Loading...
Logo TinLit
Read Story - When I Found You
MENU
About Us  

LANGIT yang cerah di hari minggu serta sinar matahari yang bersinar terang dengan semangat menyambut seorang perempuan berambut cokelat terang sepanjang punggung di kota Jakarta. Dia meletakan sunglasses di atas kepala, ketika mobil yang membawanya dari bandara berhenti tepat di halaman rumah  yang cukup luas. Lebih tepatnya rumah yang sudah tidak dia tinggali selama kurang lebih empat tahun. 

Dengan anggun perempuan bernama Caitlin Zhefania keluar dari dalam mobil yang di susul oleh laki-laki yang seumuran dengannya, Leon Wiraputra. 

Caitlin menoleh sekilas ke arah Leon sebelum berujar, "Bawain semua koper-koper gue ya."  pintanya santai tanpa memperdulikan Leon yang terlihat keberatan.

Laki-laki itu menghembuskan napas pasrah dan meski enggan, Leon akhirnya mulai menurunkan koper-koper besar yang tersimpan di bagasi.

"Cait!" seru Leon. "Tangan lo kan nggak bawa apa-apa, bantuin satu dong!"

Caitlin memberikan senyuman jenakanya, dan itu membuat Leon gemas. "Ngga mau! berat."

Leon tidak bisa menahan kedua bola matanya untuk tidak berputar. "Manja." gumamnya pelan.

Tentu saja Caitlin tidak mendengar gumaman Leon. Mata bulatnya sibuk menjelajahi halaman rumahnya yang sudah berubah ketika terakhir kali dia melihatnya. Empat tahun lalu, saat Caitlin akan meneruskan sekolah menengah pertamanya di New York, halaman itu hanya di hiasi bunga matahari saja. Bunga kesukaan Jane -Ibunya-  sedangkan halaman yang di lihatnya sekarang penuh dengan berbagai macam jenis bunga. Caitlin ingat jika Fahri -Ayahnya- sangat menyukai berkebun yang dapat memanjakan mata setelah seharian berkutat dengan pekerjaan di kantor.

Kaki jenjangnya yang di balut dengan celana jins biru pudar serta sneakers dusty pink mulai melangkah menuju pintu utama rumah tersebut. Tangannya terulur untuk menekan bel dan tidak lama kemudian pintu besar ber cat putih itu sudah terbuka lebar. Di hadapannya kini terlihat seorang perempuan yang usianya menyentuh angka lima puluh tahun sedang tersenyum lebar ke arahnya. Caitlin mengenal baik perempuan tersebut. Dia adalah bude Asri, asisten rumah tangga yang sudah mengabdi di rumahnya bahkan saat usianya masih balita.

"Non Caitlin." sapa bude Asri yang tidak bisa menutupi rasa bahagianya.

Caitlin tertular senyum lebar bude Asri. Tanpa sadar dia harus mensejajarkan tingginya agar bisa memeluk bude Asri yang sudah dia anggap seperti neneknya. Padahal dulu, tinggi Caitlin tidak mencapai bahu bude Asri. Tapi kini, justru bude Asri lah yang tingginya bahkan tidak sampai bahu Caitlin. "Budeee aku kanget banget sama bude."

Setelah puas menyalurkan rasa rindu, Bude Asri melepaskan pelukannya dan memperhatikan penampilan Caitlin dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian dia berdecak kagum. "Subhanallah non, sudah lama bude nggak ketemu non makin cantik saja. "

Caitlin terkekeh pelan. "Bisa aja bude." "Oh iya Leon lagi bawa koper aku, bude bisa bantuin?"

Bude Asri mengangguk dengan cepat. "Bisa-bisa, yasudah non masuk saja, tuan sudah ada di dalam."

Caitlin tersenyum dan kembali melangkah untuk masuk ke dalam rumahnya. Di sofa yang terletak di ruang TV, Caitlin bisa melihat Fahri yang masih memakai setelan jas lengkap sedang membaca koran dengan wajah yang serius. Caitlin sangat merindukan ekspresi seperti itu dari sang ayah.

