Malam hari yang ramai dan banyak bintang bertebaran di langit. Damai sangat suka memandangi langit dan melihat bintang. Terkadang di saat malam seperti ini, Damai akan mengajak Andi ke taman yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka. Sebelum ke taman, biasanya mereka mampir terlebih dulu membeli es krim.
to: andi cool
ndi, ayo beli es krim.
from: damai
time: 06.35 pm
to: damai
iya. aku diluar kamu harus udah siap
from: andi
time: 06.40 pm
to: andi cool
siaaap. ini mau berangkat haha.
from: damai
time: 06.43 pm
Damai segera bangun dari tempat duduknya dan berganti pakaian. Dia senang, karena Andi selalu menurutinya kemanapun diajak pergi. Meskipun dengan sikap yang sama, dingin dan cuek tapi hal itu tidak jadi masalah bagi Damai. Karena Damai sudah memahami sikap Andi sejak SMP hingga sekarang. Damai sangat menyukai persahabatannya dengan Andi, dan dia selalu berharap hubungan mereka tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun.
“bun, keluar dulu.”kata Andi berpamitan dengan bundanya.
“sama Damai? kapan-kapan ajak dia kesini lagi, udah lama bunda gak ketemu Damai.”kata bunda yang duduk di meja tamu.
“iya. Assalamu’alaikum”
“wa’alaikum salam.”
Andi berjalan keluar dari rumah, dan berdiri di depan gerbang untuk menunggu Damai. Tidak lama kemudian, Damai datang menghampiri dengan nafas terengah-engah. Damai tersenyum lebar kepada Andi, dengan sikap yang sama Andi tidak sedikitpun membalas senyum itu. Mereka berangkat menuju toko es krim yang jaraknya agak jauh dari perumahan. Namun, seperti biasa mereka tetap berjalan menuju toko itu. Bagi Damai dan Andi, jalan kaki pada malam hari merupakan hal yang menyenangkan. Bisa menikmati suasana malam dan bisa bercerita banyak hal.
“Ndi, jalannya pelan aja ya? aku masih ngatur nafas. hehe”
“bisa gak sih, kalau gak lari?”kata Andi sambil memandangi Damai.
“ehm, kalau aku gak lari nanti kamu ngomel.”kata Damai masih terengah-engah.
“kapan aku ngomel? bukannya kamu yang suka ngomel?”kata Andi dengan memalingkan wajahnya.
“ah, kapan sih kamu mau ngalah sama aku, Ndi? heran, kok bisa cewek-cewek suka sama kamu. Udah judes, tega’an juga.”kata Damai kesal.
“iya kan ngomel lagi.”kata Andi singkat.
“bodoh amat.”kata Damai berjalan lebih cepat dari Andi.
Andi memandangi Damai dengan seksama, dan tidak berapa lama dia tersenyum sembari melihat Damai yang membelakanginya. Meskipun sikapnya dingin dan jutek, tapi Andi akan tertawa saat bersama Damai. Namun, tawa itu hanya saat tertentu saja dan hanya kepada Damai dan bunda. Mereka berjalan menyusuri trotoar pinggir jalan raya, dan melewati beberapa toko serta warung makan. Andi masih berjalan di belakang Damai, dan keduanya terlihat saling diam tanpa interaksi. Hanya suara hiruk-pikuk kendaraan, dan orang berlalu lalang mengiringi keduanya. Setengah jam berlalu, akhirnya mereka tiba di toko es krim.
“masih marah?”kata Andi sembari mendekati Damai. Mereka telah berdiri di depan toko es krim langganan.
“aku gak marah.”kata Damai yang masih berjalan tanpa melihat Andi.
“tunggu!”kata Andi dan berdiri di depan Damai.
“aku mau beli es krim. Minggir!”kata Damai sembari mendorong Andi.
“bentar, hari ini aku yang traktir. Jadi, kamu jangan marah lagi!”kata Andi sembari menahan tangan Damai.
“tumben kamu baik. Ehm, gimana ya?”
“kelamaan mikir, aku pulang.”
“iya-iya, mumpung kamu baik. Lumayan dapat es krim gratis.”kata Damai mulai sedikit tertawa.
“buruan pesan! Nanti tinggal aku yang bayar.”kata Andi dan berjalan masuk ke toko.
“kamu yang pesan juga dong Ndi.”kata Damai mengikuti Andi dibelakangnya.
“yaudah, gak jadi aku traktir.”
“ih, awas aja kamu.”kata Damai menggerutu sambil mengepalkan tangannya.
Akhirnya keduanya membawa pulang dua bungkus es krim yang telah dimasukkan kresek.
Andi membawa kresek itu sembari melihat Damai, yang masih sibuk menggerutu. Damai melihat Andi dengan tajam, dan kembali berjalan ke depan.
“jujur aja saat kamu marah kayak gini, buat aku bahagia. Kamu itu bener-bener lucu, apa adanya dan sampai sekarang hanya kamu yang bisa ngerti keadaanku.” (kata Andi bergumam dalam hati).
