Kak Rigel gak marah lagi. Tapi kayaknya dia masih belum lupain masalah itu.”

 

Tak lama setelah itu kami sampai di depan gerbang sekolahku, beruntung hari ini tidak terlalu macet. Aku membuka seat-belt bersiap turun dari mobil. “Aku masuk dulu, Kak,” pamitku seraya bergerak meraih tangan Kak Handi yang terulur.

 

“Belajar yang bener ya, Dek. Masalah kamu sama Rigel Kakak gak mau ikut campur. Itu urusan kalian, Kakak yakin kalian cukup tahu gimana cara mengatasinya,” pesan Kak Handi.

 

Aku mengangguk lalu keluar dari mobil. Setelah itu aku berjalan melewati parkiran dan koridor, saat sampai di kelas ternyata kelas masih lumayan sepi. Hanya ada beberapa orang yang ada di kelas. Tak sengaja tatapanku bersibobrok dengan Gilang saat aku ingin duduk di kursi. Aku tersenyum bermaksud ingin menyapanya, namun Gilang hanya menatapku datar dan juga dingin.

 

Aku tak tahu penyebabnya.

 

Cowok itu berjalan keluar dari kelas dengan tangan yang dimasukannya ke dalam saku celana, aku menghela napas berat lalu melirik arlojiku. Masih ada waktu 15 menit lagi sebelum ulangan dimulai. Aku membuang ransel dan mengeluarkan buku catatan ekonomi lalu membacanya dan berusaha berkonsentrasi. Decakan lolos dari bibirku saat bayangan Mama tiba-tiba memenuhi pikiranku saat aku dan Mama tanpa sengaja bertemu dengan Gilang di parkiran sekolahku saat itu. Mama bergumam mengatakan bahwa Gilang mirip sekali dengan seseorang yang aku tidak tahu namanya.

 

Merasa benar-benar terganggu akhirnya aku memutuskan untuk menyimpan kembali buku ke dalam tas lalu berjalan keluar kelas bermaksud pergi ke toilet. Namun saat berdiri di depan pintu tak sengaja aku melihat Gilang tengah bercanda dan tertawa bersama dengan seorang cewek. Dia, Seli.

 

Mataku memejam menahan sesak yang tiba-tiba menyerang dadaku saat melihat tangan Gilang mengusap lembut kepala Seli, cewek itu tersenyum tampak senang dengan sentuhan Gilang.

 

Mengurungkan niat pergi ke toilet, aku berbalik kembali lagi ke kelas. Itu tadi yang barusan saja aku lihat benar-benar Gilang. Iya, dia Arkan Gilang Samudra yang beberapa waktu sebelumnya berubah begitu manis dihadapanku. Begitu menyenangkan, begitu hangat. Kenapa hari ini dia berubah lagi? Dia datar tanpa ekspresi, dan yang terasa paling menyakitkan adalah dia yang menatapku dingin. Tak ada emosi yang tersirat dari tatapannya.

 

Bel berbunyi pertanda ulangan segera dimulai, aku menyandang ransel lalu bangkit berdiri berjalan menuju ruanganku menjalani ulangan. Aku harus berkonsentrasi untuk ulangan, aku tak boleh terlalu banyak memikirkan Gilang dan Seli. Mungkin saja mereka sedang ada urusan atau yang lainnya. Lagipula, aku siapa sampai mau melarang Gilang dekat dengan cewek selain aku?

 

Bagi Gilang, aku hanya teman yang terlanjur menyukainya tanpa tahu diri.

 

Tapi apakah ini bisa dikatakan salahku? Sementara semua orang tahu bahwa perasaan datang dengan sendirinya tanpa bisa dikomando.

 

Ulangan berjalan dengan khidmat dan hening, aku suka dengan kesunyian ini. Yang ada hanya bunyi kertas yang dibolak-balik oleh peserta ulangan yang merasa kesulitan dalam menjawab soal, termasuk aku. Sebisa mungkin aku melupakan kejadian yang tanpa sengaja aku lihat tadi dan sedikit berhasil hingga akhirnya aku selesai dan kembali duduk di kursiku.

 

Aku ingin menidurkan diri sejenak. Berharap rasa perasaan bersalah pada Kak Rigel dan rasa sesak karena Gilang segera hilang setelah aku terbangun nanti.

 

***

 

Tadi siang adalah hari ketiga ulangan semester ganjil, paginya aku diantar oleh Kak Handi namun saat pulang aku dijemput Kak Rigel. Kami masih setia saling mendiamkan hingga sampai ke rumah, aku langsung masuk ke kamar tanpa tahu Kak Rigel berbuat apa setelahnya.

 

Sekarang pukul 8 malam, aku menutup gorden pintu balkon kamarku lalu duduk di kasur. Pemandangan beberapa hari yang lalu jujur masih saja menggangguku, hari itu yang aku lihat tak hanya Gilang dan Seli yang bercanda di depan kelasku tetapi aku juga melihat Gilang menggandeng tangan Seli saat mereka berjalan menuju parkiran untuk pulang bersama.

 

Ya, aku cukup tahu diri dan menyadari apa yang terjadi. Mungkin Gilang langsung membenciku setelah insiden Kak Rigel yang memukulnya kala itu. Aku mengerti, ego siapa yang tidak terluka saat dia dihakimi secara buta tanpa tahu yang sebenarnya terjadi. Mungkin Gilang jengkel atau merasa tersinggung karena itu, tak menutup kemungkinan juga dia kecewa dengan sikap Kak Rigel yang menghakimi sendiri. Jujur akupun merasakan hal yang sama, sedikit kecewa setelah mengetahui penyebab Gilang tidak hadir sekolah adalah Kakakku sendiri.

