Read More >>"> SiadianDela (My Family) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SiadianDela
MENU
About Us  

Setelah Dela keluar dari toilet Rendi sudah tertidur lelap dan Dela memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel dan berakhir di beach club-nya.

“Selamat pagi mbak, perkenalkan saya Krisnu, saya manager di hotel ini. Boleh saya duduk?” ucap Krisnu sambil menarik kursi dan duduk.

“owh iya silahkan, saya Dela, ada apa yah pak?” Ucap Dela sambil meminum capucinonya.

“ahh tidak ada, kok manggil bapak sih? Saya masih muda loh. Saya ingin minta kontak kamu boleh?” tanya Krisnu.

Dela memandangnya aneh dan memakan sosisnya.

“buat apa yah pak?”

“tuh manggi bapak lagi? Kamu nginap dikamar mana?”

“Suite room 02”

“Humhh dari wajah dan gelagaknya sudah pasti sih kelas atas.” Ucap Krisnu

“maksudnya pak?”

“kalau kamu ingin aman bermain dihotel ini, saya bisa atur dan beri pelanggan yang lebih kelas tinggi lagi. Tapi malam ini kamu bersama ku.” Ucap Krisnu sambil berbisik di telinga Dela. Dela hanya menatapnya kosong dan Krisnu tertawa “ahahhaa pandangan mu, sangat inocent.” Ucap Krisnu sambil mencolek dagu Dela.

“saya rasa, saya harus undur diri.” Ucap Dela dan beranjak dari kursinya lalu tangannya ditahan Krisnu.

“tunggu, tamumu pasti belum bangun, kenapa sangat cepat kembali?” ucap Krisnu dan berhasil membuat Dela kembali duduk.

“huhh. Saya tak tau hotel semegah ini memiliki manager yang kurang ajar terhadap tamunya? Apakah saya terlihat seperti wanita panggilan?” ucap Dela santai

“kalau bukan wanita panggilan apa lagi, sayang? Ini masih jam 7 pagi, dan kamu sudah disini sendirian dengan pakaian seperti ini, kamu pasti lelah melayani tamu mu, tadi malam.” Ucap Krisnu sambil megang lengan Dela.

“nama bapak siapa? Mungkin saya bisa menyimpannya di HP saya.’ Ucap Dela sambil mengambil hpnya.

“Krisnu Nahni.” Ucapnya sambil tersenyum manis.

“selamat pagi bapak Budi, saya ingin manager atas nama Krisnu Nahni...” percakapan Dela ditelepon terputus secara tiba-tiba karena hp-nya ditarik oleh Krisnu.

“owhhh... yang make kamu pak Budi. Hahahha... Pak Budi ini bisa jadi ancaman yang bagus.” Ucap Krisnu sambil tersenyum seperti seorang psikopat dan HP Dela berdering telepon masuk dari pak Budi dan dengan bangganya Krisnu mengangkatnya.

“selamat Pagi pak Budi, hahhaha aku tak menyangka, bagaimana kalau istri bapak tau?” ucap Krisnu lewat telepon dan Dela hanya menatapnya datar dan santai seakan tak terjadi apa-apa.

“hah? Ini HP Sia? Ini siapa?” Tanya Pak Budi kebingungan.

“ini Krisnu Nahni pak, hahahha sunguh kebetulan.” Ucap Krisnu.

“owhh Krisnu, kenapa HP Sia ada dikamu?” 

“pak, tak usah alihkan pembicaraan saya hanya ingin tau bagaimana jika istri bapak tau apa yang bapak lakukan?”

“maksud kamu apa? Tolong beri HP nya ke Sia.”

“what? Ahahaha ga bisa dong pak? Masa saya tau sesuatu ga dimanfaatin.”

“huhh, masih ada ajah orang kaya gini didunia ini.” Ucap Dela asal.

“maksud kamu apa? Bicara yang jelas, kenapa HP Sia ada di kamu?” ucap pak Budi dengan nada tinggi karena dari tadi seperti dipermainkan.

“wah jangan marah loh pak... Saya ada per...” ucap Krisnu yang terpotong karena Dela menarik Hpnya dari tangan Krisnu. Dela sudah muak dan ingin pulang kekamar.

“selamat pagi pak Budi, tolong jangan dengarkan apa yang diucapkan oleh Krisnu Nahni. Tolong pecat dia sekarang juga. Terimakasih.” Dela mematikan telepon dan beranjak dari kursi dan beranjak pergi, namun baru beberapa langkah

“hahahha wanita hina, kau pikir pak Budi akan mendengarkanmu?” teriak Krisnu yang membuat tamu yang lain memperhatikan Dela, Dela hanya memijat kepalanya dengan tujuan menutupi wajahnya dan kembali melangkah namun Dela malah menabrak seseorang.

“wanita hina hanya bisa menabrak dengan sengaja dan meminta bantuan. Hahaha mengapa sangat klise dan jual mahal.” Ucap Krisnu yang sudah menyusul Dela dan menarik tangannya untuk pergi bersamanya.

“maafkan dia pak Syandana, saya akan mengurusnya.” Ucap Krisnu dan tangannya tiba-tiba ditahan Syandana.

“Sia kenapa diam ajah?” tanya Syandana. Dela melepas tangannya dari genggaman Krisnu.

“hanya ingin meilihat sejauh apa dia mempermalukan diri sendiri.” Ucap Dela lagi.

“owhh kamu memang punya langganan kelas atas.” Ucap Krisnu. “saya permisi dulu pak.” Ucap Krisnu sambil melangkah pergi.

“kamu ingin kemana?” ucap Dela dan Krisnu berhenti lalu kembali.

“mungkin kita bisa berjumpa lagi.” Ucap Krisnu

“kamu tidak minta maaf?” ucap Syandana.

“maaf pak, saya tidak minta maaf dengan seorang wanita bayaran, dan dia juga wanita bayaran pak Budi. Maaf telah mengatakannya pak.” Ucap Krisnu. Kali ini Dela tak memandangnya datar, namun tertawa terbahak-bahak.

