LXI
Siang hari,
Saat KBM jeda sejenak.
“Gimana pdkt kamu, Yon?”
“Bagus dong, Ntar lagi aku pasti dapet bibirnya.”
“Ah, kepedean kamu. Orang kayaknya calon kamu itu berat.”, sahut Fendi, sambil menikmati es teh.
“Haha,, jangan salah, Aku pasti dapet.”
“Iya deh, aku iya in aja biar kamu greget.”
“Kamu kayaknya kok nggak percaya gitu sih,”
“Yaa lihat aja ntar, kamu dapet apa enggak, Yon.”
“Kalian itu, cewek kok dieksploitasi gitu. Kalo punya pacar tu jangan dibikin mainan kayak gitu.”
“Huuhh,, mulai lagi deh, Kamu tu kayak hidup di dunia mana saja, Nor. Ini tu Indonesia,”
“Justru karena di Indonesia kamu harusnya ya bisa jaga diri. Indonesia kan terkenal dengan adat ketimurannya.”
“Sekarang tu nggak ada barat timur, bro. Sekarang tu udah jadi kebarat – baratan semua. Realistis dong,”
“Kayaknya kalian udah terpengaruh sama film – film yang nggak bener itu.”
“Nor, asalkan masih dalam taraf sewajarnya, berbuat kayak gitu itu nggak masalah.”
“Ya masalah dong, Fen. Harusnya kita tu nggak mengumbar nafsu gitu.”
“Udah, Fen,, iya in aja biar Norman seneng.”, ucap laki – laki tajir itu.
Menghela nafas, berat. Norman merasa percuma menasihati mereka.
LXII
Laki – laki dan perempuan itu bedanya sangat tipis.
Layaknya sehelai rambut yang dibelah menjadi dua.
“Dek Erin, pulang sekolah kamu ada acara?”
Bergumam, “Kayaknya kak Yono mau ngajak jalan lagi.”
“Aku harus bales gimana nih?”
“Temen – temen aku kayaknya mulai curiga aku sering pulang duluan.”
Erin terlalu malu jika kenyataan itu terkuak.
“Ya allah,, Pasrah aja deh, Moga aja nggak ada yang lihat kalo aku diboncengin cowok.”
Membalas, “Enggak, kak. Ada apa?”
“Aku ajak jalan mau?”
“Jalan kemana, kak?”
“Aku mau ngajak kamu ke taman kota.”
“Mm,, jangan sore – sore ya kak pulangnya.”
“Siap,, Makasih ya,, Oh iya, aku ampiri di kelas ya?”
“?? Nggak usah, kak. Di dekat halte bus aja.”, balas Erin.
“Yakin?”
“Iya, kak.”
“Ok deh,”
“Makasih ya, kak.”
“Iya,”, balas laki – laki tajir itu.
LXIII
Taman kota,
Sungguh indah tampilannya.
Bunga – bunga berjajar membentuk siluet kemolekan.
Dipayungi pohon – pohon besar di sekitarnya membuat kesejukan senantiasa menyelimuti taman itu.
Apalagi saat itu angin berhembus semilir, melambung – lambungkan kesadaran pada awang – awang yang luas.
“Gimana menurutmu pemandangannya?”
“Mm,, bagus, indah, Udaranya juga segar.”
“Terasa menenangkan juga ya?”
“Iya, kak,, rasanya rileks banget.”
“Kayaknya kamu suka banget.”, ucap Yono.
Tidak menyahut. Erin tampak malu – malu.
“Kamu pernah kesini sebelumnya?”
“Belum sih, kak. Ini yang pertama kali.”
“Beruntung sekali ya kakak bisa duduk di taman ini bareng orang yang spesial.”
“Iya,”, sahut Erin, lirih. Hampir tidak terdengar.
“Menurut kamu gimana?”
“?? Apanya, kak?”
“Menurut kamu ini spesial nggak?”
“Iya, kak,, spesial.”, jawab Erin, tampak kikuk.
“Aku tu pinginn banget bisa duduk – duduk di sini dengan orang yang spesial. Bisa menikmati udara yang segar ini dan sekadar duduk – duduk saja.”
Tampaknya Erin semakin berdebar – debar.
“Mm,, Dek Erin mau nggak jadi orang yang spesial itu?”
Cewek manis itu tidak menyahut. Kesadarannya sedang naik turun.
Tiba – tiba telapak tangan Yono meraih jari jemari Erin. Dengan lembut dirinya menggenggam telapak tangan cewek itu.