 

Aku tidak bisa terus begini, sudah beberapa hari aku dan Kak Rigel tidak bertegur sapa. Beruntung yang tahu ini hanya Kak Handi, jika saja Mama dan Papa tahu maka kami pasti akan langsung disidang karena masalah ini.

 

Aku harus meminta maaf terlebih dahulu kepadanya. Biar bagaimanapun Kak Rigel sudah menunjukan rasa simpatiknya kepadaku. Dia perduli.

 

Aku keluar dari kamar dan berjalan turun menuju ruang tengah, tempat biasa Kak Rigel berada saat malam hari. Namun aku tak menemukan Kak Rigel di sini, samar-samar aku mendengar suara gitar dari teras rumah. Sontak saja aku berjalan cepat menuju teras, aku yakin yang memetik senar gitar itu adalah Kak Rigel.

 

Benar.

 

“Kak,” panggilku. Permainannya langsung terhenti dan dia menoleh ke arahku. “aku mau ngomong.”

 

Kak Rigel menjilat bibirnya kemudian mengangguk, menunjuk kursi di sampingnya dengan dagu. Aku tersenyum tipis dan kaku saat sudah duduk di kursi kayu samping Kak Rigel.

 

“Aku... aku minta maaf,” gumamku pelan. Kemudian dengan lirih aku melanjutkan, “apa yang Kak Rigel lakukan buat aku bener. Hanya saja...”

 

“Cara yang Kakak ambil salah,” potongnya.

 

Aku diam.

 

“Kakak maafin kamu. Kakak juga mau minta maaf, karena udah ikut campur masalah kalian. Tapi biar gimanapun kamu adik Kakak, Kakak sayang sama kamu makanya Kakak ngelakuin itu. Kamu paham, kan?”

 

Aku mengangguk, sedikit mengangkat kepala untuk menatapnya lebih jelas. “Iya,” jawabku.

 

“Kakak rasa udah cukup beberapa hari ini kita saling diam, Kakak harap yang kayak gini jangan terulang lagi, Li. Gak baik juga. Kakak juga salah, udah ikut campur masalah kalian,” ujarnya menyesal.

 

“Makasih, Kak,” balasku.

 

“Untuk?” tanyanya bingung.

 

“Udah sayang aku.”

 

Kak Rigel tersenyum lembut, “Mana ada sih Kakak yang benci sama adiknya sendiri?” kekehnya ringan.

 

Satu masalah sudah berhasil aku lewati dan selesaikan. Sebenarnya menyelesaikan masalah itu mudah asal mau memaafkan dan mengalah untuk meminta maaf. Ini pelajaran bagiku dan juga Kak Rigel, bahwa jangan bertindak sesuai ego. Tetapi berlaku sesuai dengan logika dan pikiran yang luas.

 

“Oh iya, kamu masih ulangan, kan?” tanya Kak Rigel setelah beberapa saat diam.

 

“Iya, masih lima hari lagi baru selesai,” jawabku.

 

Kak Rigel mendengus, aku menatapnya heran saat dia bangkit dan mengacak rambutku. “Belajar, jangan mikirin cinta mulu. Kakak masuk duluan, mau makan,” ujarnya kemudian berlalu di hadapanku.

 

***

 

Hari ke lima ulangan semester, aku sampai ke sekolah lima menit sebelum bel berbunyi. Dengan langkah tergesa aku berjalan cepat menuju ruangan sambil memasukkan buku catatan ke dalam tas sekalian mengambil alat tulis. Saat aku bergerak mengancing resleting tasku tiba-tiba...

 

BRUK!!

 

Bolpoinku jatuh dan terinjak oleh siswi yang sedang berlari melewati tempatku berdiri. Aku menatap bolpoinku sambil melongo dengan tangan yang terbakar. Astaga! Itu satu-satunya yang aku punya. Dan sebentar lagi ulangan dimulai, mana sempat aku membeli polpen ke koperasi?!

 

Sialan! Lo emang ceroboh Lika Andrea Hirata!

 

“Nih, pakai punya gue aja,” cowok yang aku tabrak tadi mengulurkan bolpoinnya padaku. Dengan ragu aku menyambutnya dan mengangkat kepala menatap cowok itu berniat mengucapkan terimakasih.

 

“Gilang...” gumamku kaget. Aku tambah kaget saat Gilang hanya berlalu pergi setelah memberi bolpoin itu padaku. Itu tadi siapa? Wajahnya dan bentuk tubuhnya sepenuhnya Gilang, tetapi sikap dinginnya yang tak tersentuh yang tadi berhadapan denganku itu siapa?

 

Gilang berjalan semakin menjauh saat bel masuk berbunyi. Dengan lunglai aku melangkah menuju ruangan tempat ulangan, aku tak lagi kenal dengan sosok Gilang yang dulu. Ke mana dia pergi? Yang tadi itu siapa? Gilang semakin berjalan menjauh hingga tak tersentuh oleh pandanganku, raganya tak bisa kuraih dan jiwanya juga meninggalkan aku. Secepat ini semesta mengambil kebahagiaanku.

 

Benarkah mulai hari ini aku kehilangan Gilang-ku yang dulu?

 

Aku teringat lagi dengan hal yang aku lihat beberapa hari yang lalu, tangan Gilang dan Seli yang saling bertautan lalu mereka pulang bersama.

 

Kenapa rasanya sesak sekali saat rasa itu menghampiriku?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
662      372     10     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
F I R D A U S
769      508     0     
Fantasy
Meet You After Wound
277      233     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14364      2926     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Roger
2128      886     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...
Mencintaimu di Ujung Penantianku
5433      1484     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Bulan dan Bintang
6121      1627     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
Rinai Kesedihan
806      543     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Move On
262      216     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Memories About Him
4425      1853     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...