Read More >>"> BANADIS (Panji Gandrung) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - BANADIS
MENU
About Us  

XIX

Panji Gandrung,

Sekelompok pasukan elit berkuda.

Loyal, idealis serta rela mati demi bangsa dan negara.

Mereka adalah sisa – sisa zaman keemasan Banadis yang masih bertahan.

 

Di bawah pimpinan tokoh senior Banadis, Tuwang mereka berkeliling Nusantara.

Mencari kesejahteraan, Juga sekutu untuk merebut Banadis dari Tuan Rakat.

Panji Gandrung biasa beroperasi di sekitar distrik Gebyah dan Cempelan.

 

“Klutuk, klutuk, klutuk,”

“Klutuk, klutuk, klutuk,”

Bilah – bilah bambu berbunyi, Saling bersautan di sepanjang rentangan.

 

Terkejut. “??” Seseorang segera membangun kesadaran.

Berjalan, mengendap – endap menuju sebuah pohon.

 

“Ndan, Ndan,”

Serdi terkesiap. “Ada apa, Tan?”

“Ada pergerakan, ndan.”, jawab laki – laki kekar itu.

 

“Bangun, bangun,, Berkemas,, Ada pergerakan,”, perintah Serdi dengan lirih.

Satu per satu anggotanya digoncang – goncangkan.

Tidak lama Panji Gandrung pun membuka mata.

Mereka segera merapikan alas tidur, Juga membongkar bivak.

Termasuk menyimpan lagi misting yang semalam dipakai.

 

“Ssstt,, jangan berisikk,”, ucap Serdi, lirih.

Sontak mereka meredakan suara sambil merapikan perbekalan.

 

Serdi menghampiri Matan yang sedang mengintai di balik bebatuan besar.

“Gimana, Tan?”

“Kayaknya tempat ini lagi diawasi.”

“Berapa banyak, Tan?”

“Cuma beberapa tim pengintai.”

“Baiklah,,”, ucap Serdi, kembali ke kerumunan.

 

Tampaknya kelompok Panji Gandrung sudah siap berangkat,

“Pok, pimpin jalan di tepian hutan.”

“Siap,!”, sahut Pokke, langsung berlalu.

“Rem, Rem,”, panggil Serdi.

Menghadap. “Siap, ndan!”

“Kamu sama Matan jaga belakang, Inget jangan ada kontak!”

“Siap, ndan,!” Segera Sarrem ikut mengintai di dekat bebatuan.

 

Saat Serdi hampir berhasil menyusul Pokke,

Tiba – tiba Burhan berlari balik, menghampirinya.

 

“Ndan,! Tampaknya di depan ada pergerakan,”

“??” Segera Serdi memberi siulan kepada dua orang di belakang.

Tampak Matan dan Sarrem keluar dari persembunyian, meraih kuda masing – masing.

 

Mengambil peta dari dalam saku baju. Lalu Serdi menggelarnya di atas tanah.

Mengamati jalur – jalur yang tersedia. “Kayaknya cuma ini jalan yang bisa dilalui.”

“??, Gelap – gelap gini?”, sahut Burhan.

“Ntar kamu di tengah.”

“Siap,!”

Segera Burhan kembali menemui tim yang sudah ada di depan tadi.

 

Matan dan temannya berhasil menyusul Serdi.

Mereka langsung menyesuaikan diri dengan rencana.

Kelompok Panji Gandrung hendak memasuki hutan nan rimbun.

 

 

 

XX

Perbatasan Cempelan,

 

“Akhirnya sampe juga,”, ucap Harin, melintas di jalan nan lebar.

Serdi menyela, “Tetap waspada ini masih daerah kekuasaannya Banadis.”

“Siap,!”, sahut anggota Panji Gandrung.

Sambil mereka mengamati sekeliling dengan saksama.

 

Hutan yang sangat lebat bukan satu – satunya musuh mereka.

Tapi jalanan nan lebar dan terang juga bisa menjadi penyebab mereka tiada.

 

Segalah demi segalah, langkah Panji Gandrung semakin mendekati Cempelan.

Hutan nan lebat sudah tertinggal di belakang mereka.

Saat ini yang tampak di sekeliling adalah padang rumput nan luas.

Cakrawala menjadi bisa terlihat dengan jelas tabirnya.

Begitu bening, kebiru – biruan di angkasa.

Sungguh keindahan alam itu tidak bisa mereka nikmati lagi walaupun setiap waktu melewatinya.

