Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu, Histeria, & Logika
MENU
About Us  

Hari, minggu, bulan menggelincir dengan cepat. Tahu-tahu Abriel sudah sampai di penghujung tahun. Sedikit, dengan ironis, ia terkagum-kagum akan pencapaiannya hingga bisa menjejak hari ini. Karena, jujur, ia masih bisa mengingat kegelapan hatinya saat itu, dalam perjalanan pulangnya menuju Bandung.

Pada pertengahan bulan Maret, komik Abriel resmi diterbitkan. Pencapaiaan itu membuat banyak orang terkagum-kagum padanya, terutama kedua orangtuanya. Bagaimana tidak, belum pernah ada komikus yang lahir dalam keluarga besar mereka. Abriel sendiri, tampak canggung setiap kali orang-orang yang mengenalnya mengungkap kekaguman mereka pada cerita, gambar dan tokoh-tokoh dalam komiknya. Baginya, karya itu sampai dicetak saja sudah cukup membuatnya bahagia.

Tapi dunia tidak bergerak menurut keinginannya. Kadang juga berlaku pada hal baik yang menjadi lebih baik lagi: feedback yang ia dapat dari pembacanya begitu luarbiasa.

Pada awal bulan April, ketika Abriel sedang membuat sketsa untuk kelanjutan komik "The Iron Minds" di pendopo dekat perpustakaan kampusnya, seorang gadis menghampirinya. Gadis itu cantik, memiliki mata besar dan rambut panjang lebat yang cerah.

Sambil mengeluarkan komik yang dibuat Abriel dari dalam tas kulit merahnya, ia menyapa, "Hai, sorry ganggu. Gue Meta, anak T.I. Butuh keberanian banget buat masuk ke fakultas ini nemuin lo. Gue tahu dari teman gue, katanya yang bikin komik favorit gue satu universitas sama kita. Bisa minta tanda tangan?"

Terperangah dengan keberanian dan kelugasan gadis itu, Abriel menutup buku sketsanya, menerima komik yang diserahkannya. Dengan agak kaku, Abriel menandatangani buku itu sebelum menyerahkannya kembali pada gadis itu.

"Mazzy itu keren banget. Karakternya bener-bener hidup," pujinya sambil mendekap komik itu. "Kalau boleh tahu lo terinspirasi dari mana untuk karakter Mazzy?"

"Uum, terinspirasi dari seseorang yang berarti buat saya aja." Abriel memang tidak memakai sebutan gue-elo pada orang yang baru saja dijumpainya karena merasa itu lebih sopan.

"Pacar?" Gadis itu tampak memastikan.

Abriel mengedikkan bahu. "Belum jadi pacar, sih. Tapi mungkin nanti bisa."

Gadis itu tertawa mendengar pengakuan Abriel yang ironis. "Sorry nih, kalau gue semakin lancang. Kalau nggak ada kepastian kenapa lo masih bertahan sama orang kaya gitu?"

"Karena dia itu, orang yang bisa bikin buku itu ada." Abriel menunjuk buku di genggaman gadis itu.

"Heran," sambungnya.

"Heran gimana?" timpal Abriel.

"Cowok sebertalenta lo, secakep lo... masih bisa kenal sama yang namanya digantungin," ujar gadis itu dengan luwes.

"Puji-pujian kamu bikin saya jadi nggak enak, nih," ucap Abriel, ramah. "Nggak enak atau keenakan barangkali beda tipis."

Gadis itu tertawa. "Lo lucu, ya.  Eh, El, May I..." Ia menunjuk tempat di sebelah Abriel.

"Silakan, silakan," Abriel mempersilakan gadis itu duduk berselonjor di sebelahnya.

Meskipun awalnya Abriel masih menanggapi setiap pertanyaan gadis itu dengan canggung, ketika gadis itu mengutarakan pendapatnya yang cermat mengenai beberapa kemungkinan yang terjadi pada Mazzy di akhir buku, tak dapat dicegah mereka pun terlibat obrolan seru. Hingga akhirnya Abriel mengecek jam kalau sebentar lagi ia harus masuk ke kelas terakhirnya.

"Berhubung lo bilang gue satu-satunya yang bisa menebak dengan sedikit tepat di mana Max menyembunyikan peti itu, gue layak dong dapat kesempatan diajak ngopi-ngopi sama komikus keren kayak lo," ujarnya seraya menyodorkan ponselnya, memberi isyarat agar Abriel mengetikan nomor ponselnya.

Sesaat, Abriel hanya memandangi ponsel itu sementara otaknya menimang-nimang.

"Serius, El. Gue hanyalah hardcore fans yang bakal gigit lo, jambak-jambak lo—jadi nggak ada alasan dong lo nggak mau ngajak gue ngopi—kapan-kapan," guraunya meski terkesan berusaha meyakinkan.

"Kalau saya nggak ngasih nomor HP saya ke kamu, apa kamu bakal berhenti baca komik saya?"

