Read More >>"> THE DAY'S RAPSODY (Bagian Ketiga) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - THE DAY'S RAPSODY
MENU
About Us  

***

Rey dan Rian memasuki mobilnya dan bergegas meninggalkan parkiran. Sementara Deva dan rekan satu timnya menyusul di belakang.

Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai di kediaman keluarga Rein. Begiru mereka semua sampai, suasana duka begitu terasa, banyak sanak kerabat yang berkumpul. Seluruh keluarga Rein berkumpul, isak tangis terdengar dimana-mana. Kedua orang tua Rein nampak begitu terpukul atas kepergian anak semata wayang mereka.

Di kota, Rein memang tinggal sendiri di sebuah apartemen. Sehingga seluruh keluarganya aman di desa asalnya.

“Permisi,” ucap Deva begitu menapakkan kaki di pintu masuk rumah Rein.

“Oh, iya silakan. Anda-anda ini siapa, ya?” tanya wanita tua yang nampak seperti ibu kandung Rein.

“Perkenalkan saya Deva. Saya rekan kerja satu tim Rein,” jawabnya sopan.

“Oh, begitu. Silakan duduk,” Ibu Rein mempersilakan seluruh tamunya masuk.

“Terimakasih, bu. Saya mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas kepergian Rein. Jujur, saya dan seluruh rekan satu tim saya juga merasa kehilangan. Selama ini Rein dikenal sebagai sosok yang sangat rajin dan juga cerdas. Banyak sekali prestasi yang ia raih. Saya pribadi turut mengapresiasi kinerjanya. Kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan yang Rein berikan selama ini,” tutur Deva panjang lebar.

“Iya, terimakasih. Saya sendiri sangat syok atas kejadian naas ini. Saya mohon agar kasus ini bisa dipecahkan secepatnya agar Rein juga bisa pergi dengan tenang,” pinta Ibu Rein yang masih berlinang air mata.

“Tentu saja, bu. Kami akan segera menemukan pelaku yang bertanggung jawab atas insiden ini. Dan menjatuhkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya,” kata Rey dengan lembut. Ibu Rein mengangguk menyetujuinya.

“Maaf, bu. Saya mau bertanya apakah jasad Rein di-autopsi?” lanjut Rey dengan hati-hati.

“Tidak! Saya tidak mengijinkannya. Saya tidak mau tubuh anak saya diapa-apakan lagi. Sudah lebih baik begini saja,” timpal Ibu Rein.

“Kami paham, bu. Atas kesedihan yang anda alami. Tapi, autopsi adalah satu-satunya cara mengetahui penyebab utama Rein mati,” terang Deva.

“Sudahlah, saya sudah pasrah. Toh, anak saya juga tidak mungkin hidup lagi.”

Rey dan Deva hanya bisa bertukar pandangan.

“Baik, bu. Terimakasih. Hmm...saya dan rekan-rekan saya pamit pulang dikarenakan masih banyak kasus yang perlu kami selidiki,” pamit Deva undur diri.

“Iya, terimakasih atas kunjungannya.”

Seluruh rombongan Rey dan Deva meninggalkan rumah Rein yang masih dikerubuti banyak tamu lainnya. “Rey? Kamu kembali ke kantor, kan?” tanya Deva.

“Nggak. Kamu duluan saja. Aku harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu.”

“Baiklah, good luck ya.”

Rey hanya mengangguk.

“Kapten, kita mau kemana lagi?” tanya Rian yang sedang memegang kemudi begitu Rey masuk.

“Kita langsung menuju TKP,” ucap Rey sembari memasang sabuk pengaman. Tak seperti Rian yang biasanya banyak tanya, kali ini anak itu langsung mamatuhi perintah kapten timnya.

Butuh waktu sekitar 1 jam untuk mencapai lokasi. Begitu mereka sampai keduanya pun turun.

“Kapten, sepertinya daerah yang mengalami banyak kerusakan adalah di lantai empat dan dua.”

“Ya, benar. Dinding dan kaca di kedua lantai itu mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding yang lainnya. Menurut dokumen yang aku saksikan sekilas. Bom memang dipasang di kedua lantai itu.”

Rian menggaruk kepalanya sejenak, “lalu apakah ini sebuah kebetulan juga kapten? Kalau kamar Rein ada di lantai empat?”

Rey menengok pada Rian. Kemampuan anak ini memang muncul di saat-saat genting saja. Selebihnya dia Zero.

