Kalian semua percaya dengan peri? Mungkin peri itu cuma ada di cerita dongeng dan di film kartun. Bicara dongeng, cerita yang didongeng selalu berakhir bahagia. Dimulai dari seorang perempuan lalu ia melewati hidupnya dan ia bertemu seorang pangeran dan mereka hidup bahagia. Dikehidupan nyata tidak seperti itu. Sangat bertolak belakang dari cerita dongeng.
Seperti yang Daffa alami saat ini, sangat sulit mencari perempuan yang mau menjadi pasangan hidupnya. Setiap ia mengungkapkan perasaannya pada seorang perempuan, jawaban yang Daffa terima adalah "Maaf, aku nggak bisa" sakit kan? Mungkin sudah sekitar 5 perempuan yang seperti itu.
Sekarang Daffa mau mencoba lagi dengan perempuan yang berbeda yaitu Fina, teman Daffa saat masih sekolah dulu. Mumpung mereka sekarang satu kampus. Dulu mereka berdua cukup dekat, Daffa ketua kelas dan Fina wakilnya selain itu rumah mereka juga dekat atau tetanggaan. Ibu mereka berdua pun sering bergosip ria saat menjelang sore.
Daffa menarik nafas panjangnya sebelum menghampiri Fina yang duduk di bangku taman menunggu kedatangannya.
"Fin.."
Gadis berambut panjang itu menolehkan kepalanya kebelakang lalu tersenyum manis.
"Udah dateng? Duduk sini"ujar Fina sambil menepuk bagian kosong disampingnya. Daffa mengiyakan lalu duduk disamping Fina.
"Mau ngomong apa?"tanya Fina lembut. Ya.. itulah yang membuat Daffa suka pada gadis ini.
"Eum.. gimana ngomongnya ya? Sebelumnya, aku gak maksa kamu buat jawab. Aku cuma mau bilang kalau aku.. aku.. aku suka sama kamu Fin. Aku gak tau kapan rasa ini hadir, yang pasti aku udah tertarik sama kamu saat kita rapat kelas bareng saat itu. Aku ngeliat kamu beda dari gadis yang lain. Aku juga sering merhatiin kamu lagi nyiram bunga sore sore, saat itu aku sadar kalau aku suka sama kamu. Sekali lagi, aku gak maksa kamu buat jawab, tapi ya.. itu yang aku pendam sampai sekarang"
Fina menatap Daffa dalam, yang ditatap malah menundukkan kepalanya. Fina menghela nafas pendeknya.
"Jujur, aku juga sama kayak apa yang kamu pendam sekarang. Aku juga udah nyadar saat kita megang jabatan di kelas bareng saat itu. Kamu laki laki yang tegas, selalu membenarkan yang salah dan kamu juga selalu memegang amanat dari guru"
Daffa mengangkat kepalanya saat menyadari kalau kali ini ia dapat lampu hijau dari seorang perempuan.
"Jadi? Kamu mau jadi pacar aku?"
Fina mengangguk sambil tersenyum malu saat Daffa menggenggam tangannya.
"Makasih Fin"
"Maaf Daf, andai kamu tau siapa aku"
π’
Hari hari berikutnya Daffa selalu bersama Fina. Mengantar kemana pun Fina pergi, menuruti apa pun yang Fina mau dan mengabulkan semua keinginan Fina. Untuk sampai saat ini belum ada rasa bosan dihati Daffa tapi dalam hatinya yang paling dalam mulai ada rasa bosan menghadapi tingkah gadis itu.
Sekarang, Fina meminta Daffa menunggu sampaj jam kuliahnya habis. Pasti dalam hati Daffa bosan menunggu 2 jam hanya berdiam diri duduk didepan kelas Fina. Jadi, Daffa memutuskan untuk pergi keliling kampus selama menunggu Fina.
Tempat terakhir yang ia kunjungi adalah taman. Ia duduk dikursi dimana dulu ia menyatakan perasaannya pada Fina.
"Hai.."
Daffa menolehlan kepalanya kebelakang. Seorang gadis yang asing untuk Daffa dan dia sekarang menyapa Daffa.
Daffa tersenyum paksa "H..hai"
"Boleh duduk?"