Gadis itu mengangkat bahu. "Barangkali. Atau gue malah akan semakin penasaran." Kali ini Abriel bisa melihat kilauan di bola mata gadis itu meskipun gadis itu sudah menarik ponselnya kembali.

Ia mengerjap. "Ada seseorang yang pernah bilang sama saya, sebenarnya kita nggak perlu HP. Kalau udah jalannya, dengan hanya berjalan lurus ke depan, kita bakal sampai ke tujuan kita."

"Karena dunia itu bundar," gadis itu langsung menyimpulkan.

Abriel mengangguk, terperangah. "Tepat."

"Yang bilang gitu adalah orang yang menginspirasi lo itu?"

Abriel mengangguk. "Mazzy di dunia nyata. Namanya Isabel," ia memberitahu.

Gadis itu tampak menghela napas. "Jadi, gue nggak dapat apa-apa, nih, seriusan? Karena lo pikir kita bakal dipertemukan lagi oleh bundarnya permukaan bumi?"

Abriel mengeluarkan ponselnya, kemudian menjulurkan benda pipih tersebut pada gadis itu. "Sayangnya, saya nggak sependapat sama teori dia. Saya yakin cepat atau lambat saya akan butuh nomor kamu. Dan sebagai cowok, lebih sopan rasanya kalau kamu yang nulis nomor kamu di HP saya."

Dengan lebih ceria, gadis itu segera mengetikkan nomornya di ponsel Abriel. "Call me, ya, kalau lo nggak lagi sibuk kita bisa nongkrong atau apa bareng," ujarnya. "Tapi nggak maksa, kok, kalau lo mau aja."

"Oke." Abriel tampak memandangi layar ponsel yang baru saja diterimanya kembali.

"Kalau gitu, see ya. Good luck buat proyek lo berikutnya dan semoga beruntung buat penantian panjang lo nunggu kepastian dari Abel, Sang Inspirasi..." Gadis itu bangkit, turun dari atas pendopo dan berbalik.

"Boleh titip pesan, nggak?" Abriel berkata sebelum gadis itu melangkah pergi. "Tolong bilang sama Isabel, 'Abriel tahu dunia itu bundar, makanya Abriel punya keyakinan kalau dia bakal ketemu sama Angsa-nya lagi suatu saat nanti'."

Gadis itu membalikkan badannya, perlahan, seperti orang yang sakit leher. "Heeeei, sejak kapan lo tahu?"

Abriel tersenyum lebar. "Sejak kamu manggil saya 'El', saya udah curiga. Kita baru pertama kali ketemu, tapi kamu langsung tahu panggilan saya seolah-olah kita udah pernah kenal atau kamu sering dengar nama panggilan itu."

Gadis itu mengangkat alisnya.

"Saya juga nggak menyebut kalau Isabel sering dipanggil keluarganya dengan sebutan 'Abel'," tambah Abriel. "Dan, setahu saya anak T.I nggak ada yang pakai sepatu setinggi itu." Ia menunjuk sepatu silver mencolok gadis itu.

Kali ini gadis itu tampak menyerah, kalah. "Oke, Sherlock. Gue tahu sejak awal ini bukan ide bagus. Tapi anak itu tetep minta gue. Lo tahu kan Abel itu kayak apa? Rese, nyebelin, seenaknya, bossy. Sejak kecil dia emang udah gitu. By the way, gue Mei. Well, nama asli gue emang Meta, panggilan aja sih Mei—gue sepupunya Abel." Ia memutar bola matanya.

"Kabar dia sekarang gimana?" Abriel berujar cepat, bahunya terasa menengang.

"Dia baik. Hidupnya semakin baik dan bermanfaat, gue rasa."

"Dan maksud dia ngirim kamu ke sini, pura-pura nggak jelas gitu, tujuannya buat apa?"

Meta tampak berpikir. "Nggak tahu, ya. Dia kan orangnya unpredictable gitu. Kemungkinan besar, dia pengin tahu kabar lo—or maybe, emang pengin tanda tangan lo. Eh, tapi soal komik lo emang seru, serius deh gue nyampe baca tiga balikan, lho. Jadi bagian itu bukan rekayasa."

"Kalau gitu kamu tahu dong Isabel di mana?"

Meta mengerucutkan bibirnya seraya mengerlingkan matanya. "Heeeeell yeees," gerutunya, karena meski ia berkata panjang-lebar, Abriel hanya terfokus mengenai Isabel. "Cuma gue satu-satunya orang yang mau agak mentolerir isi kepalanya, ya..."

"Jadi, di mana dia sekarang?"

"Lo udah nonton DVD yang dia kasih?"

"Breakfast at Tiffany's?" gumam Abriel.

"Nah."

Abriel tampak tertegun, kepalanya terasa baru dilempar batu. Ia sudah menonton film itu berkali-kali guna menyelami jalan pikir Isabel. "New York?"