Rasa was – was lebih mendominasi batin Panji Gandrung.

Rasa takut kehilangan nyawa.

 

Dari belakang Matan melajukan kudanya ke depan, hampir mendekati Serdi.

“Ndan, Kayaknya akan ada kontak.”, ucap dirinya.

Serdi tampak semakin waspada. “Iya, persiapkan senjata.”

Matan melambatkan kudanya, hingga ada di belakang rombongan lagi.

Sambil dirinya memberi kode persiapan.

Sedangkan di depan, Serdi telah bersiap dengan bom asap.

 

Setelah Serdi berada pada posisi,

“Lempar,!”, teriak dirinya.

Puluhan bom asap pun melambung rendah ke padang rumput.

Tak lama gerombolan asap pekat muncul.

Dalam keadaan penuh asap Panji Gandrung melajukan kuda dengan cepat.

Beberapa saat kemudian hujan anak panah mengguyur mereka.

 

Panji Gandrung berhasil melewati penyergapan itu.

Namun sebuah panah masih mengejar mereka.

“Akk,,” Harin terdengar mengaduh.

Anak panah itu mengenai pundaknya.

Untung saja dirinya tidak sampai terjatuh dari kuda.

Laki – laki itu terus mempercepat laju kudanya.

 

 

 

XXI

Di sebuah rumah beratap jerami,

Dengan ruangan yang luas, tapi terlihat sangat sederhana.

Tidak ada perabotan murah sekalipun,

Hanya terdapat beberapa lemari dan lembaran tikar untuk tidur.

 

Di sudut ruangan tergeletak Harin yang terkena anak panah.

Tampaknya laki – laki itu sedang dirawat lukanya oleh seseorang.

Harin terlihat mengaduh saat luka itu dibersihkan dengan larutan alkohol.

 

Beberapa anggota Panji Gandrung tampak sedang berbincang serius dengan seseorang.

Begitu seriusnya berbincangan itu hingga aura tempat itu terasa panas.

 

“Kita tidak bisa berdiam diri lagi seperti ini, pak Tuwang. Kita harus bertindak.”, ucap Pokke, terlihat gusar.

“Iya, pak Tuwang,, Gerakan kita semakin terbaca oleh mereka. Mungkin akan semakin sulit menyuplai perbekalan dari Gebyah.”

Setelah menyeruput kopi panas, “Sabar, anak – anakku,, Sabar,, Kami para orang tua sedang membicarakan suatu hal yang penting dengan Darmasih.”

“Kenapa begitu lama, pak Tuwang? Sebenarnya mereka berniat membantu atau tidak?”, sela Burhan, berprasangka.

Tetap berucap dengan bijak. “Tunggu sebentar lagi, Jangan terburu nafsu seperti itu, atau nantinya semua akan sia – sia.”

“Tapi kapan, pak Tuwang? Saya sudah jengkel sekali dengan ulah orang – orang tidak bermoral itu.”

“Sabar, nanti waktunya akan tiba juga, Yang terpenting sekarang kalian perbanyak doa, memohon keselamatan dan perlindungan kepada tuhan. Juga jangan sampai tertangkap oleh gerombolan mereka.”

“Iya, pak Tuwang,, Siap,”, sahut mereka.

 

 

 

XXII

Kerajaan Darmasih,

Sebuah tempat yang sangat indah.

Daerahnya berbukit – bukit, tampak mempesona dipandang mata.

Darmasih terkenal dengan sayur – sayurannya nan segar, termasuk buah – buahan.

Peternakan sapi di kerajaan itu sangat modern.

Dengan diimbangi budidaya ikan air tawar nan menguntungkan.

Semua hal yang berhubungan dengan makanan organik ada di kerajaan Darmasih.

 

Tapi sejak kerajaan Banadis menjadi sebuah tempat yang busuk, Kerajaan Darmasih terkena imbasnya.

Penjualan hasil alam, susu, daging dan ikan air tawar menurun drastis.

Kerajaan Darmasih juga tidak dapat membeli pupuk ataupun benih tanam – tanaman dari Banadis lagi.

Padahal dahulu kerajaan Banadis adalah penyuplai terbesar alat – alat pertanian dan peternakan modern.

Praktis hidup dan berkembangnya kerajaan Darmasih tergantung pada Pelabuhan Sinter, meskipun membutuhkan biaya angkut yang lebih besar.

Juga sebuah pasar besar nan hiruk pikuk di daerah Bengkolan tapi belum tentu terjamin keamanan lingkungannya.

