Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu, Histeria, & Logika
MENU
About Us  

Bangunan penginapan mereka tampak mengecil dari pandangan, lalu menghilang seperti bintang yang ditelan terang. Perjalanan menuju Subang pagi itu, disertai hawa dingin yang menusuk dan menggigit tulang.

Sebelum meneruskan perjalanan, mereka sempat berhenti untuk mengisi bensin dan sarapan nasi kuning di pinggir jalan. Menurut aplikasi peta yang ada di ponsel Abriel, sebentar lagi mereka akan keluar dari jalan utama dan memasuki jalan menuju desa yang dituju.

"Itu Sariater." Isabel menunjuk ke jendela kanan Abriel. "Tinggal dua-tiga kiloan lagi berarti. Jalan masuknya di sebelah kanan, ati-ati kamu kelewatan."

Tak lama kemudian, Abriel menemukan jalan masuk menuju desa yang dimaksud Isabel. Namun, baru beberapa bangunan kecil yang ia lewati, seorang pemuda berpeci membuat isyarat agar mobil Abriel berhenti. Pemuda itu memberitahu bahwa jalanan utama menuju ke kelurahan sedang diperbaiki. Dan satu-satunya cara untuk menempuh desa yang dimaksud adalah dengan menumpangi motor.

Isabel tampak berpikir cepat. "Kalau gitu, di mana tempat kita bisa sewa motor?"

"Sewa?" Si pemuda tampak berjengit. "Hmm. Oh, kayaknya mah motor Abah Apuk bisa. Itu warungnya. Sebentar, saya tanyain dulu, ya."

"Iya, Kang. Nuhun pisan ya, Kang," ucap Abriel tulus kepada pemuda baik hati itu. Ia pun segera memarkirkan mobilnya di sisi warung penjual beras itu kemudian turun bersama Isabel, mengekor si pemuda tadi.

Tak lama kemudian, keluarlah bapak pertengahan baya dengan si pemuda dari ambang pintu yang sedikit terhalangi gundukan karung-karung beras. Sementara si bapak menghampiri Abriel, pemuda murah hati tadi memilih berpamitan untuk kembali ke pesantren. Setelah Abriel menjelaskan maksud dan tujuan kepada si bapak tersebut, bapak yang akrab dipanggil Abah Apuk tersebut, mengizinkan keduanya menyewa motor miliknya.

"Motor lama, tapi bandel mah bandel. Cing sakeudap." Dengan kedua tangan, Abah Apuk lalu membuka garasi kecil di samping warungnya dan mengeluarkan sebuah motor Honda Mega Pro yang tampak cukup terawat meskipun keluaran tahun lama.

Abriel tampak terpana memandangi motor itu. "Keluaran tahun berapa, Pak?"

"99," jawab bapak itu. "Tapi da rajin dirawat ku anak saya. Kela, dengar suaranya, masih alus sekali. Nggak kalah sama keluaran baru."

Abriel nyaris bersiul ketika bapak itu menghidupkan motornya. Suaranya mantap. 

"Ngomong-ngomong," ujar si bapak berniat menyuarakan isi hatinya yang sejak tadi dipendamnya setelah menyerahkan kunci motor berserta dua buah helem—batok dan full face jadul yang dimilikinya—kepada Abriel, "kenapa sama muka Aa, ya?"

Abriel tampak sedikit kikuk. Namun sebelum Abriel menjawab, Isabel keburu menyela dengan riang, "Dihajar gajah, Pak, waktu teman saya ini liburan ke Thailand. Rebutan pacar sama gajah ya hasilnya sudah pasti gini. Babak-belur."

 

* * *

 

Pagi itu Irena sedang menyiapkan buku pelajarannya, ketika ia mengeluarkan isi tasnya satu per satu, ia sontak memekik.

"Kok, bisa lupa...," renungnya seraya memandangi buku sketsa itu.

Menyisikan perlengkapan sekolahnya, ia mengambil tempat di sisi tempat tidurnya seraya membuka lembar demi lembar halaman itu, menekuri setiap gambar dan huruf rekatan itu dengan penuh penghayatan. Hingga ia tiba di kertas kosong yang belum diisi.