Terkejut. Erin semakin berdebar – debar. Bahkan kesadarannya seolah – olah sedang oleng ke kanan dan ke kiri.
Yono tampak menggosok – gosok lembut telapak tangan cewek itu.
Tak pelak Erin semakin tenggelam dalam keanehan rasa.
Sesekali cewek manis itu mencuri – curi pandang eksistensi Yono yang terasa hangat.
Yono pun membalas, mengejar sepasang mata nan malu – malu itu.
Tampaknya kejar – kejaran itu membuat aura Erin merona. Menjadi sangat malu.
Jiwa dan raga Erin menjadi oleng.
Kesadarannya pun hanya setebal lembaran kertas.
Cewek manis itu tidak dapat lagi menahan realitas pada akal sehatnya.
Yono pun menopangnya, menyandarkan Erin dalam kelegaan.
Seolah – olah seluruh ketegangan cewek itu terserap ke dalam dirinya.
Dalam kelekatan nan erat itu Yono bertanya,
“Maukah kamu menjadi yang spesial untuk diriku?”
“I, iya,, ka, kak,”, sahut Erin, lirih.
Yono semakin merengkuh erat eksistensi cewek itu.
Erin sendiri tidak mengerti. Jiwanya seolah – olah hendak lepas ke awang – awang.
LXIV
Mamat menyandarkan kepalanya pada tiang gazebo.
“Kamu kenapa?”, tanya Vonni.
“Capek. Lemes gara – gara banyak ulangan.”
“Halah, kamu itu,, Ulangan kan bisa mengangkat nilai UAS kita juga.”
“Tapi nggak segitu parahnya juga. Ulangan kok sampe tiga mapel sehari.”
“Ya mau gimana lagi?, Kita kan udah kelas 3, ya mau nggak mau harus kayak gitu.”
Kembali menegakkan kesadaran. “Huuhh,, aku malah jadi ngerasa belajar kok kayak terpaksa gitu. Nggak enak sama sekali.”
“Kamu itu aja yang males buat belajar bukan salah ulangannya.”
“Iya deh, iya,, selalu kalah kalo aku debat sama kamu.”
“Oh gitu, jadi kamu nggak suka ngomong sama aku?”
“Ya nggak gitu,, Aku kan cuma ngomong gitu aja.”
“Nha kan mulai nggak peka sama perasaannya cewek.”, keluh Vonni.
“Terserahlah, aku capek, Pingin tidur, istirahat, main game, senang – senang sepuasnya.”
Sambil Mamat kembali menyandarkan tubuhnya pada tiang gazebo.
“Heh, besok tu masih ada pemantapan soal – soal UAS.”
“Ah, biar aja. Udah males aku mikirin UAS.”
Menghela nafas. Vonni merasa sedikit lelah terus menjadi matahari.
Cewek cantik itu ingin bertanggung jawab untuk dirinya sendiri.
Tapi Mamat selalu mendorongnya untuk terus memikirkan eksistensi laki – laki itu.
Dalam hati berharap, semoga suatu hari Mamat bisa menyenangkan angannya.
LXV
Malam menjelang,
Walaupun dewi rembulan telah mengakhiri siklus bulannya.
Tapi radiasi kehangatannya masih terasa hingga ke relung jiwa.
Senang, Hati Erin merasa bahagia.
Tak disangka dirinya mempunyai seorang pacar.
Tapi sungguh cewek manis itu sama sekali tidak tahu mengenai cinta.
“Malem dek Erin,, gimana kabarnya malem ini? Baik?”
“Alhamdulillah,, baik, kak. Saya merasa senang.”
“Syukurlah kalo kamu senang. Kakak juga ikut senang.”
“Iya, Mm,, apa kak Yono udah belajar malem ini?”
“Alhamdulillah,, udah, Ini mau lanjut pelajaran berikutnya.”
“Syukurlah, soalnya kak Yono kan udah kelas tiga, Mesti rajin belajar.”
“Haha,, siap,, Kakak senang kamu peduli.”
“Makasih, kak,, Saya bisanya cuma itu aja.”
“Masya allah,, kakak sudah seneng banget kamu semangatin.”
“Kak Yono kalo butuh apa – apa bilang ya ke saya, Moga saya bisa bantu.”, balas Erin.
“Haha,, siap,, Doa in aja kakak bisa dapet nilai yang bagus.”
“Amin,, Moga nilainya baik semua ya, kak.”
“Amin,,”, balas laki – laki itu.