Hari senin menjadi hari termalas bagi sebagian para pekerja dan pelajar. Bagi mereka libur sehari masih terasa kurang. Bagi beberapa pelajar, hari Senin begitu menyebalkan karena upacara, terkadang setelah itu bertemu dengan pelajaran berat, seperti fisika, kimia dan lainnya. Damai membuka pintu gerbang rumah bersiap untuk berangkat sekolah. Kali ini dia tidak berlari seperti biasanya, karena kakinya belum sepenuhnya sembuh. Damai berjalan menyusuri jalan perumahan ke persimpangan jalan dekat rumah Andi. Sekitar sepuluh menit berlalu, Damai tiba di persimpangan jalan dan dia melihat Andi sudah berdiri disana. Andi melihat Damai yang berjalan menuju dirinya, dan kali ini dia tersenyum kepada Damai.
“ayo! Tumben senyum? biasanya kalau aku datang kayak gini langsung jalan gitu aja.”kata Damai yang berdiri di depan Andi.
“udah, gak usah komentar. Kali ini jalannya bareng, aku gak di depan.”
“bagus deh. Kalau kakiku masih sakit, dan kamu jalan di depan rasanya bener-bener jahat.”kata Damai. Kemudian mereka berjalan bersama.
“iya hari ini aku akan baik-baik sama kamu.”
“haha, tapi kamu gak pantes kalau baik ke aku. Soalnya keseringan jutek sih. Eh, Ndi kamu lihat anak itu?”kata Damai sembari menunjuk cewek SMA yang ada diseberang jalan.
“kenapa emangnya?”kata Andi dan melihat cewek itu.
“dia cantik banget ya? udah gitu rambutnya panjang terurai. Kalau rambutku terurai kayak gitu, pantes gak? hehe”kata Damai dengan memegang rambutnya.
“gak pantes. Gitu aja jadi diri sendiri.”kata Andi kembali melihat ke depan.
“ehm, sudah kuduga pasti kamu bilang gitu. Tapi emang bukan style ku sih.”
Akhirnya mereka tiba di halte bus, dan tidak lama kemudian bus yang ditunggu datang. Damai dan Andi segera masuk ke bus itu, dan suasana bus begitu ramai. Hari Senin sudah menjadi langganan untuk berdesak-desakan. Andi maju mendesak beberapa orang agar mendapat tempat duduk. Akhirnya dia mendapatkan dua kursi, dan mengajak Damai untuk duduk disitu. Damai terlihat menjaga kakinya agar tidak tersentuh orang di sekitarnya, sedangkan Andi melihat seseorang di pojok depan dekat pintu. Dia melihat seorang ibu tua dengan membawa tas besar berisi jualannya. Ibu itu terlihat sangat keberatan, namun dia berusaha untuk menahannya.
“Mai, jagain tempatku.”kata Andi sambil melihat ibu itu.
“mau kemana?”kata Damai. Andi kemudian berjalan menuju ibu tua dan menghampirinya.
“bu, disana ada tempat kosong.”kata Andi sambil menunjuk tempat duduknya.”
“oh, iya nak terima kasih.”kata ibu tua itu. Dia berjalan ke tempat duduk Andi, yang berada di sebelah Damai.
“tadi kata mas yang disana, tempat ini kosong.”kata ibu tua kepada Damai.
“oh, ya.”kata Damai kemudian menengok ke Andi yang berdiri dibelakang.
Damai tersenyum melihat ibu itu, dan dia memikirkan sesuatu tentang Andi. Andi memang cuek, namun dia masih memiliki rasa kepedulian. Sebenarnya dibalik sifat dingin dan pendiamnya, Andi masih memiliki rasa kasih sayang. Andi berdiri bersama beberapa orang dan masih berdesak-desakan. Lima belas menit berlalu, bus yang ditumpangi Andi dan Damai tiba di halte sekolah. Mereka dan beberapa siswa keluar bus menuju sekolah. Ibu tua itu tersenyum kepada Damai dan Andi menandakan rasa terima kasihnya.
“Ndi, kamu hari ini kayak malaikat.”kata Damai sembari tersenyum ke Andi.
