Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Konsekuensi dari jatuh cinta sendirian adalah rasa sakit yang tak berujung dan perasaan yang terabaikan. Berani jatuh cinta maka jangan takut untuk terluka.

 

****


Pelajaran Ekonomi berlangsung dengan pemberitahuan yang cukup membuat seisi kelas menahan napas, bahwa tanggal 3 Desember mendatang ulangan semester ganjil dilaksanakan.

 

Aku jadi berpikir kenapa Gilang tidak sekolah hari ini, ketidakhadirannya tidak menjelaskan apa-apa. Bahkan Tata bilang pagi tadi dia berangkat sekolah dengan cowok itu.

 

“Jadi beneran lo berangkat sama dia tadi pagi, Ta?” tanyaku memastikan.

 

Tata mengangguk, “Iya Lika sayangku...”

 

“Tapi kenapa dia gak sekolah, sih? Ke mana tuh anak? Bolos? Ya ampun ulangan udah di depan mata dan dia malah seenaknya bolos kayak gini, bilangin nanti, Ta, jangan keseringan bolos kalo gak mau tinggal kelas,” cerocosku tanpa sadar, membuat Retna yang duduk di meja depan menolehkan kepalanya ke belakang.

 

“Ini anak berdua berisik banget!” tukasnya galak.

 

Aku menyengir lebar dan mengacungkan dari telunjuk dan jari tengahku membentuk huruf V, akhirnya Retna kembali menatap ke depan dan aku beralih pada Tata.

 

“Sepupu lo itu ya, Ta...” rengekku tertahan. Merasa gemas dengan kelakuan Gilang. Padahal sepele, dia cuma bolos sekali hari ini.

 

“Aduh... dia yang bolos loh, Lika. Bukan diri lo. Kok lo yang gemes gitu, sih? Ampun dah ya Tuhan...”

 

Aku memberengut kesal menatap Tata jengkel. Cewek itu tersenyum ke depan saat sang guru ekonomi mengucapkan salam tanda perpisahan karena jam pelajaran sudah berkahir. Tata kembali menoleh padaku. “Khawatir gue tuh sama Gilang,” ujarku.

 

Tak disangka kini Retna sudah menghadap ke arah kami dengan kursi yang di putar ke arah belakang. Cewek itu berucap, “Beruntungnya itu cowok dicintai oleh lo yang cantik dan baik hati juga tidak sombong ini, Li.”

 

Aku menjitak gemas dahi Retna membuat cewek itu meringis dan mengasuh. Rasain.

 

“Santai aja kali, Li, aduh. Mungkin sekarang dia lagi belajar ngerokok atau minum alkohol sama temen-temennya. Sekali-kali bolos itu gak dosa juga.”

 

Aku memelototi Tata dengan garang dan memukul keras lengannya. “Sialan! Itu sepupu lo, Ervita Aradena Rahman!”

 

“Tahu gue.”

 

“Ck, kenapa sih lo serepot itu sama keadaannya Gilang?” tanya Retna setelah cewek itu beberapa diam karena terkena jitakanku beberapa menit yang lalu.

 

Aku menunduk, memikirkan kenapa aku bisa se-khawatir ini padanya. Padahal Gilang sudah besar dan dia cowok yang pintar jaga diri, dia pasti gak bakal kenapa-napa.

 

“Takut aja gitu dia kenapa-napa,” jawabku pelan.

 

Tata dan Retna kompak menghela napas, dua cewek itu menatapku secara bersamaan. “Gilang tuh emang pantesnya sama lo doang, Li. Gak pantes sama yang lain. Untung gue suka Kak Rigel jadi Gilang bisa buat lo,” racau Retna tidak jelas.

 

Yang dibilang Retna memang tidak sepenuhnya salah, dia ada benarnya. Jika saja Retna juga suka Gilang, apa kabar dengan persahabatan kami terutama perasaanku.

 

Aku bergidik ngeri dan menggeleng-gelengkan kepala. Jangan sampai itu terjadi apapun keadaannya.