“kak aku ingin kakak memecatnya sekarang juga dan jangan biarkan dia mendapat pekerjaan dimanapun,” ucap Dela pelan dan dingin. Krisnu tiba-tiba shock dan terdiam.

“a...a... apa? Kakak?” ucap Krisnu dengan nada yang terlihat sangat takut,

“kamu sudah dengarkan, silahkan angkat kaki dari hotel ini.” Ucap Syandana sambil melangkah pergi.

“maafkan aku.” Ucap Krisnu tiba-tiba dan langsung berlutut menghadap Syandana yang telah melangkah pergi. Syandana menoleh kebelakang dan

“minta maaf kepada orang yang tepat. Adek, kakak tunggu di ruangan kakak.” Ucap Syandana lagi dan pergi.

“maafkan saya.” Ucap Krisnu sambil membalikan haluan lututnya. Sebenarnya Krisnu bisa saya pergi dari restoran tersebut tanpa harus berlutut atau minta maaf sekalipun, tapi karena Dela mengucapkan kata-kata jangan biarkan dia mendapat pekerjaan dimanapun membuat Krisnu sangat takut, Krisnu tau persis bagaimana keluarga Dela bisa bertahan diberbagai bisnis yang besar, itu semua adalah kekuatan jaringan dan keamanan. Hampir semua perusahan dan tim keamanan memihak kepada keluarga Dela dan hal itu pula yang membuat mereka sangat berjaya dari kakek moyangnya hingga generasi keluarga Dela.

            Dela menunduk dan berbisik

            “kamu tak perlu berlutut, Kayana tak pernah mencabut kata-katanya.” Ucap Dela lalu pergi melangkah ringan seakan tak terjadi apa-apa.

            Diruangan Syandana.

            “adek disini sejak kapan?” tanya Syandana sambil membuat teh.

“humm baru hari kamis kemarin. Kak Syan kapan?” Ucap Dela yang sudah tiduran disofa Syandana.

“adek ga tau? Kaka udah stay di Bali, untuk mengurus bisnis. Tapi baru 2 minggu disini.” Ucap Syandana sambil meletakan cangkir tehnya diatas meja.

“kak bisa ga sih, ga pake adek, Sia kan udah Gede.” Ucap Dela dengan ekspresi kesal.

“youre still my lil sister. So i dont care.” Ucap Syandana sambil mencubit pipi Dela. “kata pak Budi adek kesini bareng cowo?” WHAT? Ekspresi Dela tiba-tiba berubah, seperti takut akan ditanyai macam-macam. “adek? Dia siapa?”

“hmm namanya Rendi, pacar Sia, udah pacaran beberapa bulan, kayaknya 8 bulan dehh.” Ucap Dela. “satu kampus, satu tahun kelahiran, anak kedokteran, orang jakarta, seagama, tapi ga sehobi.”

“hahahah tumben dapet yang benar, kok bisa jadian?”

“what? Maksud kaka selama ini ga bener? Kok bisa jadian, hum i dont know, nyaman ajah gitu sama dia kak, tipe Sia kan yang cool kak, yang pendiam, tapi ini ya ampun, tapi pas PDKT sesuai tipe, udah 8 bulan ya ampun kayaknya dia kebalik, but aku fine-fine ajah. Dia lagi tidur dikamar, tadi malam kita berdua terjebak macet.”

“iya kaka tau, pak Budi dah kasih tau. Tara dan Figo gimana kabarnya? Tapi kayanya baik-baik ajah, kalo dekat adek kan semua beres.” Ucap Syandana sambil menyeruput tehnya.

“kabar kak Saylendra gimana? Kemarin katanya mau nikah?”

Sekejap teh yang di minum Syandana pun muncrat keluar dan dia tertawa tebahak-bahak.

“hahaha yang bilang siapa sih? Adek, ka Saylendra itu masih 27 tahun, ya kali nikah, mungkin untuk pacaran ajah dia ga punya waktu, adek tau kan dia sangat kaku.” Ucap Syandana sambil merapikan mulutnya.

“Sia dengar dari mama, katanya dijodohin gitu.”

“hahaha ga mungkin lah, mama ga mungkin ngurus perjodohan.”

“kaka pernah ketemu sama papa?”

“ya pernah lah, baru minggu lalu.” Ucap Syandana dan HP Dela berdering.

“stop kak, iya haloo?” ucap Dela ketelepon, Syandana hanya menatap Dela seakan ingin menelannya namun dibalas dengan senyuman Dela.

“loe dimana? gue nyari sampe lemari, laci, laut, kloset, wc, ga ada loh.” Ucap Rendi.

“monyet, aku di penthouse. kamu mau kesini?”

“lo ngapain disanaa? Gue kesana sekarang.” Ucap Rendi mematikan teleponnya dan langsung bergegas pergi.

“adek nyuruh dia kesini? Udah kasih pasword nya?” tanya Syandana.

“wkwkwkw biarin ajah, biar dia bingung.” Ucap Dela sambil tertawa seperti penuh kemanangan.

Rendi keliling-keliling mencari penthousenya, tapi tak menemukannya, dan akhirnya dia bertanya dengan resepsionist

“mbak, penthousenya dimana yah?” taya Rendi.

“dilantai paling atas mas. Ada urusan apa yah mas?”

“pacar saya ada disana? Saya mau jemput.” Ucap Rendi.

“maaf mas, mas bisa lewat lift tapi jika pacar mas ada disana silahkan minta paswordnya, sehingga ada bisa naik kesana.” Ucap resepsionist dengan ramah.

“owhh gitu, makasih mbak. Awas yah Del, gue kunci lo abis ini.” Ucap Rendi sambil menekan Hpnya untuk menelepon Dela.

“paswordnya Dela sayang, kayanya kamu pengen di gencet deh.” Ucap Rendi dengan nada halus.

