Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Hari itu alat bantu pernapasanku untuk keadaan darurat sedang tidak ada, kamu juga tidak ada. Kamu ada, tapi untuk dia.

 

***


28 November 2017

 

Aku dan Kak Rigel berjalan mengelilingi mal untuk mencari hadiah ulang tahun untuk Retna. Aku sudah mendapatkan hadiahku, sementara Kak Rigel belum. Beberapa kali aku mengeluh kelaparan karena sudah 2 jam kami berkeliling tanpa beristirahat. Dan Kak Rigel dengan segala kerepotannya belum juga menemukan kado yang pas untuk Retna sang kekasih hatinya.

 

“Kak... aduh repot banget sih nyari kado buat Retna doang. Tinggal kasih tas, sepatu atau boneka. Selesai masalah,” gerutuku sambil berjalan lunglai di belakang Kak Rigel yang masih berjalan dengan semangat.

 

Kak Rigel memelankan langkahnya sehingga kami sejajar, cowok itu mengangkat tangannya merangkul bahuku setelah sebelumnya mengacak rambutku.

 

“Nyari kado itu yang unik, Dek. Anti-mainstream kalo bisa,” ujarnya.

 

Aku mengerling jengah, unik boleh tapi jangan membuat diri sendiri repot hanya karena memikirkan kado yang ‘unik’ itu sampai-sampai membuat waktu belanja lebih lama daripada yang seharusnya.

 

“Kasih aja sesuatu yang dia suka, gitu aja kok repot, sih,” usulku.

 

Kak Rigel menoleh padaku. “Dia suka apa, ya?”

 

Aku mendelik, “Situ yang cowoknya masa gak tahu ceweknya suka apa. Aneh,” cibirku.

 

“Sensian banget, sih. PMS, ya?”

 

“Bodo,” sahutku. Kak Rigel kapan memberinya sih kalau aku ini sudah capek!

 

“Kakak kan pacaran sama dia baru, ya wajarlah masih belum tahu banyak tentang dia,” kata Kak Rigel.

 

Aku menghela napas lelah, melepaskan rangkulan Kak Rigel lalu berjalan cepat meninggalkannya menuju toko jam tangan saat teringat Retna senang mengoleksi arloji-arloji bermerk.

 

“Aku nunggu aja di sini, sekarang Kakak pilih yang mana aja yang menurut Kakak cowok sama Retna. Selesai sama itu kita langsung pergi makan. Oke? Udah sana cepetan.” aku mendorong pelan bahu Kak Rigel agar dia bergerak cepat.

 

Akhirnya Kak Rigel masuk ke dalam tanpa banyak basa-basi. Aku menunggu dengan sabar sambil duduk di kursi yang tersedia di samping rak-rak jam tangan. Kak Rigel tampak kebingungan memilih jam tangan yang cocok untuk Retna, namun akhirnya Kak Rigel menghampiriku dengan menenteng satu tas kecil.

 

“Udah?”

 

“Iya. Sekarang mau makan, kan? Yuk, kita makan,” ajak Kak Rigel seraya menarik tanganku menuju restoran cepat saji.

 

Selesai makan, aku dan Kak Rigel memutuskan langsung pulang karena sama-sama merasa capek. Di dalam mobil, aku hanya diam mendengarkan lagu One Direction—yang tidak aku ketahui judulnya—sambil menyandarkan kepala pada jendela mobil.

 

“Jangan nyender kayak gitu, nanti kepala kamu sakit. Nyender yang bener,” perintah Kak Rigel. Aku menurut menyandarkan kepalaku pada sandaran kursi mobil.

 

“Besok mau berangkat sama Kakak?” tanya Kak Rigel.

 

Aku menggeleng, “Aku udah janji sama Gilang.”

 

“Kok sama dia?” respon Kak Rigel kaget. Aku menoleh menatapnya yang juga sedang menatapku.

 

“Kenapa, sih? Gilang temenan sama Retna, aku temenan sama Gilang. Gak boleh gitu berangkat bareng?” sergahku.

 

“Ya... enggak gitu. Kamu kenapa kayaknya gak takut disakiti lagi sama Gilang?”

 

Aku duduk dengan tegak menatap Kak Rigel tak percaya. Akhir-akhir ini memang aku merasa Kak Rigel seakan meragukan Gilang semenjak hari di mana dia melihat Gilang dan Seli berdua. Padahal waktu itu dia sendiri yang bilang kalau Gilang sama Seli cuma latihan voli bareng. Kenapa sekarang Kak Rigel yang terkesan ingin menjauhkan ku dari cowok itu?

 

“Kakak kenapa ngomong kayak gitu? Ada apa sama Gilang sampai bikin Kakak aneh kayak gini?” tanyaku langsung.