“gak usah lebay.”
“mau aku traktir bakso pak Salim?”kata Damai.
“tumben?”
“soalnya hari ini kamu udah baik ke ibu tadi. Sebagai teman yang baik, aku mengapresiasi sikapmu. haha”
“terserah. Tapi aku bantunya ikhlas.”kata Andi dengan melihat Damai.
“iya tau, aku emang pengen traktir kamu kok.”
“iya, kalau besok traktir aku lagi juga gak apa-apa.”kata Andi tanpa melihat Damai.
“enak aja, gak mau.”kata Damai dengan menatap Andi.
Setelah semua siswa masuk, gerbang sekolah pun ditutup. Bel berbunyi, menandakan upacara bendera segera dimulai. Seluruh guru dan siswa berkumpul di lapangan sekolah untuk melaksanakan upacara. Andi tiba di kelas kemudian mengajak Leo untuk mengikuti upacara, begitu juga dengan Damai. Dia mengajak Nina meninggalkan kelas menuju lapangan sekolah. Upacara berjalan dengan khidmat tanpa ada gangguan. Satu jam berlalu, akhirnya upacara bendera telah usai.
“Bob, haus nih, beli minum yuk!”kata Semy yang duduk di depan kelas.
“hari ini panas banget. Yuk!”kata Boby dengan mengkipas-kipaskan topinya.
“tapi lewat sana aja, gak apa-apa muter dikit. hehe”kata Semy sambil melihat ke kelas dua IPS.
“aku tahu, kamu mau lewat IPS dua kan? bela-belain jalan muter, biar bisa lihat si cewek basket itu. haha”
“pinter, kamu emang kayak dukun Bob. Bisa tahu semua,yang aku pikirin.”
“apaan, kelihatan banget kali. Makanya daripada gini mulu, buruan dong minta no hp kek, atau gimana. Kamu jadi cowok, cemen amat.”kata Boby. Akhirnya Semy dan Boby berjalan menuju kantin dengan melewati kelas dua IPS.
“duh, gak usah bawel. Eh, aku kok tiba-tiba gugup, ya?”
“haha, padahal cuma mau lewat doang, gak mau ngapa-ngapain. Wah parah, aku yakin kalau kamu gini terus, sampai langit runtuh juga gak bakal bisa ngobrol sama itu cewek.”
“gak, pasti bisa kok. Tapi entah kapan, nunggu waktu yang tepat.”
“ya-ya terserah kamu deh.”
Semy memang siswa yang aktif di ekstrakulikuler yaitu futsal, dan memiliki banyak teman sekaligus dekat dengan beberapa guru. Meskipun demikian, dia adalah siswa yang sedikit pemalu sehingga saat mengikuti pertandingan futsal, Semy akan lebih banyak diam daripada bicara. Begitu juga dengan perasaannya, Semy hampir satu tahun menyukai Damai. Namun hingga saat ini, dia masih menjadi pengagum rahasia. Semy menyukai Damai, karena sering melihatnya di lapangan basket yang letaknya tidak jauh dari lapangan futsal. Selain itu Semy juga sering lewat kelas Damai agar bisa melihatnya. Untuk saat ini hanya itu yang masih dilakukan Semy, karena dia masih belum berani mendekati Damai.
“halo Mai, habis ini pelajaranmu apa?”kata Leo. Damai, Andi dan Leo duduk di depan kelas dua IPS satu.
“matematika, aku gak suka senin ya ini. Habis upacara, terus matematika.”kata Damai sambil mengkipas-kipaskan topinya.
“lebay.”kata Andi.
“Andi sombong Mai, mentang-mentang pinter matematika.”kata Leo dengan meledek Andi.
“iya bener banget. Dia kan emang dari dulu gitu.”kata Damai sembari melirik Andi.
“eh, kata Andi kamu habis jatuh?”
“oh, iya. Ini masih bengkak dikit, tapi udah baikan kok. Ini kan juga ulah si Andi.”
“loh, kamu apain Damai, Ndi? jangan jahat-jahat kamu, jadi orang.”
“aku gak ngapa-apain, dia aja sukanya lari-lari terus jatuh.”kata Andi menatap Damai.
