Aku adalah sebuah nama dalam sebuah cerita. Ku kembali merangkai setiap kata menjadi kalimat dan setiap kalimat diuraikan menjadi sebuah paragraf. Ku kembali menceritakan masa sekolah menengah pertamaku. Di sekolahku, aku dan zulham semakin dekat dan akrab. Ditahun pertamaku, terasa seperti sudah enam tahun bersama zulham disekolah.
Masih teringat membekas kenangan disekolah. Saat siang hari sudah tiba. Bel tanda istirahat kedua hadir. Semua murid keluar dari dalam ruangan kelas. Hanya aku dan zulham. Ditemani seseorang yang tidak aku kenal. Dia murid pindahan dari kota lain. Disaat itu adalah hari akhir sebelum ujian semester pertamaku.
Ku duduk bersama zulham dibagian belakang sudut kiri kelas. Sedang seseorang duduk didepan sudut kanan kelas. Zulham menyentuh bahuku. Memberi isyarat untuk melihat seorang perempuan. Namun zulham hanya miscall doank sih, saat ku tanya malah zulham diam seperti meriject panggilan telepon.
Jidatku merasa sakit. Ku melihat zulham. Dia hanya mengeleng gelengkan kepala. Ku lihat sebuah lipatan selembar kertas menyerupai pesawat pesawatan. Dimasa itu masih ada tingkah konyol seperti itu. Tapi itu perbedaan indahnya masa smpku dulu sama masa smp sekarang.
“Apa tuh ?” ku tanya kepada zulham dengan nada pelan
“Aku tidak tahu” jawabnya
Ku mengambil lipatan selembar kertas itu dimejaku. Perlahan lahan membuka lipatan kertas seperti aku memperhatikan dirinya. Ku terdiam dan malu untuk membacanya. Ku membaca “ Assalamualaikum”. Ku mencuri pandangan dari dirinya. Ku menulis dibalik kertas “ Waalaikumsalam”. Ku lipat kertas seperti bentuk semula. Ku tiup dan terbang melayang diatas kelas. Memutar tanpa arah. Take off tepat dimeja perempuan itu.
Aku dan zulham memperhatikan dirinya saat membuka lipatan kertas itu. Ah... hayalanku kini berhasil. Dia membacanya, itulah yang aku lihat saat itu. Aku terkejut melihat dia berdiri dan berbalik badan memperlihatkan senyuman bidadari surga kepadaku.
“Alamak jank..... Gak tahan aku bang....” ucap zulham
“Dia seperti bidadari...” Zulham masih terperangah akan melihatnya
“Bidadari dari mana zul. Dia aja tidak punya sayap ?” balasku juga tersihir melihat matanya. Ku ingat kata band jamrud, dimata kamu ada pelangi.
“Lipatan kertas itu adalah sayapnya” jawab zulham sedikit merunduk malu saat dia masih terus menebar bunga senyuman
Dia berjalan meninggalkan tempat duduk. Terlihat dia membelakangi kami berdua. Dia menulis sesuatu dipapan tulis. Aku tidak bisa melihat apa yang sedang ditulisnya. Ku buka jaket hitamku karna ku merasa sudah hangat akan segarnya sebuah senyuman. Mataku mulai berkedip kedip. Ku kucek mataku. Membiarkan biar jelas aku membaca tulisan dipapan tulis, saat dia sudah pergi dari dalam kelas. Zulham berdiri diatas bangku, mencuri pandangan melihatnya berjalan dihalaman sekolah. Sialnya zulham harus terkena lemparan penghapus, disaat itu ada siswa bandel meledek ledek seorang guru manja, maksudnya manis manis janda, hehehe.....
Ku terdiam. Apa yang aku lihat ? Nah, yang aku lihat sebuah kalimat salam perkenalan dari dirinya. Tapi bukan dia malaikat hati. Dia awal yang menyebabkan malaikat hati bersemi didalam hati ini. Dari dirinya aku tahu apa arti cinta yang sebenarnya. Karna sahabatku pernah berkata cinta yang sebenarnya akan mengetahui apa tujuan hidup. Indah itu namaku. Sebuah kalimat itu yang aku baca dipapan tulis.
