Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bertemu di Akad
MENU
About Us  

Keesokannya, jam 9 pagi aku berangkat ke kampus membawa tugas yang harus di serahkan ke pak Ian. Aku harap beliau sudah datang jadi aku tak perlu menunggu lama. Sesampainya di kampus aku menuju ke lantai 2 dimana ruang dosen berada. Saat aku mengintip sekilas ke arah ruangan dosen, disana duduk pak Andre dan dosen lain yang sedang mengobrol. Ku ketuk pintu perlahan dan semua menoleh kepadaku.

 

"Permisi, pak Ian apa sudah datang?" sapaku pelan.

"Seharusnya sudah datang, kamu tunggu saja." Kata pak Andre. Aku mengangguk dan menunggu di luar.

 

Aku berdiri di dekat pintu masuk ruang dosen. Pak Andre bersikap seperti tidak terjadi apapun kemarin, apa karena aku membalas smsku tadi malam kelamaan? atau memang semua ini hanya mimpi?

 

"Fia? Kenapa berdiri disini?" kata pak Andre. Aku tersentak kaget. Reflek memegang dadaku.

"Saya..." aku menunduk. Beliau duduk di kursi tunggu yang terdekat denganku.

"Fia sudah tanya orang tua Fia?" ku beranikan diri memandangnya.

"Sudah, ibu bilang silahkan pak Andre datang ke rumah."

"Beneran? Hmm... nanti malam bisa?" wah nih orang...

"Nanti malam saya ngajar anak-anak les pak. Kalau pak Andre datang, setelah saya ngajar akan terlalu malam untuk bertamu."

"Fia ngajar dimana memangnya?"

"Di rumah."

"Kan nggak apa-apa jika aku datang, aku bisa ngobrol dengan keluargamu selagi Fia ngajar." Tapi masalahnya kalau pak Andre datang, apa aku bisa konsentrasi buat ngajar?

"Hari lain saja pak, bagaimana?"

"Baiklah, kapan Fia free?"

"Jumat insya allah semua ada di rumah. Dan saya tidak ada jadwal ngajar."

"Baiklah, aku akan datang hari jumat malam. Eh iya, alamat rumahmu aku belum tahu." Ia membuka hpnya, menyuruhku memberi petunjuk jalan melalui Google Map. Aku jelaskan dengan detail posisi rumahku yang sebenarnya mudah di temukan namun kadang Google Map menyasarkan semua teman-teman ku ketika pertama kali datang ke rumah.

 

"Kalau masih bingung, tanya saja les-lesan Fia. Pasti banyak yang tahu."

"Ok." Tak lama dari arah tangga pak Ian muncul.

“Permisi pak Ian, saya mau menyerahkan tugas terakhir.” Sambil menyodorkan makalah tentang perhitungan struktur bangunan.

“Ini yang mengumpulkan tugas hanya mbak Fia saja?” Tanya beliau. Aku hanya mengangguk.

“Tolong beri tahu teman-teman yang lain untuk mengumpulkan tugasnya segera, saya beri waktu paling lambat besok jam 9 di meja saya.”

“Baik pak, segera akan saya infokan ke teman-teman.” Lalu pak Ian berlalu.

“Kalau saja semua mahasiswa seperti mbak Fia pasti akreditasi kita bisa naik.” Gumam pak Ian pada pak Andre yang berjalan di sebelahnya menuju ke ruang dosen.

“Namanya juga mahasiswa pak, kita hanya bisa sabar.” Jawab pak Andre.

 

Aku melihat kedua punggung dosen tersebut menjauh dan menghilang karena masuk ke ruang dosen. Itu tadi adalah percakapan antara aku dan pak Andre yang paling lama. Rasa deg-degan itu masih ada namun berangsur mengurang dan terkendali. Harus laporan sama orang rumah setelah ini tak lupa meninggalkan pesan dari pak Ian di grup WA mahasiswa regular angkatan 2015.

