Read More >>"> Sekretaris Kelas VS Atlet Basket (Green House) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
MENU
About Us  

Fiks. Amira tidak jadi ke bukit bersama Rama. Bahkan gadis itu sekarang sedang melamun tidak jelas di balkon kamarnya. Suasana hatinya sedang berubah-ubah, entahlah apa ia salah makan kemarin?

“Amira! Amiraa!”

Gadis itu terperanjat dan langsung menghampiri Mamanya yang udah teriak-teriak.

“Ada apa Ma? Pagi-pagi udah teriak, masyaallah.”

Dira yang masih mengenakan celemek serta membawa sutil panci itupun terlihat panik. “Kamu nggak ngeaktifin hape?”

Amira mengernyit. “Aku cas.”

“Mama Gilang nelepon Mama barusan. Gilang nggak ada di kamarnya!”

“HAA?? Maksudnya nggak ada di rumah sakit?” Amira melotot.

“Iyaa, Mir.”

Gadis itu pun menepuk jidatnya sendiri. “Tuh anak, masih pagi udah bikin ulah aja. Kemana dia, Ma??”

Dira pun mendorong-dorong punggung Amira sambil mendumel. “Ya Mama nggak tau Mir. Udah, buruan mandi sana. Cari Gilang!”

What?”

“Udah sana jangan wat-watan.”

Amira melihat jam dinding di kamarnya. Pukul tujuh pagi. Ia baru saja selesai mandi dan tanpa berdandan alias hanya menyisir rambutnya, gadis itu langsung mengambil tas selempangnya lalu memakai sepatu dan capcus ke rumah sakit.

***

“Om, Tante.” Amira menyalami tangan orang tua Gilang yang terlihat sudah panik di koridor rumah sakit.

“Miraa... Gilang kabur. Dia nggak ninggalin pesan apapun.” Tante Farah sudah bergelimang air mata membuat Amira tak tega melihatnya. Ia pun memeluk Tante Farah berusaha menenangkan beliau.

“Gimana ceritanya Tante?” tanya Amira kemudian.

“Semalem Gilang nggak bisa diem. Dia terus-terusan berdiri dengan alasan ingin mengambil apa lah. Tante sudah ngelarang dan ngomong sama dia buat nggak banyak gerak dulu. Tapi Gilang bandel banget.”

Om Vino mengangguk membenarkan.

“Apa tadi pagi Gilang masih ada?” tanya Amira lagi.

“Masih, Mir. Setelah Tante bantuin dia mandi dan ganti baju, tante pergi bentar buat beli sarapan. Om Vino saat itu belum datang, masih ada di rumah mau otw kesini,” jelasnya membuat Amira memutar otaknya mulai berpikir.

“Hmm, satu jam lagi pertandingan basket dimulai,” gumam Amira. Menyadari sesuatu, gadis itu langsung memekik kencang sambil melotot. “Jangan-jangan Gilang ke sekolah Tante??!”

Drrrtt drrtt

Amira mengambil hapenya dalam tas dan mengernyit melihat Andra memanggilnya.

“Haloo? Ndra?”

WOY MIR! INI KENAPA GILANG ADA DI GEDUNG OLAHRAGA SEKOLAH!

“APAAA??”

Tante Farah dan Om Vino terperanjat mendengar teriakan Amira kemudian saling pandang.

“Oke, gue kesana sekarang.” Amira beralih ke Tante Farah yang sudah menunjukkan ekspresi bertanya. “Gilang beneran ke sekolah, Tan. Andra barusan telepon.”

Tante Farah menghela napas panjang. “Ya Allah, Pa. Gilang nakal banget sih, dia kan masih sakit.”

“Ya udah ayo kita kesana sekarang.”

Amira mengangguk dan mereka bertiga langsung berangkat menuju SMA Negeri Hijau.

Sedangkan itu di sekolah, Gilang yang mengenakan pakaian santai serta celana pendek selutut, berusaha berjalan menuju ruang ganti dengan bantuan tongkat.

