Gue melihat Dewa yang berjalan sendirian di depan gerbang sekolah. Guepun berlari dan langsung menggandeng tangan Dewa.
“hai,” gue memamerkan senyum termanis gue pada Dewa.
Dewa hanya membalas senyuman gue dan mengacak-acak rambut gue. Itu kebiasaan Dewa. Dia selalu mengacak-acak rambut gue yang padahal sudah di sisir rapih sebelumnya. Gue dan Dewa berjalan sambil bergandengan tangan sampai masuk ke kelas. Dan tanpa gue sadari ternyata orang yang berjalan di belakang gue adalah Raka. Gue tidak menyadarinya karena dari tadi gue senyum-senyum bahagia sendiri karena bisa menggandeng tangan Dewa. Dan setelah gue menyadarinya, gue hanya bisa duduk tertunduk di kursi gue.
Kevin datang sendirian, gue bertanya kemana Sela. Dan Kevin bilang kalau dia sakit hari ini jadi tidak berangkat ke sekolah.
“kenapa dia ga nelpon gue dulu?”
“harus gituh?” Kevin duduk di kursinya yang satu bangku sama cowok gue.
“ya walaubagaimanapun gue kan sahabatnya. Jadi dia harus ngasih tau gue. Iyakan Dewa?” gue menghampiri bangku Dewa.
“kenapa lu bawa-bawa gue?” dia tidak memperdulikan ucapan gue dan kembali membaca komiknya.
“iyakan Raka?” akhirnya gue bertanya pada orang yang ada di sebelah Kevin. Yang dari tadi hanya diam.
“apa harus gue jawab?”
Kevin dan Dewa tertawa puas mendengar jawaban Raka yang kembali bertanya pada gue. Hal ini membuat gue terlihat bodoh. Ah cowok gue menyebalkan. Guepun kembali ke tempat duduk gue. Dan mulai tertidur di meja gue.
Gue duduk di salah satu kursi di dekat air mancur sekolah. Gue mulai membaca novel I’m Different karya Luke Benward*. Dan memasang headset di salah satu telinga gue. Gue menikmatti saat-saat yang tenang ini. Benar-benar damai. Lagu yang gue dengar sekarang adalah lagu Blue-Bigbang. Sejuk sekali hati ini. Walaupun lagunya bertema patah hati. Tapi suasana musiknya membuat hati nyaman. Setelah membaca sedikit gue menutup novel gue dan memejamkan mata gue. Tapi tiba-tiba ada yang duduk di sebelah gue. Gue berusaha tidak memperdulikannya dan tetap menutup mata gue, tapi tiba-tiba seseorang yang duduk di samping gue itu mengambil salah satu headset gue dan memasangkannya di telinganya. Guepun membuka mata gue dan melihat ke arah orang itu. Ternyata itu Tommi. Gue melongo melihat dia yang duduk di samping gue dan terlihat menikmati lagu yang gue putar hingga matanyapun ikut terpejam seperti gue sebelumnya. Guepun mematikan lagunya. Tommi melihat ke arah gue,
“kenapa dimatiin? Bentar lagi kan part yang bagus. Ah rusak suasana deh.” Dia membuka headsetnya.
“wah, lo marah sama gue? Bukannya lo yang duluan ngeganggu suasana? Hih!”
“idih, kenapa lo jadi sewot. Haha gue tau lo kesepian kan, karena Sela ga sekolah? Makannya pacaran woy! Hahahahahah!!” Tommi langsung pergi meninggalkan gue yang benar-benar marah sekarang.
“hyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, dasar lo curut alien!!!” gue teriak sekencang-kencangnya. Dan saat itulah gue melihat Raka yang sedang menatap gue. Gue langsung membuka lagi novel gue dan pura-pura membaca. -_-
Istirahat jam pertama. Karena gue kesepian persis seperti yang dikatakan Tommi guepun memutuskan untuk pergi ke atap sekolah. Ya sekolah gue punya atap yang rata. Tempatnya hampir mirip sama atap-atap sekolah yang ada di korea yang sering dipakai untuk menyendiri kalau tokohnya lagi galau. Mungkin itu juga yang gue rasakan sekarang. Gue galau karena gue kesepian. Sahabat gue kesayangan tidak sekolah dan pacar gue tidak mengakui keberadaan gue. Ngenes banget hidup ini.
Gue berjalan di tangga menuju atap gedung. Gue masih mendengarkan lagu lewat headset. Setelah membuka pintu, gue melihat sesosok manusia tepatnya seseorang sedang berdiri sendirian di tepi pembatas atap. Sepertinya dia sedang menerima telepon. Dan ternyata setelah gue melihat secara seksama orang yang ada di depan gue ini adalah Dewa. Guepun berjalan mendekat dan berniat untuk mengagetkan Dewa. Gue berjalan mengendap-ngendap, perlahan-lahan ke arah Dewa. Setelah sangat dekat dan Dewa tidak menyadarinya guepun bersiap untuk mengangetkannya. Tapi gue berhenti setelah mendengar Dewa mengatakan ‘IYA SAYANG, LOVE YOU!’. Dan seketika itu juga gue cengo, dengan wajah naas.