"Papa!" seru Caitlin.

Fahri mendongak, selanjutnya dia tersenyum lebar dan menaruh sembarang korannya untuk menghampiri putri satu-satunya.  "Halo sayang, astaga anak papa benar-benar seperti gadis New York."

Caitlin tertawa kecil sambil memeluk erat Fahri. "Karena aku memang tinggal di New York pa." 

Fahri menggeleng pelan. "Papa kangen banget sama kamu Cait, sudah berapa lama papa minta kamu untuk kembali tinggal sama papa di Jakarta." Fahri memandang putrinya dengan senyuman lebar.

Caitlin menghembuskan napas pendek. "Kalau papa kangen sama aku seharusnya papa yang jemput aku di bandara, bukannya malah nyuruh Leon." rajuk Caitlin.

"Sayang, sebenarnya papa juga mau jemput kamu tapi papa memang sedang banyak pekerjaan di kantor. Ini saja papa menyempatkan untuk pulang dulu supaya bisa menyambut kamu."

"Cait, astaga isi koper lo apaan sih? berat banget gila." seruan Leon di belakang yang di susul oleh munculnya bude Asri membuat Caitlin dan Fahri tertawa.

"Leon om minta maaf ya karena sudah merepotkan kamu." kata Fahri. Suaranya terdengar tulus.

Leon mengulas senyumnya meskipun tangannya agak kesulitan membawa dua koper berukuran besar. "Ngga masalah om, kan Leon juga kangen banget sama Cait."

Caitlin mendengua geli. "Oh ya? kangen? kalo kangen kok malah protes mulu."

"Gue bukan protes, tapi emang bener koper lo ini berat banget. Isinya apaan sih? alat kecantikan ya?" balas Leon dengan kerlingan jahilnya.

Leon sama sekali tidak menyangka jika Caitlin bisa menjadi perempuan cantik nan manis seperti sekaran ini. Di tambah dengan kaki jenjang yang perempuan itu miliki sehimgga membuat Leon hanya lebih tinggi beberapa senti saja dari Caitlin.

Lain hal nya dengan Leon, Fahri justru terus tersenyum senang melihat putrinya sudah kembali untuk menetap di Jakarta bersamanya. Namun rasa senangnya perlahan menguap saat saat mengingat jika satu jam lagi akan ada meeting dengan klien penting di kantornya. Dengan perasaan sedih sekaligus berasalah, dia kembali memandang Caitlin.

"Cait satu jam lagi papa ada meeting, jadi papa harus segera ke kantor lagi. Kamu papa tinggal dulu ya?"

"Tapi kan hari ini hari minggu pa, kok papa masih ke kantor sih."

Fahri tersenyum yang tersirat permohonan maaf. "Oh ayolah sayang papa ada meeting penting sama klien papa hari ini."

Caitlin memasang senyum masam. "Ya udah."

Fahri tersenyum lega. Kemudian matanya beralih menatap Leon. "Leon om pamit ya, sekali lagi terima kasih."

"Siap om."

Setelah melihat Fahri berlalu, yang caitlin inginkan adalah segera ke kamarnya yang berada di lantai dua karena rasa lelah yang menyerangnya. Perjalanan dari New York ke Indonesia yang membutuhkan waktu belasan jam tentu saja membuat seluruh tulang di tubuhnya terasa rontok akibat duduk terlalu lama di pesawat.

"Eh Cait mau kemana?" tanya Leon.

"Ke kamar, capek tahu!"

"Bantuin dong nih satu."

"Ngga mau! minta tolong aja sama bude." balas Caitlin dengan cengiran lebar.