Andra yang baru saja menelepon Amira langsung memasukkan hapenya dalam tas dan menghampiri Gilang. “Lang! Kok lo disini? Lo kan masih sakit.”

Gilang tertawa singkat. “Apaan, gue udah sembuh. Nih, udah bisa jalan,” balasnya.

Andra menghela napas, “Bisa jalan gimana? Lo make tongkat Gilang, lo kesini naik apa? Lo tuh sadar nggak sih kalau lo udah nyiksa diri sendiri?!” bentaknya.

“Gue udah nggak papa, broo.”

“Lang!” bentaknya lagi.

Gilang pun diam, lalu menunduk dengan tangan mengepal. “Ndra, gue ingin ikut. Gue pengen tanding bareng sama kalian...” Gilang berucap dengan suara bergetar sambil menunduk.

“Gue ngerti Lang. Tapi lo harus peduli juga sama diri lo. Gue tau lo pengen banget tanding, gue paham. Tapi pliss, jangan kayak gini.” Andra menepuk pundak temannya itu membuat Gilang mendongak. Andra bisa melihat bahwa Gilang berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Oke, gue nggak akan ngeyel. Tapi, pliss gue pengen disini.”

Andra mengangguk.

Gilang pun menghela napas. “Sori Ndra, gue egois banget,” ucapnya lirih.

“Gue paham Lang, santai aja. Terus lo mau ngapain sekarang?” tanya Andra.

“Hah, tadinya gue pengen ganti seragam basket. Tapi ketahuan lo.”

“Hahaha dasar.” Andra terekekeh. “Tim Tunas Bangsa udah nyampe, Lang.”

Gilang mengangguk. “Iya, gue udah lihat busnya tadi.”

“LOH! GILANG!” Rombongan tim Green House datang dan terkejut melihat Gilang ada di ruang ganti.

“Tenang... gue cuma menonton, kok.”

Coach mereka pun datang dan sama-sama terkejut melihat kehadiran Gilang.

“Loh, Gilang?”

“Selamat pagi, coach,” sapa Gilang tersenyum lebar.

“Pagi. Gilang, katanya kamu di rawat.” Coach Joni terlihat bingung.

“Iya coach saya memang masih dirawat. Saya kesini mau nonton saja kok coach. Boleh kan?”

Coach Joni tampak ragu. “Kamu yakin Gilang? Kayaknya kamu masih sakit gitu, kakimu kan masih cidera.”

Gilang lagi-lagi tersenyum. “Saya baik-baik aja. Lagian kan cuma nonton.”

“Baiklah. Maaf semalam belum sempet jenguk, saya sedang sibuk rapat sama guru-guru soalnya,” ucap coach Joni.

“Tidak apa, coach. Anda kan guru, pasti sibuk.”

“Kita juga minta maaf, Lang. Nggak sempet jenguk, soalnya masih latihan. Elvan juga ngasih kabarnya dadakan,” timpal Yogi.

“Santai aja kali. Gue malah malu kalau kalian jengukin, soalnya gue banyak nangis, huhuhu,” canda Gilang yang berhasil membuat teman-teman dan pelatihnya tertawa.

Pertandingan akan segera dimulai dalam lima menit. Tim basket Garuda dan Merdeka dipersilahkan untuk menyiapkan diri.

Semua anggota Tim basket SMA Negeri Hijau mendengarkan pengumuman itu dengan hati yang mulai gelisah. Sebentar lagi, tanpa Gilang mereka akan bertanding.

“Kalian bersiap ya?” coach Joni pun meninggalkan ruangan.

“Iya coach.”

“Lang. Gue takut,” ucap Billy kelihatan resah.

“Santai Bill, tarik napas...hembuskan...” Gilang menepuk bahu Billy berusaha membuatnya tenang.

“Ayok! Kita keluar.”

***

Amira dan orang tua Gilang baru aja sampai. Setelah memakirkan mobil, mereka langsung berjalan dengan cepat menuju ke gedung olahraga.