Ku beranjak jalan keluar kelas. Kilauan matahari menyelimuti seragam sekolahnya. Kebahagiaan bisa melihat indahnya surga didunia. Ku teringat kembali bahwa sahabatku pernah bercerita temuilah kedua orangtuanya bukan kepada dirinya, karena sebelum adanya akad tidak ada jaminan kata. Melirik aku melihat zulham yang sedang merasakan sakit dikepala. Ku tersenyum melihat dia yang terus menampakkan bayang bayang dikilauan mentari dan melihat zulham mana mungkin sebagai teman aku harus tersenyum melihat teman sedang susah, karna bagiku teman adalah sahabatku dan sebaliknya sahabatku adalah temanku.
“Kenapa teman ?” tanyaku pura pura tidak mengetahui yang dialaminya
“Ahh... Kau masak tidak tau sih. Kena head shoot kepalaku ni” ucapnya sambil masih merasakan kesakitan
“Sudahlah... Sudah terjadi mau apalagi”
“Iya sih... Untung aja yang ngelempar guru manja” ucapnya
“Guru manja ? Apa itu” Ku terheran
“Aduh... susah punya teman kayak lu sih. Guru manja guru manis manis janda” ucapnya sambil tertawa
Aku tertawa juga.
Disaat ujian semester sudah selesai. Masihku ingat saat itu aku dan teman sekelasku ikut acara liga semester disekolah. Selama seminggu acara dilaksanakan. Harus ku akui untuk bermain olahraga aku kurang tertarik, paling hanya fitness sih. Itupun tidak sering sering juga. Tanpa ku sangka, kelasku menjuarai olahraga futsal antar kelas disekolah. Ku turut bahagia, melihat teman temanku merayakan kemenangan meraih juara pertama futsal. Disaat pembagian rapot telah tiba. Ku teringat hari itu tanggal 24 Desember 2007. Dihari itu juga penyerahan hadiah juara diliga semester tahun ini. Yah, hari itu aku sudah bisa merasakan bisikan angin kalau aku tidak mendapat sepuluh besar dikelas. Yah aku menanggapinya dengai santai saja. Biasalah aku tidak palah memikirkan nilai untuk pendidikan tapi mementingkan teman yang ada selalu disampingku. Aku juga ingat ucap sahabatku, kita didunia ini butuh teman bukan nilai, karna teman bisa memberi penilaian hidup namun nilai tidak bisa berteman.
Hari libur semester tiba. Ku berangkat untuk liburan bersama keluargaku. Sempat singgah dikota kisaran. Tidak salah dijalan diponegoro dimana tempat tinggal nenekku. Disaat itu aku baru saja bisa mengendarai sepeda motor. Kalau zaman sekarang anak anak belajar sudah naik matic tapi saat aku kecil, hanya ada dua pilihan belajar naik vespa atau king itulah sepeda motor 2 tak milik yamaha. Ku melihat diluar pagar rumah nenek, ada vespa lagi nganggur. Tanpa pilih panjang, ku bawa kabur vespa untuk sejenak menghirup udara kota kisaran. Maklum dimasa smp dulu aku jarang naik sepeda motor dikisaran biasalah kalau kesini pasti naik mobil.
Ku berjalan melintasi jalan panglima polem masuk melintasi jalan pramuka. Melihat disamping kiri ada sebuah masjid besar. Ku berbelok kiri masuk kejalan imam bonjol. Dulu masih kecilku belum ada toko pakaian disamping masjid raya. Ku melintasi persimpangan jalan imam bonjol dan jalan sisingamangaraja. Ah... aku terperangkap ilusi pasukan peluit. Ku berhenti dan ditahan salah satu polisi.
