SMA Negeri Hijau, sekolah di Jakarta yang menjadi kebanggan para guru di sana. Dengan penampilan luar yang begitu adem dan asri membuat sekolah ini menyandang gelar sebagai sekolah Adiwiyata. Suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bisa bersekolah di SMA Negeri Hijau ini.
Jam istirahat pertamanya menjadi momen favorit yang dinanti-nantikan siswa di sana. Ketika momen itu tiba, mengisi perut di kantin menjadi pilihan mereka. Dan kedai bakso Mbak Santi selalu yang paling ramai.
Tetapi Amira, bintang dari cerita ini menjadi satu-satunya anak 11 IPA 5 yang keluyuran di koridor sekolah. Dibandingkan ngerumpi hal yang tak berfaedah ia lebih memilih keluyuran, menurutnya lebih realistis walaupun terlihat kurang kerjaan. Sampai sepasang matanya menangkap pemandangan tak sedap di lapangan basket.
Di lapangan itu, terlihat segerumbulan murid yang tengah panik. Ada yang berteriak heboh dan ada juga siswi bertubuh pas-pasan alias pendek yang lompat-lompat nggak jelas. Pemandangan yang sungguh menjengkelkan.
Dilihat dari jumlah forum yang heboh ialah kebanyakan anak cewek. Ditambah dengan wajah-wajah panik mereka yang terkesan lebay membuat Amira yakin kalau objek yang digerumbuli adalah cowok. Dan karena kuping Amira tidak sengaja mendengar nama Gilang disebut-sebut, dirinya tambah yakin kalau kehebohan itu diciptakan oleh makhluk tengil dengan sejuta kegilaannya. Gilang.
“Tuh anak kenapa lagi sih? Kagak punya malu banget,” gerutunya.
Mata gadis itu juga menangkap beberapa anggota PMR yang membawa tandu. Astaga, Amira ingin mengumpat dengan keras.
“Minggir-minggir!”
“Kak, cepat tolongin Kak Gilang. Kasihan dia.”
“Ya ampun, wajahnya pucet banget.”
“Gue rela ngelakuin apapun asalkan Kak Gilang bisa sembuh.”
Kuping Amira panas mendengar celotehan tak berfaedah adik-adik kelas itu. Ingin sekali ia berteriak di depan mereka, ‘Woy! Dia cuma acting!’
Amira heran. Mengapa orang-orang peduli banget sama sosok tengil Gilang? Apa sih, hal positif yang dapat mereka tiru dari sosok manusia bernama Gilang itu?
Tepat saat Amira memandang wajah Gilang, mata gadis itu melotot. “Anjir, mereka semua pada buta apa? Jelas-jelas si Gilang baru aja melek!”
Sesampainya di UKS, Gilang masih belum sadarkan diri. Petugas kesehatan langsung sigap menangani pasien ini. Selain mereka bersyukur karena mendapat pasien yang ganteng, mereka juga bisa menyentuh tubuh si pasien itu.
Hmm, kesempatan dalam kesempitan.
“Dia cedera nggak, Sus?” tanya seorang anggota PMR pada suster khusus di SMA ini. Suster ini masih muda, namanya Diana.
“Nggak ada yang lecet, kok. Mungkin dia kecapekan, biarin dia istirahat dulu.” Semuanya mengangguk dan meninggalkan Gilang di kamar itu sendiri.
Amira yang entah kenapa jadi bego, memutuskan mengikuti anggota PMR tadi ke UKS. Dan diam-diam gadis itu menguping lewat jendela samping kamar pasien yang gordennya tertutup. Ia menyeringai mengetahui keadaan UKS mulai sepi.
“Eh Sus. Sini, deh.” Amira memanggil suster tadi yang kebetulan sedang membuang sampah keluar.
“Ada apa?” tanya Suster itu.
“Anda di panggil ke ruang TU. Katanya ada hal penting.” Suster itupun mengangguk dan langsung pergi meninggalkan UKS.
“Selfie dulu, ah.”