“hahhahaha 123456. Hati-hati dijalan pak Aji.” Ucap Dela sambil tertawa dan mematikan HP-nya.

Diruangan Syandana.

“kelihatannya ade bahagia banget, masih ke psikiater?” tanya Syandana yang membuat air wajah Dela tiba-tiba berubah.

“kalau balik ke Jakarta ajah kak. Jangan bahas apa-apa kak, kalau Rendi datang.”

“okay.” Ucap Syandana dan lift terbuka dan Rendi bingung lalu melangkah keluar lift.

“Delaa... Delaa...” panggil Rendi dengan ragu-ragu, Rendi masih bingung dengan situasinya dan tempat yang di jajakinya, seperti berada di film-film. Lalu Rendi melihat Syandana disofa dan membuatnya bingung, apakah Dela mengerjainya atau salah ruangan, ekspresinya sangat awkward.

“halo Rendi, kamu bisa duduk disini.” Ucap Syandana sambil menunjuk sofa.

“ahh iya, Dela dimana yah?” Rendi duduk dengan hati-hati dan pelan dengan mata yang masing menyisir tiap ruangan. “Dela ngejual gue? Atau ini penipuan. Kenapa disini? Apakah Dela diculik?

“Dela dikamar mandi.” Ucap Syandana.

“kamu siapanya Dela?” tanya Rendi ragu-ragu.

“hahaha Syandana Hara Kayana.” Ucap Syandana sambil mengulurkan tangan dan disambut balasan salam dari Rendi.

“owh... kamu siapanya Dela?”

“kamu gak tau? Kayana?” tanya Syandana.

Rendi berfikir dan mengingat-ingat.

Suatu waktu disebuah kafe, Rendi dan Dela sedang bermalam mingguan

“kamu punya berapa saudara Ren?” tanya Dela sambil menyedot green teanya.

“gue anak tunggal del, dulu pernah punya seorang kaka, tapi pas usianya 16 tahun, dia sakit-sakitan dan meninggal. Hal yang sama juga terjadi sama papa, sakit-sakitan pas gue SMA dan meninggal. Tinggal gue ama mama, makanya gue jadi dokter, gue ga mau kehilangan siapapun lagi karena sakit.” Ucap Rendi yang membuat Dela tertegun.

“kamu kok kuliah kesini? Kamu ga nemanin mama kamu?”

“hahaha semenjak papa meninggal mama jadi wanita yang sangat sibuk, dan ga ada gunanya juga gue kuliah disana, kalo gue dirumah sendiri, gue takut hahaha. Jadi gue putusin kuliah diluar Jakarta.” Air wajah Rendi terlihat sedih namun tetap ditahan. “kamu punya saudara berapa Dela?” ucap Rendi dengan semangat.

“its okay, aku punya 2 saudara kandung, yang petama kak Saylendra Maha Kayana, sekarang lagi di Jakarta ngurus bisnis bareng mama, kaka kedua Syandana Hara Kayana sekarang kayaknya dia berkelana deh. 2 saudara tiri, namanya Fasha and Ashlen. Anaknya papa. Owhh kamu belum tau yah, mama papa aku dah bercerai, mama tinggal di Jakarta dan papa di Bali, dan papa dah nikah lagi, makanya aku punya 2 saudara tiri” Ucap Dela.

“Kayana? Itu marga?” tanya Rendi, Rendi tak ingin menanya lebih dalam lagi, masalah perceraian oarng tua Dela, karena Dela juga tak mau mengungkit kesedihannya, semua memiliki kesusahan dan kekurangan masing-masing.

“i dont know, itu bawaan dari nama papa, Putu Kayana. Aku juga bingung, kenapa ga make nama mama juga, biar adil. Sia Diandela Kayana Calyana”

“What? Mungkin Kayana itu udah gabungan dari Calyana kali. Kok bisa juga nama mama papa kamu mirip gitu.”

“iya juga kali yah.” Ucap Dela dengan ekspresi yang sepertinya sudah memecahkan sebuah eksperimen.

“but wait? Calyana kok ga asing gitu yah?” ucap Rendi sambil membuka hpnya dan “gila... jangan bilang lo anak dari Haruna Calyana?” ucap Rendi.

“emang ga mirip? Orang-orang bilang aku mirip mama.”

“mirip sih, gila sih, apa lah aku dimata mu del.” Ucap Rendi sambil memijit kepalanya.

“wkwkwk apaan sih Ren, kamu tetap bintang kok dimata aku.” Ucap Dela.

“aghhh.... aghh... jantung gue Del.” Ucap Rendi sambil memegang dadanya sekan tertusuk. Dela hanya menertawainya.

Diruangan Syandana.

“Kayana? What? Halo kak Selamat pagi.” Ucap Rendi secara refleks sampai berdiri.

“hahhaha kamu lucu yah.” Ucap Syandana.

“wihh monyet besar udah datang.” Ucap Dela sambil duduk disamping Rendi. Rendi hanya diam seperti tak berkutik karena da Syandana. “what kamu kok diam ajah? Ga biasanya?”

“hahhaa....” tawa Rendi pelan.

“adek mau stay disini? Soalnya kakak harus pergi?

Rendi tiba-tiba berdehem menahan tawanya.

“kakak, dah dibilangin juga jangan panggil kaya gitu.” Ucap Dela. “Dela mau pergi kok, ayoo.” Ucap Dela sambil menarik tangan Rendi dan melangkah ke lift.

“hahahha... nanti kalau ade mau pulang ke Semarang kabarin kaka yahh.” Ucap Syandana sambil melambaikan tangan.

“Sia ga mau. Bye.” Ucap Dela yang berakhir di pintu lift.

Didalam lift Rendi tertawa setengah mati, menertawai panggian Adek yang dilontarkan Syandana, dan selalu mengucapkannya sepanjang perjalanan sampai ke kamar hotel dan sampai mereka dimobil.

“adek kita mau makan siang dimana, mau sea food ga?”

