Read More >>"> Sekretaris Kelas VS Atlet Basket (Mencari Tahu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
MENU
About Us  

Nyatanya setelah saling bicara di perpustakaan, Gilang tetap menjadi sosok aneh yang membuat Amira kian bingung dengan tuh anak. Kayaknya tuh bocah beneran kena sawan. Pikir Amira saat melamun kemarin.

Hari ini Amira berangkat pagi sekali. Sengaja, ingin menyendiri di kelas sambil melamun. Iya, bagi Amira berdiam diri di kelas apalagi masih pagi begini rasanya tuh enak banget. Selain tidak ada yang mengganggu, udaranya juga masih segar. Karena kalau Gilang sudah datang, rasanya kelas ini berubah pengap.

“Ahh, gue kenapa njiirr ?”

Gadis itu mengeluarkan puisi buatan Gilang yang sudah ia salin di kertas berwarna agar lebih menarik. Ia juga sudah menghiasi puisi tersebut.

“Tinggal tempel doang di papan mading,” gumamnya.

Entah sudah keberapa kalinya gadis itu membaca puisi KCR karya Gilang. Tetapi sungguh, Gilang yang nyatanya absurd dan nyebelin itu ternyata punya dunia sastra sendiri yang tidak semua orang ketahui. Iya, Amira tidak bosen-bosennya membaca puisi ini.

“Gila, kok gue baper ya bacanya.”

Jam dinding baru menunjukkan pukul enam tepat. Amira menghela napas, sepertinya ia memang datang terlalu pagi. Gadis itu beranjak dari duduknya, mendekat ke jendela sisi timur yang langsung menampakkan pemandangan halaman sekolah yang indah dan asri.

Amira membuka jendela itu membiarkan udara pagi masuk dan mengibarkan helaian rambut di kanan kirinya yang tidak ikut dikucir. Sudah menjadi kebiasaannya jika ia tengah tenang begini, matanya akan terpejam secara otomatis dan hidungnya akan menghirup udara pagi yang segar ini.

“HUAA!”

B R A K !

Amira terjungkal dengan tidak keren. Sambil mengelus dahinya yang sedikit terantuk jendela ia berusaha bangkit dari posisi jatuhnya.

“Sori, kaget ya? Ngapain juga sih ngelamun di jendela? Sok jadi model.”

Gadis itu enggan menjawab dan hanya mencibir pelan. Ia kesal karena paginya yang sempurna tadi dirusak oleh makhluk ini.

Amira memandang orang itu dengan tajam lewat jendela yang memisahkan mereka. Ya, orang yang mengagetkan Amira ini masih berdiri di luar jendela kelas dengan wajah tanpa dosanya.

“Nggak jadi tobat lo?” tanya Amira mengangkat sebelah alis.

“Gue nggak tahan nggak ribut sama lo. Hambar hidup gue,” balasnya santai.

Amira mengetuk kaca jendela itu membuat Gilang yang ada dibaliknya termundur kaget. “Dasar pea!”

“Tapi ngangenin kan?” goda cowok itu yang tiba-tiba berubah genit dengan tampang menajiskan.

Amira langsung beranjak dari sana, ia keluar menemui Gilang yang sudah menghadang langkahnya di depan pintu.

“Tugas sekretaris lo kemarin udah beres belum?” tanya cowok itu.

“Kurang dikit, kenapa?”

Tanpa menjawab, Gilang langsung melangkah masuk dan berjalan santai ke kursi guru. Dengan songong cowok itupun duduk disana kemudian menopang dagu menatap Amira.

“Woi! Lo ngapain disitu??” pekik Amira menghampiri Gilang.

“Sini laptop lo! Gue bantuin.”

Mata Amira melebar. “Nggak usah, makasih. Gue bisa nyelesaiin sendiri,” balasnya kemudian duduk dibangkunya sendiri dan membuka laptopnya.

Gilang menghela napas panjang dan berdiri menghampiri Amira di bangkunya. “Nggak usah sok kuat. Gue tau lo capek, biar gue aja yang nerusin.”

Amira mendongak dengan tatapan mengernyit. Kenapa Gilang tambah aneh aja sih?

“Gue nggak ada maksud lain, cuma pengen ngebantu lo,” lanjut cowok itu lagi.