Amira menyeringai, tidak terkejut sama sekali mendengar sebuah suara dari ruang UKS. Gadis itupun mulai berjalan masuk sambil mengendap-endap.
“Sudah gue duga, si Gilang cuma acting. Oke, siap-siap aja lo masuk hot news,” gumamnya cekikikan.
Gadis itu mengeluarkan android-nya dan menyiapkannya di aplikasi kamera. Ia mendekat ke ranjang Gilang yang tirainya tertutup. Dengan gerakan sangat cepat, Amira membuka tirai itu.
Ckrek ckrek ckrek
“WOY! KURANG AJAR LO!”
“Bakalan viral lo bentar lagi. Hahahaha, bye, kudanil.” Amira pun langsung kabur.
“Fuck! Njiirr, bangsat banget si Amira.” Gilang panik.
Cowok itu tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi sebentar lagi. Apakah yang akan terjadi pada hidupnya kali ini? Apa yang akan diperbuat oleh si kunyuk Amira itu?
Gilang frustasi. Ia segera keluar dari UKS dan memakai sepatunya.
“Eh eh, ada notif nih, bentar deh.”
“Siapa yang update, ya?” suara cewek adik kelas terdengar di kuping Gilang yang baru selesai memasang sepatu.
“Eh? Kak Amira kelas IPA 5 itu bukan, sih? Ini nih.”
Jantung Gilang semakin bergemuruh mengalahkan suara gendang India yang membuat tegang itu.
“Buka-buka. Siapa tahu ada berita penting,” suruh temannya.
Dengan kecepatan seperti pembalap, Gilang terjun ke tempat dua adik kelas yang tengah ngerumpi itu. Tanpa babibu lagi ia segera merebut ponsel yang ada digenggaman cewek bernama Saina tersebut.
“Eh, gue pinjem HP lo bentar, ya.” Seketika Saina tersenyum manis menunjukkan lesung pipitnya. Tak lupa juga dengan mengangguk-anggukan kepalanya antusias.
Idih, batin Gilang.
Begitu Gilang melihat notifikasi yang muncul di instagram, mulutnya menganga seketika. Sekarang, jantungnya semakin bergemuruh mengalahkan mesin disel yang ada di sawah.
Ini diluar ekspektasinya.
“Amira, lo bener-bener nyari mati....” geramnya dengan rahang bergetar.
“BUAHAHA. Anjir Gilang kocak banget.”
“Ini beneran kak Gilang? Anjay, mukanya tolol banget, ya.”
Gilang melotot dengan mulut terbuka. Bagaimana mungkin adik kelas yang biasanya muji-muji dirinya sekarang malah ngatain dia tolol? Kan kurang ajar.
Ada apa dengan adik-adik kelas ini Ya Tuhan? batin cowok itu yang mulai merasakan ketenaran dan kegantengannya sedang dipertaruhkan akibat ulah rivalnya itu.
“Loh, loh. Tadi kan Kak Gilang pingsan.”
“Dia udah sadar? Kok selfie-selfie begini.”
Saina kembali merebut hapenya sambil cengengesan.
“Ini Kak Gilang?” tanya Saina polos sambil menunjukkan layar hapenya.
Gilang meraup wajahnya sendiri dengan kasar kemudian langsung cabut dari sana disertai muka merah padam. Jika dalam animasi, mungkin saat ini ada kepulan asap tebal dan api yang membara di atas kepala cowok itu.
“Mana Amira?” tanyanya pada cowok berkacamata yang kebetulan lewat.
“Nggak tahu.”
“Woy! Lihat Amira nggak?” tanyanya lagi pada cewek yang lagi baca buku di depan kelas.
“Enggak.”
“Eh bro! Lihat Amira kunyuk nggak?”
“Cari aja di WC, palingan lagi hijrah.” Gilang langsung menampol pipi Elvan si Ketua Kelasnya itu.
Mata Gilang yang sudah tajam seakan diasah lagi hingga sorot tajamnya tampak jelas. Beberapa siswa yang melihatnya jadi termundur kaget, antara tersihir karena ketampanan Gilang atau ketakutan karena sorot tajam matanya. Terlebih siswa perempuan yang langsung berbisik saling bertanya, ‘Pangeran kita kenapa yak?’
