XV
Suatu malam,
Ketika pikiran itu menyerang lagi.
“Aduuhh,, bakalan nggak bisa tidur lagi nih.”
“Gimana sih ini? Kenapa sih aku mikirin tu cowok terus?”, gumam Vonni.
Bingung. Cewek itu menghubungi seseorang.
“Wan,, aku kepikiran Mamat lagi nih.”
“Lho, kok bisa sih? Kemarin kan udah enggak,”
“Ya nggak tau, Bantuin dong,”
“Mm,, gini aja deh,, Kamu lagi halangan nggak ini?”
“Enggak,”
“Ya udah, kalo gitu baca al fatihah sebanyak – banyaknya.”
“Seberapa banyak?”
“Sebanyak – banyaknya sampe kamu ngerasa pikiran kamu udah tenang lagi.”
“Ok, Trus kalo udah?”
“Ya baca dulu aja, ntar hubungi aku lagi.”
“O ya, Siap,,”
“Moga berhasil ya,”
“Amin,, Makasih, Wan.”
“Ya, sama – sama.”, balas cewek itu.
Dewi rembulan masih menampakkan kesempurnaan wujudnya.
Terlihat bersyukur sang dewi, anak manusia itu telah terbebas dari masalah.
XVI
Pagi hari,
Sang surya tampak di angkasa.
Cerah, Juga jernih. Tak ternoda oleh arak – arakan awan.
Melihat seseorang lewat di samping kelas. Wanda menghampirinya.
“Von, Vonni,”, panggil dirinya.
Seketika cewek cantik itu berhenti melangkah.
Setelah tiba di hadapan temannya. “Gimana, Von? Kamu bisa tidur semalem?”
“Alhamdulillah,, bisa, Wan.”
“Alhamdulillah,, aku seneng dengernya.”
“Iya, untung aja,”
“Lha semalem kamu dapet sensasi apa waktu baca al fatihah?”
“Kayaknya nggak ada apa – apa ig, Cuma rasanya pikiran ini tenang aja.”
“Kamu nggak dapet bayangan – bayangan apa?”
“Kayaknya enggak tuh, Emangnya kenapa sih, Wan?”
“Ya nggak pa – pa, Siapa tahu aja kamu dapat pencerahan.”
“Enggak tuh, Aku ngerasanya ya rileks aja.”
“Oo, ya, ya,”, sahut cewek itu.
XVII
Saat jam istirahat pagi,
Mamat berjalan, menghampiri seseorang.
Berharap, “Moga Vonni mau minjemin tugasnya.”
Setelah sampai di hadapan cewek itu,
“Von, akuntansi,”
Melihat ke arah Mamat. Vonni menghentikan aktifitasnya.
“Huh, kamu itu,, Minjem – minjem mulu,”
Mamat memelas – melaskan wajahnya.
“Aku nggak mudeng caranya.”
“Ya kamu kan tinggal masuk – masukkan transaksinya aja, Mat.”
“Ah, sama aja, Bikin pusing.”, sahut Mamat.
Menyerahkan sebuah buku. “Huuhh,, kapan kamu bisanya kalo nyalin terus?”
Tampak senang laki – laki itu menerima buku temannya.
“Udah ada kamu kok,”
“Huh, enak aja,, Mikir sendiri.”
“Iya, ntar pas UN mikir sendiri.”, sahut Mamat.
Sambil membaca buku motivasi. “Halah, nunggu UN,, Paling kamu tetep nyontek.”
XVIII
Sore hari,
Saat burung – burung bercuit – cuit pulang.
Niken dan Yono masih ada di taman kota.
Mereka masih asyik dengan asmara remaja.
Baru saja, Niken mendapatkan kehangatan dari kekasihnya.
Tanpa dirinya duga, Yono mendaratkan ciuman pada bibir.
Walaupun ingin menolak tapi rasa aneh terlanjur merasukinya.
Cewek manis itu malah menanggapinya dengan sempurna.
Sensasi itu masih terlukiskan.
Basahnya, Juga perasaan lekat.
