Ketika Sierra sedang menulis naskahnya dalam keseriusannya, otaknya yang sedang terus memutar memori tiba-tiba merasakan sesuatu yang sepertinya sedikit… abnormal. Pria itu, Dylan yang baru saja tadi siang mengantarkannya ke asrama ini… genggaman, dekapan, dan tatapannya… terasa begitu mirip dengan laki-laki yang menolongnya ketika ia mengalami kecelakaan tiga tahun silam. Ia masih ingat setiap detil perasaan yang dialaminya ketika peristiwa tersebut berlangsung. Waktu memang telah jauh berlalu, namun waktu yang panjang itu juga tak dapat mengikis kenangan Sierra mengenai peristiwa kecelakaan empat tahun yang lalu, tahun-tahun di mana ia berada pada titik terendahnya. Tapi, benarkah Dylan yang seenaknya sendiri itu, benar-benar adalah pria yang menolongnya dengan tulus tiga tahun yang lalu?
***
Dear Diary…
Ayahku telah meninggalkanku sejak kemarin lusa. Kanker pankreas yang menyerangnya begitu tanpa ampun. Penyakit itu bahkan tak memperhatikan korban residu dari kejadian kematian ayahku. Upacara pembakaran mayat juga baru saja dilaksanakan kemarin. Dan abu hasil pembakaran masih kusimpan di kamarku.
Ayah… mengapa kau begitu tega meninggalkanku di dunia ini. Ibuku dan aku akan begitu susah melanjutkan kehidupan ini tanpamu. Sekalipun ibu bekerja keras di cathering dan aku belajar sekeras mungkin, kondisi keluarga kita tidak akan menjadi lengkap seperti dulu.
Sudahlah, aku hanya berharap Ayah tetap mendoakan kita dari atas sana untuk kehidupan kita di dunia fana ini. Dan maafkan aku yang sewaktu Ayah hidup tak mampu membahagiakan Ayah, membanggakan Ayah, ataupun memuaskan hati Ayah. Namun yang perlu Ayah tahu, aku mencintaimu Ayah.
Sierra yang berusia 14 tahun itu menutup buku hariannya yang sudah usang termakan usia. Ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya dengan punggung tangannya, kemudian menelungkupkan kepalanya di atas tangannya yang digunakan sebagai bantalan. Ayahnya meninggal kemarin lusa, dan hari ini saja keluarganya sudah tak mempunyai uang sebagai jaminan apakah hari esok akan ada makanan yang dapat dimakan. Ibunya memang seorang pekerja keras, namun di sisi lain ibunya benar-benar tak bisa mengelola uangnya.
Saat itu, Sierra baru saja masuk ke SMAnya yang baru. Ia belum memiliki banyak kenalan, karena tak banyak teman-teman SMP yang bersamanya masuk sekolah itu. Tanpa kenalan, Sierra benar-benar tak tahu dengan siapakah ia harus menceritakan masalahnya, dan memohon solusi atas peristiwa yang terjadi padanya. Oleh karena itu, Sierra hanya dapat menuliskan isi hatinya pada buku hariannya yang menjadi hadiah ulang tahun terakhir dari Ayahnya.
Hari-harinya di sekolah begitu monoton. Dia selalu bepergian sendirian kemana-mana, menangani segala masalahnya sendiri, dan berusaha mengatasi segala kesulitannya seorang diri. Ibunya hanya sibuk bekerja keras dan menjajakan uang sekenanya, kakak perempuannya sedang melanjutkan pendidikan di National University of Singapore, tentu sibuk mengurusi studinya, dan ayahnya baru saja pergi. Ia akan berusaha mengelola seluruh kehidupannya sendiri. Rasanya ia tak memiliki pegangan ataupun seseorang yang dapat dijadikannya sandaran.
Seperti biasanya, setelah pulang sekolah, Sierra pulang dengan angkutan umum untuk kembali ke rumah kontrakannya. Ia duduk di tengah kerumunan orang yang berdesak-desakan. Duduk di tempat seperti ini membuanya merasa seperti begitu kecil di antara dunia ini. Kehadirannya bagai tak berarti untuk dunia ini. Ia belum menemukan secercah harapan baginya untuk terus hidup di dunia ini.
Ayahku meninggalkanku. Ibu dan kakakku sibuk dengan kehidupan mereka. Aku harus melanjutkan hidup ini sendirian, dan aku tak mengerti apakah aku akan berubah setelah berhasil mengubah hidupku. Mungkinkah aku akan menemukan diriku yang baru? Namun aku bahkan tak memahami kehidupan baru seperti apa yang aku inginkan.
