Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
MENU
About Us  

Hari-hari berikutnya berjalan dengan normal. Gilang masih mengganggu Amira, Elvan masih dengan otak gesreknya dan kebiasaan lain yang sama seperti hari-hari sebelumnya.

Tak terasa kurang tiga hari lagi pertandingan basket akan diselenggarakan. Tim tuan rumah pun telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan latihan rutin dan istirahat yang cukup.

Hari ini tidak ada latihan basket. Pelatih mereka memutuskan untuk beristirahat agar tenaga murid-muridnya tidak terkuras. Rencana beliau, sisa tiga hari ini digunakan untuk memikirkan strategi dan kecohan-kecohan untuk lawan nanti. Beliau menyarankan anak-anak basket untuk berlatih sendiri di rumah, dan berharap di hari pertandingan nanti semua bisa datang dalam keadaan sehat dan siap mental maupun batin.

Hari ini di koridor sekolah tepatnya di papan mading telah ramai digerumbuli siswa-siswi. Enakan yang tubuhnya tinggi langsung melongok mungkin kelihatan, tetapi kasihan yang tinggi tubuhnya pas-pasan. Mereka tampak kesusahan melihat pengumuman yang terpajang di mading.

“Mir, lo udah lihat?” tanya Mitha menghampiri Amira yang berdiri di samping undakan tangga di seberang papan mading.

“Udah, orang gue yang nempel,” balas Amira dan Mitha manggut-manggut. “Fadia mana?”

“Masih ngambil barang di kelas IPS, katanya cuma sebentar,” jelas Mitha.

“Ohh.”

Berangsur-angsur papan mading mulai sepi bersamaan dengan datangnya Fadia. Mitha langsung menggelandang tangan Fadia dan menyeretnya untuk melihat papan mading.

“Owih, SMA Pelita Jaya...” gumam Mitha takjub melihat poster-poster anak basket tim lawan.

“SMA Merdeka, SMA Garuda... njirrr berat-berat woy lawannya.” Fadia melotot heboh.

“Lawan kita entar.. yang ini.” Amira menunjuk poster yang paling ujung. Terlihat sebuah tim dengan seragam basket berwarna merah. “SMA Tunas Bangsa.”

“Duhh, mereka juga terkenal gesit lagi,” ucap Fadia sedikit panik.

“Tenang... kita kan punya Gilang.”

Amira hanya tersenyum kecut menanggapi perkataan Mitha dan Fadia. Batinnya masih tak tenang karena sampai hari ini juga ia belum mengetahui siapa oknum yang berperan antagonis itu. Padahal ia sudah bertanya pada Veri a.k.a teman SMP Alan tetapi rupanya ia tidak tahu juga siapa dalang yang sedang menyiapkan rencana itu.

“Mir, lo kenapa?” tanya Mitha menepuk bahu Amira.

“HA? Nggak papa, gue kebelet boker bentar ya!” Amira langsung meninggalkan Fadia dana Mitha yang mulutnya masih terbuka hendak bicara.

Begitu mendekati toilet sekolah, Amira tidak berbelok kesana. Ia terus berjalan dengan gelisah dan berakhir di ujung koridor yang menghadap parkiran. Tangannya merogoh isi saku dan mengeluarkan hapenya kemudian menghubungi satu nomor disana.

“Halo, Lan lo bisa ke parkiran nggak?”

Ada apa?

“Entar gue ceritain. Pliss, sekarang lo kesini. Bisa kan?”

Oke, otw.

Pip!

Amira memutuskan sambungan telepon menunggu orang yang barusan diteleponnya. Ia memilih duduk di kursi panjang yang ada disana sambil celingak-celinguk cemas.

“Mir,” panggil seseorang.

Amira berdiri dan sosok itu berjalan mendekati Amira.

“Lan, lo beneran nggak tahu siapa? Kurang tiga hari.. gue khawatir terjadi apa-apa sama Gilang.”

Alan menepuk kedua pundak Amira bermaksud menenangkan gadis itu. “Lo tenang dulu. Gue udah suruh Veri buat nyelidiki siapa orang itu. Dia bisa dipercaya kok,” balas Alan.

“Tapi Veri anak Tunas Bangsa, Lan. Ya kali dia mau ngebantu kita, toh kalau sekolahnya menang dia ikut seneng.” Amira mengeluarkan semua yang dipendamnya. Memang itu yang sangat mengganggu pikirannya.

“Veri itu sahabat gue, Mir. Gue yakin dia mau bantuin sekolah kita. Lagian... dimana-mana keadilan harus ditegakkan.”

Amira pun mengangguk pasrah. “Gue takut...”

Alan mengernyit. “Lo suka sama Gilang? kayaknya lo khawatir banget,” tanya Alan dengan senyum jahil membuat Amira melotot ke arahnya.

“KAGAK.”

“Muka lo merah, kenapa?” Alan masih menggoda Amira dan gadis itu hanya mendengus.

“Sialan lo.”

“Haha nama gue emang Alan.”

Amira mengernyit lalu kemudian ikut tertawa mendengar kata receh Alan.