Daffa mengitari pandangannya keseluruh sudut taman, masih ada 3 kursi yang kosong. Kenapa harus disini? Belum Daffa jawab pertanyaan gadis ini, ia sudah duduk disamping Daffa.
"Kamu ngapain disini?"
Bukannya menjawab, Daffa malah menatap aneh gadis ini. Tidak tau siapa dia dan dia malah sok kenal sok dekat dengan Daffa.
"Eum.. kita emang saling kenal?"
Gantian, sekarang malah gadis ini yang menatap aneh Daffa.
"Loh.. kamu lupa sama aku?"
Daffa berusaha mengingat ngingat. Setau Daffa, ia tidak pernah kenalan dengan gadis ini.
"Maaf, tapi aku gak kenal kamu"
"Aku Diffany Feiry. Kamu lupa?"
"Eh tunggu--"jeda gadis yang mengaku bernama Diffany ini.
"Dia kecelakaan. Kemungkinan besar dia gak ingat kamu"
"Diffany Feiry? Siapa ya? Aku gak kenal, maaf"
Diffany tersenyum tipis. Ia mengerti kenapa Daffa tidak mengingatnya, ia teringat ucapan ibu Daffa saat itu. Memori Daffa tentang dirinya hilang dan Diffany akan mengembalikan ingatan Daffa.
"Eum.. yaudah kalau kamu gak ingat sama aku. Sampai nanti"
Sedangkan Daffa masih bertahan pada posisinya sambil menatap kepergian Diffany.
"Diffany Feiry? Aduh.. kok kepalaku sakit banget?"
π’
"Daf, yang ini bagus gak?"
Daffa mengangguk tapi matanya tidak tertuju pada barang yang ditunjukkan oleh Fina. Ia malah tertuju pada keramik bewarna putih yang ia injak sekarang.
"Daf, kamu kenapa sih? Ada masalah ya?"
Lamunan Daffa langsung buyar dan ia tidak tau mau menjawab apa pertanyaan gadis itu.
"Eum.. gak kok, aku cuma... cuma.. lapar. Ya.. lapar"
"Oh, kamu lapar? Yaudah duluan aja, nanti aku nyusul. Ya?"
Daffa langsung meniyakan lalu pergi meninggalkan gadis itu.
Di tempat makan pun, Daffa masih sempat sempatnya melamun. Entahlah, fikirannya masih tertuju pada gadis bernama Diffany tadi.
Tanpa tau dari mana asal usulnya, sekarang gadis itu sudah duduk dihadapannya.
"Hai, ketemu lagi"
Daffa hanya tersenyum simpul lalu melirik sekirtarnya, siapa tau Fina melihat kalau ia sedang duduk dengan perempuan lain yang akan membuat kesalah pahaman nantinya.
"Daf, beneran kamu gak inget aku?"
Tunggu, Daf? Seingat Daffa, ia belum mengatakan namanya pada perempuan ini. Tapi dari mana ia tau?
"Tunggu, dari kampus tadi kamu selalu bertanya seperti itu. Bisa kamu jelaskan sendiri tanpa selalu tanya?"
Diffany menghela nafas pendeknya. Ia melepaskan kalung yang ada dilehernya lalu menunjukkannya tepat di depan mata Daffa.
Sebuah kalung dengan mainan mini peri di tengah tengah kalung itu.
"Sekarang ingat?"
Seperti baru saja mendapatkan dorongan dan ingatannya kembali. Daffa langsung menarik tangan Diffany pergi dari tempat makan itu.
π’
Berbeda dengan Fina, ia malah berdiri mematung saat akan melangkahkan kakinya menuju meja yang Daffa duduki.
"Diffa? Daffa? Mereka ketemu lagi? Gimana kalau Diffa ngeliat aku? Gimana kalau Diffa tau kalau aku sekarang jadi pacar Daffa? Daf, maaf, aku mau mutusin hubungan kita sepihak. Kalau kamu udah ingat semuanya, aku harap kamu gak akan pernah ingat sama hubungan kita saat ini"
Usai berkata seperti itu didalam hatinya, Fina langsung pergi begitu saja dengan air mata yang mengalir deras.
π’
"Parah, lupa sama temen kecilnya dulu"
Daffa tertawa canggung "maaf, kan kamu tau aku amnesia. Sekarang kan udah ingat"
"Apa sih yang bikin kamu tiba tiba ingat gitu aja?"