 

Geleng – geleng kepala. “Apa sampai separah ini penurunan omzet kita?”

“Iya, Tuan Ibeng,, penurunan omzet kita memang sudah seperti itu.”

Menghela nafas. “Bagaimana ini? Padahal biaya pengangkutan semakin tinggi.”

“Tapi omzet sayur – sayuran kita di pasar Bengkolan masih stabil, tuan.”

“Tapi tidak sebagus waktu di Banadis dulu.”

“Iya, tuan.”, sahut Jungwang.

Tuan Ibeng menghela nafas, memikirkan nasib kerajaan Banadis sekarang.

Beliau juga masih belum bisa meyakinkan sekutunya untuk menggulingkan Tuan Rakat.

“Oh ya, pak Jungwang,, Bapak boleh pergi.”

“Siap, Tuan Ibeng.”

“Oh ya, tolong panggilkan pak Dipo.”

“Siap, tuan,,”

 

Beberapa menit kemudian,

“Tok, tok, tok,” Suara pintu diketuk.

“Masuk, pak Dipo,, Masuk,,”

“Permisi, tuan.” Sambil agak membungkuk.

“Silakan duduk, pak Dipo.”

Laki – laki terpelajar itu menempatkan diri di hadapan Tuan Ibeng.

 

Membuka obrolan. “Begini, pak Dipo,, Saya tu pingin tahu bagaimana perkembangan sekutu – sekutu kita mengenai Banadis?”

“Sebelumnya saya minta maaf, tuanku,, Sungguh sangat berat membawa masalah Banadis ini ke persekutuan kita. Karena rata – rata mereka tidak terpengaruh secara langsung dengan keadaan di Banadis., Itu yang pertama,, Yang kedua, tuanku,, Selama ini negara – negara sekutu kita itu masih trauma dengan nama besar kerajaan Banadis, Dengan sementereng nama besar tersebut pastilah mereka tidak bisa menikmati keuntungan – keuntungan yang mereka rasakan saat ini, terutama dalam hal perdagangan. Karena tuanku,, Ini menurut pendapat mereka,, Pedagang – pedagang tersohor dulu waktu melakukan rujukan jual beli semuanya tertuju ke Banadis, tidak ada satupun yang melihat bahkan memesan langsung ke mereka – mereka yang memproduksinya. Karena itulah mereka sangat terpaksa sebenarnya menitipkan proses jual beli ke Banadis waktu itu, padahal tuan tahu sendiri kerajaan – kerajaan para sekutu kita itu letaknya berlainan arah dengan kerajaan Banadis, Mereka menyatakan jika keuntungan yang mereka dapatkan saat ini jauh lebih baik dibanding jika menjual barang – barang tersebut melalui Banadis.”

Tuan Ibeng tampak berpikir.

Sungguh tidak terbayangkan sebelumnya jika suatu kehendak untuk menolong sebuah kerajaan yang sudah luluh lantah itu akan seberat ini.

“Lalu menurut pak Dipo sendiri bagaimana? Kita akan tetap membantu atau tidak?”

“Kalo masalah itu saya lebih cenderung Tuan Ibeng saja yang memutuskan, Jika saya berada di pihaknya Tuan Ibeng saya tidak akan membantu Banadis, meskipun secara moril saya juga harus bertanggung jawab terhadap orang – orang Banadis itu.”

“Kenapa, pak Dipo? Kenapa?”

“Pertama, kita sudah mengetahui bersama jika kekuatan militer Banadis sebelum ini ataupun sesudah ini masih sangat kuat. Kita membutuhkan sekutu – sekutu kita untuk menaklukkan Banadis saat ini. Padahal tuan tahu sendiri pernyataan sikap sekutu – sekutu kita. Kedua, Kita memang harus mandiri, tuanku,, Jangan sampai barang – barang atau jasa yang kita butuhkan, kita justru masih mengandalkan kerajaan lain, terutama Banadis. Saya teringat dulu Tuan Yosef begitu loyalnya terhadap Banadis sehingga semua hal yang harusnya bisa kita produksi sendiri malah tidak bisa kita lakukan. Kita seyogyanya harus memodernkan diri kita juga, tuanku.”

“Mm,, Begitu ya,, Ya, ya,,”

 

 

 

XXIII

Suatu petang,

Di persimpangan Sepahan.

 

Anggota kelompok Panji Gandrung harap – harap cemas.

Mereka sangat ingin persekutuan Darmasih membantu menaklukkan Tuan Rakat.