“haha, dia mah gitu sok cool. Padahal kemarin habis aku jatuh, wajahnya kayak bingung dan takut banget.”
“aku udah paham, Andi kan emang gitu. Sok cool tapi aslinya peduli banget, haha.”
“kamu dari tadi ngomong terus.”kata Andi sambil menepuk bahu Leo.
Semy dan Boby tiba di persimpangan kelas dekat dengan kelas IPS. Mereka melihat Damai duduk dengan dua cowok di depan kelas dua IPS satu. Semy terlihat sedikit gugup, namun dengan sigap Boby membantu agar Semy berani melewati kelas itu. Tidak lama kemudian, Semy dan Boby berjalan tepat di depan Damai. Damai melihat dengan seksama ke arah mereka, dan Semy tidak memalingkan sedikitpun wajahnya ke Damai. Tidak lama kemudian, mereka pun berlalu dan tanpa adanya interaksi satu dengan yang lain.
“itu bukannya Boby? si kapten futsal.”kata Damai dan masih memandangi mereka dari jauh.
“iya, itu anak tambah populer gara-gara jadi kapten futsal. Kan kamu tahu, futsal disini udah menang dimana-mana.”kata Leo.
“iya-iya. Eh, aku masuk kelas dulu ya. Bye kalian.”kata Damai kemudian berjalan ke kelas.
“udah bel, ayo masuk!”kata Andi yang berjalan ke kelas. Kemudian Leo juga mengikuti Andi masuk ke kelas.
Kegiatan belajar mengajar pun akhirnya dimulai, para siswa masuk kelas masing-masing. Beberapa dari mereka, terlihat kepanasan dan lelah setelah mengikuti upacara. Dilain sisi beberapa siswa juga ada yang masih duduk di kantin, dan terlihat malas masuk kelas. Meskipun sekolah ini sangatlah disiplin, namun banyak siswa yang masih melanggar aturannya. Mereka terkadang bolos kelas dan lebih berdiam diri di uks. Ada juga yang dihukum di depan kelas, karena terlambat masuk. Selain itu, ada yang rela bermain petak umpet dengan guru, untuk menghindari pelajaran yang tidak mereka sukai. Sebagai remaja dan anak sekolah, hal ini wajar terjadi karena mereka adalah anak muda yang masih labil dan mencari jati diri.
“eh Nin, aku habis ketemu Boby. Dia lewat di depan kelas tadi.”kata Damai,
“beneran? kamu kok gak panggil aku, Mai?”
“gak sempet. Kamu sih, ngapain tadi gak ikut kita rumpi di depan?”
“iya, kan masih ada urusan. Eh, tadi dia sendiri atau sama temannya?”
“sama satu temennya. Kata Leo, dia tambah populer gara-gara jadi kapten futsal.”
“iya dari dulu kali, makanya aku pengen banget bisa di notice Boby.”
“ehm, coba deh search di web “cara deketi cowok populer di sekolah”. Pasti ada, sekarang kan canggih, si web bisa jawab semuanya.”kata Damai.
“sampai segitunya, miris banget ya aku. Kalau aku minta bantuan Leo gitu, gimana?”
“emang dia mau bantuin kamu? eh, kalau gak salah Leo pernah satu kelas sama Boby.
“ya kan, makanya biar aku ada kemajuan gitu lho, Mai. Kamu kan lebih deket sama Leo daripada aku, jadi bilangin dia soal ini. Gimana?”
“iyadeh aku coba. Kasihan juga lihat kamu, fans Boby garis keras yang belum pernah di notice. haha”
“tega bilang kayak gitu, bikin aku makin miris aja.”kata Nina dengan meletakkan kedua tanganya di kedua pipi.
“haha, gitu aja ngambek. Cepet tua lho, tapi pasti aku bantu kamu. Tenang saja.”kata Damai sembari menepuk bahu Nina.
