Read More >>"> SiadianDela (Lawu Mountain) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SiadianDela
MENU
About Us  

Hari berganti hari, tahunpun berganti tahun, hubungan Dela dan Rendi semakin berkembang dengan baik, dengan rasa saling memiliki, rasa saling percaya, dan rasa cinta tentunya. Persahabatan antara Figo, Tara dan Axel juga berjalan mulus, Rendi tidak terlalu sibuk lagi dengan organisasi kampus, karena sudah regenerasi, sekarang adalah tahun dimana Rendi, Dela dan lainnya harus berjuang untuk kelulusan mereka, semester 7 menjadi tanda berjalannya hubungan Dela dan Rendi selama 2 tahun lebih yang diiringi dengan banyak hal.

Satu minggu sebelum kuliah semester 7 dimulai, dikantin fakultas Hukum sedang sangat ramai karena jam makan siang dan para mahasiswa banyak yang datang ke kampus untuk mengurus KRS dan banyak hal.

“Dela, semester ini kamu masih ada kuliah?” tanya Rendi sambil memakan somaynya.

“KKN ama Skrpsi doang kok. IPK aku dah cukup, males nambah-nambah atau perbaikan.” Ucap Dela sambil merapikan KRSnya kedalam map.

“Figo gimana?” tanya Rendi.

“hahah dia mah masih banyak, tapi bisa wisuda bareng kok.” Ucap Dela. “soalnya udah janji, harus lulus bareng.”

“hahhha, gitu yahh.” Ucap Rendi sambil mencubit pipi Dela. “kamu ko kurusan sih?”

“kurusan apanya?”

“btw gue bingung deh Del, gue kok ga pernah bosen yah sama lo, kita ketemu hampir tiap hari, liburan bareng, pas ke jakarta juga jalan bareng, gila-gila, kita ga pernah pisah del.” Ucap Rendi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

kamu ga bosan karena kamu punya orang selain aku.” Ucap Dela dalam hatinya. “hahaha jadi kamu mau bosen?” tanya Dela sambil tersenyum.

“ya engga lahh.”

“kamu kuliahnya apa ajah semester ini?” tanya Dela.

“sama kaya lo, KKN ama Skripsi. Kita kan masuk satu minggu lagi, naik gunung yok la, gunung Lawu.”

“what? Naik gunung? Sama siapa?” tanya Dela.

“humh anak BEM, berangkat Rabu. How?”

“ya udahh. Aku ikut-ikut ajah kalo kamu ada.”

“okayy, perlengkapan yang kita beli pas naik ke Prau masih ada kan dirumah?”

“masih kok Rendi, nanti aku cek lagi.”

“nanti malam lo mau kemana?” tanya Rendi.

“ga kemana-mana, kayanya dirumah ajah. Mau olah raga biar naik Lawunya ga cape.”

“hhahhaha good girl.” Ucap Rendi sambil menepuk-nepuk kepala Dela

Malampun tiba, dikediaman Dela, Dela sudah siap-siap untuk berolah raga dan telefonnya berdering.

“sayang, kamu dimana?” tanya Rendi.

“ini mau olah raga.”

“hahaha beneran olah raga yah, oke deh semangat.” Ucap Rendi.

“kamu lagi ngapain?”

“mau ke kostan Donny.”

“okay hati-hati.” Tutup Dela. Dela meletakkan hp nya diatas meja dan belum melangkah menuju treadmill hp Dela sudah bunyi lagi.

“kenapa Xel?” tanya Dela.

“lo dimana la? Ga ada kerjaan kan? Gue mau minta tolong banget.”

“minta tolong apa?’

“tolong jadi vokalis band gue, gue ngisi acara di Tavern, vokalis gue tiba-tiba sakit.” Ucap Axel.

“what vokalis?”

“iya Del, please. Gue jemput lo sekarang, gue ga mau tau.” Telepon terputus.

Dirumah Delapun galau, galau dengan janjinya akan berusaha dengan Rendi,

“Del, kemarin tante Haruna nemuin gue.” Ucap Rendi, saat Dela dan Rendi makan di salah satu mall di Jakarta.

“what? Kapan dan dimana?” ucap Dela dengan sangat terkejut.

“yash... katanya gue bakal dapat restu kalo gue bisa nahan lo ga bakal nyanyi dan nge Dj lagi.” Kata Rendi sambil memotong steaknya.

“what? Kenapa mama childish banget yah?” ucap Dela. “kamu santai ajah, mama main-main kok.” Ucap Dela.

“tante Haruna ga main-main la.” Ucap Rendi sambil memandang Dela dan menghentikan aktivitasnya.

“iya aku ngerti kok. Kamu makan lagi yah.” Ucap Dela yang selalu bertujuan menenangkan Rendi.

5 menit kemudian Axel sudah berada di depan rumah Dela, dan Dela akhirnya memutuskan untuk membantu Axel.

“kok lo bawa motor xel?” tanya Dela bingung sambil menerima helem yang diberikan Axel.

“gak papa del, gue lagi pengen low profil ajah.”

“hahh? Jangan bilang usaha kamu bangkrut?” tanya Dela dengan serius.

“ya enga laa. Enak aje luu.”

“trus ngapain lo ngeband di cafe?”

“humh gue punya temen yang lagi butuh dana, dan gue pengen ngasih gitu ajah, dianya ga mau, kalo emang pengen bantu, ya nyari sama-sama dia bilang kaya gitu la.” Ucap Axel sepanjang jalan.

“owhh... bagus dong, berarti temen kamu ga mau hutang budi. Huhh, udah lama ga naik motor.” Ucap Dela sambil menengok kiri kanan.

“hummhh seneng kan lo, gue boncengin.” Ucap Axel sambil memperhatikan jalan motornya.

Rendi sedang berada di dalam mobil, didepan sebuah kosan dan menunggu seseorang.

“maaf Ren, kamu nunggu lama yah?” tanya Yuna sambil naik kemobil Rendi.

