“seneng?”
Tiba-tiba terdengar suara dari balik tirai yang memisahkan dua ranjang di ruang UKS. Tiraipun terbuka dan disitu ada Dewa. Gue tersenyum bahagia melihat Dewa.
“ya iyalah gue seneng, itu artinya lo masih perhatian sama gue. Buktinya lo gendong gue kesini, sendirian lagi. He!” gue berpose manis di depan Dewa.
Dewa turun dari ranjangnya dan menghampiri gue. Dia mendongakan tubuhnya ke arah gue. Dan mendekatkan wajahnya ke wajah gue, dan...
“berat!” seketika itu juga Dewa menunjuk dahi gue menggunakan telunjuknya dan langsung pergi meninggalkan gue yang menelan ludah dalam-dalam.
“makasiiiihhhhhh!!!” gue teriak sambil tersenyum lepas. Tandanya gue senang.
Guepun berusaha buat berdiri, tapi sepertinya efek benturan bola tadi masih terasa. Kepala gue masih terasa pusing. Gue duduk kembali di ranjang tempat gue tidur tadi. Gue mencari-cari handphone gue tapi sepertinya tidak ada disini. Sadar handphone gue benar-benar tidak ada. Guepun memutuskan untuk menanyakan pada Sela. Namun belum sempat gue keluar dari UKS, pintu UKS terbuka. Dan masuklah Raka.
Sekarang gue dan Raka sudah duduk bersama di ranjang gue tadi. Dan kita berdua masih sama-sama diam. Gue ga tau apa yang mau di katakan. Guepun hanya bisa menunggu.
“sorry!” itulah kata pertama yang keluar dari mulut Raka.
“hah?” gue memandang wajah Raka. “maksud gue, kenapa?” gue meralat ucapan gue.
“tadi yang ngelempar bola itu gue,”
“oh, ngga apa-apa kok. Gue tau lo ngelakuin itu supaya gue ga ikutan main kan?”
“kenapa bisa itu alasannya,”
“terus apaan dong? Atau jangan-jangan lo cemburu?”
“apaan si, gue bukan tipe cowok kayak gitu. Gue membebaskan lo buat deket sama siapapun. Karena gue juga mau bebas deket sama siapapun. Entah itu cowok atau cewek.”
Gue manggut-manggut mendengar ucapan Raka. Mungkin karena itu juga dia membuat hubungan ‘kita’ backstreet. Tapi tiba-tiba Raka mencium bibir gue. Membuat gue kaget, tapi suka :-D
...................
Raka melepaskan ciumannya sementara gue masih terhipnotis dengan ciuman Raka. Pandangan gue masih kosong.
“nanti gue anterin lo pulang!” Raka langsung pergi meninggalkan gue.
Tapi beberapa saat kemudian Raka kembali masuk dan melemparkan handphone gue.
“gue udah ganti nama kontak gue di handphone lo, kentara banget!”
“hah.....?”
Sebenarnya gue tidak mengerti dengan perkataan Raka yang terakhir, ‘kentara’ apa tuh? Baru denger gue. Tapi gue tidak menghiraukan hal itu dan langsung mencari nama kontak Raka. Di handphone gue bertuliskan,
“Big Bad Boy??”
(pulang sekolah)
“Al, gue duluan ya soalnya Kevin mau ke toko sepatu dulu. Katanya mau beli sepatu futsal baru.”
“oh, ya udah gue ngga apa-apa kok. Lo duluan aja.”
“bye,”
“ooooo,”
Setelah Sela pergi, guepun memutuskan untuk mulai berjalan pulang, dan saat itulah handphone gue berbunyi. Nama kontak ‘Big Bad Boy’ terpampang nyata di handphone gue.
“yoboseyo!”
“jangan ngomong pake bahasa korea deh, ini Indonesia. Lo dimana?”
“gue di deket tempat foto copy, kenapa?”
“kenapa lo nanya kenapa, gue kan tadi udah bilang. Gue bakal nganterin lo pulang.”
“oh iya yah, lupa. Maaf!”
‘tttuuuuuuuuut ttuuuuuuuuuut!”
Raka langsung menutup teleponnya. Suara dia terdengar sedikit marah. Tapi tidak apalah, karena memang gue yang lupa kalau dia mau nganterin gue pulang. Tak lama kemudian gue sudah berada tepat di belakang kemudi motor gedenya Raka. Dibonceng maksudnya.
Sesampainya di depan rumah, Raka langsung memarkirkan motornya dan merapihkan rambutnya yang sedikit kusut setelah di pakaikan helm. Sementara gue hanya menatap Raka.
“lo ga mau masuk?” Raka menghentikan aktivitasnya.
“ya? Eh, lo mau mampir dulu gituh?”
“iya, ga boleh?”
“boleh kok, ya udah yu masuk!”
Setelah masuk ke dalam rumah, gue mempersilahkan Raka duduk. Sementara gue mau ke kamar untuk ganti baju. Tidak lama kemudian gue selesai mengganti baju dan menghampiri Raka. Tapi sesampainya gue di ruang tamu, gue mendapati Raka yang sedang mengobrol dengan Abang gue, si rese Areas.
“hyaaaaaaaaaa, lo ngapain?” gue teriak ke arah Areas.
“maksud lo, gue?” Areas nunjuk idungnya.
Guepun menghampiri Areas dan menyeret Areas masuk ke ruang tv. Gue menatap Areas dengan tajam dan marah.
“mwo? Wae?” Areas ngomong pake bahasa Korea beserta nadanya.
“lo ngapain coba barusan? Lo nanya apa aja? Lagian kapan sih lo balik lagi ke Amsterdam? Bosen tau liat muka lo.” Gue benar-benar sewot sama abang gue.
“apaan si, gue cuman ngobrol kok. Nugu? Namja chingu?”
“ah, sana-sana!” gue mengusir Are dan langsung pergi menghampiri Raka.
“abang lo beda ya sama lo!”
“maksud?”
“dia keliatan, eeemmmm lo tau cerdas gitu sih bawaannya.”
“dia itu justru lebih bego dari gue. Eh, maksudnya dia ngga secerdas itu kok. Eh iya, emang kenapa sama nama kontaknya? Terus kentara itu apa?” gue penasaran makannya gue nanya.
“kentara itu keliatan jelas. Lagian standar banget ngasih nama kontak pacar baby. Ga kreatif.”
Gue hanya bisa diam mendengar ceramah dari Raka.
“ya udah kalo gitu gue pulang,” sebenarnya gue juga kurang paham kenapa dia kesini. Tapi ya sudahlah masa pacar mau mampir ke rumah, gue tolak.