Dia menaiki tangga yang di susul oleh Leon di belakangnya yang terus menggerutu. Setelah sampai di depan kamarnya, dia terpaku sejenak melihat tulisan ’Cait Area’ di depan pintu. Dia tersenyum singkat sebelum membuka pintu dan memasuki kamar tersebut. Matanya memindai ruangan yang dulu merupakan tempat pribadinya. Tidak ada yang berubah kecuali cat kamarnya yang sekarang berwarna soft pink. Sedangkan dulu dia masih ingat cat kamarnya berwarna biru terang. 
"Akhirnya." desah Leon sambil menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

Caitlin menoleh pelan. "Yang capek kan gue, kenapa lo yang tiduran."

Leon melirik Caitlin sekilas sebelum memejamkan matanya. "Emang gue ngga capek jemput lo di bandara terus nyari lo kesana-kesini karena gue tahu muka lo pasti berubah dari empat tahun yang lalu. Ya walaupun gue udah tahu di foto tapi tetep aja kan? Di tambah gue harus bawain koper lo yang gede-gede. Enak banget ya hidup lo."

Caitlin mencibir pelan mendengar kata-kata Leon. Dia ikut menghempaskan tubuhnya di atas kasur, tepat di samping Leon. "Jadi lo ngga seneng jadi orang pertama yang nyambut kedatangan gue?"

Leon menoleh dan tersenyum tipis saat matanya bertatapan dengan manik mata Caitlin, sahabatnya sejak kecil. "Seneng lah! Cait lo tahu, betapa kangennya gue sama sahabat gue yang satu ini."

"I miss you to boy." kekeh Caitlin. "Gue ngga nyangka waktu empat tahun bisa bikin lo berubah derastis kayak gini."

"Gue juga ngga nyangka Cait yang dulu rambutnya selalu di pendekin, gemuk, bule tapi dekil and see, sekarang lo bener-bener idaman para cowok." balas Leon di sertai cengiran geli, membayangkan Caitlin kecil dengan gigi-giginya yang ompong karena keseringan makancokelat.

Selanjutnya mereka tertawa lebar dan sedikit menceritakan tentang masa kecilnya dulu. Sampai deringan pada ponsel Leon menghentikan obrolan tersebut.

"Mami." kata Leon tanpa suara.

Caitlin hanya mengangguk dan mulai memejamkan mata sejenak. Dia akui bahwa dia sangat merindukan keluarganya di Jakarta. Termasuk keluarga Leon yang sudah seperti keluarga kedua bagi Caitlin. Saat perceraian orang tuanya empat tahun yang lalu, Caitlin memutuskan untuk ikut mamanya ke New York karena mamanya memang berasal dari sana.  Kenyataannya, walaupun orang tuanya bercerai namun mereka masih berkomunikasi dengan baik hingga sekarang. Dan saat Fahri meminta Caitlin untuk kembali menetap di Jakarta, meskipun berat Jane akhirnya mengijinkan putrinya tinggal bersama mantan suaminya.

"Cait." panggil Leon.

Mata Caitlin yang tadi terpejam kembali terbuka saat mendengar suara Leon.  "Kenapa?" tanyanya. 

"Gue harus balik kayaknya, mamu jemput mami di salon."

Caitlin merubah posisinya menjadi duduk. "Ya udah hati-hati ya, salam buat tante Lena."

"Oke, lo istirahat aja deh. Inget! besok lo mulai sekolah. Jumat kemarin om Fahri udah dateng ke sekolah buat ngurus pendaftaran lo di sekolah gue."

Caitlin mendesah pelan. Belum dua puluh empat jam dia di Jakarta sudah di ingatkan tentang sekolah. "Iya-iya bawel."

Leon tersenyum geli, kemudian dia mulai berbalik untuk meninggalkan kamar Caitlin namun baru sampai di depan pintu, Caitlin kembali memanggilnya.

"Kenapa lagi Cait?"

Caitlin tersenyum tipis. "Thanks ya udah mau di repotin sama gue. Have a nice day."

Leon mengangkat alis sambil membalas senyum Caitlin. "See you."

Sepeninggal Leon, Caitlin kembali merebahkan tubuhnya, memejamkan mata mencoba untuk beristirahat dan kurang dari lima menit dirinya sudah terlelap.