“haha engga kok. Kita mau jalan kemana?” tanya Rendi sambil memulai menjalankan mobilnya.

“aku mau belanja sih, ke mall bentar boleh? Abis itu baru makan” tanya Yuna.

“boleh, ke mall mana? Paragon?”

“yash itu juga boleh” ucap Yuna.

Sesampainya di mall, seperti biasa Rendi hanya mengantar Yuna dan menunggu di mobil. Hal ini dilakukan Rendi karena mal merupakan tempat yang sangat ramai dan bisa bertemu siapa saja yang tidak terduga dan Rendi tidak mau itu terjadi. Satujam berlalu, Yuna kembali membawa beberapa kantong belanjaan dan mereka langsung melucur ke tempat makan.

“kita makan di Spiegel ajah yuk biar ga terlalu jauh.”

“okay.”

Rendi dan Yuna juga selalu makan di tempat yang lumayan fancy agar potensi mereka terlihat lebih sedikit dikalangan mahasiswa.

“Yuna aku mau nanya sesuatu sama kamu.” Ucap Rendi sambil memutar sendok spagetinya.

“nanya apa, tanya ajah.” Ucap Yuna dengan antusias menatap Rendi.

“kamu taukan kita udah jalan 2 tahun, dan kamu tau sebenarnya aku punya pacar, tapi kenapa kamu masih mau?” tanya Rendi.

“ahhahaha karena tante Riana berpihak sama aku Ren, dan aku tau kamu ga bakal ngelawan tante Riana, jadi istilahnya, walaupun kamu jalan sama Dela, itu ga ngefek sama hasilnya nanti, karena masa depan kamu, bersama aku.” Ucap Yuna dengan penuh percaya diri sambil memegang tangan Rendi namun Rendi langsung menariknya.

Rendi selalu merasa bersalah setiap jalan dengan Yuna, perasaan takut telah menyakiti hati Dela selalu terbayang, namun ada yang lebih ditakutkan Rendi, yaitu takut menyakiti mamanya karena mamanya seorang single parents dan sudah cukup menderita. Handphone Yuna berdering

X Yuna kamu dimana?

O lagi dinner sama Rendi. Why?

X lo dinner dimana? Lo tau ga gue punya berita bagus banget sama lo

X P

X P

X P

O di Spiegel, berita apa Sa. Duh gue lagi dinner ya kali megang hp mulu

X gue lagi di Tavern, dan lo tau siapa yang nyayi? (Send Picture)

O what?

“Rendi gue ke toilet dulu yah.” Ucap Yuna sambil bergegas ke toilet dan langsung menelepon Salsa sahabat Yuna.

“Sa lo seriusan itu Dela?” tanya Yuna.

“iya Yun, gila ajah, lo bilang dia tajir banget, ya kali nyanyi di Cafe.” Ucap Salsa diseberang telepon.

“hah? Dia nyanyi disana? Gila... buat apa?”

“ya udah makanya, lo bilang dia tajir banget, lo bohong banget.”

“Dela itu putri satu-satunya Haruna Calyana, puas lo... huh, gue sampe ngomong kan.” Ucap Yuna kesal.

“WHAT?” teriak Salsa yang hampir membuat Salsa menjadi perhatian di cafe tempat Salsa berada. “gila sih lo, kesentil mati lo Yun.”

“please lo ikutin dia, ehh, ga usah, tanya ajah mereka perform lagi kapan.”

“lo yakin?” tanya Salsa.

“iya Sa, okay udah dulu ya Sa, bye” tutup Yuna dan segera berlari ke meja Rendi.

“maaf Ren lama.” Ucap Yuna sambil duduk dikursinya.

“ga papa, kita balik yuk Yun, udah jam 10.” Ucap Rendi sambil meranjak dari kursinya dan pergi kekasir.

“okay...”

Diperjalanan Rendi dan Yuna hanya diam mendengarkan lagu di play list Rendi. Skinny love.

“Rendi, aku mau nanya sesuatu, kamu ga bisa yah lihat aku ajah?” Ucap Yuna yang membuat Rendi menghentikan mobilnya di depan kosan Yuna.

“Yuna, aku ga bisa ninggalin Dela, dia itu hidup aku Yun. Kamu tau kan alasan aku jalan sama kamu selama ini kar...” ucap Rendi datar seakan sudah sangat muak karena mengatakannya terus menerus tanpa menatap Yuna sama sekali, Rendi hanya memfokuskan pandangannya kedepan.

“stop, i got it. i will try to be patience.” Ucap Yuna.

“engga gitu Yun, lo cukup ga ngadu sama mama, kalo gue ga ngajak lo jalan.” Ucap Rendi yang sudah menggenggam stir dengan sangat keras menahan emosinya.

“gue ga bisa Ren, gue juga ga bisa tanpa lo. Gue cinta sama lo Ren. Gue bakal kasih segalanya Ren.” Ucap Yuna yang sudah meneteskan air matanya.

“gue ga bisa Yun, ini udah malem, kamu balik ajah.” Ucap Rendi sambil melepas seatbelt Yuna dan Yuna langsung mencium bibir Rendi. Rendi langsung menghindar

“yun lo apa-apaan sih.” Ucap Rendi kesal.

“maaf Ren, gue Cuma mastiin perasaan gue ajah, dan gue tetap berdebar hahaha.” Ucap Yuna sambil tertawa garing dengan tatapan kosong sambil membuka pintu dan membawa melanjaanya keluar dari mobil dan menutup pintu. Rendipun langsung pergi tanpa berkata apapun.

Hari ini Rabupun tiba, teman-teman Rendi dari BEM pun berdatangan kerumah Dela, karena mereka merencanakan berangkat dari rumah Dela dengan 2 mobil, yaitu mobil Rendi dan salah seorang anak BEM yaitu Rico.