Sesuatu dari dalam diri menggelora hebat.
Ingin rasanya terus dimabukkan seperti itu.
“Ken, aku cinta kamu,”
Cewek itu tidak menyahut.
Kesadarannya luruh ke dalam ketidaksadaran.
Otak besar Niken pun menjadi malfungsi.
Hanya senyum malu – malu yang bisa ditunjukkan dirinya.
Yono tampak bahagia dengan ekspresi rasa cinta Niken.
XIX
Malam hari telah tiba,
“Mat, jangan lupa,, besok ulangan sejarah.”
“Ya, Ikut arus aja,”
“Maksudnya?”
“Kalo pas inget ya dijawab, kalo nggak inget nggak usah diisi.”
“Ya harus diingat – ingat dong, Mat. Ini tu ulangan, bukan tugas LKS.”
“Ya ntar aja,”
“Huh, kamu gimana sih? Yang serius dong,”
“Iya, udah serius nih,, Udah baca LKS sejarah.”
“Halah,, paling mbok sambi main hp.”
“Haha,, kok tahu sih kamu?”
“Udah adabmu kayak gitu,”
Tampak di atas karpet biru itu buku – buku pelajaran.
Juga sebungkus kripik jagung impor, dalam kondisi telah dibuka.
Sebuah LKS terlihat sedang dibaca oleh Mamat.
Di samping kanan laki – laki itu tergeletak sebuah hp.
Melihat layar hp. “Ha, udah mulai,”
Mamat meletakkan LKS itu, lalu mengambil hp nya.
XX
Esok paginya,
Saat jam istirahat.
Vonni melihat Mamat sedang duduk pada sebuah bangku panjang.
Iseng. Dirinya menghampiri laki – laki itu.
“Ohh, lagi ngeliatin Selly to,”
Sontak Mamat terkejut dengan kehadiran temannya itu.
“??, Eh, gila,, matanya kemana, lihatnya kemana,, Aku lagi belajar sejarah kali,”
“Masak?, Tu lihat kalian duduknya sejajar gitu,”
Tampak seorang cewek berparas tirus sedang bersenda gurau di seberang parkir motor.
“Ih, maksa amat,, Orang Selly nya juga lagi ngobrol sama temennya.”
“Tapi kamu kan bisa curi – curi pandang.”, ejek Vonni.
“Iuh, norak banget,, Nggak ya,”, kilah Mamat. “Udah, udah,, Sana,, Ntar gak konsen aku.”
“Tega kamu ngusir cewek.”
Menghela nafas. “Ya udah,, Duduk sini, tapi nggak usah ribut.”, ajak Mamat.
“Iuh, sorry ya,, aku mau ngelakuin sesuatu yang lebih berguna.”
“Heh??, Ya udah, Sana,, Ngapain juga masih di sini?”
XXI
Malam (kembali) datang,
Vonni menonton potongan drama korea lagi.
Kali ini dirinya menyaksikan episode 16 Descendants of The Sun.
Sebuah episode yang katanya terdapat the best kissing scene nya antara Song Joong Ki dan Song Hye Kyo.
Sekaligus mempertontonkan kisah asmara Yoo Shi Jin dan Kang Mo Yeon yang semakin greget.
Angan – angan Vonni terus melambung tinggi. Juga menjadi gelagapan kesadaran cewek itu mengamati betapa lekatnya kedua bibir muda muda itu.
Apalagi potongan drama Descendants of The Sun dibumbui oleh gombalan – gombalan khas para pecinta yang terdengar tidak masuk akal.
Hasrat Vonni semakin tidak terkontrol lagi.
“Ya allah,, aku jadi pingin kayak mereka.”, gumam cewek itu.
Tapi Vonni menyadari jika sikap tidak acuhnya menjadi kendala saat cowok mendekatinya.
Apalagi julukan Ice Queen telah tersemat pada eksistensinya, Hal itu membuat Vonni semakin gundah saja.
“Kadang nyesel juga sih dulu sering banget nyuekin cowok – cowok.”
Cewek itupun menjadi melow.