“Woi.... Polisi aku disini” ucap seseorang dari seberang jalan tanpa menggunakan helm dan berkenalpot racing. Digeber geber polisi. Menantang dengan menunjuk kearah polisi. Terpancing polisi untuk mengejarnya. Kalian kalau tahu balapan motogp. Pasti ingat balapan disurkuit laguna seca amerika tahun 2008, saat casey stoner bersenggolan dengan valentino rossi. Ah... itu percis mirip sekali saat aku melihat polisi mengejarnya. Namun polisi terjatuh seperti kejadian valentino rossi dengan marc marquez diseri balapan sepang malaysia tahun 2015. Dia berbalik arah mendekatiku dan polisi yang masih menahan laju vespaku. Didepan polisi, dia menggeber geber. Nyali polisi semakin menciut dan pergi.
Dia merapikan rambutnya. Merapikan jaket ia kenakan. Melirik ku. Aku hanya terdiam. Dia memberi senyuman kepadaku. Ku hanya mengikuti senyumannya. Dia turun dari sepeda motor king.
“Terima kasih”
“Sudah. Tidak masalah tuh. Yang penting kamu sudah aman. Ini kisaran, itu pesanku” ucapnya sambil tersenyum
“Culun sih kamu” dia melihat pangkas gaya rambutku
Dulu masa smpku, aku memiliki gaya pangkas tahun 70 an. Seperti gaya rambut pemain band legendaris dari inggris, yaitu the beatles.
Aku tersenyum
Dia kembali duduk diatas sepeda motor king. Anehnya ia sandarkan dibecak dayung. Ku lihat standart dan jagak sepeda motor tidak ada. Suara knalpot racing memancing telingaku. Ia mengangkat tangan kanan dan melambai. Dan dia pergi meninggalkanku. Ku lihat tidak ada lagi polisi. Ku pergi pulang kerumah nenek. Masih dijalan sisingamaraja, vespa tua milik kakeku mogok dijalan. Apalah dayaku, hanya bisa mendorong sampai kerumah nenek. Dipersimpangan jalan rivai. Ku merasakan laju vespa bertambah. Aku terkejut saat dia kembali hadir. Mendorong vespa dari belakang. Dia tersenyum. Membuat diriku bersemangat.
“Hai.. Naik aja. Biar aku yang urus”
“Iya. Terima kasih” aku naik vespa dan didorong olehnya dari belakang. Sampai juga didepan rumah nenek. Ku hentikan laju vespa. Dia kembali mengangkat tangan kanan dan melambai sebagai tanda perpisahan.
“Terima kasih ya”
“Dah.... Aku akan kembali” itu yang kudengar teriakan dari kejauhan
Ku dorong masuk kehalaman rumah nenek. Ku tidak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang baik namun ku lupa untuk menanyakkan siapa namanya. Mungkin saja yang ia katakan benar. Suatu saat nanti dia akan kembali dan disaat itu aku akan menanyakkan namanya. Ku masuk kedalam rumah nenek. Terlihat ayah dan ibuku menungguku pulang.
“Kemana aja nak ?” tanya ibu
“Ahh.... Tadi keluar sebentar Bu” ku jawab sedikit merunduk
“Ya sudah. Kesinilah” ucap Ibu
Sore hari itu menjadi saat pertama kali aku bertemu dengan sahabatku. Andai saja aku tahu dia akan menjadi sahabatku. Akan ku katakan kepada dunia, Dia sahabatku. Malam hari, sekitar jam 12 malam. Aku dan keluargaku pergi berangkat untuk pamitan kepada kakek dan nenek. Oyah... Perjalananku dilanjutkan ke kota Medan. Ku melintasi sebuah hamparan hijau yang luas. Kata ayahku itu adalah lapangan golf milik salah satu perkebunan swasta dikota kisaran. Singgah SPBU untuk mengisi bahan bakar mobil. Melihat dari dalam mobil. Melintasi sekumpulan anak remaja, masih ingat aku kalau disalah satu dari mereka aku mengenalnya. Dia menaiki sepeda motor king. Dia adalah sang penyelamatkanku tadi sore. Dan dia juga adalah sahabatku kelak.