“Mir, tante khawatir Gilang kenapa-napa.”

Amira menoleh. “Tante jangan mikir gitu. Gilang pasti baik-baik aja. Lagian ini kan di sekolah, keamanannya ketat.”

Sesampainya mereka di gedung olahraga, pemandangan yang mereka dapatkan adalah ramai banget. Tribun penuh dengan manusia-manusia yang datang dengan tujuan untuk mendukung tim sekolah masing-masing. Amira tersenyum tanpa sadar, tribun yang penuh begini mengingatkannya pada tribun di lapangan baseball saat dulu.

“Ayo, Mir. Kita cari Gilang”

Amira menoleh bersamaan dengan munculnya rombongan tim SMA Negeri Hijau. “Tante, itu Gilang.”

Tante Farah dan Om Vino menoleh bersamaan dan langsung bernapas lega melihat putra mereka tidak mengenakan seragam basket. Karena memang itulah yang ditakutkan Farah, anaknya nekat ikut tanding padahal kondisinya tidak memungkinkan.

“Saya samperin dia dulu ya, Tante.” Tante Farah mengangguk.

Amira berjalan cepat sambil menyeruak keramaian di depannya. Begitu sampai di belakang Gilang yang terlihat sibuk bicara dengan Noval, Amira menepuk bahu cowok itu.

“Heh bocah.”

Gilang berbalik. Dia kaget melihat Amira ada disini. “Mir? Lo sama siapa?” tanyanya gugup.

“Bandel banget sih lo. Orang tua lo bingung nyariin lo. Main kabur gitu aja,” omel Amira dan Gilang hanya tertawa kikuk.

“Noh, dimarahin pawangnya. Buahahaa.”

“HAHAHA, vampir datang.”

Amira mendelik ke arah tim sekolahnya membuat mereka langsung diam.

“Sori, gue kabur karena gue tahu kalau Mama nggak akan ngijinin gue kesini,” jelas Gilang.

“Iya, tapi kan-”

“Eh, udah mau mulai.”

Amira dan Gilang menoleh ke lapangan. Pertandingan pertama sudah dimulai dan sorakan dari penonton menggema di gedung olahraga ini.

“Duduk sini, Mir.” Gilang mengajak Amira untuk duduk di bangku cadangan bersama Yogi dan Dani.

Mereka semua menonton pertandingan pertama ini dengan serius. Karena siapapun pemenangnya nanti, tim itulah yang akan bertanding di final. Kalau... tetapi amin.. kalau tim SMA Negeri Hijau berhasil mengalahkan Tim Tunas Bangsa, maka tim SMA Negeri Hijau akan bertanding di final melawan pemenang dari pertandingan pertama ini.

Njiirr, cara mereka kasar banget,” komentar Noval yang melihat cara main tim SMA Merdeka.

Amira yang tidak mengerti sama sekali permainan bola basket hanya bisa menonton saja. Kalau bolanya masuk ya dia ikut teriak kayak yang lain, kalau enggak ya diem.

“Mir, kok gue deg-degan ya?” tanya Gilang di dekat kuping Amira agar gadis itu bisa mendengar.

Amira pun mengernyit bingung. “Yang tanding kan bukan lo, kenapa lo deg-degan?”

“Gue takut ngelihat wajah tim sekolah kita. Mereka kayak pesimis gitu,” jelas Gilang membuat Amira ikut melihat ke deretan bangku pemain tim sekolahnya.

“Iya ya.”

“Andai aja kaki gue nggak sakit, gue pasti udah lompat-lompat sambil teriak untuk nyemangatin mereka.”

Amira tertawa mendengarnya. Tetapi sedetik kemudian ia sadar terus diperhatikan oleh Gilang. “Kenapa mandang gue gitu?”

Gilang langsung berkedip. “Geer lo.”

Pertandingan masih berlanjut. Gemuruh penonton terdengar pekak di telinga. Amira tidak terlalu nyaman berada di keramaian seperti ini. Gilang yang menyadarinya jadi menoleh ke gadis itu.

