LXXIV
Apa sepasang mata Yono tidak akan terhipnotis?
Apa kelaki – lakian Yono tidak akan terprovokasi?
Jawabannya sudah jelas.
Tersirat dengan terang benderang.
Jika tampilan Erin telah menggoda syahwatnya.
“Astagaa,!”, seru batin Yono.
Seragam sekolah Erin yang biasanya menjadi tabir telah tanggal.
Penutup tubuh itu berganti dengan kaos ketat.
Sungguh warnanya yang kebiruan – biruan terasa meliuk – liuk dipandang oleh Yono.
Sepasang mata laki – laki itu masih tersangkut pada kemolekan Erin.
Menyadari sedang diamati dengan saksama, cewek lugu itu menjadi malu.
Erin menghijabinya dengan sepasang lengan tangannya.
Tersadar. Yono melihat rona malu kekasihnya yang membuncah.
Laki – laki tajir itu hanya tertawa – tawa gila saja,
Sambil menahan syahwatnya yang mulai menggeliat – geliat.
“Aduh,! Ampunn,, Bisa lepas kontrol nih aku.”, gumam batin Yono.
Kontan dirinya berucap, “Dek Erin, kalo kamu pake kaos ketat gitu nanti kalo tak nakalin lo,” Sambil tersenyum ingin.
Sontak, cewek itu meraih tasnya. Dan diletakkan di depannya.
“Tapi, masya allah,, bukan mas saru lo ya, Tapi kamu kelihatan montok pake kaos itu. Kamu jadi kelihatan lebih ceweknya.”
Masih tertunduk, Sekilas Erin menyunggingkan bibirnya nan manis.
LXXV
Pernah berciuman?
Rasanya seperti coca cola dicampur mentos, Berbusa – busa.
Pikiran menjadi malfungsi.
Otak reptil terpicu, dan menggelora.
Juga angan – angan menginginkan kedekatan raga.
Jika belum mempunyai uang sebanyak Rp 200 juta sebaiknya jangan berciuman dulu.
Suatu siang,
Itulah yang terjadi, berciuman.
Erin tampak meronta – ronta.
“Ya ampun, kok rasanya semakin aneh saja.”
Jantungnya berdebar – debar. Juga kesadaran, seolah – olah hendak lepas.
Menyadari hal itu, Yono semakin meningkatkan aktifitasnya.
Hingga Erin bisa dibaringkannya tanpa perlawanan.
Erin merasa membara, bergelora. Sekaligus mengalir.
Dirinya ingin dimanja, lebih dan lebih. Sebagai seorang perempuan.
Dicintai dengan ketulusan hati. Juga dihilangkan kesadarannya dari dunia yang ada ini.
Setelah semua itu meledak, Laksana gunung api nan meletus.
Erin tampak tersengal – sengal.
Perlahan – lahan kesadarannya kembali, tapi belum utuh.
Juga masih terbaring, lemas.
Beberapa saat kemudian,
Erin kembali terlihat cantik dan anggun.
Yono semakin tergila – gila dengan eksistensi cewek lugu itu.
Percakapan kiasan pun terjadi,
“Aku senang menjadi mahkota mu, cinta ku.”
“Aku sudah lengkap, sayang. Kamu melengkapiku.”
“Tetaplah engkau menjadi cintaku, kasih.”
“Demi bumi dan langit ini aku akan mengurusmu.”
“Ohh, cintaku, selimut hatiku,”
“Bidadari ku, sayang ku,, Erin ku,”
Mereka mengakhirinya dengan saling berpelukan.
LXXVI
Sang waktu seolah – olah berhenti berputar.
Hanya aku dan kesenangan ini yang terus berlalu.
Sungguh aku merasa menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.
Menjadi lebih paham siapa itu laki – laki dan untuk apa ada laki – laki.
Aku bisa merasakan detak jantungnya, Nafasnya yang menghembus.
Juga merasakan cintanya yang hangat, walaupun sedikit kelam.
Jiwaku seolah – olah menerimanya.
Tampaknya aku harus bersyukur atas hal ini.
Obsesi ku,, Obsesi ku yang menariknya mendekat pada diri ini.
Dan menjadikan aku cintanya, dalam kesendirianku.
Aku pasrahkan jiwa raga ini padamu, utuh,,
Seketika kehangatan meluap pada eksistensi diri.
Tak terbayang harus menjerit seperti apa, atas tumpahan rasa ini.
Segenap kepasrahan ini terbayar,
Aku layaknya diombak – ombakkan oleh cinta.
Selesai, Erin telah menulis kehangatan cintanya siang tadi pada sebuah diary.
Berharap, “Semoga ini berlangsung selamanya, hingga tuhan menentukan kehendak Nya.”
Erin menutup diary nya.
Lalu cewek manis itu pergi tidur, mengenang kehangatan tadi.
LXXVII
Setelah berkasih – kasih ria siang tadi, Yono merasa aneh.
Laki – laki itu merasa harus bertanggung jawab terhadap kekasihnya.
Harus menjaganya, Juga memberikan cinta.
Sebuah fenomena yang tidak pernah dialami Yono sebelumnya.
Laki – laki itu begitu ingin mendekap Erin, tulus.
Dan memanjakannya, membawakan dunia kepada dirinya.
Melihat temannya seolah – olah ada di dunia lain, “Bengong aja, Yon.”
Terkejut. “Oh ya,,” Yono kembali mengerjakan tugas sekolahnya.
Merasa ada yang beda dengan temannya. “Kamu jadi aneh. Ada apa sih?”
“Enggak ada apa – apa, Biasa aja kali,” Sambil terus menulisi LKS.
Fendi tidak langsung percaya.
Dirinya melihat lebih lekat lagi ekspresi temannya.
“Betul juga,”, gumam laki – laki itu dalam hati, merasakan sebuah kedewasaan.
Berucap, “Kamu kayak udah tuntas hidup aja.”
“Apaan sih? Pingin aku hajar?”
“Iya, Yon,, kamu kayak udah dapet seluruh dunia ini.”
“Apaan sih? Enggak juga kali, Aku belum bisa bikin istana untuk Erin.” Sambil Yono melayangkan lamunannya.
“Huuhh,, ngelantur lagi deh,”, ucap Fendi. “Kayaknya kamu udah mabuk Erin tuh, Udah dapet madunya ya?”
“?? Hah?, Enggakk,, Madu apaan?, Udah ah, ngaco aja kamu ngomongnya.” Beralih lagi pada tugasnya.