“Udah, lo tenang dulu aja Mir. Kita berdoa saja semoga Gilang selalu dilindungi sama Allah.”

Amira mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah. “Aamiin.”

***

Di kelas, Amira belum sepatah katapun berbicara dengan Gilang. Tuh cowok kelihatan sibuk terus dengan hapenya. Entah main game atau memang sedang kumat anehnya.

Amira bukannya tidak suka kalau Gilang bersikap anteng begini. Hanya saja, rasanya tuh nggak enak. Kalau begini caranya, gimana Amira bisa bicara dengan Gilang dan meyakinkan cowok itu kalau ia harus hati-hati. Bagaimana caranya ngasih tahu tuh cowok kalau ada yang mengintai dirinya akhir-akhir ini?

Padahal, biasanya juga si Gilang yang heboh nyari topik pembicaraan agar bisa ngobrol dengan dirinya. Biasanya Gilang juga yang menghampiri dan tiba-tiba nyahut nggak jelas. Iya biasanya! Tetapi hari ini...huh! Bahkan tuh cowok sama sekali tidak memanggil namanya.

Amira menjambak rambutnya frustasi. Ia menoleh ke Gina yang memandangnya dengan melotot.

“Mir, lo kenapa? Kerasukan ya lo?” tanya Gina sedikit berjingkat dengan wajah takut.

“Gue bingung, Gin. Gue mau pulang aja, pusing gue,” rengeknya membuat Gina tambah melotot.

“Ya Allah, Mir! Tumben-tumbenan banget lo kayak gini. Lo kenapa sih? Ada apa?” tanya Gina mengguncang pelan bahu kiri Amira.

“Benteng gue...”

“HA? BANTENG?” tanya Gina shock.

“Ashh, benteng Gin. Bukan banteng.”

Gina makin tidak paham dengan kata benteng yang  dimaksud Amira. Gadis itu mengerahkan seluruh kekuatan otaknya dan berpikir tetapi tetap saja tidak mengerti.

“Kalau lo nggak cerita ya gue mana tahu Mir...”

Amira pun hanya bisa menghela napas panjang dan memilih menidurkan kepalanya ke atas meja.

“Gue mau tidur aja, bangunin kalau ada Bu Rahayu,” ucap Amira yang dibalas gumaman Gina.

Rupanya jam terakhir ini Bu Rahayu tidak bisa hadir. Beliau juga tidak memberikan tugas karena semua materi sudah ia terangkan dan tugas-tugas juga sudah dikerjakan murid-muridnya. Pelajaran PKN memang menjadi favorit sebagian besar kelas 11 IPA 5. Jadi begitu ada tugas, PKN adalah mapel yang selalu didahulukan dan selalu tepat waktu pas dikumpulkannya.

Karena Bu Rahayu, wali kelas mereka tidak datang, peluang ramai pun sangat besar terjadi. Dan hal itu juga yang mengakibatkan Amira masih terlelap dalam dunia mimpinya. Iya, ia masih tidur.

“Gin, lo nggak bangunin dia?” tanya Fadia yang bangkunya ada dibelakang Gina dan Amira. Fadia duduk bersama Mitha.

“Bu Rahayu nggak dateng, jadi gue nggak bangunin dia. Lagian kasian dia kayaknya lagi banyak masalah, biar istirahat aja.”

Fadia dan Mitha pun manggut-manggut setuju.

Dan benar terjadi, sedetik kemudian kelas ini ricuh dan penyebab keonaran itu sendiri adalah ketua kelasnya. Kali ini tanpa diduga Elvan ngelempar ular karet sebesar bolpoin ke arah meja para cewek yang lagi ngerumpi. Alhasil para cewek pun heboh dan melempari Elvan dengan macam-macam umpatan dan hujatan.

Masih belum kapok, kini Niko yang melempar ular karet itu ke arah Mitha yang lagi fokus makan jajan. Akhirnya, ngamuk juga si Mitha udah lari ngejar-ngejar Niko yang memohon ampun sambil ngakak.

Dan keramaian ini tidaklah lengkap tanpa Gilang. Tuh orang sekarang lagi mukul bangku dengan gagang sapu membuat bising suasana kelas.

Sudah tidak bisa dicegah lagi bahwa Amira akan terbangun nantinya. Suara gaduh itu tentu saja menganggu Amira dan gadis itu tidak mungkin tidak akan melek.

“Risih banget gue disini, anjiingg.” Gina udah mengumpat sambil menutup kedua kupingnya. Tak lama kemudian, Amira yang sudah tidak kuat lagi akhirnya terbangun mendengar suara gaduh di sekitarnya.

Begitu mata Amira terbuka sempurna, ia mengitarkan pandangannya pada seisi kelas.

Ancur.

“Eh, udah bangun Mir?” tanya Fadia dan Amira hanya mengangguk singkat. Ia mecari keberadaan Mitha dan dilihatnya sedang berlari mengejar Niko yang udah naik ke atas bangku menghindari bogemannya.