“Berisik ya?” tanyanya.

Amira mengangguk saja masih dengan kedua telapak tangan menutup kedua telinganya.

“Yaudah pinter. Gitu aja terus,” ucap Gilang nyengir.

Amira mendengus dan menendang kaki Gilang membuat cowok itu memekik.

“EH SORI LANG! NGGAK SENGAJA.”

“Kasar banget sih lo, aww.”

Amira langsung berjongkok dan memeriksa kaki Gilang yang diperban. Syukurlah darahnya tidak mengalir.

“Sakit bego,” ucap Gilang mengelus bagian tulang keringnya.

“Ya maaf, gue refleks.”

Amira pun dengan perlahan menyentuh perban di kaki Gilang dan merekatkannya lagi karena agak terlepas. Cowok itu hanya diam sambil menunduk memandang Amira.

“Kalian mesra banget sih,” komentar Dani cengengesan.

“Ck, apaan sih Dan.” Amira langsung duduk kembali di bangku.

Pertandingan pertama pun selesai dan sorakan penonton kembali terdengar. Pemenangnya ialah SMA Garuda dengan skor akhir 76-64. Itu artinya, SMA Garuda masuk ke babak final.

“Yah, kok udah kelar,” keluh Yogi mulai panik.

Pertandigan selanjutnya SMA Tunas Bangsa melawan SMA Negeri Hijau. Dipersilahkan kepada mereka untuk menyiapkan diri.

Amira melemparkan pandang ke bangku pemain tim sekolahnya. Mereka mulai bersiap dan entah kenapa Amira jadi ikut tegang. Jadi ini ya yang dirasain Gilang tadi.

Tim Green House pun mendekat ke bangku cadangan. Amira, Gilang, Yogi dan Dani pun ikut berdiri. Mereka membentuk lingkaran dan mulai berdoa.

GREEN HOUSE.....” teriak Noval.

“Bersama Kita Bisa! Wooo!”

“Huuaaa, semangat!”

Amira tertawa melihat kekompakan dan semangat mereka. Sungguh konyol tapi itulah solidaritas teman.

Gilang berteriak dengan mengatupkan kedua tangannya. “SEMANGAT TEMAN-TEMAN! KALAU MENANG GUE TRAKTIR BAKSONYA MBAK SANTI !”

Amira yang berdiri di samping Gilang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa geli.

Drrtt drrttt

Amira meraskan sesuatu bergetar dalam tasnya. Pasti hapenya.

“Fadia... Halo Fad?”

Oy, Mir. Ya ampun gue sama Mitha nyariin lo, ternyata ada dibangku pemain sama anak basket kita ya?” tanya Fadia dari seberang.

“Iya nih. Sori gue nggak ngasih tau, hehe. Lo ada dibagian mana?” tanya Amira.

Gue sama Tante Farah dan Om Vino, tadi nggak sengaja ketemu. Mitha juga sama gue. Di tribun bagian selatan.

“Ohh, yaudah gue kesana ya!”

Nggak usah Mir. Tante Farah bilang, lo sama Gilang aja. Jagain dia, wkwkwk.”

“Oh gitu. Yaudah, oke.”

Oke, sip.

Amira memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas.

“Fadia?” tanya Gilang dan Amira hanya mengangguk saja.

Pertandingan pun dimulai.

Setelah lima belas menit berlalu, Gilang tetap setia memberikan semangat dan dukungan pada teman-temannya. Padahal ia tak ikut main, tetapi dirinya basah oleh keringat.

“Lang, udah deh lo duduk aja. Jangan kelamaan berdiri.” Amira menghampiri Gilang dan menggiringnya untuk duduk bersama Yogi dan Dani.

“Tapi Mir, mereka butuh dukungan dari gue juga.”

“Halah. Udah banyak noh yang ngedukung. Lo pokoknya duduk! Jangan kemana-mana.” Amira menujuk Gilang lalu duduk disebelahnya. Dani dan Yogi pun hanya terkikik geli melihat Gilang nurut sama Amira.