Amira yang tidak menemukan kebohongan di wajah Gilang memilih menggeser duduknya ke samping tembok, memberikan tempat untuk Gilang duduk di sebelahnya. Ia menunjukkan tugas yang harus dilanjutkan dan Gilang langsung mengerti.

“Kurang dikit apaan? Masih banyak gini.”

Amira hanya menggerutu pelan bingung mau menjawab apa.

“Makanya jangan sok kuat. Kalau nggak sanggup nerima banyak tugas ya ditolak aja dengan alasan.”

“Ya lo enak ya ngomongnya. Lagian gue nggak merasa terbebani kok sama tugas banyak gini,” kilah Amira menidurkan kepalanya ke bangku.

Gilang menoleh ke samping dan terkekeh singkat. “Bohong lo. Orang kecapekan sama enggak tuh kelihatan bedanya. Gue tahu lo capek kan?”

“Sok tau lo,” balas Amira masih pada posisinya. Gadis itu mati-matian menahan dirinya untuk memejamkan mata kala AC dan parfum mint yang dipakai Gilang itu memasuki rongga hidungnya.

Amira masih sempat berpikir, tumben ruang kelas ini tidak pengap padahal penyebab kepengapannya sedang duduk di sebelahnya. Apakah gara-gara Gilang yang berbuat baik kepadanya jadi ruang kelasnya ikut bersahabat, ataukah memang Amira sendiri yang terlalu menikmati suasana ini?

IYA , INI AMIRA JADI MERASA NGANTUK ENTAH KARENA APA!

Gilang menoleh ke samping lagi kemudian geleng-geleng kepala sambil tertawa lirih. “Ketiduran dia.”

***

Di kantin bagian pojok, Amira bersama dua temannya tengah menanti makan siang mereka. Fadia dan Mitha masih aja meledek Amira yang tadi pagi tertidur di bangkunya dan ditemani Gilang di sebelahnya. Menurut mereka, Amira tampak seperti tikus mati yang sedang dipandangi kucing bego.

“BUAHAHA. Gue masih ngakak terus, njiirr.

“Udah dong hahaha, kasihan Amira dia cengo gitu. Wkwkwk.”

“Kalian tuh tim gue apa tim Gilang sih?” gerutu Amira sambil mengaduk es tehnya dengan tidak napsu.

“Dua-duanya, tergantung mood.” Fadia ngakak lagi.

“Sialan,” gumam Amira.

“Lagian, lo kok bisa sampai ketiduran sih? Untung si Gilang bangunin elo, yah walaupun mepet banget banguninnya.” Mitha lagi-lagi ketawa mengingat lima menit sebelum bel, Amira terbangun dan Gilang yang ngebangunin dengan cara menepuk-nepuk pelan lengan gadis itu. Dan ngakaknya, Amira bukannya segera bangun malah meraih tangan Gilang dan menjadikannya guling.

“BUAHAHA.” Fadia ikut ketawa.

“Ahh udah dong kalian. Nggak napsu makan nih gue entar,” gerutu Amira memanyunkan bibir.

Makan siang mereka pun sampai. Mitha seperti biasa dengan lahap memakan makanannya. Fadia dengan lemah gemulai mulai menyendok kuah mie ayamnya. Dan Amira yang kini benar-benar tidak napsu hanya mengaduk-aduk baksonya tanpa niat memakannya.

“Gue ke toilet dulu deh bentar,” pamit Amira bangkit dari duduknya.

“Oke, cepet balik.”

Amira hanya membalasnya dengan mengacungkan ibu jarinya.

Sehabis mencuci muka di toilet, gadis itu keluar dari sana namun berpas-pasan dengan anak-anak cowok kelas sebelah. Salah satu dari mereka tiba-tiba menghampiri Amira membuat gadis itu mengernyit.

“Lo yang namanya Amira kan?” tanya cowok dengan name tag Alan Mahardika.

“Iya. Kenapa?” Amira bertanya balik.

“Lo yang selalu ribut sama Gilang itu kan?”

Garis wajah Amira berubah datar. Apakah gadis itu terkenal gara-gara itunya? Miris banget tau nggak, pikir Amira.