 

Sesekali para anggota pecinta tanah air itu mencuri lihat ke dalam ruangan.

Menyaksikan pikiran – pikiran delegasi bercakap – cakap.

Mengamati gerak – gerik sikap yang diambil.

 

Sungguh suasana di dalam ruangan itu sangat menegangkan.

Masing – masing anggota persekutuan telah membacakan pandangannya.

Dan keputusan nan penting akan dibacakan beberapa saat lagi oleh perwakilan Darmasih.

 

Tuan Ibeng tampak gamang.

Laki – laki yang biasanya murah senyum kelihatan sedikit frustasi.

Jari jemari beliau sedikit bergetar membawa lembaran kertas itu. Juga keringat dingin bermunculan pada mimik Tuan Ibeng.

 

“Ehmm, Ehmm,, Terima kasih,, Setelah tadi pandangan – pandangan dari anggota persekutuan dibacakan, Tibalah pada sebuah keputusan yang telah kami selaku anggota persekutuan Darmasih putuskan bersama, yaitu,, Dengan ini kami anggota persekutuan Darmasih menolak permintaan bantuan yang diajukan oleh eks tokoh kerajaan Banadis perihal pernyataan perang dengan kerajaan Banadis. Dan untuk selanjutnya demi menjaga keselamatan dan keamanan eks tokoh – tokoh kerajaan Banadis kami atas nama persekutuan Darmasih akan memberikan jaminan keselamatan dan keamanan selama eks tokoh – tokoh kerajaan Banadis melakukan aktifitas yang sewajarnya di daerah persekutuan Darmasih. Demikian isi keputusan ini, Yang bertanda tangan, Tuan Ibeng.”

 

 

 

XXIV

Perjalanan ke Taragam,

 

Kecewa. Panji Gandrung sangat kecewa.

Apa yang mereka harapkan tidak terwujud.

Para pecinta tanah air itupun mengasingkan diri.

Melakukan perjalanan spiritual ke utara Nusantara.

Kumpulan distrik – distrik yang masih muda.

Tradisional. Belum tersentuh peradaban modern.

 

Terlihat oleh mata, sebuah perkampungan kecil yang sudah ditinggalkan.

Sunyi, dan terasa menyeramkan.

Dengan aroma bangkai nan menyengat.

Tampaknya tempat itu ditinggalkan dengan tergesa – gesa.

Gubuk – gubuk kecil masih terlihat utuh.

Juga tanam – tanaman yang layu tampak belum dipanen.

Hanya saja berbagai macam benda berserak begitu saja di permukaan tanah.

 

“Kita akan tinggal di sini, pak Tuwang?”

“Iya, Kalian berani kan?”

“Yaa,, berani sihh, Tapi tempat ini kok menyeramkan ya,”

“Kalian kan para pemberani dari Banadis.”

Tuwang mulai melangkah, memasuki perkampungan yang ditinggalkan itu.

Walaupun ragu – ragu mereka ikut melangkah masuk.

 

Setelah diselisik ternyata tidak ada hal mengerikan terjadi di tempat itu.

Bau yang menyengat hanyalah ternak – ternak yang mati membangkai di dalam kandang karena tidak terurus.

Di dalam gubuk – gubuk kecil itu juga terlihat normal, Tidak ada jejak – jejak pembunuhan atau perampokan.

Meskipun tampak baik – baik saja, tapi Dona semakin gelisah. Dirinya semakin takut melihat aura keheningan perkampungan itu.

 

Tuwang menghampiri cewek itu.

Beliau berkata, “Saya tau kamu bisa melihatnya, kamu hanya perlu menerimanya dan menetralkan apa yang sudah terjadi.”

Tersentak. “Tapi, pak Tuwang,, saya tidak tau caranya.”

Melihat sekeliling. “Ayo, ikut saya.”, ajak Tuwang.

 

Pada salah satu gubuk,

Tuwang dan Dona tampak duduk bersila.

Mulut mereka komat – kamit, seolah – olah sedang membaca mantra.

Tidak lama kontak pun terjadi,

Tubuh mereka terasa semakin berat.

Juga kesadaran Dona seakan – akan lepas.

“Tetap fokus, nak Dona.”

“Iya, pak!”, sahut cewek itu.

 

Mereka berhenti sejenak.

“Bagaimana? Apa yang kamu dapatkan?”

Dengan detail Dona menceritakan apa yang telah dilihatnya.