Masih dikota kisaran. Saat sudah berada ditugu selamat datang kota kisaran. Ada beberapa anak remaja menghentikan laju mobil. Dengan nyali yang nekat. Semua kendaraan yang melintas dihentikan sementara. Kata ayahku itu adalah kumpulan anak balapan liar. Maklum dulu masih aku smp. Masih banyak balapan liar dimana mana. Suara semakin bising. Saat kedua sepedamotor bersiap di start untuk memulai balapan. Berjalan seseorang yang tidak ku kenal sebelumnya. Berhenti didepan kedua sepeda motor. Kedua tangannya dibentang panjang dan seketika ia turunkan kebawah. Pertanda balapan liar dimulai. Aku tidak bisa melihat balapan liar dimulai. Kerumunan banyak anak remaja ditengah jalan. Masih terdengar sangat jelas laju suara sepeda motor.
Disebelah kiri mobilku. Para kumpulan anak remaja berteriak melompat lompat. Pertanda tim mereka menang, itu juga ucap ayahku sih. Terlihat seseorang berdiri diatas sepeda motor king. Kemudian ia melompat kepinggir jalan. Dia membiarkan sepeda motornya jalan sendirian dijalan. Kerumunan disekitarnya jadi membuat diriku tidak bisa melihatnya. Joki itu sebutan sang pengeset setan dan banyak yang mengatakan mereka sang joki penantang maut. Kadang tanpa lampu untuk balapan liar. Lebih gila lagi bisa sambil tidur dan memejamkan kedua mata diatas sepeda motor.
Salah seorang anak remaja melemparkan bom gas asap. Hingga membuat penglihatan tidak bisa jelas. Aku sadar kenapa mereka melakukannya, karna polisi datang tidak lama setelah mereka berhasil kabur. Menghilang asap dijalan. Aku dan keluarga melanjutkan perjalanan. Pihak polisi mengatur lalu lintas yang sempat terhenti.
Rasanya aku ingin seperti mereka. Aku merasakan bahwa mereka meluapkan kebebasan dengan cara mereka, namun itu dilarang keras. Saat aku mengatakannya kepada ayah dan ibu. Ku diam dan tidur untuk merilekskan pikiranku. Perjalanan yang panjang dan akhirnya tiba dikota Medan. Tepat jam 4 pagi, aku dan keluargaku tiba dibandara polonia. Dulu bandara masih polonia namun sekarang kualanamu menjadi penggantinya. Polonia yang dulu sudah menjadi lanut.
Jam 6 pagi. Aku dan keluarga berangkat menuju tempat wisata tujuan kami. Jam 10 pagi, aku dan keluarga tiba dibandara adisucipto, bandara kota Yogyakarta. Dihari ketiga tepat tanggal 3 Januari 2008. Dimana saat aku berjalan sejenak menikmati malioboro. Aku tidak sengaja mendorong tubuhku hingga seorang perempuan seusiaku pun terjatuh.
“Maafkan saya” Ku membantu dia untuk berdiri
Iya tidak apa apa” Dia tersenyum
Hujan tiba tiba turun deras didaerah malioboro. Ku terkejut tangan kanan ditarik oleh dirinya. Berteduh masuk kedalam mobil. Tubuhku mulai kedinginan. Baju yang ku pakai sudah basah terkena hujan.
“Ini....” Dia memberi sebuah pakaian untukku
“Apa ini” ku jawab melihat dirinya memberi pakaian
“Ini pakailah. Baju kamu sudah basah” katanya
Dia berbalik badan dan menutup matanya. Kemudian aku mengganti bajuku yang sudah basah. Setelah mengganti bajuku, dia kembali berbalik badan menghadapaku. Tiba tiba ada seseorang berlari dan masuk kedalam mobil.
“Kita pulang neng”
“Iya pak” jawabnya
“Kamu tinggal dimana ?”
“Aku hanya liburan disini” jawabku
“Iya. Menginap dihotel mana ?”
“Tidak jauh dari sini” jawabku
“Kalau kamu tinggal dimana ?” ku tanya
“Mau kamu dimana” jawabnya sambil tersenyum menyentuh wajahku. Aku jadi melamun. Disentuh lagi wajahku. Ku mulai siuman kembali. Dia tersenyum kepadaku dan aku mengikuti semua gerakkan senyumannya.