“Entahlah, tapi bagiku tak ada yang namanya sebuah kebetulan.” Rey mengamati lingkungan sekitar dengan teliti. Banyak toko dan warung makan yang tutup seolah mereka takut masih ada serangan susulan yang mungkin bisa mengancam nyawa mereka nantinya.

Banyak aparat kepolisian yang berjaga-jaga di daerah itu. Gedung sepenuhnya ditutup dan disegel garis pembatas polisi. Ada kurang lebih lusinan warga yang mengintari tempat itu.

Entah itu abg labil yang mengambil foto atau keluarga korban yang selamat. Ia teralihkan sejenak oleh perkataan Rian.

“Entah psiko macam apa yang tega melakukan hal seperti ini. Disaat hujan lebat dan pemadaman listrik, ia mengambil kesempatan untuk memasang bom. Aku merasa sedih untuk para korban yang pernah terjebak di dalam. Aku yakin mereka pasti merasa sangat panik, disaat gelap dan malam tiba-tiba ada serangan bom. Aku yakin sebagian dari mereka pasti mengalami trauma yang mendalam. Perasaan mencekam yang mereka alami pasti tetap akan berbekas di memori mereka.”

“Aku tahu itu. Oleh karena itu, kita harus bekerja keras untuk menangkap pelakunya.”

“Iya, kapten. Ayo kita masuk,” kata Rian dan dengan semangatnya melangkahkan kakinya ke dalam.

“Siapa yang bilang kita akan masuk?” ucap Rey. Sontak Rian yang tidak menduga akan mendengar ucapan itu dari kapten timnya membalikkan badannya dengan satu putaran kaki.

“Hah?”

“Aku sudah menugaskan Tera dan Joy menyelidiki kasus ini. Jadi, sebaiknya kita berkeliling saja.” Rey melangkahkan kakinya menyusuri trotoar jalan yang lenggang.

“Hah? Kita mau kemana kapten?” Rian buru-buru mengikuti kaptennya tepat dibelakangnya.

“Cari makan,”

“Hah? Mana ada warung makan yang buka?” heran Rian. Karena sepanjang mata memandang semua oulet makanan tutup hari ini sebagai efek atas insiden kamarin.

“Entahlah. Kita cari saja,” jawab Rey dengan santainya.

Rian hanya bisa mengekor dengan pasrah.

“Kapen, bisa kita berhenti sekarang. Kita sudah memutari kawasan gedung ini selama 30 menit dan belum menemukan oulet makanan yang buka,” keluh Rian sembari menyeka peluh di dahinya yang mulai berlelehan.

“Diamlah. Kita pasti menemukannya,”

“Hah...” dengus Rian.

Benar saja, tak berapa lama kemudian. Mereka berhasil menemukan sebuah outet makanan kecil yang buka. “Mie pangsit udang” adalah nama warung itu. Warung kecil yang terletak tepat di belakang gedung.

“Permisi,” ucap Rey begitu memasuki oulet.

Sauasananya begitu sepi. Nampaknya mereka berdua akan jadi pengunjung pertama hari ini. Seorang nenek tua keluar dari bilik dapurnya. “Oh, silakan.” ucapnya tersenyum sembari menampilakan giginya yang hanya tinggal beberapa biji.

“Saya pesan dua porsi mie,” Rey dan Rian segera menempati kursi paling depan.

“Wah, kapten. Ternyata ada tempat yang buka ya.” Rian nampak mengamati sekeliling.

“Sudah kubilang, kan?”

Rian hanya mengangguk.

“Ini pesanannya. Silakan dinikmati.” Nenek itu menaruh hidangannya di meja.

“Wah, nenek berjualan sendiri?” tanya Rian yang nampak begitu penasaran. Sementara Rey mulai menikmati mie-nya.

“Hehe, iya nak. Nenek berjualan sendiri. Hari ini cucu nenek sedang ada di rumah temannya. Jadi, nenek buka toko sendiri.”

Rian mengguk-angguk. Namun, ia memikirkan suatu hal yang lain. Karena ia bukan tipe orang yang berpikir lebih dahulu sebelum bicara, ia langsung nyeplos dan bertanya banyak hal pada sang nenek.

“Nenek kenapa masih buka? Padahal kemarin malam kan ada peristiwa peledakan gedung. Memang nenek tidak takut?” tanya Rian dengan mulut yang masih dipenuhi mie.