Ku fokuskan diri untuk melakukan aktifitas seperti biasa tapi karena liburan sudah mulai jadi banyak waktu luang yang aku habiskan dengan menonton drama korea, tapi tetap tak bisa ku pungkiri aku sedikit tegang memikirkan hari jumat ini. Ku rilekskan diri dengan sholat ataupun baca alqur'an. Aku pasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Jika memang dia jodohku, Allah akan menyatukan kami dalam ikatan pernikahan, jika tidak aku berharap bisa menjaga perasaanku sehingga jika kami tidak berjodoh tak membuatku sakit hati. Tapi aku juga tak munafik jika aku menginginkannya.

 

Hari jumat pun tiba, semua orang rumah kerja dari pagi hari jadi hanya ada aku seorang diri dirumah. Aku menghabiskan waktu dengan beres-beres rumah. Aku juga sempat membuat pudding, kudapan favorit keluargaku, pudding lapis susu dengan fla. Bukan ingin menunjukkan bahwa aku bisa masak tapi paling tidak nanti saat Pak Andre datang, ada kudapan yang bisa disajikan.

Malam pun tiba, setelah sholat maghrib aku berpakaian rapi, rok jeans hitam panjang, kaos lengan panjang warna biru dan kerudung yang senada dengan kaos. Casual tapi tetap sopan. Pakai bedak tipis dan lipstick yang sewarna bibi, natural.

 

"Mbak, ayo kita makan dulu." Kata ibu.

"Mau kemana kamu, rapi gitu?" Celetuk kakakku.

"Mas, hari ini kan ada tamu istimewa, kamu lupa?" kata mbak iparku.

"Oh iya juga ya, pak dosen mau kesini." Mereka menggodaku. Aku hanya diam.

 

Setelah adzan isya' hpku bergetar. Sms dari pak Andre.

 

Pak Andre :

Aku sudah di masjid depan rumah Fia. Aku laporan dulu agar bisa di terima keluargamu. ^^

 

Jantungku berdetak kencang, tak ku balas smsnya hanya tersenyum kecil melihat kalimat smsnya. Aku menunggu di kamar ibu yang berada di lantai satu sambil menonton tv, mata memang menatap layar tapi hati dan otak tidak.

 

"Kamu banyak diam mbak setelah bilang kalau ada seseorang yang mau main kesini." Aku tersenyum memandang ibu. "Kamu punya perasaan pada dia mbak?"

"Nggak tahu juga bu, seperti yang aku bilang sebelumnya bahwa aku tidak terlalu mengenalnya. Jadi aku masih belum pasti dengan perasaanku sendiri. Semuanya aku pasrahkan." Ibu menepuk bahuku dan meremas tangan kananku.

 

Ting tong... ting tong... bel rumah berbunyi. Aku berjalan keluar kamar menuju teras untuk membuka gerbang rumah. Pak Andre sudah berdiri di depan gerbang rumahku. Aku menyilahkannya masuk karena teras rumah jadi satu dengan ruang tamu, jadi aku langsung persilahkan duduk di kursi yang ada di teras.

 

"Ini buat keluarga Fia." Sambil menyodorkan kotak besar warna putih. Sepertinya roti atau kue.

"Terima kasih pak, seharusnya bapak tidak perlu repot. Sebentar saya panggil ibu dan kakak dulu." Beliau hanya mengangguk dan tersenyum, aku memanggil ibuku dan kakakku yang kebetulan turun ke lantai satu.