 

Kak Rigel mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, untuk sesaat dia hanya diam sebelum akhirnya membuka suara. “Cuma perasaan Kakak gak enak aja sama Gilang itu. Feeling Kakak gak oke sama dia.”

 

Aku menjilat bibirku yang terasa kering, tersenyum penuh arti aku berucap, “Gilang itu baik, Kak. Akhir-akhir ini dia menghargai aku kok, dan dia juga bersikap lebih terbuka sekarang.”

 

Mungkin begitu. Masalah feeling Kak Rigel yang gak enak sama Gilang biarkan dipikirkan nanti saja.

 

***

 

29 November 2017

 

Setelah salat magrib aku bersiap-siap untuk pergi ke acara ulang tahun Retna. Aku mengenakan dress tanpa lengan motif bunga dengan rok A-line selutut. Penampilanku terasa lebih sempurna walau hanya dengan flat-shoes yang membungkus kakiku, karena memang aku tidak terbiasa dengan sepatu yang ber-hak. Kakiku sering pegal setiap kali mengenakannya, selain itu juga aku tidak banyak memiliki sepatu semacam itu.

 

Keputusanku memakai dress malam ini di dukung oleh alat transportasi yang Gilang pakai, lima belas menit yang lalu Gilang menelponku mengatakan bahwa dia menjemputku dengan mobil Kak Sandra.

 

Aku memoleskan bedak tipis di wajahku di susul dengan lip-balm yang juga kupoles tipis dan rambut sepunggungku aku biarkan tergerai. Setelah merasa cukup dengan penampilanku sekarang, aku meraih ponselku yang tadi ku letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Ada beberapa missed call dari orang-orang yang berbeda. Salah satunya Retna. Aku meneleponnya balik.

 

“Halo,” sapaku terlebih dahulu.

 

“Dateng kan lo ke acara gue hari ini?!”

 

Refleks aku menjauhkan ponselku dari telinga saat suara nyaring itu menyambar dengan sangat kejam pada telingaku. “Lo ngomong udah pake toa aja ya, Ret. Mentang-mentang lo hari ini ultah.”

 

“Bodo. Tapi lo dateng kan? Dateng kan?”

 

“Ck, iya gue dateng. Ini lagi nunggu jemputan.”

 

“Alhamdulillah kalo gitu. Berangkat sama siapa lo?”

 

“Sama...”

 

“Lika! Gilang udah dateng tuh.” teriakan dari luar kamar membuat aku urung menjawab pertanyaan Retna. Setelah mematikan telepon dengan cewek itu aku lalu keluar kamar menuju ruang tamu, aku menemukan Gilang duduk di sofa dengan jas hitam melekat di tubuhnya. Rambut cowok itu tertata rapi bergaya pomedi.

 

“Hai,” sapa Gilang yang memperhatikanku dari atas sampai bawah. Ditatap seperti itu membuatku salah tingkah dan merasa pipiku memanas. Aku memutuskan menghampirinya.

 

“Hai, udah lama?” tanyaku.

 

“Baru aja. Udah bisa berangkat, kan?”

 

“Udah.”

 

Lalu aku dan Gilang secara bersamaan keluar dari rumahku kemudian masuk ke dalam mobil. Aku memakai seat-belt dengan benar begitu juga Gilang, namun cowok itu tak kunjung menjalankan mobilnya setelah seat-belt kami terpasang sempurna.

 

“Li,” panggil Gilang.

 

“Ya?”

 

“Lo cantik,” ucapnya setengah berbisik.

 

Aku mengulum senyum, pura-pura tak mendengar  aku membalas, “Apa Lang?”

 

“Elo cantik.”

 

Sambil mengulang kata-katanya Gilang menepuk-nepuk pucuk kepalaku lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan area rumah.

 

Tentu saja aku tidak baik-baik saja dengan situasi ini.

 

***

 

Pesta ulang tahun Retna berlangsung meriah dan lancar, banyak anak-anak sekolah kamu yang berdatangan dan mendoakan yang terbaik untuk cewek itu. Aku melihat Gilang menghampiri Retna sambil memberikan satu paper-bag yang entah apa isinya. Keduanya berinteraksi dengan sangat wajar, tidak terlihat seperti ada sesuatu yang pernah terjadi. Gilang berbicara santai begitu juga Retna, mereka ber-high five ria sebelum akhirnya
Gilang melenggang pergi bersama teman-temannya.

 

Mengenai kesepakatan kami satu Minggu yang lalu, Gilang dan benar-benar menjalaninya sesuai rencana. Aku yang lebih banyak berinteraksi dengan teman-temanku jadi tidak punya banyak waktu untuk saling memperhatikan satu sama lain.