“Haha, apa yang perlu nenek khawatirkan nak. Toh, tempat kecil nenek ini aman dan tidak terkena dampak langsung dari ledakan. Ya, paling hari ini sepi saja.”

“Ooo, begitu ya nek.”

“Nek, apakah kami pengunjung pertama di kedai ini?” tanya Rey menghentikan aktifitasnya sejenak dan beralih bertanya.

“Oh, sebelumnya tadi ada yang makan disini sebelum kalian. Belum lama ini,” papar sang nenek. Rian dan Rey hanya bisa saling pandang. Tidak ada orang normal yang akan makan di tempat dekat TKP yang meninggalkan banyak trauma bagi banyak orang.

“Nenek melihat wajahnya?”

“Ah, tidak. Pria itu memakai hoodie yang menutup sebagian wajahnya,” jawab nenek itu sembari mengingat-ingat.

“Ah, begitu ya. Terimakasih ya nek atas infonya. Totalnya berapa?”

“20 ribu rupiah saja, nak.”

Rey mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan menyerahkannya pada sang nenek, “ambil saja kembaliannya.”

“Teeimakasih, nak.”

Mereka berdua pun berlalu pergi melanjutkan perjalanan mereka. “Rian, cari tahu rekaman cctv sekitar daerah sini!”

“Baik, kapten.”

***

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • ikasitirahayu1

    @atinnuratikah hai kak, terimakasih sudah mampir. ditunggu kelanjutannya ya,

    Comment on chapter Bagian Ketujuh
  • nuratikah

    serasa baca novel detektif, gak sabar kelanjutannya gimana.

Similar Tags
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
2198      1021     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Faerie City
2437      780     7     
Fantasy
🌷[ Buku ini sudah resmi terbit di Cabaca.id ]🌷 Tiana Fairchild, gadis berumur 18 tahun ini pindah rumah bersama kedua orang tuanya ke kota kecil bernama Faerie City, yang konon adalah tanah leluhur para peri. Di kota itu ia mulai sering berpapasan dengan sosok dua pria misterius. Seiring berjalannya waktu, perkenalannya dengan mereka mulai membuka tabir misteri tentang identitas asli di ...
Ternyata...
865      499     1     
Short Story
Kehidupan itu memang penuh misteri. Takdir yang mengantar kita kemanapun kita menuju. Kau harus percaya itu dan aku akan percaya itu. - Rey
NADI
5145      1384     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Mimpi Dari Masa Lalu
635      352     4     
Short Story
Sebuah cerita yang menceritakan tentang seorang gadis yang selalu mendapatkan mimpi buruk yang menakutkan, hingga suatu saat dia bertemu seorang laki-laki disekolahnya yang bersikap aneh dan mencurigakan, tetapi ternyata laki-laki itulah yang membantu gadis itu untuk mendapatkan jawaban mengenai mimpi buruknya itu.
Bisakah Kita Bersatu?
544      300     5     
Short Story
Siapa bilang perjodohan selalu menguntungkan pihak orangtua? Kali ini, tidak hanya pihak orangtua tetapi termasuk sang calon pengantin pria juga sangat merasa diuntungkan dengan rencana pernikahan ini. Terlebih, sang calon pengantin wanita juga menyetujui pernikahan ini dan berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani pernikahannya kelak. Seiring berjalannya waktu, tak terasa hari ...
RINAI : Cinta Pertama Terkubur Renjana
104      83     0     
Romance
Dia, hidup lagi? Mana mungkin manusia yang telah dijatuhi hukuman mati oleh dunia fana ini, kembali hidup? Bukan, dia bukan Renjana. Memang raga mereka sama, tapi jelas jiwa mereka berbeda. Dia Rembulan, sosok lelaki yang menghayutkan dunia dengan musik dan indah suaranya. Jadi, dia bukan Renjana Kenanga Matahari Senja yang Rinai kenal, seorang lelaki senja pecinta kanvas dengan sejuta war...
29.02
369      172     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Without Guileless
839      501     1     
Mystery
Malam itu ada sebuah kasus yang menghebohkan warga setempat, polisi cepat-cepat mengevakuasi namun, pelaku tidak ditemukan. Note : Kita tidak akan tahu, jati diri seseorang hingga kita menjalin hubungan dengan orang itu. Baik sebuah hubungan yang tidak penting hingga hubungan yang serius
A KID WITH NO BODY
342      246     1     
Short Story
A kid trying to solve a mystery that killed his parents