 

“Cuma sekilas info doang sih ini dari gue, kemarin gak sengaja gue masuk ke kamarnya Gilang buat ambil barang gue yang ada di sana. Terus gue lihat dompet Gilang kebuka di atas meja belajar, dan lo tahu apa yang ada di dompetnya?!” Tata mengguncang keras bahuku. Aku menatapnya penasaran begitu juga Retna.

 

“Gue gak nyangka foto lo ada di dompetnya dia. Ya... walaupun udah lecek gitu. Parah lo lucu banget Li di foto itu. Itu foto ijazah SMP.” Tata terbahak keras sambil memegangi perutnya. Sementara aku merasakan gelenyar aneh memenuhi perutku saat mendengar informasi baru yang menyenangkan itu.

 

“Itu pertanda lampu hijau bakalan nyala sebentar lagi, Ta,” ujar Retna tak mau kalah.

 

Aku membuang napas kasar, berusaha terlihat santai di depan mereka walau sebaliknya. “Tapi... kalo Gilang beneran ngelakuin yang Tata bilang tadi gimana?”

 

“Aku lapar wahai teman-teman,” keluh Retna saat bel istirahat berbunyi. Aku mendengus saat tahu bahwa pembahasan kami akan selesai hanya sampai di sini.

 

Apa boleh buat, perutku juga lapar sekarang. Lagian benar apa yang dibilang Retna, Gilang pasti bisa menjaga dirinya sendiri.

 

***

 

Ini hari pertama ulangan semester ganjil dimulai. Aku merasa sudah cukup yakin dengan apa saja yang sudah aku pelajari beberapa hari belakangan. Hari pertama sudah berhasil aku lewati dengan mudah, sekarang waktunya aku pulang dan beristirahat lalu belajar lagi untuk ulangan besok. 

 

Aku bersyukur Gilang datang ke sekolah mengikuti ulangan walau dengan wajah yang banyak sekali memar. Aku tak berani menanyakannya langsung pada Gilang karena cowok itu yang terlihat tidak baik-baik saja, sejak tiba di kelas sampai bel pulang berbunyi cowok itu hanya diam tanpa menyapa teman-teman sekelas. Dia benar-benar diam bahkan kami tidak berbicara sama sekali hari ini.

 

Langkahku menuju pintu gerbang sekolah terpaksa terhenti saat mendengar namaku dipanggil oleh seseorang, ternyata Seli.

 

“Kenapa, Kak?” tanyaku padanya. Ya, karena dia kakak kelasku maka aku memanggilnya kakak jika di area sekolah. Itu lebih baik.

 

“Bener kan lo adiknya Rigel Andreas alumni tahun lalu?”

 

Aku memilih mengernyit saat Seli langsung menyerangku dengan pertanyaan itu. Bahkan Seli menatapku dengan tatapan tidak bersahabat.

 

“Iya, bener. Emangnya kenapa?” tanyaku berusaha tetap tenang walau aku merasa sangat terintimidasi oleh tatapannya.

 

Seli terkekeh sinis, tangannya berlipat di depan dada. Cewek itu mengalihkan pandangannya ke arah lain sebelum kembali menatapku dan berujar, “Yang punya masalah lo sama Gilang tapi kakak lo itu yang ikut campur. Lo yang tukang ngadu atau kakak lo yang sok-sokan pengin jadi jagoan? Gak habis pikir.”

 

“Maksud Kakak apa, sih?” aku semakin bingung dengan ucapannya yang berbelit-belit itu.

 

“Bilang sama kakak lo, jangan mukulin orang sembarangan kalo gak tahu masalah sebenarnya. Gue bisa aja laporin Kakak lo ke polisi atas kasus penganiayaan, tapi gue masih berpikir manusiawi. Gak kayak Rigel yang kerjaannya mukul orang tanpa pertimbangan!”

 

Maksudnya... Kak Rigel mukul orang? Dia memukul siapa? Apa mungkin Kak Rigel yang menciptakan memar di wajah Gilang?

 

“Emangnya Kak Rigel mukul siapa?” tanyaku memastikan. Aku tidak mau berargumen sembarangan.