Waktu yang terus berputar telah menunjukkan siang hari dan susana kelas mulai gaduh. Bel sekolah berbunyi tanda waktu istirahat tiba. Guru-guru kelas mengakhiri pelajarannya, dan para siswa berhamburan keluar kelas. Mereka bergegas ke kantin, dan masih ada beberapa siswa yang duduk di kelas. Andi masih duduk di kelas sembari membereskan bukunya, dia juga terlihat membuka jendela kelas. Karena udara hari ini terasa lebih panas tidak seperti biasanya. Dilain sisi Damai sudah bersiap-siap ke kantin dengan Nina. Dia akan mengajak Andi dan membelikan bakso pak Salim sesuai dengan janjinya tadi pagi.
“Ndi, dicari bu Diana. Katanya disuruh ke ruang guru sekarang.”kata salah satu teman sekelas Andi.
“oh, iya.”kata Andi.
“ehm, bu Diana nyariin kamu tuh. Pasti dia seneng banget, lihat kamu. haha”kata Leo dengan meledek Andi.
“diem aja deh. Nanti, kalau Damai kesini suruh ke kantin dulu. Bilang aku masih ke ruang guru.”kata Andi kemudian meninggalkan Leo.
“siaap bos.”kata Leo dan masih menahan tawanya.
Andi berjalan keluar kelas menuju ruang guru. Bu Diana memang sangat menyukai Andi, karena dia siswa berprestasi dan tampan. Selain itu, bu Diana memang terkenal sebagai guru yang tidak begitu adil alias pilih kasih. Dia akan sangat baik dengan siswa-siswanya yang berprestasi, cantik atau tampan daripada siswa yang tidak memiliki kelebihan apapun. Oleh karena itu, bu Diana merupakan salah satu guru dengan haters terbanyak di sekolah. Dilain sisi saat Andi berjalan menyusuri kelas terdapat beberapa siswa yang melihat Andi tanpa henti.
“Andi mau kemana, ya?”kata salah satu siswa sambil melihat Andi.
“mana ku tahu. Heran deh, kok bisa ya udah ganteng, tinggi, pinter gitu. Yang bikin aku penasaran nih, dia bisa hidup jomblo dengan kegantengannya.”
“iya itu, makanya aku pilih jadi fans garis keras. Karena Andi gak punya pacar dan jutek abis sama cewek-cewek.”
“eh, tapi dia deket sama Damai gak sih? aku sering lihat mereka berdua kemana-mana.”
“kabarnya sih Damai temennya sejak SMP. Mereka juga rumahnya sekompleks, makanya bisa deket kayak gitu.
“oh gitu, enak banget jadi Damai. Aku juga mau, tapi kalau mereka pacaran gimana dong?”
“kayaknya sulit, mereka udah kayak keluarga dan deket banget. Aku yakin, kalaupun ada yang salah satu suka, pasti juga sulit buat ungkapin. Daripada pertemanan mereka hancur gara-gara itu.”
“iya gak enaknya kalau udah jadi temen deket, bakalan susah buat ungkapin perasaan.”
“padahal kan di dunia ini, cewek temenan sama cowok itu ujung-ujungnya pasti baper. Aku jamin deh.”
“iya-iya. Tapi kamu tahu banyak soal Andi dan Damai, ya?”
“haha, kan punya banyak mata-mata. Apapun info tentang Andi dan Damai, hampir update semuanya.”
“gilaa, sampai segitunya.”
Sebuah pertemanan yang lama pada akhirnya akan menimbulkan perasaan yang berbeda. Saat mulai tumbuh remaja kemudian dewasa, perasaan sebatas teman perlahan akan berubah. Hubungan sebuah teman atau sahabat pada cowok dan cewek, kebanyakan berakhir dengan perasaan cinta. Namun terkadang perasaan itu berusaha dipendam, karena disaat seorang sahabat menjadi pacar, hubungan yang lama dibina akan berakhir kurang baik. Hal ini membuat satu dengan lainnya merasa kehilangan. Mereka akan kehilangan dua-duanya, yaitu sahabat dan seseorang yang dicintai.
“Andi, bulan depan ada olimpiade ekonomi dan ibu minta, kamu mau mewakili olimpiade ini.”kata bu Diana.
“apa tidak ada anak lain bu? saya khawatir bertepatan dengan olimpiade matematika juga.”