“Eh eh sori hehe, gue kenalnya emang gara-gara suka lihat lo ribut sama dia di koridor.”

“Santai aja. Iya gue, kenapa?”

“Emm, berarti lo deket dong sama dia?”

Apaan sih nih orang gajelas banget, gerutu Amira dalam hati.

“Otomatis lah.”

“Oke, jadi gini. Pliss lo dengerin gue, jangan kaget dulu.” Alan merendahkan suaranya, “gue denger ada yang mau nyelakain Gilang.”

Mata Amira terbelalak. Napasnya tercekat dan badannya menegang gitu aja.

“HA? Kok bisa? Tau dari mana lo? Siapa yang mau-”

“Shuutt. Jangan keras-keras. Gue cuma denger dari temen SMP gue, pliss lo jangan curigain gue.”

“Iya, tapi siapa? Dan.. kenapa?” tanya Amira tiba-tiba panik.

“Temen SMP gue sekolah di SMA Tunas Bangsa.”

Sejenak otak Amira berpikir dan langsung memandang Alan yang mengangguk pelan.

“Iya, lawan sekolah kita nanti.”

***

Sepanjang pelajaran di kelas berikutnya, perasaan Amira terus tidak tenang karena memikirkan perkataan Alan di depan toilet tadi. Berkali-kali ia menoleh ke bangku belakang dan menghela napas panjang. Benar-benar menyebalkan! Disaat dirinya panik begini si Gilang malah ketawa-ketiwi sambil main game di hpnya.

“Si Alan beneran tahu apa cuma iseng bohongin gue ya?” gumam Amira menyenderkan tubuh di kursi.

“Alan siapa?” tanya Gina.

“Eh, bukan kok.” Amira langsung menegak dan beralibi membolak-balik buku biologinya.

“Kok lo kelihatan resah sih Mir? Cerita aja sama gue,” ucap Gina yang melihat raut muka Amira tidak seperti biasanya.

“Nggak papa. Gue hanya ngerasa ada yang nggak beres aja.”

Gina menautkan kedua alisnya. “Jangan nakutin gitu ah lo. Ada apa sih, Mir?” paksa Gina yang mulai mengguncang bahu Amira.

“OH IYA, pensil gue tadi dipenjem Niko udah selesai belum ya?” Amira langsung bangkit dari duduknya dan berjalan ke bangku Niko di deretan belakang.

Gina menggembungkan pipinya sebal dan lanjut mengerjakan soal biologinya.

Lima belas menit lagi bel pulang berbunyi. Pak Samuel guru Biologi pun sudah pamit meninggalkan ruang kelas. Dan sudah bisa ditebak kalau yang terjadi selanjutnya adalah keributan tak berfaedah.

Tidak banyak yang duduk di bangkunya sendiri, sebagian besar mereka pada travelling alias nemplok bangku tetangga dan mulai ngerumpi masalah kabar-kabar terbaru. Ada juga yang sekedar duduk di pojok belakang sambil mainan hape stalker mantan di ig.

Kalau situasi sudah berubah begini, jangan mencari atau menyalahkan ketua kelasnya karena si Kapten juga berpartisipasi dalam keramaian ini. Saat ini, tuh orang sedang main pelosotan di lantai bersama Gilang yang ketawa-ketawa sinting. Amira lagi-lagi menghela napas. Kalau sampai Gilang tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya, apakah masih sempat ia ngakak-ngakak seperti itu?

“Gilang!” Amira yang tidak tahan, membuka mulutnya memanggil nama itu yang langsung membuat si pemilik nama menoleh ke arahnya.

“Iya?”

Amira tidak segera menjawab, ia mendekat ke arah Gilang di depan papan tulis dan langsung menariknya keluar dari kelas.

“Woy woy, santai elah. Lo mau ngajakin gue kemana? Udah mau bel juga,” tanya Gilang yang tak digubris Amira.

Gadis itu berhenti di pojok kantin yang telah sepi. Gilang hanya celingak-celinguk bingung menunggu respon Amira. “Udah nggak ada yang jualan, Mir. Lo laper?”

“Bukan! Lang, gue...”

Gilang mengernyit bingung. Ia menatap Amira dan menemukan kegelisahan di wajah gadis itu. “Ada apa? Ada masalah?” tanya Gilang berubah serius.