 

Aku menyuruh kakak untuk menemani ibu ngobrol dengan Pak Andre. Setelah memperkenalkan keluargaku ke pak Andre dan mereka duduk bertiga, aku masuk lagi untuk membuatkan minum. Tiga cangkir teh dan 3 piring kecil pudding buatanku tadi, aku keluarkan dahulu tehnya, lalu pudding. Disaat mereka ngobrol di teras dan aku memilih untuk duduk di ruang makan, antara ruang tamu dan ruang makan hanya di halangi oleh jendela besar tertutup oleh gorden. Jadi masih bisa kudengarkan obrolan mereka bertiga. Ibu dan kakakku mulai bergantian bertanya. Mulai dari asal usul, keluarga, pendidikan dan perkerjaan. Semuanya dijawab oleh pak Andre dengan baik. Kakakku sedikit terkejut saat mengetahui bahwa pak Andre lulusan S2 dari kampus ku dan kakak dulu jadi boleh dibilang kami satu almamater. Kakakku jadi bersemangat tanya ini itu tentang dunia teknik. Kakakku adalah kontraktor proyek di bidang sipil sedangkan pak Andre pernah berkerja jadi konsultan proyek juga namun dibidang lingkungan jadi beberapa saat mereka asyik berdiskusi sendiri. Sedikit sekali ibu bersuara, jadi agak was-was dengan sikap diammnya ibu sedangkan kakak sepertinya tak masalah.

 

"Mas, silahkan diminum, pudingnya juga di coba. Ini buatannya Fia."

"Enak bu." Komentar ini keluar dari mulut pak Andre. Aku tersenyum mendengarnya.

"Mas kalau boleh tahu, mas ini usianya berapa ya?"

"Saya, 28 tahun bu."

 

Hah?! 28?! Kok muda? Aku pikir uda kepala 3. Ini beneran?? Hanya beda 4 tahun dariku.

 

Lama senyap tak terdengar.

 

"Jadi mas, ibu, sebenarnya kedatangan saya kesini ingin meminta ijin dari keluarganya Fia, apa saya boleh dekat dengan Fia? Saya ingin mengenal Fia lebih jauh." akhirnya pak Andre pun berbicara tentang niatnya sejak awal datang ke sini.

 

jantungku... kalian yang pernah diposisiku pasti tahu rasanya jadi jangan tanya...

 

"kenal?" tanya ibu to the point.

"Iya."

"Selama tidak ada kata pacar dan jalan berdua tanpa ijin, Saya sebagai ibu tidak keberatan."

"Sebagai masnya dan wali sementara karena kondisi sekarang ayah saya tidak ada, saya akan serahkan keputusan bersedianya tergantung ibu serta adik saya namun seperti yang ibu saya bilang bahwa tidak ada kata pacaran." kakakku terdengar seperti bukan kakakku. Dia menjadi lebih bijak.

"Saya mengerti, saya akan menjaga jarak."

 

Mendengar obrolan serius mereka banyak pikiran berkecamuk di kepalaku  lalu ibuku masuk, memberi isyarat kalau aku disuruhnya keluar untuk menggantikan beliau. Aku pun keluar bersama ibu, duduk bertiga dengan kakakku.

 

"Kalian ngobrol, ibu masuk dulu ya mas."

"Iya bu, silahkan." Aku duduk di tempat ibu duduk tadi, berhadapan langsung dengan pak Andre.

"Di makan pak puddingnya." Kataku.

"Iya, kata ibumu ini buatanmu ya?"

"Saya tidak bisa memasak jadi harap dimaklum kalau tidak enak." Tak berani ku berlama-lama memandangnya apalagi menatap matanya.

"Enak kok." Aku tersenyum sedikit melihatnya.

"Mas, kok bisa pengen kenal lebih jauh dengan panda satu ini kenapa?" tanya kakakku sambil mencubit pipiku, aku menggerutu sambil mengelus bekas cubitannya.

"Panda?" tanya pak Andre.

"Asal mas tahu kalau dia ini dulu..." aku tutup mulutnya rapat-rapat dengan tanganku. Pak Andre tertawa melihat tingkah kami berdua.

 

Setelah melihat pertengkaran kecil kami dan ngobrol ngalur ngidul bertiga tak lama pak Andre pun berpamitan pulang.