“Sejak kapan lo jadi perhatian sama gue?” tanya Gilang sinis.

“Sejak negara api menyerang! Udah ah, bawel lo.”

Gilang cuma mendengus dan lanjut fokus menyaksikan pertandingan.

Peluit istirahat pun ditiup. Gilang seketika bangkit dan memberikan applous untuk teman-temannya.

“Bagus. Kalian unggul empat poin.”

“Itu mepet Lang,” keluh Andra.

Gilang menggeleng. “Itu udah bagus. Jangan pesimis. Kalian jalani aja dulu, jangan mikir menang juga. Pokoknya fokus! Oke?”

Amira tersenyum melihat cowok tengil itu bersikap bijak. Benar-benar berbeda dari biasanya yang selalu mengganggu dirinya.

“Oke, yang dibilang Gilang bener. Kalian tadi kurang fokus. Yang terpenting juga, jangan terpancing emosi,” ucap coach Joni menambahkan.

Semuanya pun mengangguk dan peluit tanda bermain lagi telah dibunyikan.

“AYO-AYO SEMANGAT! Uhukk. Hukk.” Gilang berteriak lagi lalu tiba-tiba terbatuk.

“Tuh kan. Jangan teriak-teriak. Nih, minum.” Amira menyodorkan sebotol air dan Gilang langsung meneguknya.

“Apaan, orang gue tersedak air liur doang.”

Amira menoyor pelan kepala Gilang karena gemas sekali dengan sikap bandelnya.

Pertandingan kembali berlangsung, kali ini semakin keruh. Pemain lawan tidak memberikan ruang sama sekali kepada Green House. Mereka terus menekan dan merebut bola.

“Pelanggaran itu harusnya,” gumam Gilang yang bisa di dengar Amira.

Dan benar, wasit meniup peluit karena terjadi pelanggaran. Menghasilkan peluang green house melakukan lemparan bebas.

Dua kali lemparan semuanya masuk. Riuh penonton kembali terdengar. Meneriakkan yel-yel dan nyanyi-nyanyian heboh. Semua itu memang berpengaruh bagi Tim. Dukungan dari penonton membuat semangat pemain ikut bangkit.

Peluit istirahat kembali dibunyikan.

“Gaes, kalian ketinggalan 2 poin. Tapi tenang... gue tau kelemahan mereka.”

Semuanya pun memandang Gilang dengan serius. Sekarang Gilang tambah mirip seperti pelatih-pelatih umumnya. Coach Joni hanya bisa tersenyum bangga melihat jiwa kepemimpinan Gilang dan semangat tingginya.

“Tim lawan kekurangan kekompakan. Mereka lebih ke ingin menunjukkan kehebatan masing-masing. Kerja sama mereka lumayan buruk. Jadi, kalian bisa memanfaatkan situasi itu. Jangan lepas konsentrasi, tetap fokus dan jaga kekompakan,” jelas Gilang dan tim pun manggut-manggut paham.

“Oke, Lang.”

Priitt!

Pertandingan pun dimulai lagi.

Amira menoel pundak Gilang. “Duduk! Jangan berdiri terus.”

“Hmm, iya iya bawel.” Gilang pun duduk.

Amira mengambil hapenya dalam tas kemudian mengabadikan moment pertandingan ini.

Cekrek cekrek

“Gue juga dong. Fotoin!” Gilang bergaya dengan alay dan menyuruh Amira untuk memfotonya.

Cekrek

“Lagi-lagi.”

Amira mendengus geli. “Banyak tingkah lo.”

“Hahaha, Yog, Dan ayo poto.”

“Iya kalian sini. Kita fotbar,” ajak Amira. Yogi dan Dani pun mendekat ke kamera.

“Satu...dua..tiga.”

Cekrek

Cekrek

Peluit pun tiba-tiba dibunyikan lagi. Iyak, terjadi pelanggaran.