-When I Found You-

   Hal yang di rasakan Caitlin saat bangun tidur adalah lapar. Dia baru ingat jika terakhir kali perutnya di masuki makanan adalah saat pagi tadi di pesawat. Caitlin melihat jam yang masih melingkar di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 15.30. Terhitung sudah tiga jam lebih dia tertidur.

Caitlin menuruni anak tangga dengan langkah pelan. Kakinya melangkah menuju dapur dan sudah menemukan bude Asri yang sedang sibuk dengan peralatan masaknya.

Mendengar langkah kaki seseorang membuat bude Asri mendongak. "Eh si non sudah bangun."

Caitlin tersenyum tipis. Dia membuka lemari es dan menuangkan air dingin ke dalam gelas, kemudian ikut duduk di bangku tinggi sambil memperhatikan bude Asri yang sibuk memasak.

"Aku laper deh bude, ada makanan yang udah jadi ngga?"

"Wah bude baru saja mau masak. Belum ada yang jadi non."

"Yaah aku laper banget lagi." keluhnya sambil meremas perutnya.

"Yasudah non tunggu dulu sebentar, bude masakin dulu."

Caitlin cepat-cepat menggeleng. "Ngga apa bude, bude santai aja masaknya. Aku mau delivery aja.

Alis bude Asri berkerut samar. "Delivery itu apa non?"

Caitlin terkekeh kecil. "Maksudnya mau pesen makanan di luar, nanti di anter kerumah."

Bude Asri menganggukan kepala tanda mengerti. "Yasudah kalau non maunya seperti itu."

Caitlin mengangguk. Jari-jari lentiknya bergerak lincah pada ponsel untuk memesan makanan pada layanan pesan antar yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

"Yaudah bude aku mau mandi dulu. Nanti kalau makanannya udah sampe bude panggil aku aja di atas." kata Caitlin setelah selesai dengan ponselnya.

"Beres non." balas bude Asri.

Caitlin kembali melenggang ke kamarnya untuk mandi karena merasa tubuhnya sudah sangat lengket.

-When I Found You-

    Seorang perempuan yang usianya mendekati kepala empat sedang menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa. Lalu dia membuka pintu kamar anak laki-lakinya dan terkesiap pelan saat melihat kondisi ruangan itu yang sudah seperti kapal pecah. 

Baju-baju yang tidak tahu kotor atau tidaknya tergeletak dimana-mana, buku pelajaran yang tidak tertata rapi di meja belajar serta kulit kacang dan bungkus makanan ringan berserakan di lantai.

Perempuan itu menggeram pelan namun dia tahu, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menceramahi putranya. Dengan garang di hampiri putranya yang sedang tertidur pulas sambil bertelanjang dada.

"Andra! bangun Andra!" perempuan itu mengguncang pelan tubuh laki-laki yang bernama Andra Samudra.

Andra masih bergeming sehingga membuat perempuan itu kembali mengguncang tubuhnya dengan tidak sabar.  "Andra cepetan bangun mama butuh bantuan kamu."

Andra mengerang pelan, merasa terganggu dengan suara Astrid -Ibunya-  yang memekakan telinga. "Apaan sih ma." gumamnya serak, masih dengan matanya yang terpejam.

Astrid berdecak pelan. "Andra ayo bangun."

"Kenapa sih ma?" gerutunya saat dengan terpaksa membuka matanya.

"Restoran ramai, kamu harus bantu mama. Kamu antar pesanan ya?"

Andra menguap lebar sebelum berkata. "Ogah ah ma."

"Andra! Kamu mau mama laporin kalau kamu ngga pulang semalam dan baru pulang tadi pagi sama papa?" Astrid mengancam satu-satunya kelemahan Andra dengan telak.

Mendengar Astrid sudah mengancam seperti itu, Andra langsung terduduk sambil menatap Astrid dengan raut wajah cemas. Rasa kantuknya pun menghilang begitu saja.

"Yah ma jangan dong."