Setelah mengatakan hal itu, Dewa langsung menutup teleponnya dan membalikan badannya ke arah gue. Seketika itu juga Dewa kaget. Dia hampir melompat saking kagetnya melihat gue yang tiba-tiba ada di belakangnya.
“lo ngapain? Sejak kapan disitu?”
Sementara gue masih menundukan kepala gue karena perasaan gue yang naas. Tanpa menghiraukan gue, Dewa langsung duduk di kursi taman yang entah kenapa ada di atap gedung.
“lo bawa makanan ga? Gue laper,” gue tidak menjawab pertanyaan Dewa. “hey, Al? Lagian lo ngapain kesini?”
“lo sendiri ngapain? Centil banget sih nerima telpon aja musti ke atap!”
“kenapa? Lo cemburu?”
“idih, ya iyalah! Kenapa masih nanya. Lo ngapain sih ngomong kayak gitu tadi?”
“yang mana?”
“yang bilang sayang, love you juga! Alay tau,”
“hak gue dong. Diakan emang cewek gue. Wajar kali,”
“iya sih, tapi kan lo,”
“Ah udah-udah, lagian sebenernya lo mau ngapain kesini. Nyariin gue?”
“ngga, pd banget! Gue kesepian jadi gue kesini untuk menyendiri. Gue itu lagi galau,”
“hebat lu bisa galau, kenapa sih!” Dewa mengacak-acak rambut gue.
Meskipun hal ini membuat rambut gue berantakan tapi gue suka. Seenggaknya dia masih perhatian sama gue.
“Sela ga sekolah hari ini jadi gue kesepian.” Gue bicara dengan nada manja kepada Dewa.
“oh,”
Haduh tanggapannya hanya sebatas ‘oh’.
“eh iya, Dewa!” gue menatap Dewa serius.
“apa?” tapi Dewa menjawab tanpa sedikitpun melihat ke arah gue.
“kalau seandainya gue punya pacar, gimana menurut lo? Maksud gue, lo marah ga?”
Mendengar pertanyaan gue Dewa langsung melihat ke gue. Dia memicingkan salah satu alisnya.
“ya lo tau kan selama ini kan gue suuuuuuuuka banget sama lo, terus kalau pada akhirnya gue pacaran sama orang lain. Lo marah ga?”
Dewa tersenyum tipis. “kenapa gue harus marah? Itu kan hak lo. Lagian pd banget sih, kenapa lo sampe kepikiran kalau gue bakal marah atau engga seandainya lo pacaran. Wah kayaknya daya imajinasi dan fantasi lo tinggi.” Dan sekali lagi Dewa mengacak-acak rambut gue. -_-
“iya juga sih, lo kan ga suka sama gue. Ngapain juga lo marah sama gue.” Gue menundukan kepala gue naas.
“ya udah ah, gue mau turun. Mau ikut?”
“ngga lo duluan aja, lagian masih istirahat.”
Dewa langsung pergi meninggalkan gue. Guepun berfikir memang benar, apa hubungannya. Lagi pula Dewa tidak suka sama gue.
Beberapa minggu kemudian....
Hari ini Bunga, teman sekelas gue mengadakan acara ulang tahun. Dia mengundang seluruh anak di kelas. Tema partynya adalah ‘having fun in the secret garden’. Sepertinya party yang seru dan wajib di datangi. Di dalam undangannya tertulis bahwa yang diundang bebas membawa pasangannya. Dan saat inilah gue bingung, gue pergi ke pesta dengan siapa. Karena gue tidak mungkin mengajak Raka. Kalau gue pergi sama dia, berarti hubungan kita terbongkar. Ngajak Sela? Sudah pasti dia pergi dengan Kevin. Viko? Ah itu hanya mimpi -_-.
“lo berangkat sama gue aja?” gue memegang tangan Tommi agar dapat membujuk dia untuk pergi bersama gue.
“hih apaan lo, ngga, ngga. Gue mau ngajak cewe gue.” Tommi melepaskan tangan gue.
“yah, terus gue pergi sama siapa dong?”
Tiba-tiba Sela dan Kevin datang dan melihat adegan yang mengharukan antara gue dan Tommi. Persisnya sih penolakan.
“kenapa lo ga ngajak Dewa?” Kevin langsung duduk di kursinya. Sela juga menghampiri gue.
“iya, sama Dewa aja Al!”
“itukan ngga mungkin, dia pasti ngajak cewenya,”
“siapa yang ngajak cewenya?” Dewa datang dan langsung duduk di meja yang persis ada di depan gue.
“lo, ke party bunga. Lo pasti ngajak cewe lo kan?”
“cewe gue ga bisa dibawa malem-malem. Dia belum dapet izin.”
Mendengar hal itu mata gue langsung berbinar. Dan semua orang mengerti apa maksud binaran mata gue. Dewa hanya tersenyum ke arah gue. Itu tandanya dia mau pergi sama gue. Tapi saat itulah gue mendapat SMS dari Raka. Dia menanyakan gue pergi ke party sama siapa. Gue menjawab kalau gue akan pergi dengan Dewa. Tapi dia tidak membalas lagi. Dan tiba-tiba dia sudah berada di depan pintu kelas. Guepun hanya bisa nyengir kuda ke arah Raka.