“Ren udah dehhh... kamu mau aku panggil kakak.” Ucap Dela dengan ekspresi kesalnya.

“haahhah ga mau lah, gue maunya dipanggil sayang.”

“yee.. dasar kutil badak. Makan pizza ajah kuy. Ehh noo sea food ajah deh.” Ucap Dela.

 “ya udahh kuy.”

Sesampainya di restoran waktu sudah menunjukkan jam 3 sore, karena waktu dihabiskan untuk berkeliling dan mencari tempat makan yang pas, dan berakhir di Jimbaran.

“dari tadi keliling-keliling nyari tempat makan tapi tetap berakhir disini.” Ucap Randi sambil membolak-balik menunya.

“kan kamu yang nyetir.” Ucap Dela sambil membaca buku menu. “mbak udang goreng mentega, cumi krispy, kangkung, nasi 2, ama lobsternya dimasak asam manis. Minumnya air kelapa bulat 2 sama air putih. Itu ajah makasih mbak” ucap Dela sambil mengembalikan buku menu dan memperhatikan pelayannya mengulangi pesanan Dela.

“ohh my future wife... how i can live without you?” ucap Rendi memandang Dela.

“ahahaha kamu dah gila yah.” Ucap Dela sambil tersenyum lebar.

“tadi kakak lo kok tinggal disana? Bukannya kemarin lo bilang dia berkelana.”

“yash aku juga shock pas ketemu, katanya dia udah stay 2 minggu di Bali, kok tinggal disana? Penthouse?” Rendi hanya mengangguk. “owhh ya karena itu punya dia.”

“maksudnya punya dia?”

“itu hotel punya dia Ren.” Ucap Dela.

“WTF keluarga lo sekaya apa sih Del? Dan kenapa lo ga ngomong?” ucap Rendi tak percaya.

“buat apa? Hahaha aku cuma mau kita berdua nyaman ajah. Aku gak mau ada perlakuan khusus dan lain-lain, aku Cuma mau nikmatin apa yang kamu sediain.” Ucap Dela sambil menggenggam tangan Rendi dan Rendi hanya tersenyum.

Akhirnya makanan Dela dan Rendi datang, disambut dengan ekspresi yang siap menghantam apa saja karena sudah sangat lapar. Dela dan Rendi makan berdua disuguhi pemandangan pantai Jimbaran di sore hari.

“ga kerasa banget del, besok kita udah balik ajah.” Ucap Rendi sambil menyeruput air kelapanya dan memakai kaca matanya untuk memandang matahari yang ingin pulang beristirahat.

“hahahha kenapa? Kamu mau bawa mataharinya pulang?” ucap Dela yang kini menyandarkan dirinya ke rangkulan Rendi.

“hahahha buat apa gue bawa pulang matahari, gue udah punya satu matahari, dan hidup gue dah cukup bersinar kok karena dia.” Ucap Rendi. “namanya matadela.” Ucap Rendi disusul dengan tawa yang sangat menggelikan. Dela hanya memandangnya dengan senyuman bahagia dan tertawa “udah kaya acara ajah.” Ucap Rendi lagi.

“Dela... adek ngapain?” terdengar suara dari belakang Dela dan Rendi, suara yang tidak asing.

“Papa? Papa ngapain?” ucap Dela shock dan langsung berdiri menghadap papanya Putu Kanaya.

“ehh... Om Kanaya, Selamat sore Om.” Ucap Rendi sambil menundukkan kepalanya menunjukan rasa hormat.

“kamu siapa?” tanya Kanaya.

“saya Rendi om, temannya Dela.” Ucap Rendi pelan.

“teman tapi rangkulan-rangkulan memandang matahari?” tanya Kanaya lagi dengan ekspresi datar.

ekspresi ini, humhh buah jatuh tak jauh dari pohonnya.” Rendi hanya tersenyum kikuk.

“papa apaan sihh, Sia cuma liburan, ini pacar Sia.” Ucap Dela seperti anak yang masih 17 tahun, sambil merangkul tangan Rendi dan sontak membuat Rendi shock juga.

“kenapa adek ke Bali ga kabarin papa? Owhh karena laki-laki ini, adek jadi lupa sama papa?” Ucap Kanaya seperti bertemu dengan teman sepermainannya yang berkhianat. Rendi hanya diam dan bingung.

“Sia Cuma bentar pah, besok juga Sia balik.”

“ya udah ayo ke rumah. Ikut papa.” Ucap Kanaya sambil menarik tangan Sia.

“ihh papa, ntar dulu, Rendi mau kemana?” ucap Dela sambil menahan tangan papanya.

“ya udah ikut sajah, papa juga mau ke cafe Miya, menjeput Aslen dan Fasha.” Ucap Kanaya lagi.

“Sia bawa mobil pa.” Ucap Sia lagi.

“ya udah papa tunggu di Cafe, kalau adek ga datang papa ke hotel, gimana jauh-jauh datang, ga ngunjungin orang tua.” Ucap Kanaya lalu pergi ke arah parkiran.

“Rendi kamu ga papa kan.” Ucap Dela karena melihat Rendi kebingungan.

“hahh.. ga papa kok del, hari ini banyak kejutan.” Ucap Rendi sambil berjalan kekasir. “berapa mbak?”

“makanannya sudah dibayar mas, terimakasih telah mengunjungi restaurant kami dan sampai jumpa kembali.” Ucap pelayannya, dan Dela Rendi langsung berjalan keparkiran untuk pergi ke Cafe. Dela sudah berada di dalam mobil dan Rendi masih diluar mengangkat telepon sesorang.

“halo, iya kenapa Yun?” ucap Rendi.

“malam ini jadi kan dinnernya?” tanya Yuna di seberang telepon.

“hahh? Dinner? Owhh iya minggu lalu, duh maaf Yun, aku lagi di luar kota. Next time ajah yah.” Ucap Rendi.

“owh kamu lagi diluar kota, dimana?” tanya Yuna lagi.

