Hari masih terlalu pagi saat Shane terbangun dari tidurnya. “satu.. dua.. tiga..” Shane menghitung langkah yang terdengar dari luar ruangannya. Langkah kaki yang setiap hari selalu ia dengar. Langkah kaki yang selalu terdengar sama. Walaupun begitu, ia kembali menutup matanya, seolah ia enggan dipergoki dalam keadaan sudah terbangun dari tidurnya. Bersiap-siap dengan apa yang mungkin saja terjadi, Shane meraih bantal yang tak jauh darinya dan segera ia gunakan untuk menutupi telinganya. Seakan ia bersiap untuk menghadapi bencana apapun yang akan melandanya saat itu juga.
Krieettt.....
Terdengar suara pintu terbuka. Disusul dengan suara langkah kaki yang semakin mendekat dan samar-samar terdengar suara benda yang tengah diletakkan di atas meja. Ranjangnya mengeluarkan bunyi decitan saat seseorang mendudukinya. Badannya ikut tergerak saat ranjang empuknya membentuk cekungan karena tekanan berat badan dari seseorang di atas ranjangnya.
“Shane wake up!”
Teriakan itu terdengar begitu keras di telinga Shane walaupun ia sudah melakukan antisipasi dengan menutupinya menggunakan bantal.Setidaknya bantal itu mampu meredam suara teriakan itu.Teriakan itu bisa saja memekakan telinga jika bantal itu tidak menghalanginya.
Teriakan seperti ini sudah biasa didengar Shane sebagai alarm untuknya karenabiasanya ia sangat sulit untuk dibangunkan.Sebenarnya ada banyak sekali kesempatan yang sengaja ia ciptakan untuk tetap bisa mendengar teriakan itu. Teriakan yang apabila tidak ia dengar, ia akan merasakan ada sesuatu yang hilang dari harinya. Merasa kosong karena sebagian dari dirinya seolah menghilang.
“Shane!”
Teriakan itu terdengar kembali karena Shane tidak kunjung memperlihatkan niatnya untuk segera bangun.Setidaknya itu menurut pandangan dari orang yang meneriakan namanya.
Karena terlalu menyukai suara teriakan itu, Shane sengaja membuat proses bangunnya sedikit lebih lama dan dramatis.
Ditariknya bantal yang menutupi telinga Shane, tapi ia masih saja menutup erat matanya. Sebuah hadiah melayang di pipinya.
Ciuman ringan dan penuh kasih sayang. Ia bahkan tersenyum sebelum sempat membuka matanya.
“Bangun pemalas.”
Ia membuka matanya dan melihat gadis cantik yang terlihat rapi dengan setelan barunya, tersenyum hangat padanya. Sejujurnya ia terlihat cantik dengan apapun yang ia kenakan. Dan senyumnya, tidak mungkin ada senyuman lain yang bisa menandinginya, atau mungkin belum ada yang berhasil menandinginya.
“Morning...” Sapanya pada gadis cantik yang selama ini selalu bersamanya, tumbuh besar bersamanya, bersekolah bersamanya, menghabiskan waktu luang bersamanya, dan dia Sea, saudara kembarnya. Saudara yang lebih berharga jika dibandingkan dengan nyawanya sendiri.
Sea mengambil segelas jus jeruk segar yang ia bawa sebelumnya dari atas meja. Shane mendudukkan badannya dan menerimanya dengan senang hati. Sudah merupakan sebuah kebiasaan baginya bangun dengan sapaan, senyuman hangat dan segelas jus jeruk yang telah disiapkan oleh saudara kembarnya itu.
Sea membiarkan Shane sejenak untuk menikmati jus jeruk kesukaannya.
“Bagaimana tidurmu? Apa kau bermimpi buruk tentangku lagi?”
Bagi Shane, mimpi buruk tentang saudara kembarnya bukan sekedar mimpi buruk untuknya. Mimpi itu nyata untuk Shane. Sementara Sea tidak akan pernah mengenali mimpi buruk itu sebagai mimpi yang nyata untuknya karena mimpi itu telah lama terhapus sejak mimpi itu terukir di dalam ingatannya. Dan saat ini hanya Shane yang masih menyimpan mimpi itu untuknya, untuk dirinya sendiri.
Luka yang harus ia pikul sejak ia belum genap berusia 10 tahun. Luka yang bahkan hanya Tuhan dan ia yang tau untuk saat ini. Luka yang tidak ingin ia bagi dengan siapapun, dengan teman, keluarga, ataubahkan dengan saudara kembarnya sendiri.
Sejak awal, ia sudah berniat untuk menanggung semuanya sendiri. Semua menjadi tanggung jawab yang ia letakkan di pundaknya tanpa mengharap orang lain akan memikul beban itu untuknya.
“Semalam aku terlalu lelah untuk sekedar bermimpi.” Tukas Shane dengan santainya.
Shane memberikan gelas kosong yang ia pegang kepada Sea.Menyeka ujung bibir dengan jarinya. Pandangannya menerawang dari atas bahu saudara kembarnya dan melihat setelannya yang sudah tergantung dengan rapi, tas dan sepatu yang bersih sudah menunggu untuk dikenakan. Semua telah disiapkan oleh saudara kembarnya. Bahkan majalah Vogue edisi terbaru telah menunggu untuk memanjakan matanya.
“Avalyne, model Vogue yang sangat kau idam-idamkan itu menjadi cover majalah itu lagi untuk edisi kali ini. Aku rasa kau pasti ingin melihatnya, jadi aku membawakannya untukmu sebelum aku menjadikannya sebagai kertas daur ulang untuk desain baju yang sedang aku kerjakan.” Penuturan Sea membuat senyum yang tersungging lebar di wajah tampan Shane berubah menjadi wajah cemberut seolah ia memohon agar Sea tidak serius akan ucapannya mengenai mendaur ulang potret model kesayangannya.
Kalau Shane bisa memilih, ia akan menggunting setiap foto Avalyne dari semua majalah yang dimiliki Sea dan menyimpannya di dalam buku-bukunya agar terselamatkan dari gunting dan jarum jahit saudara kembarnya itu. Selalu seperti itu jika nama model Avalyne dibawa dalam pembicaraan mereka. Shane sangat mengidolakan model itu sejak pertama ia kembali ke Amerika.
Seorang pramugari di pesawat yang ditumpanginya memberikan sebuah majalah untuk membunuh rasa bosannya selama perjalanan yang memakan waktu selama berjam-jam. Hanya dengan melihat beberapa foto model itu, membuat Shane terpanah dan jatuh hatimelihatnya. Kecantikan, keeleganan, matanya yang terlihat sangat cerdas, dan postur tubuhnya yang sangat indah membuatnya mengagumi wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sejak saat itu, Shane tidak pernah melewatkan setiap jepretan foto dari model cantik itu di majalah manapun. Ia lebih terkesan sebagai pengagum rahasianya.
“Thank you sister, tapi jangan sampai kau tega menyiksa Avalyneku dengan jarum jahitmu, okey?” Sea hanya terkikik melihat ekspresi Shane. “Aku mengobrol terlalu banyak dengan Addie semalam sampai aku lupa waktu. Ia berjanji akan berkunjung di hari ulang tahun kita. Addie juga akan memastikan Meredith untuk ikut bersamanya.”
Addie yang dimaksudkannya adalah saudara tertuanya yang saat ini lebih memilih tetap tinggal bersama istri dan putri kecilnya di Inggris daripada harus pindah dan tinggal bersama kedua orang tua dan saudaranya di New York.Meredith adalah putri kecil Addie yang usianya baru menginjak 3 tahun saat Shane terakhir mengunjungi kediaman mereka di Blackpool.
Meredith adalah keponakan kesayangan Shane. Ia bahkan tidak bisa berhenti untuk selalu memanjakannya hingga membuatnya sering sekali mendapat omelan dari Jane, kakak iparnya, karena ia selalu menuruti semua keinginan keponakannya itu.
“Aku sudah sangat merindukan Addie, Jane, dan Meredith.” Sea beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar. Sebelum ia melewati pintu, ia berhenti sejenak. Melihat Shane yang masih terduduk di atas tempat tidurnya. “Leave your butt out of your bed, right now. Aku tidak ingin terlambat di hari pertamaku.”
Sambil membuat bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman, Sea menghilang di balik pintu meninggalkan Shane yang segera berlari ke arah kamar mandi. Bahkan suara pintu kamar mandi yang tertutup dengan keras bisa terdengar oleh Sea yang baru menuruni anak tangga menuju ke kedua orang tuanya yang sudah menunggu di meja makan.
***
Tak butuh waktu lama untuk Shane bersiap. Sea sudah mempercepat prosesnya dengan membantu Shane menyiapkan apa yang ia butuhkan. Shane sangat percaya dengan selera fashion Sea hingga membuatnya tidak ragu lagi memakai apapun yang dipilihkan oleh saudaranya itu, karena dia tau bahwa Sea tidak akan pernah mengecawakan semua mata dan kamera yang tertuju padanya.Ia segera turun sebelum Sea datang kembali ke kamarnya untuk menyeretnya dengan paksa. Kedua orang tuanya pun sudah menunggunya untuk menikmati sarapan bersama.
“Pagi mom, dad.” Ia memberikan kecupan seperti biasa di pipi Sarah Black, ibunya. Ibu yang selalu mencintainya dan mengajarkan berakting padanya.
Sarah adalah orang pertama yang paling bahagia ketika mendengar Shane mengatakan niatnya untuk terjun di dunia seni, mengikuti jejak ibunya.Sarah bahkan bersedia memberikan mobil sport terbaik di Inggris untuk hadiah debutnya sebagai seniman film jika ia menginginkannya. Tapi sayangnya Shane tidak begitu tertarik dengan kilauan mobil sport mewah yang membuat banyak pria tergiur untuk membuka lebar kantongnya dan menguras setiap penny yang ada si sana. Lebih tepatnya, Shane tidak tertarik untuk menghambur-hamburkan uang kedua orang tuanya karena ia sangat menghargai setiap penny yang dihasilkan dari keringat kedua orang tuanya itu.
Sarah bahkan berniat untuk membantu memuluskan jalan Shane di dunia seni dengan cara memperkenalkan Shane kepada sutradara dan produser kenamaan yang ia kenal, tapi Shane tidak menginginkannya. Dia tindak berniat untuk menggunakan bantuan nama besar ibunya.
Sarah adalah pelaku seni yang mencintai apapun yang dihasilkannya melalui seni, ia bahkan dengan sengaja mengarahkan putra-putrinya ke dunia yang ia tekuni ini. Namun sejauh ini hanya Shane yang tertarik. Sementara Addie lebih memilih bermain modal seperti ayahnya. Sarah bahkan sangat berharap Sea juga akan mengikuti jalan Shane karena ia memiliki bakat yang sama besarnya dengan Shane. Sayangnya Sea menanggalkan ide itu jauh-jauh dari fikirannya.
Sea lebih tertarik dengan dunia design. Untuk mendukung putrinya, James membuatkan studio khusus bagibuah hatinya untuk menuangkan ide-idenya dalam mendesain dan membuat baju karyanya sendiri. Cukup sering pula Sarah memakai gaun buatan putrinya untuk acara-acara penghargaan yang ia datangi. Bisa dibilang, ia juga ingin menunjukkan dukunganya untuk karya-karya putri kesayangannya itu. Bahkan, disetiap sela-sela sambutan yang ia berikan dalam sebuah penghargaan, ia tidak lupa untuk menyelipkan ucapan terima kasih secara khusus untuk putrinya karena telah membuatkan gaun yang indah untuknya.
Menyeberangi meja, Shane duduk bersebelahan dengan Sea yang sudah menyiapkan piring berisikan bacon dan telur serta satu gelas penuh jus jeruk untuknya.
“Bagaimana dengan premier film debutmu di hollywood semalam?” tanya ayahnya saat Shane sudah menghabiskan separuh baconnya.
“Acaranya berjalan cukup lancar. Bersyukur ada Jackson yang tidak pernah jauh dariku dad, kalau itu sampai terjadi, aku mungkin sudah menghilang sejak menit pertama acara di mulai. Tapi karena Jackson pula para produser menyerbuku. Bisa di bilang dia berusaha untuk mempromosikanku dan bertindak seolah ia manajerku.”
James selalu menyempatkan mengorek cerita dari keluarganya saat mereka bersama, entah itu di meja makan, di jalan, atau dimanapun selama ia memiliki waktu bersama mereka.
Sama seperti para pebisnis lainnnya yang selalu sibuk, James sangat jarang bisa berkumpul dengan keluarganya. Tapi, ia akan berusaha meluangkan waktunya untuk sekedar berbincang dengan mereka. Selain selalu berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan mereka secara material, ia juga ingin memenuhi kebutuhan mereka secara moral dan emosional. James adalah gambaran dari sosok ayah yang baik, setidaknya begitulah pengakuan Shane, Sea, dan Addie jika mereka menerima pertanyaan mengenai bagaimana pendapat mereka mengenai ayah mereka.
“Bukankah itu sangat bagus? Jackson West selalu saja berbaik hati memberikan bantuan dan perhatiannya untuk keluarga kita. Mungkin aku harus menyempatkan waktu untuk makan malam bersama, sekedar untuk berterima kasih padanya.” Sarah mengangguk menyetujui ide suaminya itu. “Dan Sea, bagaimana denganmu?” lanjutnya.
“Aku sedang beristirahat untuk sementara ini dad, aku ingin fokus untuk membuat desain dan tentunya untuk sekolahku.”
Shane memandangi Sea dengan rasa kagum yang dibuat-buat olehnya untuk menggoda saudaranya itu.
“Kau juga harus fokus dengan sekolahmu Shane.” Tukas Sea, ayah dan ibunya bersamaan, mengingatkan Shane yang hanya terkikik mendengar ucapan kompak mereka.
“Aku akan fokus selama kau membantuku Sea.” Ia menghabiskan jus jeruknya sampai tetes terakhir. Gelas ke dua untuk pagi ini.Mungkin akan ada gelas ke tiga, ke empat, ataupun ke lima untuk jus jeruk hari ini, tidak ada yang tau batas toleran Shane dalam meminum jus jeruk per harinya.
“Managerku tidak bisa menemaniku untuk pemotretan nanti siang, apa kau bisa menemaniku?” Sea yang hampir tidak pernah menolak permintaan Shane hanya mengangguk mengiyakan.
“Setelah pemotretan kalian selesai, daddy berharap kalian bisa menemani ibu kalian di acara makan malam bersama teman-temannya. Daddy tidak bisa menemani ibu kalian karena ada urusan bisnis yang harus segera daddy selesaikan.”
Shane dan Sea saling memandang satu sama lain. Selama di Inggris, sangat sulit sekali untuk bisa membuat Shane dan Sea bersedia menemani ibu dan ayah mereka ke acara-acara yang mereka datangi. Mereka hanya bersedia datang di acara-acara yang bersifat tertutup tanpa adanya jepretan kamera dari wartawan ataupun paparazi.
“No paparazi.” Sarah menambahkan. Ia tau apa yang sedang dipikirkan oleh kedua anaknya. “hanya acara makan malam tertutup menyambut kelahiran putra baru di rumah salah satu teman mom. Tidak banyak yang datang, hanya keluarga tuan rumah dan keluarga Jackson.” Sarah sangat haus akan keinginan untuk memamerkan putra putrinya yang hebat itu. Dia akan memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk bisa memperkenalkan kedua anaknya setidaknya kepada teman-teman artis terdekat yang dikenalnya.
Sea mengangguk mengiyakan yang disusul oleh Shane. “Setidaknya Jackson akan datang.” Dengan kehadiran Jackson dalam acara itu, Shane berharap acara itu jadi lebih layak untuk dinikmati olehnya.
***
Sekolah yang dipilihkan oleh Sarah dan James benar-benar seperti apa yang diharapkan oleh Sea dan Shane, sekolah umum. Walaupun jika dilihat dari bangunannya yang sangat besar dan luas dan terkesan mewah, namun, setidaknya sekolah yang mereka datangi saat ini bukanlahsekolah privat seperti yang pernah mereka ikuti ketika mereka berada di London.
James tentu saja tidak ingin menempatkan putra putrinya di sekolah umum yang biasa tanpa fasilitas pendidikan dan kemanan terbaik yang bisa ia temukan di New York. James menginginkan semua yang terbaik untuk putra putrinya. Mereka berharap dengan kepindahan mereka di semester ke dua di tahun pertama ini tidak akan menyulitkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan pelajaran ataupun lingkungan baru mereka.
Begitu Shane memasuki gedung bersama dengan Sea, semua mata tertuju pada Shane yang berjalanan melewati area loker siswa. Seolah matahari bersinar terlalu terang dibelakang punggungnya dan ia bisa memantulkan sinarnya dan membuat mata semua orang menjadi silau. Seolah Shane berjalan dengan efek slow motion yang memanjakan setiap gadis yang memandanginya dengan bibir terbuka. Tidak ada seorangpun yang melangkahkan kaki meninggalkan tempat mereka berdiri selain Shane dan Sea yang berjalan menuju ruang kesiswaan untuk mengambil jadwal kelas mereka dan kebutuhan mereka selama bersekolah di sana.
Sepanjang koridor menuju ruang kesiswaan, siswa yang tidak ingin Shane menghilang dari pandangan mereka, mengikuti Shane dan menyerbunya seperti seorang fans yang histeris melihat idolanya menyeret kakinya di depan hidung mereka. Tentu saja mereka mengenal Shane sebagai salah satu aktor yang tengah naik daun dan menjadi topik pembicaraan hangat dimanapun mereka berada.
Shane ataupun Sea sudah terbiasa dengan bermacam-macam reaksi dari orang-orang disekitar mereka. Bahkan Sea yang dimata para pria selalu terlihat mengagumkan dengan kecantikan dan keanggunannya, cahayanya terlihat redup jika berada disekitar Shane yang dikelilingi oleh banyak wanita yang mengaguminya. Iatak jarang menjadi bahan olok-olok bagi gadis-gadis yang merasa iri saat melihatnya berjalan bersama aktor kesayangan mereka yang tidak lain adalah saudara kembarnya sendiri, satu fakta yang tidak diketahui oleh khalayak umum.
Tentu saja fakta itu tidak pernah diinginkan oleh Sea untuk diketahui khalayak umum, karena Sea tidak ingin ada publikasi apapun tentang dirinya, termasuk publikasi sebagai saudara kembar Shane. Jika wartawan mengetahui hal itu, mereka tidak akan segan-segan mengganggu privasi Sea untuk menguak berbagai pemberitaan mengenai Shane ataupun dirinya sebagai saudara dari aktor kenamaan yang melambungkan namanya melalui film berjudul “I’m not Human” itu. Hanya teman-teman di sekolah privat mereka di London dan keluarga terdekat mereka yang mengetahuinya.
Beberapa siswa perempuan yang begitu inginnya menyentuh idola mereka mulai saling dorong, berebut untuk menjangkau Shane. Kejadian saling dorong itu membuat Sea ikut terhuyung dan membuat badannya membentur badan Shane yang memiliki otot sangat keras. Shane segera menangkap badan Sea dan menempatkannya tepat di depannya, melingkarkan kedua lengannya di sekitar Sea sebagai tameng walaupun sebenarnya dia yang lebih memerlukan tameng untuk melindungi dirinya dari tangan-tangan yang lapar itu.
Melihat kejadian itu, beberapa guru segera datang dan membubarkan siswa-siswa mereka dan mengantar Shane dan Sea ke ruang kesiswaan.
“Apa kau tidak apa-apa?” Shane terlihat khawatir dan matanya mengambil peran mendeteksi luka di lengan ataupun wajah Sea.
“Aku baik-baik saja Shane.”
Setelah memastikan bahwa Sea tidak terluka, ia mengarahkan Sea untukduduk di salah satu sofa yang disediakan di ruang kesiswaan. Sementara itu Shane mengambil tugas untuk menyerahkan surat kepindahan mereka kepada petugas jaga dan ia hanya harus menunggu untuk jadwal kelas dan buku mereka. Ia kemudian bergabung dengan Sea.
“Pihak sekolah akan memperingatkan mereka untuk tidak melakukan hal semacam itu lagi. Dan jika mereka tetap tidak bisa dikendalikan, mereka akan menempatkan keamanan untuk berjaga-jaga.”
“Astaga, ada apa dengan siswa-siswa disekolah ini? Kenapa mereka berkemah di depan ruang kesiswaan? Apa mereka sedang di hukum?” “Entahlah dad.” Ucapan itu terlontar dari seorang pria berjas dan seorang gadis yang terlihat seperti salah seorang siswa dengan jas almamater yang tersampir di pundaknya. Begitu memasuki ruang kesiswaan, mata pria berjas itu segera menangkap sosok pria muda yang dikenalnya tengah duduk di sofa, Shane. Dengan seringai jailnya, ia mendekat dan mengulurkan tangannya kepada Shane.
“Pantas saja gadis-gadis di luar sana ribut sekali, ternyata ada kau di sini Shane.”
Shane mengenal orang yang berdiri di hadapannya. Shane yang matanya telah tertuju kepada pria berjas itu sejak ia memasuki ruangan, segera berdiri dan menjabat tangannya dengan akrab.
“Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Jack.” Shane mengenalnya dengan baik sebagai Jackson West, rekan berakting di film terbarunya sekaligus teman baik dari kedua orang tuanya.
“Lama tidak bertemu. Senang akhirnya bertemu denganmu, lagi.” Tidak lupa Jack menunjukkan seringaian jailnya.
“Jika aku tidak salah ingat, terakhir kita bertemu sekitar sembilan jam yang lalu.” Gurauan ringan itu membawa sedikit tawa di tengah mereka.
Baru tadi malam Shane menghabiskan banyak waktu di pesta bersama Jackson. Mereka terlihat akrab dengan saling melontarkan lelucon sampai-sampai melupakan dengan siapa mereka di sana.
“Apa kau akan melanjutkan sekolahmu di sini?”
“Iya, tentu saja. Menurutmu untuk apa aku berada di sini sepagi ini.”
Jackson duduk di single sofa dan Shane kembali duduk di tempatnya.
“Baguslah, aku senang mendengarnya. Sarah pagi ini baru saja memberitahuku kalau kau akan ikut di acara nanti malam. Kau tau, dia sangat senang sampai-sampai ia tidak menghiraukan kalau ia sudah mengganggu waktu sarapanku.”
“Sorry about that. Mom memang selalu sedikit berlebihan. Kami ikut karena dad sedang memiliki pekerjaan.”
“Kami?”
“Wait.” Shane baru tersadar kalau dia mengabaikan Sea. Ia berbalik pada Sea dan membuatnya duduk lebih dekat dengannya. “She is my girl, my twinsister, Sea Black. Dan Sea, perkenalkan Jackson West, teman baik mom and dad sekaligus teman baikku.”
“Hei Mr. West. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu setelah banyak mendengar banyak hal tentangmu dari keluargaku.” Sea menjabat tangan Jackson dengan ramah.
“Senang akhirnya bisa bertemu denganmu juga Sea. Aku harap mereka menceritakan hal-hal yang baik tentangku padamu.” Candaannya disambut tawa oleh Sea. “Kau cantik sekali, lebih cantik daripada yang digambarkan Sarah. Aku tidak menyangka Sarah memiliki seorang putri yang sangat cantik sepertimu.”
“Terima kasih atas pujiannya Mr. West.”
“Please call me Jack, aku akan sangat senang jika bisa menambahkan satu orang lagi dari keluarga Black dalam daftar temanku.”
Sea mengangguk mengiyakan dengan senyum ramahnya.
Mata Shane kemudian tertuju pada gadis yang tadi terlihat memasuki ruangan bersama Jackson. Gadis itu hanya berdiri di samping Jackson dengan melipat kedua tangan di depan badannya. Mata mereka bertemu dan membuat Shane terkunci di sana. Mata biru indahnya berhasil mengunci perhatian Shane. Mata itu seolah berhasil mengirimkan sinyal-sinyal aneh ke dalam dirinya, membuat jantungnya bekerja ekstra memompa darah ke seluruh tubuhnya.