Satu
Kepalaku pusing dan berat kala aku terbangun. Kuusahan diriku untuk membuka perlahan- lahan mataku. Tampak seorang laki-laki yang tengah tertidur sambil menggenggam erat tanganku. Kulihat rona lelah di wajahnya. Kuusahakan badanku untuk bergerak tapi bak aku tak memiliki daya untuk menggerakkannya.
Dengan sekuat tenaga kugerakkan tanganku.Tetes air mata mulai keluar. Dengan ketaksaan takdir perlahan-lahan laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Ia tampak terkejut kala melihatku. Ia mengucapkan sesuatu yang tak dapat kudengar, kemudian ia keluar dari ruangan serba putih gading ini. Kuhela napasku bak aku telah melewati masa yang suram
Tak lama kemudian, lak-laki tadi kembali datang bersama dokter dan beberapa perawat rumah sakit yang memakai pakaian yang tampak selaras satu sama lain. Mereka juga terkejut kala melihatku.Kulihat rona lega di wajah mereka. Kurasa kehadiranku menjadi kelegaan bagi mereka. Dokter pun memeriksa mataku dengan senter kecil miliknya.Dokter itu mengangguk dan juga mengucapkan sesuatu yang tak dapat kudengar. Entahlah, mataku kini menjadi sangat berat, kucoba untuk menutupkan mataku secara perlahan.
***
Sinar matahari tampak menyambutku kala aku terbangun. Kuperhatikan sekeliling yang di dominasi oleh warna putih gading. Kurasa ini ruangan tempatku kemarin. Kuhela napasku aman. Kucoba untuk berbicara, namun terasa sulit sekali. Kucoba untuk menggerakkan tubuhku juga, namun terasa sulit juga. Aku menghembuskan nafas gusar. Aku mencoba mengingat apa sebenarnya yang terjadi, namun yang hanya kudapat adalah kepalaku yang menjadi sakit.
Pintu cokelat yang berafa di sebelah kiriku terbuka dan tampaklah laki-laki tadi malam sambil memakai masker dan topi serba hitam.
"Eh, udah bangun? Aku panggilin dokter bentar!" ucapnya sambil keluar lagi. Aku berpikir sejenak. Kini, aku menyadari bahwa sekarang aku berada di rumah sakit. Tetapi kenapa aku berada di rumah sakit?
Tak lama kemudian, laki-laki tadi datang bersama dokter dan beberapa perawat tadi malam. Mereka tampak tersenyum ramah kepadaku.
"Selamat pagi, Rebecca!" sapa hangat dokter itu. Aku ingin membalas sapaannya dan bertanya kenapa aku berada di sini, namun aku belum dapat berbicara.
"Kami senang karena kamu telah siuman dari koma selama dua tahun yang lalu. Mungkin ini adalah takdir dari Tuhan. Awalnya kami putus asa akan keadaanmu, tetapi sekarang kami senang bahwa kami tidak salah untuk mempertahankanmu. Mungkin kamu kaget dan juga memiliki segudang pertanyaan untuk ditanyakan bukan? Untuk sementara waktu kamu belum dapat mengingat apapun akibat koma selama dua tahun ini, Namun ingatan kamu akan kembali dengan berjalan seiringnya waktu. Juga kamu belum bisa menggerakkan anggota tubuhmu karena efek dari koma ini. Jadi, perawat Sita dan Aya akan membantu kamu. untuk memulihkan otot-otot tubuhmu agar bisa digerakkan kembali" jelas dokter itu sambil memperkenalkan perawat yang datang bersamanya. Mereka tersenyum hangat kepadaku.
"Namaku Rebecca, aku bersyukur waktu itu Tuhan membangunkanku"
Bagus banget
Comment on chapter Prolog