“halo... Rendi? Loe dimana? Gue sama anak-anak udah didepan rumah yang lo kasih alamatnya. Tapi ga salah?” tanya Rico bingung melihat seseorang tidak mungkin tinggal dirumah sebesar ini.

“okayy, gerbangnya udah buka, masuk ajah.”

“owh iya, okay.” Ucap Rico sambil memasukan mobilnya ke rumah Dela dan mematikan telepon.

Percakapan di dalam mobil.

“gilaa, pantes lo ga dipandang sama Rendi, Tif.” Ucap Jasmine yang sedari tadi matanya menjelajahi sekelilingnya.

“apalah aku butiran debu.” Ucap Tifa sambil turun dari mobil.

Setelah semua turun dari mobil, mereka mengambil tas masing-masing dan menyusun perlengkapan, seperti tenda, matras, kantung tidur, dan peralatan lain-lain. Seperti biasa tas wanita hanya berisi makanan dan pakaian pribadi mereka sementara laki-laki membawa tas carier yang sangat besar,  sebuah gosip mengatakan semakin berat beban yang dibawa laki-laki tersebut, menunjukan setangguh apakah dia.

“ehh kenalin dulu, dari tadi packing, ga kenal tuan rumah. Ini Dela.” Ucap Donny.

“owh iyaa, Rico mantan Humas.”

“ih apaan sih lo co,” ucap Donny yang hampir menipuk Rico dengan kantung tidur.

“Prasetyo”

“Jasmine.”

“Angga”

“gue ga perlu kenalan kan La.” Ucap Donny.

“hahah iya, kamu Tifa kan udah lama kenalnya.” Ucap Dela

“Dela, obat-obatan udah dibawa? Jaket udah? Kaos kaki, sarung tangan?” tanya Rendi.

“udah kok.”

“okay Lets go.” Ucap Rendi sambil membuka bagasi mobil untuk menyusun barang-barang mereka, begitu juga dengan Rico.

Rico bersama dengan Jasmine, Tifa, dan Prasetyo sisanya bersama Rendi. Perjalanan dimulai dari jam 12 siang dengan estimasi jam 6 sore sudah sampai di kaki Gunung Lawu, mereka akan melewati jalur pendakian Cemoro Sewu, dimana jalur ini adalah jalur termudah untuk menaiki Gunung Lawu tersebut. Gunung Lawu merupakan Gunung yang berada di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, memiliki tinggi 3263 meter diatas permukaan laut, dan termasuk gunung yang memiliki suhu terdingin di pulau Jawa. Sepanjang jalan pemandangan sangat memanjakan mata, pegunungan dan perkebunan menghiasi. Suasana didalam mobil juga sangat seru, berbanding terbalik dengan apa yang dibayangkan Dela, ketika anak-anak organisasi berkumpul akan diam, serius dan kikuk, ternyata tidak sama sekali, sangat banyak canda tawa dan pembicaraan yang terjadi sampai tidak terasa mereka telah sampai di pos Cemoro Sewu.

“huft untung ga hujan.” Ucap Rico sambil membuka bagasi mobilnya dan mengeluarkan barang-barang mereka, begitu juga dengan Rendi.

“lo Registrasi dulu Pras.” Ucap Angga.

“okayy, yuk Min, temenin gue.” Ucap Prasetyo sambil menarik tangan Jasmine.

“iya, ga usah tarik-tarik Pras.” Ucap Jasmine sambil mengikuti Prasetyo.

Semua anak telah memegang tas masing-masing, memegang senter masing-masing, dan perlengkapan masing-masing.

“okay, karena jam udah hampir jam 7, kita harus berangkat, pertama kita ga ngejar sunrise yah, kita jalannya santai ajah, kedua, kalo cape atau mau buang air kecil, dibilang ajah. Tapi kalau cape, jangan sering diucapin, nanti jadi ke main set, hahhaha, ketiga, kalo kalian lihat sesuatu yang ga bisa dilihat, please, ga usah bilang temen lo, bilang kalo kita udah balik kesini, dan jaga sikap dan omongan. Okay?” Ucap Angga ditengah lingkaran yang mereka ciptakan.

“okay.” Ucap serentak tim tersebut.

“good, buat yang mimpin jalan, Rendi yahh, yang dibelakang gue ajah.” Ucap Angga lagi. “okay, untuk memulai perjalanan kita, berdoa menurut kepercayaan dan agama kita masing-masing, berdoa dimulai.” Hanya berselang 10 detik “berdoa selesai.”

“lets go...” ucap Tifa sambil memantapakan tasnya.

“okayy, Del, lo dibelakang gue.” Ucap Rendi yang mulai berjalan dan disusul Dela.

“gila gila sih yang pacaran dipantau terus. Yang mantau gue siape?” Ucap Jasmine melangkah mengikuti Rico disambung tawa anak-anak lain.

Jalan yang dilalui dapat dikatakan mudah dan sulit, mudah ketika jalannya telah tersedia dan tak harus meraba-raba lagi, sulit ketika tracknya terbuat dari susunan batu-batu alam yang jika salah mengambil langkah, terjatuh atau terpeleset maka resikonya sudah tak terbayangan.

“hati-hati yah guys, jalanannya kayanya basah, kayaknya tadi disini hujan deh.” Ucap Rendi.

“iya nih, duh gue khawatir ntar hujan.” Ucap Angga

Perjalanan sudah dilaksanakan 30 menit namun belum ada yang meminta istirahat

“gila cewe-cewe strong juga yah, udah 30 menit lohh, ga ada yang minta istirahat.” Ucap Angga.

“njayy, gue mau mau mati.” Ucap Rico sambil mencari posisi untuk bersandar dan mengambil minum. Hampir semua anak-anak tertawa melihat Rico seperti itu.

“lo sihh, ga pernah olah raga, belajar mulu.” Ucap Tifa yang tetap berdiri namun membungkukkan badannya.

“okay udah 2 menit, jalan lagi yok. Ntar otot-ototnya keburu kendor” Ucap Angga.