“ini lagi di Bali Yun.”

“kalau balik bawa oleh-oleh yahh di tunggu loh.” Ucap Yuna.

“iya Yun. Udah dulu yah Yun, aku dah ditungguin.”

“owhh okay, have fun Rendi.”

“makasih, bye.” Ucap Rendi sambil mematikan hpnya dan berjalan ke arah mobil.

“maaf yah sayang, tadi Tifa nelepon, nanya masalah BEM.” Ucap Rendi sambil menyalakan mobil dan “kita mau kemana?” tanya Rendi.

“ke Cafe tante Miya. Boleh pinjem hp kamu, buat lihat GPS, hp aku lowbat dan aku lupa lokasinya dimana.” Ucap Dela disambut dengan pemberian HP Rendi.

Ketika hp Rendi ditangan Dela, Dela tidak sengaja menekan tombol panggilan, dan melihat Yuna sebagai panggilan terakhir bukan Tifa, namun Dela hanya diam dan membukan map dan membiarkan google mengarahkan jalan.

kenapa kamu harus bohong Ren?” ucap Dela dalam hatinya, Dela hanya melihat keluar dengan pikiran yang sudah bercampur aduk.

“loe kenapa Del?” tanya Rendi yang mulai curiga melihat Dela diam dan hanya menatap jendela pintu.

“hahah gak papa kok Ren.” Ucap Dela sambil tersenyum.

“tante Miya siapa? Ashlen? Fasha?” tanya Rendi.

“Tante Miya itu mama tiri aku, istri baru papa, dan Ashlen dan Fasha saudara aku, terakhir ketemu mereka masih kecil-kecil.”

“owhh, kenapa papa mama kamu cerai?” tanya Rendi pelan.

“hahha kok jadi pelan gitu suaranya? Mereka cerai katanya karena beda pandangan, aku juga bingung kenapa mereka sadarnya pas aku dah SMP? 18 tahun pernikahan mereka?” ucap Dela.

“beda pandangan gimana?”

“kamu tau kan mama, seorang wanita karir yang menjunung tinggi kelas, derajat dan lain-lain, sementara papa, huh kebalikannya banget, kamu lihatkan tadi papa tampilannya gimana? Bohemiann.” Ucap Dela.

Bagi Dela kehancuran keluarganya tidak lagi membawa kesedihan, melainkan kesadaran dimana yang tak bisa bersatu lagi ya sudah dibebaskan untuk  mililih kembali kebahagiaannya. Keluarga Dela termasuk orang yang santai dan tak mau memaksakan kehendak terhadap satu dengan yang lain, namun dari luar sangat terlihat keras.

“iya sih tadi fashionnya ga biasa.” Ucap Rendi sambil menghentikan mobilnya di sebuah cafe yang sangat besar dipinggir pantai. Rendipun turun disusul Dela sementara waktu sudah menunjuk jam 7 malam.

Didalam Cafe sudah sangat jelas, mayoritas orang berkunjung adalah turis mancanegara dan lagu-lagu dari benua Eropa meramaikannya, banyak orang-orang menari Salsa, cafe yang atapnya terbuat dari Rumbia ini dibuat sangat apik, terdapat kolam berenang, tirai dimana-mana, furnitur dengan kesan etnic yang sangat kental, lentera warna warni, dinding floral, hiasan dinding tua, tanaman di tiap sudut cafe, dan live music.

“akhirnya kalian datang.” Ucap Putu yang menghampiri Dela dan Rendi di pintu masuk disusul dengan Miya.

“iya pah, haloo tante Miya.” Ucap Dela sambil mencium pipi kiri dan pipi kanan Miya.

“halo darling, please just call me Miya, how are you? Kamu sejak kapan berada di Bali.” Ucap Miya dengan perlahan. Miya adalah seorang latina atau bule dari Venezuela, bertemu dengan Putu ketika Putu sudah tinggal di Bali dan mereka langsung menikah, dan Miya menetap di Indonesia

“Sia baik-baik ajah kok tante, baru 2 hari kok. Kenalin ini Rendi, ma boy friend.” Ucap Dela

“halo Miya.” Ucap Rendi sambil menyalam Miya, Rendi memperhatikan pakaian yang digunakan Miya, sama persis dengan outfit Putu, bohemian.

“haloo Rendi. Welcome, to our place.” Ucap Miya sambil menunjuk sebuah meja.

“daddy, mommy.” Terdengar teriakan dua anak blasteran Ashlen dan Fasha yang berlari kearah meja Dela.

“halo Ashlen, halo Fasha, kalian udah besar yah?”

“iya dong kak, Aslen mau cepet besar biar bisa ke rumah kaka Dela.”

“Fasha juga mauu, i want it too daddy.” Ucap Fasha mengadu ke Putu.

“hahhaha iya Fasha.” Ucap Putu.

Malam itu dihabiskan dengan waktu yang sangat cepat berjalan, dimana Rendi memperhatikan sebuah keluarga yang sangat hangat, walau telah terpecah, namun kebahagiaannya tak lekang, sekitar 30 menit  setelah kedatangan Rendi dan Dela, Syandana pun menyusul dan mereka makan malam bersama, menari salsa, dan bernyanyi bersama. Pukul 12 malam Rendi, Dela dan Syandana kembali kehotel untuk istirahat.

Didalam kamar Dela dan Rendi, Dela sedang cuci muka dan Rendi sudah berada dikasur.

“keluarga kamu bahagia banget yah del, semuanya kaya care, hangat dan apa adanya.” Ucap Rendi sambil menatap langit-langit kamar.

“what? Hahaha iya sih, tapi itu Cuma aku sama kak Syandana doang kok, kak Saylendra lebih ke karakter mama, yang kaku, kalo misalnya tahun baruan nih, kita biasanya ke tempat papa, kita udah seru-seruan, mama dan kak Saylendra sanggup Cuma senyum dan duduk dikursi dengan tenang.” Ucap Dela yang sedang jalan mondar-mandir seperti bingung ingin tidur dimana.