“Kamu tahu gak. Kalau aku sekarang jadi lautan sedangkan kamu jadi terumbu karangnya” ku katakan sambil tertawa kecil
“Memangnya kenapa ?” dia terheran
“Aku gak tahu, mungkin Tuhan tahu tuh. Tanya aja sama tuhan” jawabku sambil tertawa
Dia pun tertawa
Mobil berjalan meninggalkan malioboro. Melintasi alun alun kota Yogyakarta. Hari masih gelap dan hujan masih turun deras dikota itu. Aku tidak tahu pasti dimana aku berhenti, dia mengajakku keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumah mewah. Aku mulai terbodoh saat masuk kedalam rumah itu. Ku pikir pemilik rumah itu adalah orang yang sangat kaya. Dia berjalan dan menyapa seorang nenek yang lagi duduk menikmati hujan dihari itu.
Dia memperkenalkan diriku kepada seorang nenek, aku mulai menyadarinya kalau itu adalah neneknya. Dia juga berkata kepadaku kalau dia juga liburan di kota Yogyakarta. Aku dan dia kembali berjalan ke teras rumah. Hujan masih menemaniku dan dirinya.
“Katanya kamu liburan disini, tapi aku tidak melihat kedua orangtuamu ?” ku bertanya saat aku berdiri disampingnya
“Aku diantar ayahku dibandara dan dijeput oleh supir nenekku dibandara juga” jawabnya sambil memandang kedua mataku
“Nasib kita sama ya” ucapku
“Ah... tidak mungkin, memang kamu tahu dari mana ?” tanya dia
“Sama sama terbelenggu dibawah tangisan hujan” ku jawab sambil tersenyum
“Iya sih, kamu benar juga” ucapnya
“Aku putri...” dia mengulurkan tangan menghadapku sambil tersenyum manis. Aku langsung meraih tangannya.
“Aku kevin”
Suara hatiku berkata betapa manisnya senyuman kamu. Aku juga teringat ucapan sahabatku, kalau kamu mau melihat salah satu keindahan surga didunia, pastikan senyuman jangan pernah sedetikpun engkau abaikan. Sahabatku juga pernah berkata tidak perlu jauh jauh untuk menenangkan hati cukup melihat senyuman terindah adalah bentuk kenyamanan hati. Sisi lain dirinya seperti menyentuh diriku. Disaat ia menyentuh tangan kananku. Aku bertanya, apakah yang kalian rasakan disaat seperti itu dan apakah yang akan kalian lakukan setelah itu ? Dia berhasil membuatku membisu. Bukan satu hal yang mudah membuat seorang laki laki jadi membisu seperti yang aku alami saat itu. Ku teringat virgoun pernah berkata kamu adalah bentuk terindah baiknya Tuhan kepadaku. Ku terdiam membisu melihat ada pelangi dimatanya.
“Maaf...” aku melepaskan tangannya
“Maafkan aku” ucapnya
“Iya..” ku jawab
“Apakah kamu malaikat ?” ku tanya
“Tidak” jawabnya
“Apakah kamu bidadari surga ?”
“Tidak juga” jawabnya
“Apakah kamu putri ?”
“Iya” dia sambil tersenyum manis
Aku juga masih teringat saat sahabatku mengatakan sesuatu kepadaku, Jika kamu ingin menyapa hati lakukan dihati, jika kamu ingin mengenal namanya maka sebutlah namanya dan jika kamu ingin mengenal siapa Tuhannya maka kamu lafadzkan Allah didalam hati karna hati adalah Allah. Dan aku juga pernah mendengar ucapan sahabatku, Jika kamu dalam gelap maka pikirkan yang terang, jika kamu tenggelam maka pikirkanlah kalau kamu dalam keadaan menyelam, jika kamu terjatuh jangan pernah berpikir terlalu lama, bangkitlah karena dunia tidak sekecil yang kita pikirkan.