 

Pak Andre berpamitan pulang pada ibu dan kakakku, aku mengantarnya didepan rumah. Sambil jalan beriringan kami ngobrol.

 

"Pak..."

"Fi..." kami berbarengan. Kikuk. Lalu terdiam.

"Fia duluan."

"Pak Andre tadi tidak kesulitan pas kesini?"

"Nggak terlalu, memang agak bingung tadi, karena aku bawa mobil. Padahal rencananya pake motor saja tapi motornya di pakai sepupu." Aku mengangguk-angguk. "Fia nggak ingin bertanya sesuatu padaku?"

"Tanya?"

"Ya mungkin penasaran dengan aku?" sebenarnya rata-rata sudah ditanyakan oleh ibu dan kakakku tadi, jadi yang lain-lain nantinya pasti aku akan tahu sendiri nantinya. Aku hanya menggeleng.

"Mungkin pak Andre sendiri yang punya pertanyaan untuk saya."

"Hmmm... baiklah. Apa Fia dengar apa yang aku katakan pada keluargamu tadi?" orang ini memang tak suka basa basi ya.

"Ya, saya dengar..." Kataku.

"Lalu? Apa kamu mau jika kita saling mengenal lebih jauh?" aku hanya membalas dengan anggukkan. Ia tersenyum.

"Syukurlah, aku harap hubungan kita berjalan lancar." kupandang wajahnya lalu menunduk kembali.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Beach love story telling
3013      1478     5     
Romance
"Kau harus tau hatiku sama seperti batu karang. Tak peduli seberapa keras ombak menerjang batu karang, ia tetap berdiri kokoh. Aku tidak akan pernah mencintaimu. Aku akan tetap pada prinsipku." -............ "Jika kau batu karang maka aku akan menjadi ombak. Tak peduli seberapa keras batu karang, ombak akan terus menerjang sampai batu karang terkikis. Aku yakin bisa melulu...
BAYANG - BAYANG JIWA
9302      2318     8     
Romance
Kisah aneh 3 cewek sma yang mempunyai ketidakseimbangan mental. Mereka tengah berjuang melewati suatu tahap yang sangat penting dalam hidup. Berjuang di antara kesibukan bersekolah dan pentingnya karir dengan segala kekurangan yang ada. Akankah 3 cewek sma itu bisa melalui semua ujian kehidupan?
Junet in Book
3295      1268     7     
Humor
Makhluk yang biasa akrab dipanggil Junet ini punya banyak kisah absurd yang sering terjadi. Hanyalah sesosok manusia yang punya impian dan cita-cita dengan kisah hidup yang suka sedikit menyeleweng tetapi pas sasaran. -Notifikasi grup kelas- Gue kaget karena melihat banyak anak kelas yang ngelus pundak gue, sambil berkata, "Sabar ya Jun." Gue cek grup, mata gue langsung auto terbel...
Innocence
5527      1810     3     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
13911      2824     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
102
2300      934     3     
Mystery
DI suatu siang yang mendung, nona Soviet duduk meringkuh di sudut ruangan pasien 102 dengan raga bergetar, dan pikiran berkecamuk hebat. Tangisannya rendah, meninggalkan kesan sedih berlarut di balik awan gelap.. Dia menutup rapat-rapat pandangannya dengan menenggelamkan kepalanya di sela kedua lututnya. Ia membenci melihat pemandangan mengerikan di depan kedua bola matanya. Sebuah belati deng...
A D I E U
2147      856     4     
Romance
Kehilangan. Aku selalu saja terjebak masa lalu yang memuakkan. Perpisahan. Aku selalu saja menjadi korban dari permainan cinta. Hingga akhirnya selamat tinggal menjadi kata tersisa. Aku memutuskan untuk mematikan rasa.
Petrichor
5161      1651     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
14864      2045     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Pangeran Benawa
38014      6311     6     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...