Rendi memulai perjalanannya lagi disusul yang lain, setelah perjalanan yang cukup melelahkan dan beberapa kali istirahat sampai akhirnya jam menunjuk angka 11, mereka telah sampai di post 2 dan berencana untuk mendirikan tenda dan makan malam. Suasana post 2 yang dikelilingi pohon-pohon yang masih belum tumbuh besar, membentangkan pandangan ke langit lepas.

“gila cape banget.” Ucap Rico sambil melepaskan jaketnya dan “wahh... dingin banget.” Ucapnya sambil menggunakan jaketnya kembali.

“wkwkkwkw lol emang.” Ucap Prasetyo. “Dela lo kok diam ajah sih dari tadi?” tanya Prasetyo yang memperhatikan Dela sedari tadi.

“hum? Ahahaha gak papa kok.” Ucap Dela sambil membantu memasang tenda Rendi.

“Jasmine, tolong senterin dong, gue ga kelihatan ini.” Ucap Angga yang membuat Jasmine beranjak dari tempat istirahatnya dan menyenterin Angga.

“bukan gue Jasmine, ini gue mau nusuk pasak.” Ucap Angga diikuti cahaya senter mengarah ke pasak.

“lo semua cewe-cewe suaranya kaya mahal banget.” Ucap Angga kesal.

“ntar kalo ngomong jadi cape.” Ucap Tifa sambil melebarkan beberapa matras didalam tenda yang sudah dipasang.

“udeh-udehhh, ini tenda dua udah jadi, tidur sesuai yang di mobil tadi.” Ucap Donny.

“yee... kutil, enak ajeh lo.” Ucap Jasmine sambil mencubit lengan Donny.

“iya... iyaa... ampun sakit banget Jasmine.” Ucap Donny sambil menggosok-gosok lengan bekas cubitan Jasmine.

“ini tenda buat cewe.” Ucap Angga sambil menunjuk tenda berwarna pink “ini buat cowo.” Sambil menunjuk tenda berwarna hijau. “okay masukin barang-barangnya dulu, dan yang ditasnya ada makanan dan minuman dikeluarin yah.”

Dela, Jasmine, dan Tifa masuk kedalam tenda pink tersebut, dan mengeluarkan makanan dan minuman yang ada ditas mereka, beserta kantung tidurnya.

“lo mau make?” ucap Jasmine sambil memberi Dela minyak kayu putih.

“owhh iyaa, makasih.” Ucap Dela sambil mengambil minyak kayu putih itu dan menggunakannya ke perut dan lehernya.

“dingin parah, ga kebayang kalo hujan.” Ucap Tifa sambil menggosok kedua lengannya.

“ini, minyaknya Jas, tenkyu.”

“keluar yuk, biar makan.” Ucap Jasmine sambil merangkak keluar tenda dan membawa indomie dan telur.

Posisi tenda yang berhadapan membuat proses masak memasak berada di antara tenda mereka, Dela, Jasmine, dan Tifa duduk bersampingan di depan tenda mereka, sementara di tenda satunya, hanya Angga, Rendi, dan Prasetyo yang duduk di depan tenda, sementara Rico dan Donny duduk didalam, karena tidak muat.

Angga menghidupkan kompor dan mengeluarkan nesting untuk memasak air untuk membuat teh, dan kompor satunya lagi untuk memasak indomie. Hal yang unik ketika berada digunung, yang masak umumnya cowok.

“ini kompor lo kok warna pink sih Ren, lucu banget.” Ucap Prasetyo sambil memecahkan telur lalu dimasukkan kedalam nesting.

“owh, pas belinya, emang warna pink semua. Warna favoritnya Dela.” Ucap Rendi sambil melihat Dela dan tersenyum, dan dibalas Dela.

“Jasmine tolong buka airnya dong.” Ucap Angga. “sekalian Tifa buatin teh yah.”

“okay.” Ucap Tifa dan Jasmin membuka botol air dan memberikan ke Angga.

“Dela, tolong ambil piring dan sendok, kayanya mie nya udah mateng.” Ucap Prasetyo.

“owh iya ini, udah disiapin kok.” Dela memberi piring dan sendoknya kepada Prasetyo.

“ini mienya bagi dua yah, soalnya, piringnya Cuma 4 doang.” Prasetyo menuang mienya ke piring dan memberikan kepada Donny. “Don, ini lu bagi dua ama Rico.”

“dih ogah gue bagi ama dia, dia kan makannya banyak.” Ucap Rico.

“ya udah lo bagi sama rumput ajah sana.” Ucap Donny sambil menyuap mie tersebut kemulutnya. “parah enak banget.” Ucap Donny.

“ihh badak, sini giliran gue.” Ucap Rico sambil merebut piring dan sendok dari Donny.

“lo berdua ga dimana-mana berantam mulu.” Ucap Rendi sambil menerima mie dari Prasetyo dan berdiri.

“Dela, kia makan disana yuk.” Ucap Rendi sambil menunjuk pondok post dua yang kebetulan kosong.

“gak papa nih?” tanya Dela sambil melihat anak-anak lain.

“ya elah santai buk.” Ucap Jasmin. “ini teh lu berdua, biar makin anget.” Ucap Jasmin lagi sambil memberi Dela teh di gelas plastik. Delapun beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pondok tersebut dan duduk disamping Rendi.

“mereka manis banget yah.” Ucap Jasmin sambil mengocok tehnya.

“hahahha... dulu gue ga nyangka mereka jadian.” Ucap Donny.

“mereka kenal dimana?” tanya Rico sambil menyeruput tehnya.

“lo ingat ga olimpiade 2 tahun lalu, pas gue ketuanya?” ucap Donny.

“iya gue inget, gila mereka pacarannya udah lama?” ucap Rico tak percaya.

“masa sih Don? Soalnya gue kayaknya pernah lihat Rendi jalan sama anak ekonomi deh.” Ucap Prasetyo. “namanya Yuna.”