“Gina mana?” tanya Amira pada Fadia satu-satunya makhluk terdekat dengannya saat ini.

“Nggak tahan sama ramenya kelas. Mungkin lagi di perpustakaan,” jawabnya.

“Hmm, Elvan benar-benar sempak fir’aun limited edition.” Amira menggeram frustasi.

“Mata lo masih merah Mir,” ucap Fadia membuat Amira refleks mengucek matanya.

“Yaudah gue toilet dulu basuh muka,” pamitnya bangkit berdiri.

Saat sampai di toilet, Amira langsung menuju wastafel dan membasuh mukanya. Setelah itu ia mengambil sapu tangan di saku roknya dan mengelap wajahnya.

Pantulan dirinya di cermin sangat buruk. Rambut tidak rapi, mata sembab dan hidungnya mulai bersuara ketika ia menghirup udara dengan keras.

Anjirr, kok gue nangis sih?” Dengan segera Amira mengusap air mata yang tiba-tiba menetes di pipinya. Ia menggigit bibir bawahnya menahan agar dirinya tidak mengeluarkan air mata lagi.

Gadis itupun memutar kembali kran wastafel dan membasuh mukanya lagi. Setelah mengelapnya dengan handuk, kini wajahnya jadi menyedihkan. Hidungnya merah dan lagi-lagi air mata itu jatuh.

“GUE KENAPA SIH??!!” pekiknya emosi.

***

Sepulang sekolah, Amira tidak mood ngapa-ngapain. Setelah mandi, ia hanya duduk di depan televisi menyetel kartun anak-anak. Tetapi selucu-lucunya kartun itu, Amira tidak tertawa sama sekali. Dira yang melihat perbedaan pada gadis itu menghampiri Amira dan duduk disebelahnya.

“Mira kenapa?” tanyanya mengusap rambut anak tirinya itu.

“Nggak papa, Ma.”

“Bohong. Cerita sama mama, kamu lagi kenapa? Ada masalah di sekolah?” tanya Dira lagi.

Amira menoleh ke arah Dira dan menggeleng lemah. “Mira bingung.”

Alis Dira terangkat kemudian berpikir sejenak. “Kamu bingung pasti ada sebabnya. Apa yang kamu bingungin, sayang?”

Gadis itu menyenderkan kepalanya ke bahu sang Mama dan Dira dengan lembut mengusap rambut Amira.

“Mungkin nggak Ma, werewolf sama vampir itu bisa bersahabat?” tanya Amira membuat Dira mengernyit.

“Mungkin aja. Tapi kayaknya sulit,” jawab Mamanya setelah berpikir sejenak.

Werewolf itu kan nggak bisa diem, Ma. Dia banyak tingkah dan ganas. Dia juga tipe makhluk yang nggak mau ngalah kalau soal keinginan.” Amira menarik napas. “tetapi dia juga peduli. Kalau temennya sakit dia nolong dan jagain sampai sembuh. Dia nggak suka kalau temennya digangguin makhluk spesies lain.”

Dira mendengarkan dengan serius walaupun ia menahan untuk tidak tertawa. Didengar dari ceritanya, sepertinya Dira paham apa maksud Amira dan apa yang membuat gadis itu bingung.

“Jadi intinya Ma.. vampir boleh nggak temenan sama werewolf?” tanyanya.

“Boleh sayang.”

Mata Amira melebar. “Ma, menurut Mama Gilang itu orangnya gimana?”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I have a dream
316      256     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
The Reason
10578      1917     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
14 Days
968      674     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
REASON
9391      2274     10     
Romance
Gantari Hassya Kasyara, seorang perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter di New York dan tidak pernah memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki selama dua puluh lima tahun dia hidup di dunia karena masa lalu yang pernah dialaminya. Hingga pada akhirnya ada seorang lelaki yang mampu membuka sedikit demi sedikit pintu hati Hassya. Lelaki yang ditemuinya sangat khawatir dengan kondi...
Meja Makan dan Piring Kaca
57123      8408     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5707      1529     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Princess Harzel
16986      2501     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...
Let Me Go
2654      1108     3     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
My Secret Wedding
3042      681     2     
Romance
Pernikahan yang berakhir bahagia adalah impian semua orang. Tetapi kali ini berbeda dengan pernikahan Nanda dan Endi. Nanda, gadis berusia 18 tahun, baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya. Sedangkan Endi, mahasiswa angkatan terakhir yang tak kunjung lulus karena jurusan yang ia tempuh tidak sesuai dengan nuraninya. Kedua nya sepakat memutuskan menikah sesuai perjodohan orang tua. Masin...
Memoar Damar
6152      2812     64     
Romance
Ini adalah memoar tiga babak yang mempesona karena bercerita pada kurun waktu 10 sampai 20 tahun yang lalu. Menggambarkan perjalanan hidup Damar dari masa SMA hingga bekerja. Menjadi istimewa karena banyak pertaruhan terjadi. Antara cinta dan cita. Antara persahabatan atau persaudaraan. Antara kenangan dan juga harapan. Happy Reading :-)