“gak apa-apa, olimpiade matematika juga belum pasti waktunya. Ibu yakin kalau kamu yang ikut pasti menang.”
“tapi, maaf saya gak bisa. Saya lebih suka matematika daripada ekonomi.”
“kenapa kamu tolak tawaran ini, Ndi? kalau menang olimpiade ekonomi ini, kamu bisa kesempatan dapat beasiswa.”
“kenapa ibu, gak kasih kesempatan ke anak lain? banyak anak yang pinter ekonomi di sekolah ini.”
“sekali ini saja. Ibu lebih suka kamu yang ikut daripada yang lain.”
“apa ibu gak sadar dengan sikap ibu seperti ini? ibu Diana tidak adil dengan siswa-siswa yang lain. Meskipun mereka bodoh kek, pintar, cantik, tampan ataupun jelek, semuanya memiliki hak yang sama. Maaf kalau saya gak sopan, tapi saya harus pergi. Permisi.”kata Andi kemudian meninggalkan bu Diana. Ibu Diana masih duduk di tempatnya dan memikirkan perkataan Andi tersebut.
Selain cuek dan dingin, terkadang perkataan Andi juga sedikit frontal dan apa adanya. Dia akan berkata apapun, jika menurutnya itu tidak sesuai dengan pikirannya. Andi juga tidak suka dengan orang yang tidak adil dan lebih menilai fisik. Bagi Andi, fisik bukanlah hal yang penting tapi sikap serta pikiranlah yang berpengaruh terhadap kualitas seseorang. Andi berjalan meinggalkan ruang guru menuju kantin. Dia tidak menghiraukan sekitarnya dan pandangannya hanya fokus ke depan. Andi masih sedikit kecewa dengan sikap bu Diana. Sebenarnya dia juga tidak suka dengan sikap bu Diana yang terlalu berlebihan kepadanya. Tidak lama kemudian, Andi tiba di kantin dan membeli satu botol es teh, sembari mencari Damai yang telah menunggunya.
“sorry lama.”kata Andi dan duduk di depan Damai, Nina dan Leo.”
“lama banget Ndi? kayaknya betah sama bu Diana. haha”kata Leo sambil meledek Andi.
“ciyee, Andi punya fans guru juga toh?”kata Nina.
“diem dulu guys, biar Andi cerita.”kata Damai dengan melihat Andi.
“ehm, makan dulu aja deh.”kata Andi.
“udah aku pesenin kok, kayaknya bentar lagi datang.”kata Damai.
“langsung cerita aja deh, jangan lama-lama.”kata Leo.
“tadi aku ditawari bu Diana ikut olimpiade ekonomi. Tapi aku gak mau, soalnya gak suka ekonomi. Lagian juga aku bilang ke dia buat gak pilih-pilih ke siswanya.”
“kamu berani bilang gitu?”kata Leo.
“dia bilang, kalau aku yang ikut pasti menang. Dia gak suka dengan siswa lain, lebih suka aku yang ikut. Kelihatan banget dia gak adil. Yaudah langsung aku skak aja.”
“haha, mantap jiwa. Ya emang harus digituin sekali-kali biar sadar bu Diana.”kata Leo.
“tapi radak gak sopan sih.”kata Nina sedikit ragu.
“iya itulah Andi, sedikit bicara, tapi sekali bicara langsung jleb. haha”kata Damai meledek Andi.
“bodoh amat.”kata Andi kemudian memakan bakso yang telah dipesan Damai.
Mereka berempat mulai melahap bakso pesanan masing-masing. Damai memakan bakso pak Salim sembari melirik Andi. Dia memastikan bahwa Andi akan memakan bakso itu sampai habis. Karena hari ini menurut Damai, Andi menjadi sosok yang hebat dengan sikapnya yang tegas dan baik. Sehingga dia ingin memberikan seporsi bakso itu sepenuh hati. Hal sederhana seperti ini terkadang membuat Damai, diam-diam mengagumi teman lamanya itu. Dilain sisi, Nina diam-diam juga melirik Andi karena sampai saat ini dia masih menjadi fans Andi. Meskipun fans terbaiknya adalah tetap Boby, si kapten futsal itu.