Irena membalikkan bukunya ke bagian-bagian awal, ke halaman di mana tokoh utama komik itu diperkenalkan. Mazzy tampak tersenyum miring padanya, dengan posisi tangan bersedekap, dan kaki disilangkan—tokoh itu tampak begitu matang, superior, intimidatif dan penuh percaya diri. Seolah menantangnya untuk beradu: adu apa saja, kekuatan, otak, kecantikan atau semuanya sekaligus!

Irena mendadak tidak nyaman. Ditutupnya kembali buku itu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa kemampuan Abriel menggambar dan mengolah cerita menjadi sangat menarik, meningkat begitu pesat. Komik ini akan luarbiasa sukses dipasaran jika mendapatkan editor yang tepat. Tapi, entah mengapa secara tak masuk akal dan magis, tokoh utamanya terasa mengintimidasinya.

Meskipun tokoh itu membuat perasaan Irena tak menentu, ia tak bisa mengabaikan satu fakta mencolok dari tokoh itu. Mazzy sangatlah memesona!

 

* * *

 

Tanpa sengaja Adit mendengar kabar itu dari Mario yang tengah bercerita pada dua orang temannya saat ia mampir ke kantin untuk membeli roti. Tanpa menunggu, Adit langsung menyela, "Lo tahu dari mana?"

Mario tampak gugup ketika melihat Adit tahu-tahu muncul di sampingnya. "Gue tahu dari Helmi. Semalam, Muamar ke rumah Kalib, Helmi lagi di sana." 

"Terus?" desak Adit. Diremasnya roti dalam genggamanya hingga gepeng.

Mario pun tak punya pilihan selain menceritakan semua hal yang ia tahu pada Adit.

Dalam perjalanan menuju ke kelas Muamar, Adit menelepon ponsel Abriel, tapi sambungan itu mengatakan bahwa jurusan yang sedang ia tuju berada di luar jangkauan. Adit kontan mengumpat geram. Bagaimana bisa Abriel menyembunyikan hal sepenting itu darinya? Bagaimana keadaan anak itu sekarang? Di mana ia sekarang?

Sesampainya di kelas yang dimaksud, Adit tidak menemukan Muamar. Maka, ia langsung menghampiri Kalib yang sedang mengobrol bersama beberapa teman di kelas itu.

"Lib, gue perlu ngomong sama lo. Sekarang. Di luar," katanya, dan tanpa menunggu Kalib merespons, Adit sudah melengos keluar.

"Apaan, Dit?" ujar cowok berambut kelimis itu dengan lambat-lambat, salah tingkah. Tahu betul arah pembicaraan ini akan ke mana.

"Lo tahu apa yang terjadi semalam?"

Kalib menghela napas. "Jujur, gue nggak nyangka dia bisa segila itu. Keadaan si El gimana sekarang, Dit?"

"Nggak tahu." Fakta itu otomatis menggores hati Adit. Giginya refleks membuat suara desisan. "Si Muamar nggak sekolah hari ini?"

Namun, sebelum Kalib menjawab lagi, mata Adit lebih dulu menangkap sosok yang tengah berjalan ke arahnya itu. Dan tanpa menunggu, ia pun bergegas menghampiri cowok itu. Melayangkan pukulan keras ke rahangnya. Sekali. Dua kali. Hingga cowok itu jatuh terjengkang. Jeritan riuh terdengar dari murid-murid perempuan yang menyaksikan kejadian itu.

"Ingat, Mar. Masalah Abriel, masalah gue juga," geram Adit. Napasnya memburu.

Dari sekian banyak murid, hanya satu yang terlihat bergerak memecah kerumunan. Sebelum Adit akan melayangkan pukulan yang ketiga, Tomi muncul di belakangnya dan menarik Adit sekuat tenaga untuk menjauhi Muamar. Sementara Kalib segera menghampiri teman sebangkunya itu, membantu Muamar untuk bangun. Deretan gigi Muamar tampak ditenggelamkan ludah bercampur darah.

"Tom, ngapain sih lo! Si anjing ini gebukin si El, Tom! Gara-gara cewek, tai banget kan, Tom!" bentak Adit pada Tomi yang berhasil menarik tubuhnya menjauh.