“Billy!” Gilang berteriak.

Billy terjatuh di tengah lapangan. Ia mengerang kesakitan sambil memegang lututnya. Sepertinya dia cedera.

“Lo masih kuat?” tanya Noval pada Billy.

“Kaki gue sakit..” rintihnya.

Tim lawan tersenyum licik. Gilang memandang tajam mereka semua. Pasti diantara mereka telah melakukan pelanggaran.

Billy yang terus merintih kesakitan akhirnya dibawa ke pinggir lapangan. Coach Joni langsung memberi perintah untuk membawa Billy ke bangku cadangan.

“Kamu udah berusaha. Jangan patah semangat.” Coach Joni menepuk bahu Billy.

“Iya coach.”

“Dani, kamu masuk!”

Dani terkejut lalu mengangguk siap. Dia ber-high five dulu dengan Gilang, Amira, Yogi dan Billy kemudian berlari ke lapangan.

“Lo nggak papa kan Bil?” tanya Gilang.

“Ya, gue ngerasa di jegal.”

Gilang sudah menduganya. Amira jadi ikut kesal dengan tim lawan yang bermain kasar.

“JANGAN TERPANCING EMOSI TEMAN-TEMAN!” Gilang sudah berdiri dan berteriak lantang.

“Lang, duduk!” Amira menarik Gilang duduk kembali.

Waktu kurang tiga menit lagi. Bola terus berpindah dari tim Green House ke tim lawan. Mereka terus berebut bola dan skor juga saling mengejar. Saat ini Green House unggul 78-74.

“Semangat teman-teman!” teriak Gilang, Yogi, Amira dan Billy.

Waktu kurang satu menit. Skor tim lawan terus menyusul. Sekarang jadi seri 78-78. Tim lawan barusaha mengejar poin namun tiba-tiba salah satu dari mereka terjatuh karena terpeleset. Sorakan penonton pun terdengar.

“Pak, dia pelanggaran!” protes dari tim lawan tetapi tidak digubris wasit karena jelas tadi itu bukan pelanggaran. Orang dianya terpeleset.

Kurang tiga puluh detik lagi...

Bola ada di tangan tim green house. Mereka saling mengoper dengan tenang. Bola berhenti di tangan Noval dan dengan segera Noval berlari kemudian menarik napas, ia melompat dan melempar bola itu ke ring basket.

“Masuk pliss, ayo masuk..” gumam Amira berdoa.

Bola masih berputar di ring dan kurang dari dua detik pertandingan berakhir, bolanya masuk! Wasit pun meniup peluit panjang.

Sorakan heboh pun terdengar. Mereka berteriak histeris membuat suasana gedung olahraga ini berisik bukan main.

Semuanya saling bersamalaman kemudian pergi ke bangku cadangan. Tim Green House langsung mendapat teriakan histeris Gilang.

“WUUU, KEREN NJIIRR. HAHAHA.” Gilang yang paling heboh. Ia sangat senang timnya lolos ke babak final.

Amira yang melihat itu ikut tertawa senang. Ia melihat Gilang yang tertawa lepas sampai matanya menyipit. Perasaannya jadi menghangat meliha tawa Gilang.

Nih anak kenapa nggak dari dulu sih kayak gini. Hobinya gangguin gue mulu, kalau pas gini kan enak.. akur, batin gadis itu.

Babak finalnya akan dimulai besok, hari Senin. Semua tim Green House pun bertos ria dan saling memberi semangat.

“Jangan lupa trakirannya bro,” ucap Reza membuat Gilang ngakak lagi.

“Okee, siaap.”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Petrichor
4109      1380     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
320      219     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Kamu!
1858      705     2     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
Ręver
5503      1642     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
THE WAY FOR MY LOVE
406      311     2     
Romance
Mencintaimu di Ujung Penantianku
4207      1158     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Sanguine
4435      1449     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
ALVINO
4140      1839     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
in Silence
392      268     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
complicated revenge
17281      2761     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."