“what? Loe serius?” tanya Tifa.

“ya ampun, serius gue, gue nyapa malah.” Ucap Prasetyo.

“mungkin mereka jalan-jalan doang kali.” Ucap Angga sambil memakan indominya. “makan Pras, ntar bengkak.”

“iya kali yah.” Ucap Jasmine.

Dipondok pos 2, Dela duduk disamping Rendi sambil memakan indominya, dan tetap menggengam tehnya di gelas plastik karena terasa hangat. Malam itu cuaca sangat bagus karena habis hujan, langit sangat bersih, yang terlihat hanya bintang-bintang, dan udara yang sangat dingin.

“wahh, dingin banget.” Ucap Dela sambil menyeruput tehnya “ini Ren, kamu minum dulu.”

“lo ajah yang minum, gue ga papa kok.” Ucap Rendi sambil menepuk-nepuk kepala Dela yang ditutupi topi hoodinya.

“ini masih post 2 yah Ren, berarti ada 3 post lagi, dan puncak. Lumayan juga yah.” Ucap Dela lagi.

“iya, masih jauh Del, kalo lo ga kuat bilang yah.”

“enak aja, kamu tuh weak, kalo tadi aku yang didepan mungkin kita udah nyampe post 3, Cuma gara-gara kamu lambat yah gitu deh.” Ucap Dela sambil tersenyum dan langsung  lehernya dikunci Rendi di lengannya.

“ngomong apa barusan?”

“hahahha... ampun Ren. Iya kamu yang tercepat dan terkuat.” Ucap Dela sambil tertawa dan mencoba melepaskan kepalanya dari lengan Rendi.

“hahaha, makasih Rendi udah kuat, udah jaga aku sampe sekarang.” Ucap Dela pelan sambil memegang lengan Rendi yang masih telingkar di lehernya.

Rendi hanya diam dan memeluk Dela dengan tangannya kananya.

“nanti kalau aku udah selesai kuliah, aku pengen buka cafe Ren. Kokinya aku sendiri.”

“cafe? Hahahah cafe apa?” tanya Rendi sambil memandang langit.

“cafe apa ajah, belum tau tapi pengen kaya cafe tante Miya.”

“hahhaa, apa sih yang ga bisa lo buat?” tanya Rendi sambil tersenyum dan terlihat sangat menikmati malam dengan Dela di sisinya. “ga tau kenapa? Cuma lo yang bisa buat gue tenang Del, tapi cuma lo juga yang buat gue takut.” Rendi memejamkan matanya dan menjadi tidak fokus dengan Dela.

“Rendi, gimana? Cocok yang mana?” tanya Dela.

“apanya yang cocok?” ucap Rendi yang tersadar dan membuka matanya.

“namanya bagusan Deandela atau Sia?”

“hahaha ga Rendiela atau Delaren, hmm.. apa lagi yah? Siandi?” ucap Rendi.

“ternyata kamu alay juga yahh, hahaha udah ke tenda yuk, aku udah ngantuk, dan udah ga kuat diluar.” Ucap Dela sambil keluar dari rangkulan Rendi dan berjalan menuju tenda.

“pake salonpas dikakinya sebelum make kaos kaki.” Ucap Rendi ketika Dela masuk kedalam tenda.

“okayy. Good night.”

Didalam tenda, Dela tidur di pinggir, dan terlihat Tifa dan Jasmine sudah tidur. Delapun melakukan ritualnya, agar tidak kedinginan lagi seperti yang terjadi di Gunung Prau sebelumnya. Dela memasang koyo ditapak kakinya dan menggunakan kaos kaki yang menutup celananya sehingga tak ada celah, lalu meminum seteguk Tequila yang memang sengaja dibawa. Delapun mencoba tidur dan langsung terlelap.

Pagi-pagi sekitar jam 7 Angga sudah berteriak membangunkan anak-anak dan membuat sarapan. Sarapan pagi ini hanya teh, kopi, dan sari roti.

“gila, Angga, gua masih ngantuk banget.” Ucap Jasmine yang mencoba menutup telinganya.

“bangun woi.” Ucap Prasetyo sambil menggoyang-goyang badan Rico.

“sumpah, gue kok ngerasa lagi di ospek yah?” ucap Donny yang sudah duduk namun masih memejamkan matanya.

Diluar tenda, Rendi sudah memakan roti dan tehnya, dan Delapun keluar disusul Tifa.

“nih buat lo?” ucap Rendi sambil memberi Dela tehnya dan Rotinya.

“kamu gimana?” tanya Dela yang masih setengah sadar.

“udah kenyang kok.” Ucap Rendi sambil tersenyum

“ayo semua sarapan, biar kita kepuncak.” Ucap Angga lagi.

“kita kepuncak ga bawa barangkan.” Ucap Prasetyo.

“iyaa, kita bawa minum ajah. Ntar pas udah balik, baru lipet tenda.”

“iya Angga, ini lagi sarapan.” Ucap Jasmine.

“ini udah jam 7 pagi, estimasi gue, kita bakal dipuncak jam 12 siang, terus balik dan nyampe di basecam jam 8 malam.” Ucap Angga lagi.

“what? Gue bisa nunggu kalian ajah ga?” tanya Rico.

“iya gue juga, ucap Jasmine.”

“ya elahh, gitu dong udah nyerah.” Ucap Prasetyo sambil mengambil tongkatnya dan bersiap-siap.

“okay, gue bawa jalan lagi yah.” Ucap Rendi sambil berjalan menuju puncak dan disusul anak-anak.