“Hmm, begitu,, Mari kita lanjutkan lagi,”

Mereka mulai menutup mata dan membaca sejenis mantra.

Kontan aura – aura yang berkeliaran itu merasa terusik dan mulai berulah lagi.

 

Tuwang berusaha mengunci aura – aura itu.

Tapi, beliau tampak kewalahan.

“Bantu saya, nak Dona.”

“Iya, pak.”, sahut cewek itu, ikut menahan keguncangan yang terjadi.

Dengan sekuat tenaga Tuwang melesakkannya ke dalam tanah.

 

Alhamdulillah,, untuk sementara masalah itu bisa teratasi.

Tuwang bergumam, “Baiknya gubuk ini aku jadikan tempat ibadah.”

Lalu beliau kembali melanjutkan penyelarasannya terhadap kondisi tempat itu.

 

 

 

XXV

Menjelang malam,

 

Lelah,

Tubuh terasa tidak bertenaga.

Pandangan mata sudah setengah – setengah menangkap kesadaran.

Raga ingin diistirahatkan.

Begitu pula jiwa ingin jeda sejenak.

Sudah terlampau banyak kemalangan yang menimpa mereka.

Juga sepasang kaki sudah lelah melangkah, mengasingkan diri dari dunia.

 

“Puji syukur,, kita telah diberi nikmat makan dan minum ini,, Sekarang kalian semua bisa istirahat, Untuk laki – laki bisa tidur di sini dan untuk perempuan bisa tinggal di gubuk sebelahnya. Dan untuk yang sudah berstatus suami istri, silakan pilih gubuk yang kalian suka, kecuali gubuk yang dekat kandang sapi itu ya, Karena baunya masih menyengat.”, ucap Tuwang, menutup makan malam itu.

“Iya, pak Tuwang,,” Mereka pun langsung membubarkan diri.

“Nak Dona, bisa tinggal di sini sebentar?”

Tidak jadi beranjak. “Oh, iya,, pak Tuwang,”, sahut cewek manis itu.

Mencari seseorang. “Nak Serdi, tolong kemari,”

“Oh,, iya, pak,,” Menghampiri laki – laki berumur itu di sudut ruangan.

“Sudah yaa, jadi begini saya minta tolong nanti yang laki – laki bergantian jaga piket, sebaiknya dua – dua, Trus tolong diberitau teman – temannya kalo beribadah di gubuk yang dekat kandang sapi itu. Karena apa,? Supaya aura – aura negatif di tempat ini bisa segera jernih, Mengerti ya, nak Serdi?”

“Oh ya,, Siap, pak,”

“Trus untuk nak Dona,, Kalo nak Dona nggak capek bisa ikut saya ke gubuk itu lagi. Tapi kalo capek, nggak apa – pa, istirahat dulu aja,”

“Saya mau menemani pak Tuwang boleh?”

“Silakan, tapi jangan terkejut kalo merasakan suatu hal yang aneh. Dan saya sarankan, jangan melamun nanti di gubuk itu,”

“Oh ya,, Siap, pak,”

“Ajak juga teman – teman yang kira – kira bisa membantu saya, tapi jangan semuanya nanti nggak ada yang jaga piket.”

“Oh ya,, Siap, pak,”

“Udah, itu saja,, terima kasih, Kalo mau istirahat silakan,”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
CATCH MY HEART
2451      907     2     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Run Away
6668      1494     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Flowers
359      247     1     
Inspirational
Zahra, remaja yang sering menggunakan waktu liburnya dengan bermalas-malasan di rumah, menggunakan satu minggu dari libur semesternya untuk mengunjungi tempat yang ingin dikunjungi mendiang Kakaknya. Bukan hanya demi melaksanakan keinginan terakhir Kakaknya, perjalanan ini juga menjadi jawaban atas semua pertanyaannya.
Coldest Husband
1305      675     1     
Romance
Saga mencintai Binar, Binar mencintai Aidan, dan Aidan mencintai eskrim. Selamat datang di kisah cinta antara Aidan dan Eskrim. Eh ralat, maksudnya, selamat datang di kisah cinta segitiga antata Saga, Binar, dan Aidan. Kisah cinta "trouble maker dan ice boy" dimulai saat Binar menjadi seorang rapunsel. Iya, rapunsel. Beberapa kejadian kecil hingga besar membuat magnet dalam hati...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CAFE POJOK
3199      1077     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Hati Yang Terpatahkan
1844      837     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Glad to Meet You
249      190     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...