"Iya, iya, Dit. Tapi ini sekolah. Lo bisa kena masalah juga," ujar Tomi berusaha menenangkan gelegak kemarahan Adit. 

"Udah segini doang? Udah? Lo sama tainya tahu kayak sobat lo!" teriak Muamar dari balik punggung Adit.

Tersulut emosi, Adit hendak berbalik, tapi Tomi mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengarahkan Adit tetap berjalan lurus.

"Udah, udah, Dit. Biarin. Nggak usah kepancing. Kita ke kelas aja mendingan." Tomi masih menekan bahu Adit.

Terdengar derap-derap langkah cepat. Sebuah tangan lain menarik bahu Adit. Tak butuh waktu lama bagi Adit menerima serangan di detik berikutnya. Ia mundur, menabrak jendela di belakangnya hingga terdengar bunyi bergoncang. Tomi menghadangkan tangannya untuk mendorong tubuh Muamar, tetapi Adit keburu maju. Perkelahian itu akhirnya tak dapat dihindarkan lagi. Terpaksa, Tomi harus meminta murid-murid yang mengerubung untuk memanggil guru guna menghentikan kericuhan tersebut bertambah parah, sementara ia dan Kalib menengahi semampu mereka.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (19)
  • Cassanouva

    Teenlit namun lbh matang. Metropop namun tidak ngepop amat. Kadarnya pas, bakal lanjut membaca cerita cantik ini. Trims Author untuk cerita ini

    Kalau suda beres saya akan kasih review.

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • ruriantysavana

    ka cek inbox ya aku ada pertanyaan2 tentang cerita ini
    mau di sini tp tkt spoiler hehe, thx

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • ala_fifi

    baca karya ini jd pgn nulis yg bagus jg rasanya, pgn latihan banyak biar bisa gini

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
  • Retha_Halim

    Good job, Author. On chaper41

    Comment on chapter 41. Dua Hati (TAMAT)
  • yurriansan

    diksinya mantep banget, kudu banyak belajar nih

    Comment on chapter 2. Pantomim Waktu
  • Andrafedya

    @firlyfreditha silakan dibaca sampai beres, kalau masih blm ketemu nanti kukasih tau deh :)

    Comment on chapter 14. Saling Melarutkan
  • Andrafedya

    @ayuasha febby baik, cuma temperamental. Tapi dia juga punya sisi baik, kok :) terima kasih sudah membaca

    Comment on chapter 14. Saling Melarutkan
  • firlyfreditha

    bersetting tahun brp kak?

    Comment on chapter 3. Pemantauan
  • ayuasha

    kesel sama Febby sumpah

    Comment on chapter 9. Tergelincir
  • Andrafedya

    @defreeya selamat membaca, jangan berhenti ya. Terima kasih banyak buat apresiasinya

    Comment on chapter 1. Makhluk Malang
Similar Tags
Intuisi Revolusi Bumi
1140      583     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
Piromaniak
5779      1683     5     
Romance
Dia merubah apiku dengan cahayanya
Perahu Waktu
438      299     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
17173      2816     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14263      2904     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Bullying
576      355     4     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
Why Joe
1327      676     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Transformers
302      253     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
Your Secret Admirer
2297      796     2     
Romance
Pertemuan tak sengaja itu membuat hari-hari Sheilin berubah. Berubah menjadi sesosok pengagum rahasia yang hanya bisa mengagumi seseorang tanpa mampu mengungkapkannya. Adyestha, the most wanted Angkasa Raya itulah yang Sheilin kagumi. Sosok dingin yang tidak pernah membuka hatinya untuk gadis manapun, kecuali satu gadis yang dikaguminya sejak empat tahun lalu. Dan, ada juga Fredrick, laki-l...
102
2350      955     3     
Mystery
DI suatu siang yang mendung, nona Soviet duduk meringkuh di sudut ruangan pasien 102 dengan raga bergetar, dan pikiran berkecamuk hebat. Tangisannya rendah, meninggalkan kesan sedih berlarut di balik awan gelap.. Dia menutup rapat-rapat pandangannya dengan menenggelamkan kepalanya di sela kedua lututnya. Ia membenci melihat pemandangan mengerikan di depan kedua bola matanya. Sebuah belati deng...