Diperjalanan pagi ini cukup sulit, dimana banyak dari mereka yang harus mencari tempat untuk buang air besar, karena rutinitas pagi, dan jalan yang ditempuhpun sangat sulit, dengan kemiringan 50 derajat dan jalan yang terbuat dari bongkahan batu besar yang membuat harus pandai melangkah. Hal yang menjadi kekhususan Gunung Lawu yaitu adanya warung di puncak gunung tersebut yang menjual minuman dan makanan, dan dapat digunakan tempat beristirahat. Namun itu belum puncak tertingginya, akhirnya mereka memutuskan untuk lanjut terus, dan akan singgah di warung ketika perjalanan pulang nanti. Track menuju puncak kali ini adalah tanah, namun kemiringannya luar biasa, hampir membuat merangkak, namun diperjalanan sangat banyak rumput-rumput yang terlihat seperti padang dan hamparan bunga Edelweis yang sedang bermekaran.

“AKHIRNYA.” Teriak Donny yang akhirnya menapakkan kakinya di Puncak Hargo Dumilah.

“huft, cape banget ya Tuhan.” Ucap Jasmine dan langsung duduk di tugu yang menjadi ikon puncak gunung Lawu tersebut.

“foto yuk bareng yuk.” Ucap Randi sambil menyusun tripodnya dan kameranya dan bergegas mereka semua mengambil barisan untuk berfoto, walaupun masih sangat lelah.

“ini jam 12 siang kan? Rasanya kok jam 12 malam di Semarang yah?” Ucap Dela menggosok kedua tangannya.

“iya gue juga kedinginan.” Ucap Tifa.

“ga ngerti lagi sama orang yang ke puncak pagi-pagi.” Ucap Rico sambil memperbaiki topinya.

Waktu yang dihabiskan di puncak Lawu tidak lama, hanya 30 menit karena sangat dingin untuk mengambil beberapa foto dan memandang sekeliling, yaitu tebing-tebing yang sangat cantik dan tentunya awan yang terlihat sangat dekat. Perjalanan pulang sedikit lebih mudah dibandingkan perjalanan pergi tadi karena track tanah yang bisa dilalui tanpa hati-hati.

Sesampainya di warung, Anggapun membeli beberapa gorengan dan dimakan bersama sambil jalan turun ke post 2. Perjalanan dari post 5 ke post 2 ternyata cukup sulit walaupun tak ada beban, karena jalan bebatuan dan harus extra hati-hati, kaki menjadi lebih sulit menahan beban tubuh.

“gila, kalo jalannya gini terus, lutut gue bisa patah.” Keluh Tifa.

“iya nihh, kok lebih susah turun yah.” Ucap Jasmine lagi.

“duh nih cewe berdua, ngomel mulu.” Ucap Angga.

“yokk, semangat.” Teriak Rico.

Sesampainya dipost 2, mereka istirahat beberapa menit lalu membereskan barang-barang mereka dan kembali melanjutkan perjalanan, dan hari mulai gelap senterpun menjadi penerang jalan dan membuat harus ekstra hati-hati memilih jalan. Diperjalanan mereka lebih banyak diam, sangat berbeda ketika jalan masih terang, karena mereka sangat dituntuk fokus.

Tiba-tiba suara seorang terjatuhpun terdengar yaitu Dela dan Dela langsung tergelincir kedepan dan menabrak Rendi seseoarang didepannya yang membuat Rendi terjatuh kebelang dan menindih Dela.

“Dela...” teriak Rico yang berada dielakang Dela, ketika Dela terjatuh.

“gila tolong cepet.” Ucap Jasmine.

Rico menarik Rendi dan Rendi menolong Dela untuk duduk.

“Dela lo ga papa?” tanya Tifa.

“gak papa kok.” Ucap Dela sambil mencoba stretching dan “awhhh...” Dela merintih dan memegang pahanya dan darah ada ditangannya.

Rendi tertegun dan diam, melihat Dela berdarah. Rendi bingung dan tak tau berbuat apa.

“Rendi lo ngapain?” tanya Tifa.” Cepet Dela berdarah.”

Melihat Rendi yang masih diam dan hanya memandang Dela membuat Rico dan Angga mengangkat Dela ketempat yang lebih luas dan Rico melihat lukanya.

Delapun gemetar menahan sakitnya dan mengepal kedua tangannya.

“Rendi.” Panggil Rico.

“Rendi lo kenapa sih?” tanya Jasmin.

“Rico please obatin Dela, gue ga bisa.” Ucap Rendi yang masih berada diposisinya sedari tadi. Tangannya bergetar seperti ketakutan.

“Rendi kamu kenapa?” tanya Dela khawatir melihat Rendi.

“Rico coba lo lihat luka Dela.” Ucap Tifa sambil mengambil alat P3K di tasnya.

Rico membaringkan Dela dan melihat luka yang berada di paha kanan Dela.

“ini harus dijahit Tifa.” Ucap Rico.

“what? Mana ada perlengkapan.” Ucap Tifa.

“buat sementara, lo ada antisptik ga buat sterilin lukanya? Kita balut ajah dulu.” Ucap Rico. “Angga, nyampe di basecam ga lama lagi kan.” Dan langsung dijawab Angga dengan mengangguk.

Tifa memberi alkohol ke tangan Rico.

“Rendi lo ngapain sih, kalo lo ga bisa ngapain-ngapain setidaknya lo megang Dela.” Teriak Rico.

“co, lo ga usah memperburuk keadaan.” Bisik Tifa.

“lo tau kan ini sakit banget.” Ucap Rico.

Rendipun melangkah kearah Dela dan menaruh kepala Dela ke pangkuannya. Dela menyadarai Rendi sangat pucat, dan tangannya sangat dingin saat memegang tangan Dela. Ricopun menuang cairan antiseptic tersebut ke luka Dela yang sebelumnya telah dibersihkan dengan air dan membuat Dela merintih dan menekan tangan Rendi kuat. Lalu Rico memberi obat merah dan menggulung luka di paha Dela dengan kain kasa.

“Dela harus cepat sampai di basecam.” Ucap Rico.

“gue bakal gendong Dela.” Ucap Rendi yang membuat semua anak memandangnya.

“ga usah Rendi, itu bahaya.” Ucap Dela. “ yang ada kita bisa jatuh”

“ya udah, tas Dela sini gue bawa.” Ucap Donny sambil mengambil tas Dela.