 

“Kakak lo mukulin Gilang hari Senin itu. Dia bikin Gilang gak masuk sekolah selama tiga hari. Puas lo!”

 

Aku menggeleng tak percaya saat Seli berlalu, apa Kak Rigel setega itu? Tapi kenapa?

 

Klakson mobil membuat aku tersadar, ternyata Kak Rigel sudah menjemputku. Tanpa kata dan sapaan aku langsung masuk ke dalam mobil dan memakai seat-belt dengan benar kemudian diam saat Kak Rigel mulai melajukan mobilnya.

 

Tak ada yang membuka suara selama perjalanan, akupun enggan memulai terlebih dahulu. Aku ingin bertanya kebenaran dari yang dikatakan Seli langsung kepada Kak Rigel tapi lidahku kelu sekedar mengucap beberapa patah kata. Entah kenapa ada perasaan sesak yang menguasai dadaku saat mendengar fakta tadi dan membayangkan seperti apa keadaan Gilang saat itu.

 

Sungguh, aku tidak pernah berpikir bahwa ini yang terjadi terhadap Gilang yang membuat dia bolos sekolah tiga hari. Tata juga tidak memberiku informasi sedikitpun. Mustahil Tata tidak tahu dengan masalah ini.

 

Aku mencuri pandang pada Kak Rigel yang fokus menyetir, ingin bersuara namun masih enggan. Secara diam-diam aku memperhatikan setiap inci wajah Kak Rigel yang terlihat baik-baik saja, jauh berbeda dengan keadaan wajah Gilang. Tiba-tiba Kak Rigel menoleh membuatku tertangkap basah memperhatikan wajahnya, Kak Rigel bertanya perihal ini namun aku hanya menggeleng dan memilih memandang keluar jendela.

 

“Gimana ulangan hari ini?”

 

“Baik,” jawabku.

 

Good! Ini percakapan pertama kami setelah cukup lama diam. Setelah itu tak ada lagi yang berbicara hingga akhirnya kami tiba di rumah, aku membuka pintu lalu berjalan masuk mendahului Kak Rigel. Saat sampai di ruang tamu aku menghela napas, kupikir aku memang perlu bicaranya dengannya.

“Kak,” panggilku.

 

“Hm?” sahut Kak Rigel yang telah duduk di sofa sambil melepas sepatunya.

 

“Apa yang udah Kakak lakuin sama Gilang?”

 

Great! Kak Rigel sempurna mengangkat kepalanya menatapku.

 

“Kamu lagi nanya apa sama Kakak?” balasnya santai. Seolah-olah memang tidak mempunyai kesalahan.

 

Aku memutar bola mata jengah lalu melempar ranselku ke sofa samping tempat duduk Kak Rigel membantahnya memelototiku.

 

“Lika! Yang sopan dong!” bentaknya.

 

Aku bergetar, ini pertama kalinya Kak Rigel berbicara dengan nada tinggi padaku.

 

“Kak Rigel kenapa mukulin Gilang?” tanyaku lemah dan dengan suara yang bergetar.

 

“Kamu ini lagi ngomong apa, sih? Kamu bilang apa tadi? Kakak mukulin Gilang? Great, Lika. Gak ada gunanya Kakak lakuin itu.”

 

Bagus, Kak Rigel masih saja menyangkal.

 

“Kakak kenapa ikut campur masalahku sama Gilang? Aku gak ada masalah sama dia, Kak. Kenapa sekarang Kakak yang sok-sokan ikut campur?!”

 

Air mataku ternyata sudah merembes ke pipi, suaraku pun sudah berubah sengau dan bergetar. Aku tidak bisa menahan tangis untuk masalah ini.

 

Kak Rigel bangkit berdiri dan menghadapku, mensejajarkan wajahnya dengan wajahku Kak Rigel kemudian berucap, “Karena dia kurang ajar sama kamu, Li!”

 

Aku menutup mulut menahan tangis. Akhirnya Kak Rigel bicara juga. Siapapun kumohon aku berubah pikiran, kumohon katakan bahwa ini tidak benar.