“Woy, Amira brengsek! Keluar lo! Hedepin gue kalau berani!” Gilang berteriak di dalam kelasnya. Teman-temannya yang sibuk menyalin PR jadi terganggu karena kedatangannya.
“Ngapain lo nyari gue? Mau minta tanda tangan?” Amira muncul dari belakang Gilang. Cowok itupun langsung berbalik dan menyentil dahi Amira berkali-kali.
Cetakk cetakk cetakk
“Adoh, adoh! Lo apa-apaan sih?!” Amira mundur dan mengelus dahinya.
“LO YANG APAAN?! Maksud lo apa nyebarin foto gue di instagram? Ngajak gelut lo?”
Gilang mendorong bahu Amira membuat tubuh gadis itu oleng dan langsung jatuh. “Gue kan bantuin lo biar tambah terkenal,” jawabnya masih dengan posisi duduk di tanah.
“Halah, bilang aja lo pengen image gue hancur, kan? Iri kan lo sama kefamous-an gue?” Gilang menyisir rambutnya dan mengibaskannya layaknya artis iklan shampo.
“Dih, songong. Kutu lo tuh, terbang,” ucap Amira langsung bangkit kemudian bergidik ngeri.
Gilang tambah melotot. “Enak aja lo ngatain gue kutuan. Gue ini rajin keramas, ya.”
Amira mencibir. “Bodoh amat.”
“Ck, motif lo nyebarin foto gue apa sih?!”
“Lo sih! Sukanya mengincar jabatan orang lain. Kalau lo masih ngebet pengen jadi sekretaris, ya jangan salahin gue kalau aib lo tersebar kayak tadi!” balas Amira berapi-api.
“Itu nggak adil. Mending kita bersaing secara sehat!” protes Gilang tak terima dengan ucapan Amira.
“Gue bersaing secara sehat, kok. Kan lo nggak ada lecet apapun. Malahan lo yang tadi main fisik ke gue! Nyentil-nyentil dahi segala.” Gilang tercengang mendengarnya.
“Kapan sih gue kasar sama lo?” tanyanya santai.
“He, lo itu selalu kasar sama gue, ya. Lo selalu bentak gue, nyinyirin gue, pokoknya lo tuh nggak bisa halus ke gue!”
Tanpa aba-aba, Gilang melangkah mendekat ke Amira hingga tubuh gadis itu menabrak tembok depan kelas. Ini nggak ada tempat yang kerenan dikit gitu? Ribut di depan kelas, njirr.
“Kasaran mana sama lo yang selalu mukul gue, jahatan mana sama lo yang selalu nimpuk gue, kejaman mana sama lo yang hobi ngejambak rambut gue? Hah?” tanya Gilang.
Sekarang, Amira yang bungkam.
Tet teett
“Minggir! Udah bel.” Amira mendorong dada bidang Gilang namun cowok itu nggak bergerak sedikitpun.
Lagi-lagi tanpa aba-aba dan bunyi peluit, Gilang mencondongkan tubuhnya sampai wajahnya hanya berjarak sepuluh centi dari wajah Amira. Mengharuskan gadis itu menahan napas karena ia terkejut bukan main.
“Gue bakal ngedapetin jabatan sebagai sekretaris di kelas. Gue nggak akan nyerah.” Gilang menepuk puncak kepala Amira kemudian berbalik dan masuk ke kelas.
“Gue nggak akan ngebiarin lo ngerebut posisi gue, Gilang Raynaldi Kudanil.” Amira pun juga masuk ke kelas.
Kalau kalian bertanya-tanya mengenai hasil jepretan Amira yang membuat Gilang sampai ngamuk, akan lebih detail jika kalian membaca paragraf selanjutnya.
Ekspresi utama Gilang pastinya lagi kaget karena Amira buka tirainya tiba-tiba. Matanya melotot dan mulutnya terbuka lebar dengan ujung bibir kiri terangkat. Hidungnya terlihat lebih besar dan tangannya masih pose peace.