 

Acara sudah berakhir setengah jam yang lalu, aku duduk di kursi panjang yang ada di pinggir halaman luas rumah Retna yang menjadi tempat dilangsungkannya acara. Beberapa menit yang lalu ada kejadian yang mengejutkan sekaligus membuat merinding, Seli tersiram air panas di bagian tangannya saat berjalan menuju kursi tamu dan seseorang menabraknya dari depan membaut air yang dia bawa tumpah di tangannya.

 

Hal itulah yang membuatku duduk di sini, menunggu Gilang kembali dan mengantarku pulang. Cowok itu meneleponku setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung, Gilang bilang dia akan kembali ke sini setelah mengantar Seli ke rumah sakit. Dan aku setuju, Seli memang membutuhkan pertolongan pertama untuk luka di tangannya dan aku memahami bahwa Gilang satu-satunya orang yang bisa dia mintai tolong dalam keadaan seperti ini.

 

Aku duduk sendirian di kursi, acara ulang tahun Retna kali ini cukup besar. Dia juga mengundang teman-teman SMP kami, hal itu membuatnya sibuk menjamu tamu dan mengobrol dengan mereka. Tata juga begitu, aku memutuskan tidak ikut bercengkrama dengan mereka karena merasa benar-benar lelah entah kenapa. Sebelum aku duduk di sini aku sempat mendengar bahwa mereka berencana membakar jagung untuk merayakan hari lahirnya Retna hari ini.

 

Aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku, sudah satu jam aku menunggu dan Gilang tidak juga kembali. Sebenarnya aku bisa saja meminta  pulang dengan Kak Rigel, tetapi melihatnya yang tampak  begitu senang bercengkrama dengan Retna  membuatku membatalkan niat itu. Napasku semakin sesak saat terhirup asap pembakaran jagung yang dilakukan oleh teman-temanku di tengah halaman. Sial! Aku melupakan sesuatu bahwa aku tak bisa berada di area berasap.

 

Napasku semakin sesak saat ada cowok yang lewat di hadapanku sambil menghembuskan asap rokoknya, aku terbatuk sambil membuka tas mencari-cari penolongku di dalam sana. Naas, aku tidak menemukan keberadaan inhalerku.

 

Kepalaku mendadak pusing dan napasku benar-benar sesak, lebih sesak dari sebelumnya. Aku bersandar pada sandaran kursi dengan mata yang memejam dan tangan yang memegangi dada kiri sambil terus berusaha menghirup udara sekuat yang aku bisa. Aku benar-benar tak bisa bernapas kali ini, pandanganku mulai mengabur hingga akhirnya hanya gelap yang bisa aku lihat sampai aku tidak lagi tahu apa yang terjadi di sekitar.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Mars
1197      646     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
CAMERA : Captured in A Photo
1195      583     1     
Mystery
Aria, anak tak bergender yang berstatus 'wanted' di dalam negara. Dianne, wanita penculik yang dikejar-kejar aparat penegak hukum dari luar negara. Dean, pak tua penjaga toko manisan kuno di desa sebelah. Rei, murid biasa yang bersekolah di sudut Kota Tua. Empat insan yang tidak pernah melihat satu sama lainnya ini mendapati benang takdir mereka dikusutkan sang fotografer misteri. ...
Langit Jingga
3280      935     2     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
Sanguine
5630      1721     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
Dunia Tiga Musim
3498      1358     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
The Alpha
2119      950     0     
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...
Premium
RARANDREW
18873      3488     50     
Romance
Ayolah Rara ... berjalan kaki tidak akan membunuh dirimu melainkan membunuh kemalasan dan keangkuhanmu di atas mobil. Tapi rupanya suasana berandalan yang membuatku malas seribu alasan dengan canda dan godaannya yang menjengkelkan hati. Satu belokan lagi setelah melewati Stasiun Kereta Api. Diriku memperhatikan orang-orang yang berjalan berdua dengan pasangannya. Sedikit membuatku iri sekali. Me...
Batagor (Menu tawa hari ini)
386      249     4     
Short Story
Dodong mengajarkan pada kita semua untuk berterus terang dengan cara yang lucu.
REMEMBER
4665      1395     3     
Inspirational
Perjuangan seorang gadis SMA bernama Gita, demi mempertahankan sebuah organisasi kepemudaan bentukan kakaknya yang menghilang. Tempat tersebut dulunya sangat berjasa dalam membangun potensi-potensi para pemuda dan pernah membanggakan nama desa. Singkat cerita, seorang remaja lelaki bernama Ferdy, yang dulunya pernah menjadi anak didik tempat tersebut tengah pulang ke kampung halaman untuk cuti...
Mendadak Pacar
9381      1901     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA