Melihat Shane berpose di hadapan photografer beserta para pengarah gayanya, membuat Ava semakin terpesona. Bukan hal yang tidak biasa bagi Ava mendatangi studio dan bergaya dengan suara jepretan kamera karena itu sudah seperti identitas kedua baginya. Bergaya di depan kamera menggunakan pakaian-pakaian terbaik, aksesoris terbaik, makeup terbaik, bahkan sepatu terbaik, Ava sudah berpengalaman untuk hal itu. Bahkan sejak usianya baru menginjak 6 bulan, ia sudah menjadi model untuk popok dan pakaian bayi.
Begitu bangganya Jackson dengan putrinya itu, bahkan ia bersedia menukar koleksi mobil-mobil antiknya untuk putri semata wayangnya. Walaupun dibesarkan tanpa seorang ibu, karena ibunya meninggal setelah melahirkannya, Jackson selalu berusaha agar putrinya tidak kekurangan suatu apapun. Ia berperan sebagai ayah, sekaligus sebagai seorang ibu baginya. Selama ini ia sudah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Dia mendukung apapun keputusan putrinya, termasuk terjun di dunia modeling sejak usianya menginjak 11 tahun.
Ia mengobrol bersama Sea, bahkan tanpa mengalihkan perhatiannya dari Shane. Pria yang saat ini telah menjadi miliknya, kekasihnya, dalam kurun waktu kurang dari 12 jam setelah mereka saling mengenal.
“Jadi, kau juga menekuni dunia modeling?” tanya Sea padanya. Membuat Ava sejenak melepaskan pandangannya dari Shane yang tengah berbicara dengan penata gaya dan photografernya.“Yup” Ava mengangguk. “Dan beberapa kali memperoleh kesempatan untuk bekerja dengan Vogue.” Ia menjelaskan.
Ava memilah-milah majalah Vogue yang tertumpuk rapi di meja yang tak jauh dari tempat duduknya. Ia memberikan majalah Vogue keluaran terbaru yang memamerkan fotonya sebagai cover majalah tersebut. “Itu diambil sekitar sebulan yang lalu.”
Begitu Sea melihat majalah yang disodorkan Ava untuknya, dia tak bisa menjaga mulutnya untuk tidak terbuka karena keterkejutan, mungkin juga karena kekagumannya. Sesaat Sea hanya memperhatikan cover majalah yang menampilkan kecantikan dan keanggunan Ava sebagai seorang gadis muda. Tetapi sesaat berikutnya ia hanya menatap pada saudara kembarnya yang baru menyelesaikan sesi pemotretannya dan menuju tempat mereka.
Sea berusaha mengatupkan bibirnya menahan tawa yang ingin meledak dari dalam dirinya. Sementara Shane sengaja mendudukkan dirinya di antara Sea dan Ava. Namun, tetap saja Sea tidak bisa menahan tawanya. Tawanya yang tanpa peringatan itu membuat Shane dan Ava melihatnya heran.
“Are you okey?” tanya Ava memastikan.
Sea hanya memberikan majalah yang dipegangnya pada Shane yang berhasil membuat wajah saudaranya itu sedikit memerah, bukan karena makeup, tapi karena malu. Itu membuat Ava merasa heran dengan sikap malu-malu Shane. Apa itu karena fotonya yang terlihat lucu? Atau mungkin ada yang salah dari foto cover majalah itu?
“What? Apa ada yang aneh dari fotoku?”
“Fotomu?” Shane sedikit bingung mendengar pernyataan Ava. Foto Ava? dia tidak sedang tersipu dengan foto Ava. Bahkan Shane tidak memiliki satupun foto dari kekasihnya itu. Satu-satunyafoto yang dipegangnya saat ini adalah foto model yang menjadi favoritnya, Avalyne.
Avalyne? Ava? Shane tengah memikirkan kemungkinan itu. Ia menengok kembali pada majalah yang ia pegang dan kembali menatap memperhatikan Ava. Otaknya berimajinasi dengan bagaimana Ava akan terlihat saat ia berdandan layaknya model dalam majalah yang ia pegang. Ia menjajarkan majalah yang ia pegang dengan wajah Ava. Iya, dan hasilnya, Ava terlihat seperti Avalyne. Atau mungkin dialah Avalyne. Menyadari kemungkinan yang bergelut di dalam fikirannya itu membuatnya menganga tanpa sadar.
Melihat tingkah bodoh saudaranya, tawa Sea kembali pecah dan membuyarkan keterkejutan Shane dan kebingungan Ava.
“Avalyne is Ava, wanita yang duduk di sampingmu saat ini.” Sea menunjuk ke arah Ava. “Dan Ava, kenalkan kembali, dia fans beratmu yang tidak pernah tertinggal untuk membeli majalah yang mencantumkan semua fotomu begitu kami tiba di New York.” Sea menunjuk Shane yang saat ini wajahnya sudah berubah merah, semerah kepiting rebus.
Shane tidak bisa percaya saudaranya sendiri mempermalukannya di depan gadis yang baru saja menerima tawaran untuk berkencan dengannya.
Alis mata Ava terangkat sebelah menampakkan ekspresi penasaran dan sekaligus senang, mungkin ekspresinya lebih terlihat seperti sebuah seringaian yang ragu-ragu.
“Apa kau akan menjelaskannya untukku Shane?”
“I like her.” Shane menunjuk pada foto wanita yang ia kagumi dan kemudian matanya menatap dalam wanita yang berada di hadapannya. “And i love you.” Ucapan Shane membuat Ava menjadi tersipu malu. Shane yang mengucapkannya pun ikut tersipu malu mendengar apa yang sudah ia ucapkan.
Kini Sea yang dibuat keheranan dengan tingkah konyol mereka berdua.
“Sepertinya aku melewatkan sesuatu.” Gumamnya. Ia melihat jemari Shane yang tiba-tiba dikaitkan dengan jemari Ava dan menggenggamnya. Itu adalah jawabannya. Hanya itu. Jawaban yang singkat yang bisa ia berikan untuk mewakili penjelasan panjang tentang apa yang terlewatkan olehnya.
Benar saja, genggaman tangan mereka berdua berhasil menyampaikan pesannya dengan sangat mulus. Sea menangkupkan kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga terkejut yang kemudian dalam sedetik berubah menjadi senyum bahagia.
Ekspresi yang diberikan oleh Sea tidak jauh berbeda dari apa yang diharapkan oleh Shane, itu menandakan pesannya tersampaikan dengan sangat baik kepada Sea.
“When?” tanya Sea.
“Saat makan siang. Saat kau tengah asik berbincang dengan Jared Blanc mengenai Inggris dan bangunan-bangunan tua London.”
Shane sedikit memasukkan sindiran dalam ucapannya.Sea hanya mengangguk menerima penjelasan Shane. Ia menunjukkan senyum bahagianya untuk Shane dan Ava. Senyum manis dengan lesung pipi di kedua sisinya. Lesung pipi yang berhasil menarik perhatian Jared Blanc untuk terus mencari cara agar pembicaraan mereka terus berlanjut, sampai akhirnya suara bel pertanda berakhirnya jam istirahat menghentikan kesenangannya menikmati keindahan lesung pipi Sea saat ia selalu menyelipkan senyum menawannya di sela-sela pembicaraan mereka.
***
Shane mengemudikan mobilnya sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Ava. Setelah meninggalkan jalanan utama, tak lama kemudian mereka sampai di tujuan mereka.
Ava memimpin jalan, dan sepertinya ia sudah tidak asing dengan rumah yang mereka datangi.
Tidak lama setelah membunyikan bel, pintu terbuka tanpa ada siapapun di baliknya dari jarak pandang Shane, Ava, dan Sea. Shane dan Sea saling memandang karena terkejut, terlintas pemikiran bahwa seorang hantulah yang telah membukakan pintu untuk mereka sebelum akhirnya Ava menunjuk pada seorang gadis kecil yang mengintip mereka malu-malu dari balik pintu.
“Putri tuan rumah.” Bisiknya pada Shane dan Sea. “Hai Ghabby.” Sapanya pada gadis kecil itu. Ghabby hanya sedikit mengangguk dan tersenyum malu-malu. “Dia sangat pemalu.” Ucapnya lagi pada kedua orang yang berdiri di kedua sisinya.
Shane berjongkok menyamakan tingginya dengan gadis kecil yang bersembunyi darinya. Shane menjajarkan mata mereka untuk bisa berbicara kepada Ghabby dengan cara lebih baik.
“Hei Ghabby.” Sapanya dengan sedikit menyentuh lengan Ghabby dengan ujung jari telunjuknya.
Perhatian Ghabby tertuju pada mata Shane yang tampak bersahabat. Sementara kedua gadis lain tengah memperhatikan tingkahnya. Shane mengulurkan tangannya. Cukup lama untuk Ghabby akhirnya mau menjabatnya.
“Perkenalkan namaku Shane. Ini saudaraku Sea.” Ia menunjuk Sea dan kemudian berganti pada Ava, “dan dia-“
“Ava.” Sahut Ghabby.
“Iya, dia adalah teman kencanku sekarang.” Jelasnya yang membuat gadis itu membuka mulutnya karena terkejut. Ia kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena malu.
“Apa semua orang sudah datang?” tanya Ava padanya.
“Iya.” Jawabnya singkat.
Mereka dipimpin oleh Ghabby berjalan menuju ruang keluarga yang terlihat untuk menampung semua tamu disana.
Semua orang sepertinya telah berkumpul di sana, dan mereka bertiga menjadi tamu terakhir yang diharapkan kedatangannya. Sementara ketiga gadis yang bersamanya telah berbaur dengan yang lain, Shane berhenti di tempatnya berdiri. Shane hanya bisa mematung di sana saat matanya bertemu pandang dengan seseorang yang ia kenal. Rasa terkejut sama-sama menyeruak dari tatapan keduanya yang saling bertemu. Mereka sadar bahwa mereka saling mengenal dari waktu yang cukup lama.
“Mother.” Gumam Shane tanpa suara yang jelas sekali bisa terbaca oleh pandangan itu.
Sepertinya orang lain tidak akan menyadarinya karena hal itu berlalu dalam kedipan mata. Namun, bagi Shane, dunianya mendadak bergerak secara perlahan. Orang yang dikenalnya berada di sana. Bukan hanya dikenalnya, tapi juga sangat dirindukan pelukan dan belaian tangannya. Perempuan yang melahirkannya.
Perempuan yang ditinggalkannya karena rasa kecewa dan kebodohan yang muncul dalam diri Shane yang dulu.
Flashback
“Mother!” kedua bocah paling kecil dari enam bersaudara berlari mendahului keempat saudaranya yang lain menyambut ibu mereka yang baru saja kembali dari pekerjaan panjangnya.
“Mother tidak lupa kan dengan oleh-oleh yang aku minta?”
Kedua bocah itu sudah tidak sabar lagi menunggu oleh-oleh dari ibunya.
“Kalian ini, biarkan mother masuk dan beristirahat terlebih dahulu.” Tim yang berlagak dewasa mengundang tawa dari ibu dan kedua kakak tertuanya. “Kalian anak kecil hanya peduli dengan oleh-oleh saja.” Kedua bocah kecil itu hanya diam mendengar ocehan kakaknya karena mereka tidak berani untuk membantah.
Tim mengambil alih kober ibunya yang ia tau pasti berisikan oleh-oleh untuknya dan saudara-saudaranya yang lain. Tim segera berlari ke dalam rumah membawa serta koper ibunya dengan sorak kemenangan.
“Siapa yang paling cepat, dia yang akan mendapat oleh-oleh paling besar.”
“Tim curang!” kedua bocah dan Trace, saudari kembar Tim,berteriak bersamaan dan segera berlari mengejar Tim.
“Astaga, anak-anak itu.” Ibu mereka hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah kedua putra dan putri kembarnya.
“Selama ibu pergi, kalian semua baik-baik saja kan di rumah?” tanyanya pada putri dan putra tertuanya yang berjalan bersamanya memasuki rumah menyusul para kurcaci-kurcaci kecil yang sepertinya tengah berebut oleh-oleh mereka.
“Beberapa hari yang lalu Kay ikut bergabung dengan tim baseball Tim. Jared dan Tim yang mengajarinya bermain selama dua minggu terakhir.” Jelas putri tertuanya.
End Flashback
“Shane.” Panggilan itu membuyarkannya. Pandangannya beralih pada sosok wanita yang membesarkannya dan memberinya rasa sayang tanpa batas. Ibu yang membangunkan sebuah dunia baru untuknya tumbuh dan berbahagia. Ibu yang memberinya kehidupan baru. Tanpa berpikir panjang, Shane mengesampingkankenangan dari masa lalunya yang telah ia kubur dalam-dalam.
“Mom.” Senyumnya mengembang dan berhambur ke arah ibunya yang tengah duduk dengan memegang cangkir teh di tangannya.
“Tea?”
“Kau mau?” Ibunya memegang cangkir tehnya dan membiarkan putranya meminum teh itu dari cangkirnya.
“Bagaimana?”
“Aku suka mom.”
“Kau bisa menghabiskannya.” Ia memberikan cangkirnya untuk Shane. Dengan senang hati Shane menikmatinya sebagai bukti betapa perhatiannya ibunya itu terhadap dirinya.
Kedekatan mereka tidak lepas dari pandangan yang sebelumnya mengunci mata Shane. Pandangan itu menyiratkan rasa rindu dan sakit yang muncul secara bersamaan. Tidak tahan melihat sikap yang sangat ia rindukan untuknya, pandangan itu kemudian mulai membuka suaranya.
“Sarah, apa dia putra yang kau ceritakan?” tanyanya.
“Iya, dia putraku Shane yang sekarang menekuni dunia akting sama sepertiku. Dan satu lagi, saudara kembar Shane, Sea. Dia putri kesayanganku.”
Sarah tidak hanya memperkenalkan Shane, tapi juga Sea yang kemudian tersenyum ramah ketika namanya disebut. Senyum yang tidak menyiratkan apapun selain keramahan, seolah iamemang tidak pernah mengenal orang yang tengah dikenalkan ibunya selain sebagai seorang artis senior hollywood, Lyn Voster Brave.
“Putri kesayangan?” sela Shane mengoreksi ibunya. “lalu aku?” ia menunjukkan wajah cemberutnya di hadapan ibunya tanpa malu disaksikan oleh banyak pasang mata.
“Kau putra kesayanganku.” Ucap Sarah seraya menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi putranya dan memberinya ciuman singkat di pipi kirinya.
“Aku yakin Addie akan marah jika ia mendengarnya mom.”
Mereka tertawa seolah tidak ada hal lain yang bisa mengganggu kesenangan mereka.
Pembicaraan semakin berkembang dan setiap orang terlibat dengan pembicaraan mereka masing-masing. Sementara Lyn tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari putra dan putri temannya, Shane dan Sea yang sebenarnya telah menjadi buah hatinya sejak sepuluh tahun yang lalu.
“Apa mom sudah mengenal Ava?” celetuk Sea.
“Mom sudah beberapa kali bertemu dengannya.” Ava memberikan senyumannya menyetujui pernyataan Sarah.
Sementara Shane tengah terlibat perbincangan dengan Jackson dan suami Lyn, Carter Brave yang tertarik dengan cerita Shane mengenai Inggris dan artis-artis besar yang pernah ia temui secara langsung.
“Apa mom tau kalau Ava ternyata adalah Avalyne yang selama ini diidolakan Shane?” Pernyataan Sea berhasil membuat ibunya terkejut dan hanya menjawab pertanyaan putrinya dengan gelengan kepala.
Berharap ibunya siap dengan kejutan selanjutnya yang akan ia berikan, Sea mendekatkan bibirnya di telinga ibunya agar orang lain tidak mendengar ucapannya. “Shane mulai hari ini resmi berkencan dengan Ava.” Ucapnya sepelan mungkin hingga hanya ibunyalah yang bisa mendengarnya.
“WHAT??” reaksi ibunya membuat semua mata tertuju padanya, bahkan Sea sedikit terjingkat karenanya.
Tanpa peduli dengan reaksi orang di sekitarnya, Sarah menatap bergantian putranya dan putri teman baiknya dengan penuh rasa ingin tau.
“Ada apa?” Jackson dan Lyn menimpali bersamaan.
“Jack.” Ucapnya melihat ke arah temannya. “Tanyakan pada Shane dan putrimu. Aku berharap kau tidak akan sama terkejutnya denganku.”
Ada pandangan lain yang memperlihatkan rasa tidak senangnya. Tim seolah bisa membaca keadaan yang ada di sekitarnya. Ia seolah mengerti arah pembicaraan yang belum sampai pada kesimpulan yang sudah terlebih dahulu ia simpulkan.
??????