Meta tak mengangguk ataupun menggeleng. Gantinya ia sengaja mengangkat bahunya dengan lambat dan kentara.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (19)
  • Cassanouva

    Teenlit namun lbh matang. Metropop namun tidak ngepop amat. Kadarnya pas, bakal lanjut membaca cerita cantik ini. Trims Author untuk cerita ini

    Kalau suda beres saya akan kasih review.

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • ruriantysavana

    ka cek inbox ya aku ada pertanyaan2 tentang cerita ini
    mau di sini tp tkt spoiler hehe, thx

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • ala_fifi

    baca karya ini jd pgn nulis yg bagus jg rasanya, pgn latihan banyak biar bisa gini

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • Retha_Halim

    Good job, Author. On chaper41

    Comment on chapter 41. Dua Hati (TAMAT)
  • yurriansan

    diksinya mantep banget, kudu banyak belajar nih

    Comment on chapter 2. Pantomim Waktu
  • Andrafedya

    @firlyfreditha silakan dibaca sampai beres, kalau masih blm ketemu nanti kukasih tau deh :)

    Comment on chapter 14. Saling Melarutkan
  • Andrafedya

    @ayuasha febby baik, cuma temperamental. Tapi dia juga punya sisi baik, kok :) terima kasih sudah membaca

    Comment on chapter 14. Saling Melarutkan
  • firlyfreditha

    bersetting tahun brp kak?

    Comment on chapter 3. Pemantauan
  • ayuasha

    kesel sama Febby sumpah

    Comment on chapter 9. Tergelincir
  • Andrafedya

    @defreeya selamat membaca, jangan berhenti ya. Terima kasih banyak buat apresiasinya

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
Similar Tags
Dia Dia Dia
13530      2164     2     
Romance
Gadis tomboy yang berbakat melukis dan baru pindah sekolah ke Jakarta harus menahan egonya supaya tidak dikeluarkan dari sekolah barunya, saat beberapa teman barunya tidak menyukai gadis itu, yang bernama Zifan Alfanisa. Dinginnya sikap Zifan dirasa siswa/siswi sekolah akan menjadi pengganti geng anak sekolah itu yang dimotori oleh Riska, Elis, Lani, Tara dan Vera. Hingga masalah demi masalah...
Warna Warni Rasa
1259      573     2     
Romance
Rasa itu warna. Harus seperti putih yang suci. Atau seperti hijau yang sejuk. Bahkan seperti merah jambu yang ceria. Rasa itu warna. Dan kau penentunya. Banyak gradasi yang harus di lalui. Seperti indahnya pelangi. Bahkan jika kelabu datang, Kau harus menjadi berani seperti merah. Jangan seperti biru yang terlihat damai, Tapi jika marah akan menghancurkan bumi seperti tsunami. R...
NADI
6127      1682     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Contract Lover
12502      2657     56     
Romance
Antoni Tetsuya, pemuda mahasiswa kedokteran tanpa pengalaman romansa berusia 20 tahun yang sekaligus merangkap menjadi seorang penulis megabestseller fantasy komedi. Kehidupannya berubah seketika ketika ia diminta oleh editor serta fansnya untuk menambahkan kisah percintaan di dalam novelnya tersebut sehingga ia harus setengah memaksa Saika Amanda, seorang model terkenal yang namanya sudah tak as...
Verletzt
1494      682     0     
Inspirational
"Jika mencintai adalah sebuah anugerah, mengapa setiap insan yang ada di bumi ini banyak yang menyesal akan cinta?" "Karena mereka mencintai orang yang tidak tepat." "Bahkan kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih." --- Sebuah kisah seorang gadis yang merasa harinya adalah luka. Yang merasa bahwa setiap cintanya dalah tikaman yang sangat dalam. Bahkan kepada...
Renjana: Part of the Love Series
256      209     0     
Romance
Walau kamu tak seindah senja yang selalu kutunggu, dan tidak juga seindah matahari terbit yang selalu ku damba. Namun hangatnya percakapan singkat yang kamu buat begitu menyenangkan bila kuingat. Kini, tak perlu kamu mengetuk pintu untuk masuk dan menjadi bagian dari hidupku. Karena menit demi menit yang aku lewati ada kamu dalam kedua retinaku.
Rumah Laut Chronicles
2674      1136     7     
Horror
Sebuah rumah bisa menyimpan misteri. Dan kematian. Banyak kematian. Sebuah penjara bagi jiwa-jiwa yang tak bersalah, juga gudang cerita yang memberi mimpi buruk.
Aku & Sahabatku
17486      2465     4     
Inspirational
Bercerita tentang Briana, remaja perempuan yang terkenal sangat nakal se-SMA, sampai ia berkenalan dengan Sari, sifatnya mengubah hidupnya.
Hati Yang Terpatahkan
2140      974     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Petrichor
5158      1650     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...