Saat itu adalah saat terburuk bagi Sierra. Ia selalu merasa mengasihani dirinya sendiri. Ia belum memiliki motivasi apapun untuk mengubah keadaan dirinya tanpa kehadiran Ayahnya.
Ciiiiitt… supir angkutan berusaha menghentikan jalan angkutannya secara mendadak. Apakah supir angkutan ini mengantuk, atau tak sadar? Tak ada seorangpun yang mengerti. Dan brakkkkk… tanpa dapat dicegah lagi, angkutan menabrak pohon yang berada di pinggir jalan. Semua orang berpikir bahwa sang supir pastilah tak dapat tertolong lagi. Para penumpang terjatuh dan saling tumpang tindih di bagian tengah angkutan. Dan semuanya memprediksikan bahwa yang tertindih pada bagian paling bawah pastilah tak akan tertolong. Dan yang tertindih pada lapisan paling bawah adalah seorang gadis SMA yang sedang terpuruk dan berada dalam tekanan hidup.
Ketika semua penumpang telah dibawa keluar dari angkutan oleh beberapa orang sukarelawan, maka tersisalah seorang gadis SMA tersebut. Dan ternyata, takdir telah merencanakan bahwa kehidupan Sierra tak akan berakhir di tempat itu. Seorang pria muda – umurnya berkisar antara 16-17 tahun – yang sedang melewati jalanan kota Sichuan melihat kejadian itu. Pria yang penuh dengan rasa keingintahuan itu menilik kondisi angkutan umum yang bentuknya sudah hancur itu. Dan ia begitu terkejut melihat seorang gadis dengan sweater SMA tergeletak di tengah angkutan tanpa ada seorangpun yang menolongnya. Apakah mereka berpikir bahwa gadis tersebut sudah meninggal atau tidak, pria muda itu tidak peduli. Ia merasa ia berkewajiban menolong gadis yang benar-benar tak berdaya itu.
Dengan sangat hati-hati, ia menarik tubuh gadis itu keluar dari angkutan umum. Ia menggendong gadis tersebut dan mengantarkannya ke rumah sakit dengan memanggil mobil ambulan. Ketika Sierra berada dalam dekapan pria tersebut, ia memang tak mempunyai cukup tenaga untuk menengadah dan melihat bagaimana sosok pria yang menolongnya. Namun, ia benar-benar ingat bahwa pria tersebut mengenakan kaus hitam bertuliskan Catch Your Dream dan mengenakan kalung yang terbuat dari manik-manik kayu. Sierra tak mengerti arti kalung itu, namun ia pikir itu bisa menjadi petunjuk jika suatu hari nanti ia ingin mencari pria yang menolongnya. Ia tentu harus membalas budi besarnya. Maka Sierra menarik kalung itu hingga terlepas dari leher pria tersebut. Ia pikir pria itu tak akan menyadarinya, karena sesudahnya pria tersebut tak pernah mempedulikan sesuatu yang menggantung pada leher panjangnya itu…
***
Braakk… terdengar suara meja yang dipukul keras-keras. Suara itu yang akhirnya membuyarkan lamunan Sierra. Sepertinya salah satu teman sekamarnya yang melakukannya.
"Hello… Sierra, kau tak apa-apa? Wajahmu tadi terlihat seperti tanpa jiwa," ujar Sheng Jia Yi.
"Oh… eh… uhm… ah… benarkah? Tak apa, aku benar-benar tidak apa-apa," ujar Sierra gagap. "Aku hanya sedang memikirkan sesuatu," lanjutnya.
"Huuh… ya Tuhanku, kupikir jiwamu terbang ke mana. Baiklah, jika ada sesuatu yang mengganjal di hatimu, kau dapat memberitahu kami, OK? Kami juga temanmu," ucap Sheng Jia Yi sambil kemudian meninggalkan Sierra dan kembali berkutat pada kesibukannya sendiri.
Huft… apakah aku benar-benar kelihatan tanpa jiwa tadi? Tapi rasanya gaya dan gerak-gerik Dylan begitu mirip dengan pria di jalanan kota Sichuan itu. Namun, kelihatannya tak ada bukti yang kuat selain ini hanyalah firasatku sendiri saja, pikir Sierra bingung. Namun setelah itu ia tak mau ambil pusing, karena ia merasa masih harus melanjutkan penulisan naskahnya. Sebab sesuai planning yang telah dibuatnya, naskah yang ditulisnya akan dikirim ke penerbit minggu depan setelah melalui berbagai proses revisi dan pengeditan.
Tema-nya tentang penulis. Keinginan Sierra sama dengan keinginan seluruh penulis TinLit.
Comment on chapter BAB 3 The Way People Enjoy Their YouthSukses ya untuk ceritanya, Semoga bisa sesukses seperti karya Sierra.