Akhirnya Dela berjalan dan dibantu Rendi. Dela berjalan dengan menahan sakit yang luar biasa, terdengar disetiap rintihan yang ia keluarkan saat melangkahkan kaki kanannya. Setelah berjalan 1 jam akhirnya lampu basecampun terlihat dan sekitar 10 meter lagi menuju basecam Delapun pingsan.

Rendi langsung menggendongnya dan membawanya kedalam basecame.

“lo ngapain bawa ke sini sih? Bawa ke klinik.” Ucap Prasetyo yang sudh sangat kesal melihat Rendi.

“kunci mobil.” Ucap Rendi sambil meraba-raba tasnya dan Rendi tidak berhasil menemukannya.

“pake mobil gue ajah.” Ucap Rico sambil menggendong Dela dan memasukkannya kedalam mobil di susul Rendi.

Dibasecame,

“gila, kepala Dela juga berdarah.” Ucap Jasmine, yang melihat darah di tempat Dela tidur.

“semoga dia baik-baik ajah.” Ucap Angga. “okay, kita istirahat disini dulu, sampai Dela balik.” Ucap Angga.

“okay.”

Didalam puskesmas terdekat, Dela sedang di periksa seorang dokter dan melakukan pengobatan. Rendi dan Rico menunggu diluar.

“Rendi, lo PTSD (Post Traumatic Stress Disorder?” tanya Rico

“humh, gue lagi ga mau bahas co.” Ucap Rendi dengan suara lemas.

“lo gila yah, ga bahas gimana? Lo calon dokter.” Ucap Rico.

“iya co, gue tau. Gue gitu cuma ke Dela sama nyokap gue doang.” Ucap Rendi pelan.

“lo udah pernah ke psikiater.”

“kalo di Jakarta gue ke psikiater, gue jadi dokter juga saran dokter gue. Dulu gue cuma takut sama nyokap gue. Sekarang gue takut sama Dela. Hahaha ..” tawa Rendi hambar. “gue kaya ga tau faedahnya gue jadi dokter apa, kalo ga bisa ngobatin orang yang gue sayang.” Ucap Rendi.

“hahhaha, setidaknya gue menang satu point dari lo, gue kira lo orang paling sempurna Ren.” Ucap Rico sambil tertawa.

“hahha gue ga tau ntar gimana ngadepin Dela.” Ucap Rendi.

“Rendi.” Panggil serorang perawat.

“iya sus.” Ucap Rendi sambil beranjak dan disusul Rico mengikuti suster tersebut menemui dokternya.

“gimana keadaan teman saya dok.” Tanya Rendi dengan ekspresi khawatir.

“teman kamu baik-baik saja. Kalian sudah bisa pulang dan kalian bisa buka jahitannya di rumah sakit di Semarang.” Ucap Dokter tersebut diperjalanan menuju tempat Dela.

“kepala kamu kenapa?” tanya Rico kepada Dela.

“owhh ada luka di belakang kepalanya, tapi tidak terlalu besar.” Ucap Dokternya. Rendi membantu Dela turun dari tempat tidur

“makasih yah dok.” Ucap Dela

“okay hati-hati.” Ucap Dokter tersebut sambil mengantar Dela keluar puskesmas.

“kita balik dulu yah dok, makasih.” Ucap Rendi sambil menuntun Dela kemobil.

Didalam mobil,

“itu sarung siapa la?” tanya Rico yang memperhatikan Dela menggunkan sarung karena sepertinya celananya digunting.

“ga tau. Punya masjid kali.” Ucap Dela.

“wkwkkw ya kali.” Ucap Rico sambil menyetir menuju basecame.

Sepanjang perjalanan dari basecam ke puskesmas, dan dari puskesmas ke basecam, tidak ada satupun kata yang diucapkan Rendi kepada Dela.

“gue turun dulu yah, buat manggil yang lain.” Ucap Rico sambil turun dari mobil.

“maafin aku Del.” Ucap Rendi sambil memeluk Dela dengan air mata yang akhirnnya menetes.

“its okay.” Ucap Dela sambil menepuk-nepuk punggung Rendi.

“please jangan terluka lagi. aku ga bisa ngobatin kamu Del, jadi jangan terluka.” Ucap Rendi yang masih memeluk Dela.

“iya Rendi, aku juga ga mau luka kok. Tadi ga sengaja.” Ucap Dela yang mencoba menenagkan Rendi dan diakhiri dengan ciuman Rendi di keningnya.

Dela dan Rendi keluar dari mobil dan berjalan menuju basecam.

“udah jam 9 nihh, gimana? Lanjut balik ajah apa gimana?” tanya Angga sambil membereskan isi tasnya.

“ya langsung balik ae lah, ya kali nginep disini.” Ucap Rico.

“lo ga cape apa? Lo yang nyetir lagi, saran gue sih kita nginep disini ajah, di mobil apa gimana.” Ucap Tifa.

“yang nyetirkan bisa gantian, sumpah demi heel, gue pengen mandi.” Ucap Rico sambil mencium bau badannya.

“gimana kalo kita nginep di Solo ajah?” Ucap Rendi dan dalam sekejap semua mata pun terfokus ke Rendi.

“iya, soalnya kayaknya Dela harus istirahat yang cepet.”

“huft akhir bulan Ren.” Ucap Donny.

“iya Don, ini kita nginep di hotel punya keluarga Dela, tenang ajah. Ini free.” Ucap Rendi.

“WHAT?” ucap Jamine. “gue setuju.”

 “gue cuma mau mastiin, besok semua pada ga ada acarakan, supaya bisa santai.” Ucap Rendi lagii.

“okay Lets go im Free.” Ucap Donny yang langsung mengangkat tasnya dan “Rendi buka bagasi.”