 

“Dia kurang ajar apa, Kak? Dia baik sama aku, dia jagain aku. Kenapa Kakak sejahat itu sama dia, sih?” aku melihat tangan Kak Rigel mengepal bersiap memukul namun aku tetap pada posisi awal, aku yakin Kak Rigel tidak akan memakai tangannya untuk pembicaraan kami.

 

“Yang kayak gimana yang kamu bilang baik, yang kayak gimana yang kamu bilang jagain kamu, hah? Jadi kamu pikir Kakak gak tahu dia ninggalin kamu waktu itu karena apa, kamu pikir Kakak ini bodoh sampai gak tahu apa yang terjadi? Kamu merasa gak dia menghargai kamu? Kamu tahu gak menghargai itu kayak gimana? Dia gak menghargai kamu, Lika Andrea Hirata. Dia ninggalin kamu yang sakit demi cewek lain. Dek... kamu berpikir lewat sudut pandang mana, sih? Kakak tanya kamu itu berpikirnya gimana?”

 

Aku terisak menutup mulutku, aku mundur satu langkah menjauh dari Kak Rigel. Aku takut dengan tatapan yang dia layangkan padaku sekarang.

 

“Aku sayang Gilang Kak, aku gak mau dia terluka. Dan Kak Rigel jahat udah lukain Gilang. Kakak setega itu sama dia,” isakki pelan namun kuyakin Kak Rigel masih mendengarnya.

 

“Tapi dia bahagia di atas penderitaan kamu, Li.”

 

“Gilang gak bahagia Kak, dia terpaksa nganterin Seli ke rumah sakit karena tangannya tersiram air panas. Kalo aku yang ada di posisi Seli pasti Gilang bakal lakuin hal yang sama juga,” lirihku pelan sambil masih terisak.

 

“Ya, kalo kamu di posisi itu. Tapi kalo Seli di posisi kamu? Apa mungkin Gilang biarin Seli mati dan milih tetap sama kamu? Mikir, Li! Sakit kami lebih parah dari sakitnya cewek bernama Seli itu!”

 

Aku tidak habis pikir Kak Rigel akan membawa bawa perihal penyakitku.

 

“Aku emang sakit kayak gini, Kak. Tapi harusnya Kakak gak usah sangkut pautkan itu sama masalah ini,” sergahku.

 

Kak Rigel menghela napas kasar, dia mendekat ke arahku lalu tangannya memegang pundakku. “Tapi Li...”

 

“Gak apa-apa Kak, aku sayang Gilang. Untuk bagian kebahagiaannya buat Gilang aja, dan bagian yang sakitnya biar aku aja yang tanggung sendiri. Aku paham konsekuensinya jatuh cinta sendirian, dan aku ikhlas menerima apapun perasaan yang hati aku rasa dengan keadaan yang aku alami sekarang.”

 

“Maaf....” Kak Rigel menarikku ke dalam pelukannya. Sambil terisak aku membalas pelukan Kak Rigel, semoga masalahnya berakhir sampai disini.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
14334      2597     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Mr. Kutub Utara
352      271     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
The pythonissam
388      304     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
For Cello
3121      1057     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Can You Love Me? Please!!
4012      1213     4     
Romance
KIsah seorang Gadis bernama Mysha yang berusaha menaklukkan hati guru prifatnya yang super tampan ditambah masih muda. Namun dengan sifat dingin, cuek dan lagi tak pernah meperdulikan Mysha yang selalu melakukan hal-hal konyol demi mendapatkan cintanya. Membuat Mysha harus berusaha lebih keras.
Babak-Babak Drama
476      331     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Pisah Temu
1057      566     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Cinta Kita Yang Tak Sempurna
4483      1710     0     
Romance
Bermula dari kisah awal masuk kuliah pada salah satu kampus terkenal di Kota Malang, tentang Nina yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang aktivis di UKM Menwa yang bernama Aftar. Namun Nina tidak menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya dan tulus mencintainya bahkan rela berkorban pada akhirnya, dia adalah Gio. Namun dipertengahan cerita muncul-lah Bayu, dia ad...
seutas benang merah
2202      880     3     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
Senja Belum Berlalu
4140      1458     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...