“Lang, lo harus hati-hati,” ucap Amira menatap mata Gilang.

Hening mendadak.

Gilang berusaha mencerna perkataan Amira dan mencari maksud lain disana. Kata ‘hati-hati’ yang dibilang Amira itu mengandung makna apa? Positif atau negatif?

Gilang mengibaskan tangannya ke udara. “Ngomong apa sih lo?” kekehnya.

“Lang gue serius.” Amira mencengkeram lengan Gilang membuat cowok itu berpikir kalau tidak ada makna positif dalam kata ‘hati-hati’ yang diucapkan Amira tadi.

“Kayaknya lo beneran laper deh. Ngomong nggak jelas gitu. Yaudah.. gue tau kok maksud lo, lo pengen nebeng gue kan? Mau diajakin mampir nyari makan?”

Amira melotot dan tidak menduga respon Gilang seperti ini. Apakah penyampaiannya kurang jelas atau memang Gilang sok oon dan mengalihkan pembicaraan?

Amira hendak membuka mulut untuk protes tetapi Gilang langsung merangkul bahu gadis itu dan menggiringnya pergi dari kantin. “Udah nggak usah cemas, gue nggak akan kenapa-napa.”

Tanpa memedulikan wajah Amira yang sudah memerah karena perlakuannya, Gilang malah semakin erat merangkul Amira sambil mengacak puncak kepala gadis itu.

***

Sepulang dari kafe di dekat SMA Negeri Hijau, Amira segera membersihkan dirinya. Tak perlu waktu lama, dua puluh menit kemudian gadis itu sudah duduk di depan meja belajar dengan mengenakan piyama tidurnya.

Gadis itu menyenderkan tubuhnya di kursi dan menghela napas saat mengingat kelakuan menyebalkan Gilang setelah bel pulang tadi berbunyi. Ia sungguh kesal dengan ulah cowok itu yang menyeretnya paksa untuk pulang bareng. Dan rupanya benar, tuh cowok mengajak dirinya untuk makan di kafe dekat sekolah. Sebenarnya Amira juga senang sih, ya iya dapet makanan gratis siapa yang nggak seneng.

Tetapi lagi-lagi Gilang menganggap omongannya itu tidak serius. Dengan sangat menyebalkan tuh cowok malah bercandaan di sepanjang perjalanan pulang.

Amira menegakkan tubuhnya dari kursi dan menggembungkan pipinya sebal. Ia pun menidurkan kepalanya di atas meja sambil mengingat-ingat ucapan Alan, anak kelas sebelah. Amira mendecak pelan mengangkat kepalanya lagi kemudian menidurkannya lagi.

“Gue harus nyari tau secepatnya,” gumamnya kemudian bangkit dan mengambil hape di atas kasur. Ia pun mulai berselancar di instagram, mencari nama Alan Mahardika disana.

Ketemu!

“DM nggak ya?”

Akhirnya Amira memutuskan untuk mengirim pesan ke akun tersebut.

Amira

gue Amira, bisa minta tlong ga?

Gadis itu menunggu dengan cemas. Tetapi tak lama kemudian hapenya berdering kembali.

Dibalas!

AlanMahardika

Oh, ya ada apa?

Amira

bisa kasih tau sp tmen lo yg skolah di SMA Tunas Bangsa?

AlanMahardika

bisa aja sih

Amira

Kok sih?

AlanMahardika

Hehe, oke gue ksih tau..

@veridanuarta12

Amira

Ok, mksih

AlanMahardika

Sori ya, gue ga bisa bantuin lo. Gue tau lo mau nyari info tentang berita itu.

Amira

Yoi, sans aja. Trims

AlanMahardika

Ya. lo jgn gegabah, tetep ati2. Klo butuh bntuan blg gua aja psti gue bantu

Amira

Ok, thanks lan

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Petrichor
4109      1380     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
320      219     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Kamu!
1857      704     2     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
Rêver
5503      1642     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
THE WAY FOR MY LOVE
406      311     2     
Romance
Mencintaimu di Ujung Penantianku
4206      1158     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Sanguine
4434      1449     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
ALVINO
4140      1839     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
in Silence
392      268     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
complicated revenge
17281      2761     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."