"Yasudah kalau gitu cepetan kamu bangun pake baju kamu setelah itu antar pesanan orang. Mama ngga mau ya pelanggan mama protes gara-gara kamu telat nganterinnya."

"Emang ngga ada karyawan lain apa ma?"

"Semuanya sedang sibuk Andra, ayo cepet."

Andra menghembuskan napas pasrah dan memakai asal kausnya yang tadi tergeletak di lantai.

"Alamatnya?"

Astrid menyodorkan selembar kertas kecil berisikan alamat pelanggan serta memberikan kantung pelastik yang isinya sudah pasti pesanan. Selanjutnya dia ikut berdiri saat Andra mencari-cari keberadaan kunci motornya.

"Ndra setelah ini mama ngga mau lihat kamar kamu berantakan lagi. Beresin sendiri dan jangan nyuruh mbo iyem, dia udah terlalu repot ngurusin pekerjaan lain."

Andra memasang senyum polosnya. "Iya mama cantik. Tapi janji ya mama jangan kasih tahu papa kalau Andra pulang pagi."

Astrid memutar bola matanya, memilih mengabaikan kemauan Andra untuk kembali ke Restoran yang terletak di samping rumahnya. Namun Andra tahu, jika Astrid diam seperti itu tandanya dia menuruti kemauan Andra.

-When I Found You-

    "Bude pesenan aku belum sampe juga?" tanya Caitlin ketika dirinya kembali ke dapur dengan pakaian santainya dan juga tubuh yang lebih segar.

"Belum non, non kalau laper makan masakan bude aja  udah hampir selesai nih." tawar bude Asri.

"Kok lama banget ya?" gerutu Caitlin.

Bagaimana Caitlin tidak kesal, sudah hampir satu jam sejak dia memesan dan sam0ai sekarang pesanannya belum juga di antar oleh delivery man Restoran.

Caitlin berkali-kali melongok ke arah jendela dan berkali-kali pula dia berdecak kesal. Perutnya sudah sangat keroncongan namun dia sudah tidak berselera memakan masakan rumah.

Beberapa menit kemudian deru motor yang berhenti di pekarangan rumah lalu di susul oleh bel yang berbunyi sebanyak tiga kali membuat Caitlin segera melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dia membuka pintu dengan emosi yang tertahan.

Andra yang seketika turun jabatan dari seorang anak pemilik Restoran menjadi delivery man,  yang saat itu sedang mengetuk-ngetuk pinggiran pintu dengan kepala yang menunduk seketika terkejut dengan pintu yang di buka secara kasar.

Hal yang pertama kali Andra lihat adalah sepasang kaki putih nan mulus yang sangat kontras dengan cat kuku warna hitam yang perempuan itu poleskan. Dengan gerakan perlahan kepalanya bergerak otomatis tanpa mengalihkan barang sedetikpun dari objek di hadapannya.

Andra menyadari jika sepasang kaki itu begitu jenjang saat kepalanya sudah terangkat sempurna. Andra yang di kategorikan tinggi hanya berbeda beberapa senti saja dari perempuan yang kini menatapnya dengan mata yang berkilat marah.  Wajahnya mulus tanpa polesan bedak, bibir tipis yang berwarna pink alami sedikit berkedut, pertanda bahwa dirinya sedang kesal. Juga kaus longgar yang hampir menutupi celana pendek yang perempuan itu kenakan.

Andra mengutuk dirinya karena sudah memerhatikan setiap detail dari perempuan yang bahkan tidak dia kenal.

Caitlin sedikit terkejut ketika matanya menatap manik mata delivery man di hadapannya. Jika di lihat dari wajahnya Caitlin menduga jika umur laki-laki itu sebaya dengannya. Caitlin sempat berpikir apakah delivery man di Indonesia harus setampan ini demi menarik hati pelanggan? Oh astaga! Caitlin tidak punya banyak waktu hanya untuk mengangumi seorang delivery man.

"Ngapain lo lihat-lihat gue kayak gitu?" semprot Caitlin tiba-tiba.