Hujan mulai reda. Hari sudah mulai gelap. Ku pamitan kepada dirinya untuk kembali pulang. Disaat aku merasa seperti sudah mengenal sekali kota itu, padahal aku bernampilan tenang saja kepadanya. Aku bingung saat tidak tahu harus kemana mana. Aku tidak tahu seluk beluk kota itu. Tapi sedikit demi sedikit berjalan keluar dari lindungan rumah itu. entah apa yang aku pikirkan saat itu. Dimalam itu, aku masih sendirian berjalan disisa sisa tangisan hujan.
“Kamu tidak sendirian masih ada aku disini”
Aku kaget melihatnya ada dibekakangku. Dia lagi dan lagi tersenyum manis. Ku berandai andai jika lautan melihat senyumannya, maka gelombang laut malu mnunjukkan dirinya.
Tapi aku takut terjerumus jurang dunia yang fana. Bagaimana dan apapun ceritanya dia bukan muhrimku. Ku takut sekali. Dia memang baik dan selalu tersenyum. Aku bahagia bisa berkenalan kepada dirinya. Butuh proses ketahapan berikutnya. Karena kata sahabatku, bahwa tahapan perkenalan ada tiga yang pertama kawan, kedua teman yang terakhir sahabat. Kata sahabatku kita akan menjadi lebah saat sudah bersahabat. Dan sahabatku berkata lebah adalah binatang yang mulia.
Namun hujan kembali turun deras. Aku dan dia berlari dan berteduh disalah satu warung dipinggir jalan. Ku lihat dia sudah kedinginan. Ku melihat ada sebuah sarung bagus diatas meja warung. Ku mendekati pemilik warung. Dia melihat gerak gerik tubuhku bercerita kepada pemilik warung. Ku iklhaskan untuk membayar sarung itu dengan sebuah handphoneku. Ku beri sebuah sarung kepadanya. Ku berharap dia adalah malaikat hatiku.
“Terima kasih”
Aku tersenyum
Dunia kini membisu, hujan jadi malu tidak bisa menahan tangisannya. Halilintar ketakutan dalam kesendirian. Mentari mulai rapuh. Melihat aku dan dia. Ku melihat delman berjalan mulai menghampiri. Aku terheran, melihat sang pengemudi delman seseorang yang telah menyelamatkan ku dari razia polisi sewaktu di kota kisaran.
“Dia seperti malaikat, tahu kalau aku kesusahan. Sepertinya dia mengetahui isi hatiku” ucapku dalam hati.
“Hai... Jangan diam aja. Cepat naik. Entar kalian kedinginan disitu. Jangan takut aku gak makan orang” ucapnya
Aku dan dia menaiki delman dan berkeliling kota Yogyakarta dalam derasnya hujan. Aku memperhatikan seorang yang mengemudi delman yang seperti malaikat itu. Namun dia tidak menoleh pun kebelakang. Dia tersenyum dan melirik kebelakang.
“Kalian mau kemana ?”
“Aku mau pulang kerumah” jawab putri
“Aku juga”sahutku
Menghenti delman dipinggir jalan. Dengan basah basahan, menghentikan laju taksi. Ku terus memperhatikannya. Ia melambaikan tangan seperti isyarat aku harus turun dari delman dan masuk kedalam taksi bersama putri. Dia menutup pintu taksi, aku sangat jelas melihatnya. Dia kembali berjalan menaik ke delman. Aku terheran kembali, saat melihat sarung tidak ada lagi, aku meraba kedalam celana. Handphoneku sudah berada ditanganku. Dia malaikatkah ? Itu perkiraanku dalam berpikir. Sampai didepan rumah nenek putri. Putri keluar dan masuk kedalam rumah. Aku sekarang sendirian untuk sementara, berharap bisa bertemu dengan dirinya suatu saat nanti. Taksi kembali berjalan. Sejenak memejamkan kedua mata kemudian berdering handphoneku. Ku terbangun. Keadaan berubah, aku berada didalam kamarku. Entah apa yang sudah terjadi, apakah yang sudah terjadi ? Aku tidak mau terbiasa dengan hal seperti itu. Hari itu hari pertama masuk sekolah kembali. Terus berjalannya waktu. Aku sudah berada ditahun kedua dimasa smpku.