“okay” ucap Rendi sambil membuka bagasinya dan diikuti oleh Rico, dan akhirnya semua masuk kedalam mobil dan menuju Solo dengan waktu tempuh 2 jam.

Didalam mobil Rendi, Dela mendapat telepon.

“halo, iya om Darma? Hotelnya udah disiapin?” tanya Dela.

“maaf non Sia, sepertinya untuk hotel tidak tersedia lagi untuk 8 orang. Di Villa saja bagaimana?” tanya Darma.

“owhh, ya udah, send alamatnya ajah yah om. Makasih.” Ucap Dela mematikan hpnya.

“kita di Villa hotenya penuh.” Ucap Dela.

“its okay.” Ucap Rendi.

“lo tajir banget yah Del?” tanya Angga dengan polosnya.

“hah? Hahah engga kok. Itu punya om aku, tadi aku minta tolong.” Ucap Dela sambil menoleh kebelakang melihat Angga.

“makasih yah Dela.” Ucap Angga. “mau itu punya om lo atau gimana. Hahahha. Btw lo masih jomblo kan.” Dela, Donny dan Rendipun tertawa.

“Angga, kalo lo mau turun tinggal bilang kok.” Ucap Rendi.

“ahahahha, turunin ajah Ren. Dah ada anjingnya sabar yah Angga” Ucap Donny menepuk-nepuk bahu Angga.

Sesampainya di Resort mereka langsung disambut para pelayan yang membantu mereka membawa tas dan mengantar mereka ke satu unit Villa mereka, Villa yang cukup besar, terdapat 2 lantai, 4 kamar tidur, kolam berenang, dapur, ruang tamu, dan aksen alam yang sangat menyejukkan walau dimalam hari. Makanan telah tesedia di meja makan.

“gila ternyata gue udah nahan lapar dari tadi.” Ucap Rico sambil menyendokkan nasinya ke piring.

“humh, makasih yah Dela.” Ucap Jasmin sambil memeluk Dela.

“hahah iya Jasmine, nikmatin ajah yahh.” Ucap Dela sambil memasukkan kerupuk kedalam mulutnya.

Setelah semua selesai makan, semua pergi kekamar masing-masing, Tifa dan Jasmine, Angga dengan Donny, Rico dengan Prasetyo dikamar atas, dan satu kamar lagi diantai satu untuk Rendi dan Dela.

“temen-temen kamu gak papa, kamu bobonya bareng aku.” Ucap Dela yang sudah selesai mandi dan sudah berada di kasur.

“iya gak papa Del, mereka teman yang paling ngerti kok.” Ucap Rendi sambil masuk kekamar mandi.

Setelah Rendi selesai mandi, Dela sudah tertidur pulas, dan Rendi tidur disampingnya. Keesokan harinya pukul 8 pagi, sarapan telah teredia dimeja makan dan satu-persatu merekapun bangun, Dela sudah bangun dan duduk-duduk dipinggir kolam sambil meminum teh dan tiba-tiba Buarr.... Dela terciprat air kolam, dimana Angga, Rico, dan Donny berlari dari dalam rumah dan langsung nyebur tanpa melihat Dela.

“what??” ucap Rico.

“maaf Del.” Sambung Donny lagi.

“iya gak papa kok.” Ucap Dela sambil melap muka dan pakaiannya dengan handuk yang disediakan.

“lo kenapa La?” tanya Tifa yang duduk disamping Dela dengan membawa sarapannya.

“hahha tadi kecipratan air kolam. Rendi udah bangun?” tanya Dela sambil beranjak untuk menemui Rendi.

“Itu lagi ngambil sarapan.” Ucap Tifa sambil memasukan Roti kemulutnya.

“okay aku kedalam dulu yah.” Ucap Dela melanjutkan langkahnya.

Rendi sudah bangun dan sedang mengambil sarapan dengan Jasmine.

“lo udah sarapan La?” tanya Rendi sambil mengambil susunya dan melangkah kemeja makan.

“belum, nunggu kamu bangun.” Ucap Dela sambil mengambil nasi goreng dan beberapa kerupuk dan teh lalu duduk di depan Rendi.

“ini minum susu, masa minum teh mulu.” Ucap Rendi sambil menukar minuman mereka.

Sorepun tiba, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Semarang agar sampainya tidak terlalu malam. Sesampainya di Semarang Rendi mengantar Dela dan langsung pergi lagi untuk mengantar Donny dan Angga ke Tembalang sekalian Rendi ingin mengambil beberapa baju untuk menginap di rumah Dela karena kebetulan juga hari itu adalah akhir pekan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Black World
1440      666     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Te Amo
399      267     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
Perfect Love INTROVERT
9445      1733     2     
Fan Fiction
Strange and Beautiful
4216      1144     4     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
Ingatan
7340      1790     2     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...
Holiday In Thailand
57      53     0     
Inspirational
Akhirnya kita telah sampai juga di negara tujuan setelah melakukan perjalanan panjang dari Indonesia.Begitu landing di Bandara lalu kami menuju ke tempat ruang imigrasi untuk melakukan pengecekan dokumen kami pada petugas. Petugas Imigrasi Thailand pun bertanya,”Sawatdi khrap,Khoo duu nangsue Daan thaang nooi khrap?” “Khun chwy thwn khatham di him?” tanya penerjemah ke petugas Imigras...
When the Winter Comes
52779      7110     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Strawberry Doughnuts
602      403     1     
Romance
[Update tiap tengah malam] [Pending] Nadya gak seksi, tinggi juga kurang. Tapi kalo liat matanya bikin deg-degan. Aku menyukainya tapi ternyata dia udah ada yang punya. Gak lama, aku gak sengaja ketemu cewek lain di sosmed. Ternyata dia teman satu kelas Nadya, namanya Ntik. Kita sering bertukar pesan.Walaupun begitu kita sulit sekali untuk bertemu. Awalnya aku gak terlalu merhatiin dia...
Simbiosis Mutualisme
258      162     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
Princess Harzel
14882      2180     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...