Andra sedikit tersentak dengan suara perempuan itu. Sebelum dia menjawab, Caitlin kembali menyerangnya dengan pertanyaan.

"Sebelum lo nganterin pesanan ke rumah gue, apa lo nganterin pesanan pelanggan lo yang ada di medan? atau jangan-jangan lo kerjanya males-malesan sampe baru nyampe sini setelah satu jam lebih gue nunggu?"

Andra beringsut mundur saat Caitlin memakinya. Andra tidak pernah di perlakukan seperti itu walau ini bukan pertama kalinya dia mau menjadi delivery man dadakan. Mendengar perempuan itu emosi, Andra pun tidak terima.

"Masih untung gue mau nganterin pesanan lo!" balas Andra tidak mau kalah.

Kelopak mata Caitlin terbuka lebar. Merasa terkejut jika seorang delivery man balas memarahinya. "Lo!"

"Apa?"

Caitlin menggeram kesal. "Kalau gue laporin kelakuin lo ini ke bos lo, lo bisa di pecat dari pekerjaan lo tau nggak!"

Andra terkekeh pelan. Detik selanjutnya dia kembali memasang wajah datar. "Gue ngga takut."

"Kalau gitu ini adalah pertama dan terakhir kalinya gue pesen makanan di Restoran tempat lo kerja!"

Andra mendengus geli. "Asal lo tahu ya, kehilangan pelanggan barbar kayak lo ngga bakal bikin Restoran gue gulung tikar."

Caitlin mendesis kesal. "Siniin pesanan gue." Caitlin menarik paksa kantung pelastik yang berisi pesanannya dari Andra.

Tangan Andra menggantung di udara. "Duitnya?"

Caitlin menyerahkan selembar uang seratus ribu pada tangan Andra dengan kuat, membuat Andra menatapnya tajam.

"Dasar cewek barbar." Andra mengumpat. Bertepatan setelah mengatakan itu, dia berbalik dan kembali menaiki motornya. Saat Andra hendak menyalakan mesin, Caitlin tiba-tiba memekik nyaring.

"DASAR COWOK FREAK LO!!!"

Bersambung


































 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Irresistible
707      509     1     
Romance
Yhena Rider, gadis berumur 18 tahun yang kini harus mendapati kenyataan pahit bahwa kedua orangtuanya resmi bercerai. Dan karena hal ini pula yang membawanya ke rumah Bibi Megan dan Paman Charli. Alih-alih mendapatkan lingkungan baru dan mengobati luka dihatinya, Yhena malah mendapatkan sebuah masalah besar. Masalah yang mengubah seluruh pandangan dan arah hidupnya. Dan semua itu diawali ketika i...
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
271      237     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Takdir
321      226     2     
Short Story
kita memang pernah bersama tapi kita tidak ditakdirkan untuk bersama
Letter From Who?
484      335     1     
Short Story
Semua ini berawal dari gadis bernama Aria yang mendapat surat dari orang yang tidak ia ketahui. Semua ini juga menjawab pertanyaan yang selama ini Aria tanyakan.
Begitulah Cinta?
17545      2637     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Haruskah Ku Mati
52709      5848     65     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...
Grey
238      200     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
CINTA DALAM DOA
2446      980     2     
Romance
Dan biarlah setiap doa doaku memenuhi dunia langit. Sebab ku percaya jika satu per satu dari doa itu akan turun menjadi nyata sesungguhnya
Trust
1953      818     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
Sepotong Hati Untuk Eldara
1617      766     7     
Romance
Masalah keluarga membuat Dara seperti memiliki kepribadian yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, belum lagi aib besar dan rasa traumanya yang membuatnya takut dengan kata 'jatuh cinta' karena dari kata awalnya saja 'jatuh' menurutnya tidak ada yang indah dari dua kata 'jatuh cinta itu' Eldara Klarisa, mungkin semua orang percaya kalo Eldara Klarisa adalah anak yang paling bahagia dan ...