Ditempat lain, waktu telah menggambarkan kisah sahabatku. Dia juga mulai masuk ditahun kedua masa smp. Dia ayun pedal sepeda melintasi kota kisaran. Senyuman kebahagiaan terlukis dihari itu. Sahabatku juga berkata, waktu ditahun keduanya dia sudah tidak lagi naik mopen, itu nama angkutan kota dikisaran. Ia sudah mulai naik sepeda untuk pergi dan pulang sekolah. Tidak salah, aku ingat sahabatku naik sepeda bmx hadiah ulang tahunnya. Kini sahabatku tidak lagi ikut ikutan balapan liar. Di ayun sepeda sepanjang jalan cokroaminoto. Berbelok ke jalan malik. Berbalik ke jalan cokroaminoto. Mengayun sepeda melintasi rel kereta api di simpang bunut. Dan akhirnya sampai disekolah.
Aku bilang sahabatku itu pintar tapi semenjak mulai smp sampai akhir kuliah, dia tidak pernah menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Sahabatku menjawab, tidak perlu orang lain mengetahuinya cukup Allah yang maha mengetahui. Sahabatku berjalan meninggal parkiran sekolah menuju ruangan kelas. Dihari itu hari senin. Upacara bendera dimulai. Namun sahabatku tidak memakai topi sekolah. Dia sahabatku santai saja, seperti dia akan pasti melalui semuanya. Upacara bendera dimulai. Berdiri dibagian belakang barisan kelas. Sedikit bersiul. Namun teman temannya tidak ada yang risih oleh tingkah laku sahabatku. Seorang guru berjalan dari ujung barisan. Dia sahabatku tidak menghiraukan siapapun termasuk guru tersebut.
“Hei... Mana topi kamu ?” Pak guru menegur sahabatku
“Dimakan tikus pak”
“Tikus apaan ?” bingung pak guru
“Tikusnya ada disini pak”
Dimana ?” tanya pak guru
“Ini...” sambil menujuk pak guru
“Kamu ya” wajah pak guru mulai mengelora seperti magma
“Santai aja pak. Dibawak enak aja hidup ini”
“Apa kamu bilang ?” Marah pak guru
Teman teman yang lain mulai ketakutan, sebab dia pak guru paling disegani oleh guru guru lainnya dan yang paling ditakuti banyak murid disekolah. Kemarahan pak guru mulai reda setelah sahabatku mencium tangannya. Menenangkan hati orang itulah andalan sahabatku. Siapapun hanyut akan dirinya.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam. Kenapa kamu mengatakan itu ?” ucap pak guru
“Tadi saya belum menyapa sesama muslim, Pak”
Pak Guru tersenyum
Kemudian Pak guru meninggalkan sahabatku yang masih berdiri dalam barisan kelasnya. Hingga upaca bendera selesai. Dia sahabatku tidak mengalami masalah apapun selama upacara dimulai. Kembali masuk kedalam kelas. Tidak beberapa lama masuk Pak guru. Seorang guru olahraga. Namanya aku ingat kata sahabatku adalah Pak Darul.
“Assalamualaikum” ucap pak darul berdiri didepan kelas
‘Waalaikumsalam...” jawab seluruh murid didalam kelas
“Pak...” sahabatku unjuk tangan
“Iya.. Ada apa nak ?” tanya pak darul
“Ayo tebak berapa skor liga inggris arsenal lawan liverpool tadi malam Pak ?”
“Tiga kosong untuk liverpool” jawab pak darul
Sahabatku mencatat skor hasil pertandingan. Dia sahabatku juga hobby dan gemar bermain bola, maklumlah ayahnya juga seorang pemain sepak bola sewaktu masih muda dan sekarang menjadi seorang pelatih sepak bola. Pak darul terheran. Kemudian Pak darul melanjutkan pelajaran mengenai permainan bola volli. Ku tahu tentang sahabatku dia hobby menonton dan bermain semua olahraga, Cuma satu hal sahabatku tidak menyukai bermain bola volli. Alasannya sederhana, karena sahabatku tidak bisa bermain bola volli.