“lo kenapa Del?” tanya Rendi.

“hahh??” tanya Dela yang membuat ia berhenti melangkah “hmm... aku tidur diluar aja yah.” Ucap Dela.

“What? Del, lu di apartemen gue juga bobo bareng gue, kenapa disini?” ucap Rendi bingung.

“i dont know just,” belum Dela siap berbicara, Rendi sudah menariknya dan memeluknya diatas kasur.

“ga usah degdegan, gue ga bakal ngapa-ngapain lo, gue tau, gue sangat mempesona malam ini.” Ucap Rendi sambil memejamkan matanya mencoba tidur.

 “siapa yang degdegan.” Ucap Dela dengan pipi yang sudah memerah.

“btw kenapa sih lo ga bilang, keluarga lo banyak di Bali, sekarang gue ngerasa kaya ngunjungin orang tua lo buat minta restu buat nikahin elo hahaha”

“emang kenapa? Kamu ga mau?”

“hahah bukan gitu, tau gitu gue penuh persiapan.”

“hahahah kalo ke Bali ga usah persiapan Ren, kalo ke Jakarta wajib persiapan.” Ucap Dela lagi.

“hahaha... siap bos, besok gue lamar lo.” Ucap Rendi lagi dengan mata yang tetap terpejam.

Dela hanya tersenyum dan mulai memejamkan matanya dan tertidur bersama Rendi.

Pagi-pagi matahai mulai memasuki ruang-ruang kamar yang membuat Dela terbangun dan langsung membuka tirai sangat lebar dan terdengar suara rengekan Rendi yang memasukkan wajahnya kedalam selimut. Dela masuk kekamar mandi dan berendam. Karena sebenarnya Dela masih ngantuk, akhirnya Dela tertidur didalam bathtubnya, lalu Rendi yang sudah terbangun karena tak sanggup melihat terangnya kamar, pun masuk kemar mandi dan melihat Dela tertidur didalam bathtub yang berisi air susu dan mawar merah. Rendi hanya tersenyum dan memandanginya.

“gaya-gayaan lo.” Ucap Rendi pelan sambil tertawa kecil dan membuka pakaiannya untuk mandi di bawah shower. Selama Rendi mandi Rendi menyadari sebenarnya Dela sudah sadar hanya pura-pura tidur.

“hahaha lo ga takut buta la, kelamaan tutup mata?” ucap Rendi. Dela tak menjawab. Akhirnya Rendi mengelus-elus pipi Dela. “bangun gihh, lo dah sejam berendamnya, ntar masuk angin, gue udah pake handuk.” Dela membuka matanya perlahan dan melihat Rendi sudah memakai handuk di pingangnya. Namun tetap saja dada Rendi membuat Dea selalu blushing.

“ih Rendi ngapain sih, telanjang dada mulu.” Ucap Dela mengalihkan pandangannya.

“wahh... perasaan di apartemen gue, lo udah lihat yang lebih parah dari ini deh del, tapi disini?” ucap Rendi tak percaya melihat Dela yang selalu malu-malu.

“kan aku bilang beda.” Ucap Dela dengan wajah masih menjauh dari Rendi.

“ya udah, masukin lagi badannya, udah kelihatan.” Ucap Rendi sambil senyum-senyum meninggalkan Dela.

“WHAT?” ucap Dela sambil melihat tubuhnya dan tak ada apapun yang terlihat “hahahha Rendi sialan.” Ucap Dela sambil tertawa dan keluar dari bathtub lalu mandi.

 Rendi sudah siap-siap dan memainkan hp nya menunggu Dela siap-siap.

“packingnya udah siap Del? Itu baju mau digimanain?” tanya Rendi dari ruang tamu.

“emang kamu udah packing?” teriak Dela sambil merapikan bajunya kedalam tas belanjaan kemarin.

“udah dong.”

“bajunya dikirim ajah deh.” Ucap Dela menyusul Rendi ke ruang tengah.

“siapa yang kirim?” tanya Rendi sambil memandang Dela yang keluar dari kamar dan tertegun melihat Dela yang sangat cantik, menggunakan crop top sabrina berwarna putih, celana kulot motif tribal berwarna coklat, kalung dengan pendant bulu, anting bunga matahari, headband, sendal jepit, tas anyaman rotan, dan rambut yang dikuncir tinggi. “lo kok cantik banget del? Kayanya gue bakal kebanting.” Ucap Rendi sambil melihat tampilannya yang hanya menggunakan kaos, celana jeans panjang dan sepatu kets.

“wkwkwkw apaan sihh Ren, kamu tetap terganteng kok.” Ucap Dela sambil melangkah keluar kamar hotel sambil merangkul tangan Rendi. “nanti kak Syandana yang kirim, btw penerbangan kita jam berapa?”

“jam 6 soree laa...”

“terus kita mau kemana?”

“jalan-jalan ajah di kuta mungkin, belanja oleh-oleh.”

“hahaha iya juga sihh. Sarapan dulu yuk.”

Dela dan Rendi akhirnya sarapan di hotel dan melanjutkan perjalalanan ke pantai Kuta dan mampir ke beberapa toko untuk membeli oleh-oleh

“hum, beli apa yah? Tara, Figo sama Axel pasti udah bosen dengan hadiah Bali.”

“beli apa ajah del, mereka pasti terima kok.” Ucap Rendi sambil memilih dream cather.

“iya juga sihh.” Ucap Dela sambil memilih beberapa slayer “aku beli ini ajah deh.” Dela memberi 4 slayer kepada Rendi. “Rendi aku beli minum dulu yah, panas.”

“iya Del, jangan jauh-jauh. Mas, saya mau dreamcather yang ini.” Ucap Rendi sambil menunjuk dreamcather berwarna putih dengan ukuran yang lumayan besar diameter 30 cm, dengan bulu-bulu putih coklat. “sama ini mas, yg kecil-kecil 4 buah. Tolong dibungkus semua mas.” Rendi menunjuk dreamcather dengan ukuran diameter 15 cm berwarna-warni. Rendi menerima bungkusan dan langsung membayar dan menyusul Dela.

