Waktu begitu cepatnya berlalu, bukan menjadi waktu yang singkat untuk tiara dan radit dapat melalui semua badai yang menghadang hubungan mereka berdua. Meski mereka sesungguhnya memiliki perasaan yang sama namun untuk saling mengungkapkan merupakan hal yang sangat sulit bagi mereka. Terlebih lagi rasa kecewa dan terluka masih menjadi benteng untuk perasaan mereka masing-masing yang sangat sulit untuk dirobohkan.
Semua harapan yang dibangun oleh radit ketika ia memutuskan untuk memperjuangkan kembali cinta dalam hidupnya, ia rela berpisah dari kedua orang tuanya yang tinggal di Australia dan ia memilih tinggal sendirian di Indonesia. Itu semua ia lakukan hanya demi tiara, tetapi semua keyakinan yang selalu ada didalam hatinya justru hancur berkeping-keiping.
Radit sama sekali tidak menyalahkan tiara atas semua yang terjadi. Karena dibenaknya dirinyalah yang harus bertanggung jawab atas hilangnya kepercayaan tiara kepada dirinya. sama-sama memutuskan untuk berlari dari badai yang menghadang mereka bukanlah menjadi kesepakatan bagi mereka. Hanya saja mungkin memang takdir yang sedang mempermainkan kedua anak manusia ini.
“Lepaskanlah jika itu menjadi kebahagiannya.”
Meski begitu bagai bunga yang baru saja merekah di musin semi. Tiara seperti terlahir kembali, dengan berbalut senyum manis 3 centi nya yang selalu mewarnai setiap langkahnya disetiap hari. Meskipun beberapa waktu lalu senyumnya itu sempat sakit namun, kini senyumnya sudah kembali lagi menyapa semua orang yang ia sayangi. Sudah larut di bawa ombak, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk mengungkapkan segala kebahagiannya saat ini.
Ia kini sudah mengepakkan sayapnya lebar-lebar dan siap untuk terbang meraih mimpinya di menara impiannya. Eittz.. . sebelum melanjutkan bagaimana perjalan Tiara di menara impiannya pasti kalian penasaran bagaimana Tiara bisa sembuh dari luka hatinya dan bagaimana nasib radit.
Satu bulan yang lalu.
“ Radit.. kamu yakin sayang mau pergi ke london, kenapa kamu ngak tinggal disini aja sich nak.” Berselimut rasa sedih seorang ibu menahan putranya agar tidak terbang jauh meninggalkan orang tuanya sendiri di istana yang sunyi.
Radit menarik tangan ibunya dan menggenggamnya. Sedari tadi tangan itu gemetar sambil melipat baju putranya yang sebentar lagi akan terbang jauh meninggalkannya. Menhela nafas panjang ia berusaha mengeluarkan kalimatyang bisa menenangkah kegundahan hati ibunya.
“ Ma.. aku berfikir matang-matang untuk mengambil keputusan ini, ini sudah waktunya Radit pergi.”
“ tapi kenapa harus pergi sejauh ini, kamu disana sendirian kalo sampai terjadi apa-apa gimana, lagi pula selama ini kamu kan ngak pernah jauh dari papa sama mama.”
“ iya ma.. aku tau, tapi kalo radit tetep disini radit akan makin sakit ma, hanya dengan cara ini radit tenang.”
“ apapun yang sudah menjadi keputusan putra kita, kita harus mendukungnya, aku tau kasih sayang kamu kepada radit, itu membuat kamu lupa bahwa radit itu adalah jagoan, dan diamanapun radit berada Tuhan pasti akan selalu melindunginya.”
Suara seorang lelaki paruh baya tiba-tiba menyeruak dari luar pintu. Siapa lagi lelaki berbadan tinggi kekar, dengan dasi bergaris horizontal yang terlilit rapi di lehernya itu kalau bukan pahlawan keasayangan radit, yang selalu ia panggil Papa. Ia yang selalu memberi semangat juga selalu melindungi radit dari apapun yang bisa membuatnya patah semangat. Bagi radit dialah pahlawan yang paling ia kagumi keberadaannya juga suri tauladan bagi radit.
“ Papa.. .” (radit langsung berdiri dan memeluk papanya)
“ kalau kamu yakin ini pilihan yang terbaik untuk kamu, papa ngak akan melarang kamu, tapi kamu harus ingat bahwa seorang laki-laki sejati tidak akan lari dari masalah sebesar apapun.” (dengan kuat ia mencekeram pundak radit, untuk meyakinkan pilihan yang akan ia ambil)
“ apa yang di bilang papa benar, mama minta maaf ya.” (ibu radit memeluk radit dengan sangat erat)
Akhirnya Radit jadi berangkat ke london. beserta dengan hati yan masih hancur karna tiara ia nekat melanjutkan langkah yang sudah ia ambil. Karna memang tujuannya pergi adalah untuk melupakan sahabat kecilnya itu, yang kini semakin membencinya.
Berbeda dengan Radit yang pergi dengan segala kelukaan hatinya, namun Tiara justru pergi meninggalkan kota kelahirannya juga kota masa kecilnya dengan Radit yang penuh kebahagiaan dengan hati yang berbunga-bunga. Karna tujuannya bukan pergi untuk meyembuhkan luka hatinya karena radit, tapi ia pergi karna ia akan segera mengepakkan sayapnya untuk meraih mimpinya sebagai penulis dan bekerja sama dengan penerbit di Perancis.