Lima belas menit berlalu, akhirnya mereka tiba di taman bermain. Damai dan Andi sering datang ke taman itu. Banyak hal yang telah mereka lewati bersama di tempat itu. Karena sejak SMP hingga sekarang, taman itu menjadi agenda tetap untuk dikunjungi.
“ini es krimmu!”kata Andi kemudian menyodorkan es krim ke Damai.
“kenapa ya, aku bisa sabar banget sama kamu, Ndi?”kata Damai sambil memakan es krim.
“mungkin, kamu suka aku.”kata Andi sambil memakan es krimnya.
“iya suka kamu. Suka banget kalau bisa pukul kamu pakai tangan ini.”kata Damai dan mengepalkan tangannya.
“tangannya buat makan, bukan buat pukul orang.”kata Andi dan telah menghabiskan es krimnya.
“betewe, hari ini dapat surat cinta atau kado lagi gak?”kata Damai sembari mengayun pelan ayunan yang didudukinya.
“gak ada. Tapi hari ini, aku ketemuan sama Tara.”
“dia masih suka kamu Ndi? terus kalian bahas apa?”
“dia ngasih aku jam tangan, dan gak boleh aku tolak. Dia janji gak akan ganggu lagi.”kata Andi dan juga duduk diayunan dekat Damai.
“bagus deh, akhirnya dia nyerah juga. Aku gak suka Tara, dia kakak kelas yang sok cantik dan suka tebar pesona. Males banget lihat dia.”
“emang dia cantik sih.”
“banyak cewek cantik yang lebih baik dari dia. Kalau kamu, udah mulai suka cewek bilang aja ke aku. Nanti aku cariin yang tepat. hehe”
“emang selama ini, aku homo?”
“aku gak bilang gitu. Kamu sejak SMP sampai sekarang, gak pernah suka cewek. Kamu selalu menolak cewek, padahal mereka cantik-cantik. Jujur deh, tipe cewekmu itu kayak apa sih? kita udah sahabatan lama, tapi kamu gak pernah bahas cewek sama sekali.”
“gak ada.”
“beneran gak ada? kamu gak suka cewek tinggi, putih, pintar gitu?”kata Damai mendekati Andi.
“udah malam, ayo pulang!”kata Andi meninggalkan Damai di taman.
“ditinggal lagi deh. Tungguin Ndi!”kata Damai sembari berlari mendekati Andi.
Malam semakin larut, Damai dan Andi meninggalkan taman bermain serta memutuskan pulang ke rumah. Damai masih berjalan cepat agar bisa mendekati Andi, sedangkan Andi masih tetap berjalan di depan. Namun, tiba-tiba Damai jatuh tersandung batu yang ada di depannya. Damai berteriak kepada Andi, dan tidak lama kemudian Andi berlari.
“Damai!”kata Andi kemudian berlari menghampiri Damai. Wajah Andi terlihat cemas melihat Damai terjatuh.
“Kamu sih, selalu aja jalan duluan.”kata Damai sambil membersihkan kaki dan tangannya yang terkena tanah.
“kamu gak apa-apa? kakimu berdarah.”kata Andi dan membantu Damai berdiri.
“yah, kok berdarah. Iya aku gak apa-apa kok.”kata Damai kemudian berdiri dengan bantuan Andi.
“masih bisa jalan kan? maafin aku, Mai!”kata Andi sembari membersihkan kaki Damai yang terluka.
“iya masih bisa. Udah, ayo jalan lagi! nanti biar aku bersihin di rumah.”
“ayo aku gendong. Kamu kesakitan.”kata Andi sambil memegang tangan Damai.
“gak usah. Emangnya aku anak kecil, udah jalan aja. Kamu kan tahu, aku strong. hehe”kata Damai dan mulai berjalan pelan-pelan.
“yaudah.”kata Andi sembari berjalan didekat Damai dan membantunya berjalan.
Waktu terus berlalu dan keduanya masih berjalan pelan menyusuri trotoar pinggir jalan raya. Mereka tiba di rumah lebih lama dari biasanya, karena kaki Damai yang terluka agak parah. Tidak lama kemudian, mereka tiba di rumah Damai. Andi mengantarkan Damai ke dalam rumah, dan menjelaskan semua yang telah terjadi. Akhirnya Andi memutuskan untuk pulang karena hari semakin malam. Dalam perjalanan pulang, Andi merasa bersalah dengan Damai. Damai terluka karena Andi yang berjalan meninggalkannya, dan Damai selalu berlari mengejar Andi. Tiba-tiba Andi teringat masa lalu, yang membuatnya muram.
“apa yang aku lakukan? aku gak ingin mengingat kenangan itu lagi.” (kata Andi bergumam dalam hati).
Peristiwa masa lalu membuat Andi menjadi sosok yang berbeda dan berubah. Apa yang terjadi di masa lalunya, terkadang membuat Andi terpuruk dan sedih. Selama ini, dia masih berusaha keras untuk bisa melupakan dan mengubur dalam-dalam kenangan itu.