“wah banyak banget Ren.” Ucap Dela sambil meminum air mineralnya.

“hahahah banyak yang minta.” Ucap Rendi sambil tertawa.

“buat tatto yuk.” Ucap Dela dengan nada pelan.

“What? Tatto?” ucap Rendi terkejut.

“ya kalau kamu mau.” Ucap Dela sambil mengalihkan pandangannya dari Rendi.

“tatto permanen atau temporer?” tanya Rendi.

“maunya sih permanen, kecil ajah Ren, kaya gini nih.” Ucap Dela sambil menunjukan sebuah gambar pohon kelapa dan burung-burung di hapenya.

“ga bisa Del, kita kan masih kuliah, kalo temporer gak papa deh.” Ucap Rendi.

“yakan ga papa, kalo emang masih kuliah.” Ucap Dela lagi. “Tara punya tato gede di punggungnya, Figo punya di perutnya, Axel dimana-mana.”

“Dela, mereka beda. Temporer ajah yah.” Ucap Rendi sambil memegang kedua pipi Dela, karena Dela selalu menghindari untuk kontak mata dan akhirnya Dela menunduk mengiyakan keinginann Rendi.

Dela dan Rendi pergi membuat tato pohon kelapa kecil dilengan kanan Dela, dan sunset di tingan kirinya. Sementara Rendi tidak membuat sama sekali.

“so prity.” Ucap Dela yang tak berhenti tersenyum melihat tangannya

“ahhaahha. Kita nongkrong di situ yuk.” Ucap Rendi sambil menarik tangan Dela untuk menyebrang jalan.

Dela dan Rendi mampir di sebuah cafe di pinggir pantai Kuta dan menghabiskan waktu bercerita, makan dan minum. Dicafe tersebut sedang ada live music sehingga sangat menyenangkan.

“Dela gue ke toilet dulu yah.” Ucap Rendi sambil beranjak dari kursinya.

“okayy.” Ucap Dela. “mas, boleh minta kertas, saya mau request.” Ucap Dela kepada pelayan yang kebetulan sedang lewat.

“owhh iya silahkan mbak. Mbak mau nanyi?”

“hahaha boleh mas?”

“boleh mbakk. Tulis ajah nanti dipanggil.” Ucap pelayannya.

“okayy, ini mas, makasih mas sebelumnya.” Ucap Dela sambil memberikan kembali secarik kertas tadi. “huft, kamu harus bisa nyanyi depan Rendi.” Ucap Dela optimis. Tidak ada 3 menit, Dela sudah dipanggil ke stage untuk bernyanyi, sementara Rendi belum datang, lalu Delapun melangkah ke arah stage. Delapun berbincang-bincang dengan pengiringnya untuk menyesuaikan nada suara Dela. Dela menyanyikan lagu Love Is You dari Ten2Five.

Intro musikpun dimainkan, suara gitar yang sangat khas dilagu inipun  dimainkan Dela, Dela belum mulai bernyanyi sampai akhirnya Rendi kembali dan bingung melihat meja mereka kosong, Dela mulai bernyanyi, dan Rendi memandang seluruh cafe dan berhenti si stage music melihat Dela bermain gitar sambil bernyanyi, dan kembali membuat Rendi tertegun dan terduduk dikursinya. Suara Dela yang sangat merdu dan caranya bermain gitar tidak bisa dipercaya Rendi. Dela dan Rendi sudah berpacaran hampir 8 bulan dan Rendi tak tau kalau Dela bisa bernyanyi apalagi bermain gitar.

“this is how i feel, whenever im with you... let me love you, with all my heart, you are the one for me, you are the light of my soul, let me hold you, with my arms, i wanna feel love again, and i know love is you, love is you.” Nyanyian Dela cukup menyita perhatian para pengunjung cafe di siang itu dan membuat Dela mengingat aktivitasnya ketika SMA, akhirnya Dela selesai bernyanyi dan pengunjung bertepuk tangan mengiringi Dela kembali ke mejanya.

“itu buat kamu Ren, makasih sudah hadir di hidup aku.” Ucap Dela sambil memotong pienya.

“ha... ha... ha...” Rendi tertawa terpatah-patah seakan tak percaya dengan yang terjadi, Dela bernyanyi lagu yang sangat romantis dan ucapan Dela barusan “sejak kapan kamu bisa nyanyi?” tanya Rendi.

“huhh? Bisa nyanyi? Dari SD.” Ucap Dela santai.

“kok gue baru tau sekarang?”

“kamu ga pernah nyuruh aku nyanyi, ga pernah nanya juga.”

“iya juga sih.” Ucap Rendi sambil memasukkan ice cream ke mulutnya.

Waktu hampir menunju ke jam 5 dan kembali lagi, Rendi dan Dela masih dihotel lalu terburu-buru bergegas ke airport dan jam 7 malam pesawat landing dengan sempurna di Ahmad Yani Airport. Rendi dan Dela tidak menunggu lama lagi, setelah koper Rendi keluar dari bagasi, Rendi dan Dela langsung menuju parkiran dan masuk ke mobil Rendi lalu pulang kerumah Dela.

Sesampainya dirumah Dela, Rendi langsung pergi ke kamar tidurnya

“Dela, gue bobo duluan yahh, besok kuliah gue jam 7.30, bisa mati kalau telat.” Ucap Rendi sambil menghempaskan tubuhnya diatas kasur.

“okayy.”

Keesokan harinya kira-kira jam 6 pagi Dela sudah bangun dan langsung memasak sarapan untuk Rendi, nasi goreng sosis dan jus jeruk, Dela menyajikan  sarapannya di kebun belakang rumahnya karena disana udara pagi sangat baik dan sekalian memetik beberapa bunga untuk dirumah, karena Rendi belum muncul-muncul akhirnya Dela menyusul ke kamar Rendi.  

“Rendi kamu dimana?” tanya Del sambil membuka pintu kamar Rendi.

“dikamar mandi Del, kalo mau masuk-masuk ajah.” Ucap Rendi.

“dasar sinting, aku dah buatin kamu sarapan di taman belakang.” Ucap Dela sambil mengambil bunga mawar yang sudah layu dikamar Rendi dan menggantinya dengan yang baru dipetik, tiba-tiba Rendi datang dan langsung memeluk Dela dari belakang.

“Dela, kamu jangan giniin aku.” Ucap Rendi.

“kamu kenapa? Emang aku apain kamu?” tanya Dela bingung.

“kalau kamu gini, aku takut kamu pergi.” Ucap Rendi dengan suara pelan.

“hahaha aku ga kemana-mana kok.”

“janji kamu ga bakal pergi?”

“what? Hahaha janji sakral buat aku Ren, ga pergi kemana dulu?” tanya Dela lagi.

“huft, pokoknya janji jangan tinggalin gue.” Ucap Rendi seperti anak kecil yang sedang bergantung ke ibunya.

“hahaha iya Rendi, makan yuk.” Ucap Dela sambil melepas sarung tangannya lalu memegang pipi Rendi.

“kuy...” ucap Rendi sambil mengambil satu bunga mawar dari dalam vas dan menyelipkannya dibelakangnya dan melangkah mengikuti Dela ketaman belakang.

“ini buat kamu karena udah buat sarapan.” Rendi memberikan bunga itu ke Dela.

“makasih Rendi.” Ucap Dela dengan penuh senyuman.

hahahaha ucapan makasih lo kok tulus banget sih Del, padahal gue Cuma ngasih mawar yang itupun mawar lo sendiri yang gue ambil. Huft kenapa sih lo sesederhana ini, buat gue takut ajah.” Ucap Rendi dalam hatinya sambil melihat Dela mengungah nasi gorengnya.

“kenapa lihat-lihat Dela? Eh kenapa lihat-lihat aku” ucap Dela.

“hahha gak papa Del, aku berangkat dulu yah, udah jam 7.” Ucap Rendi sambil mencium kening Dela dan membuat Dela sangat terkejut, karena ini pertama kalinya Rendi mencium kening Dela karena ingin pergi.

Dikampus Rendi sudah memarkirkan mobilnya dan berlari menuju kelasnya, dikelas Rendi merupakan seorang anak yang aktif dan sangat pintar, dosen-dosen sangat menyukainya, dan semua orang mengatakan dia adalah calon dokter masa depan yang akan sangat hebat.

“Rendi, kamu udah ada kelompok belum buat tugas dari Prof Setyo?” tanya Nadya pada Rendi yang kebetulan pelajaran mereka sudah berakhir dan kini berada dikantin untuk makan siang.

“belum Nad? Why?” tanya Rendi sambil memakan makanannya dan membaca buku pelajaran.

“ya udah kalo gitu, kamu gabung tim kita aja yah, ada Iwan, Nike dan Tasya.” Ucap Nadya dengan antusias, karena dengan adanya Rendi di timnya, pasti tim mereka mendapat nilai bagus.

“okay. Kasitahu ajah diskusinya kapan.” Ucap Rendi sambil kembali membaca bukunya.

“tenkyu Ren.” Ucap Nadya.

Dikelas Rendi sangat banyak wanita yang menyukainya, bukan hanya dikelas, namun satu fakultas kedokteran, hampir semua wanita menyukainya, banyak yang cinta, banyak juga suka kepribadiannya yang cool namun tetap manis, tidak seperti Tara. Namun walupun Tara tidak cool seperti Rendi, dia tetap disukai banyak wanita di fakultasnya karena mahir bermain piano, Tara selalu diundang untuk tampil di setiap acara besar dikampus untuk bermain piano dengan musik klasiknya dan Tara termasuk pintar namun temperamennya sangat berantakan dan tidak suka diatur.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Black World
1440      666     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Te Amo
399      267     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
Perfect Love INTROVERT
9445      1733     2     
Fan Fiction
Strange and Beautiful
4216      1144     4     
Romance
Orang bilang bahwa masa-masa berat penikahan ada di usia 0-5 tahun, tapi Anin menolak mentah-mentah pernyataan itu. “Bukannya pengantin baru identik dengan hal-hal yang berbau manis?” pikirnya. Tapi Anin harus puas menelan perkataannya sendiri. Di usia pernikahannya dengan Hamas yang baru berumur sebulan, Anin sudah dibuat menyesal bukan main karena telah menerima pinangan Hamas. Di...
Ingatan
7343      1790     2     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...
Holiday In Thailand
57      53     0     
Inspirational
Akhirnya kita telah sampai juga di negara tujuan setelah melakukan perjalanan panjang dari Indonesia.Begitu landing di Bandara lalu kami menuju ke tempat ruang imigrasi untuk melakukan pengecekan dokumen kami pada petugas. Petugas Imigrasi Thailand pun bertanya,”Sawatdi khrap,Khoo duu nangsue Daan thaang nooi khrap?” “Khun chwy thwn khatham di him?” tanya penerjemah ke petugas Imigras...
When the Winter Comes
52785      7111     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Strawberry Doughnuts
602      403     1     
Romance
[Update tiap tengah malam] [Pending] Nadya gak seksi, tinggi juga kurang. Tapi kalo liat matanya bikin deg-degan. Aku menyukainya tapi ternyata dia udah ada yang punya. Gak lama, aku gak sengaja ketemu cewek lain di sosmed. Ternyata dia teman satu kelas Nadya, namanya Ntik. Kita sering bertukar pesan.Walaupun begitu kita sulit sekali untuk bertemu. Awalnya aku gak terlalu merhatiin dia...
Simbiosis Mutualisme
260      163     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
Princess Harzel
14884      2182     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...