"Bayangan yang lintas saat kamu nunjukkin kalung itu adalah---
Flashback om
"Dif, jangan lupain aku ya?"
Gadis kecil itu hanya menganggukan kepalanya.
"Karena kamu udah aku anggap peri penyelamat aku, ini kenangan dari aku, dijaga baik baik ya?"
Diffa menganggukan kepalanya sambil mengelus mainan kalung peri itu.
"Daffa kalau udah gede, jangan lupain Diffa ya? Dan selamanya Diffa akan jadi peri penyelamat untuk Daffa"
Flashback off
"Gitu.. dan kamu tau? Barusan kamu menjadi peri penyelamat lagi buat aku"
Diffa mengerutkan keningnya "kenapa? Emang aku ngapain?"
"Selama aku hilang ingatan tentang semuanya, saat aku SMA aku ketemu lagi sama Fina"
"FINA? YANG DULU SELALU NGEJEK KAMU KARENA KAMU GENDUT? YANG DULU SELALU NGEHINA KAMU? YANG DULU GAYANYA SELANGIT MINTA AMPUN. KETEMU LAGI?"
Daffa hanya mengangguk sambil menutup kedua telingannya, kalau tidak bisa bisa ia budeg karena teriakan Diffa.
"Gimana ceritanya?"
"Eum.. gak tau, tapi dulu aku itu ketua kelas dia wakilnya. Terus aku tertarik sama dia, aku sama sekali gak berfikir kalau dia Fina yang dulu jahat banget. Sampai akhirnya 3 minggu yang lalu aku nembak dia setelah bertahun tahun. Dan ke 3 minggu itu kamu datang dan berusaha mengembalikan ingatan aku lagi. Maka dari itu, kamu peri penyelamat aku lagi bukan? Kamu udah nyelamatin aku dari perangkap nenek sihir"
Diffa hanya tertawa mendengar kalimat terakhir Daffa "ohya, berarti sampai sekarang kalian punya hubungan kan?"
Daffa mengangguk "tadi, aku sebenarnya bareng sama dia. Tapi dia nyuruh aku duluan ke tempat makan. Yaudah, eh taunya kita ketemu lagi dan bodoh ah aku ninggalin dia disana"
"Gak boleh gitu, kalau kamu memang suka sama dia, kejar aja, masa lalu tinggalin aja"
"Gak deh, makasih. Dimata aku dia masih sama kayak yang dulu"
"Ohya Fan---"
Belum selesai Daffa menyelesaikan kalimatnya, Diffa tertawa.
"Kenapa ketawa?"tanya Daffa.
"Kamu kok masih manggil aku Fan? Diffa aja gak apa apa"
"Bukannya udah aku bilang dulu, nama kita tu mirip 'Diffa Daffa' nanti kita kembar lagi"
"Yaudah, teserah kamu mau manggil aku apa. Tadi mau ngomong apa?"
"Eum.. sebenarnya aku mau nanya ini dari dulu. Jawab jujur ya? Kamu dulu kenapa mau sih temenan sama aku? Kan aku dulu gendut, culun, kuper dan kamu mau jadi temen aku"
Diffa memikirkan jawaban yang akan ia beri pada Daffa "eum.. gimana ya? Kamu tau kan kalau aku suka banget sama peri. Memang dulu aku pernah pengen nyobain jadi peri, setelah liat kamu, aku langsung merasa kayak kalau dengan kamu aku bakalan jadi peri beneran. Dan bener kamu bikin julukan buat aku yaitu 'peri penyelamat'. Ohya kenapa penyelamat sih?"
"Karena kamu yang selalu nyelamatin aku dari cacian mereka semua"
Diffa tersenyum.
"Cuma peri aja? Gak lebih?"
π’
"Fin.. Fina, ada yang nyariin kamu, anak ekonomi. Orangnya nunggu di taman"
Fina mengerutkan dahinya "nyariin aku? Oh oke, makasih ya"
Mumpung kelasnya dimulai 15 menit lagi, Fina memutuskan untuk menemui anak ekonomi yang mencarinya. Fina melangkahkan kakinya ke taman. Entah kenapa firasatnya tidak enak.
"Permisi, cari saya?"tanya Fina pada orang ini.
"Ya.."
"Loh?! Daffa?!"
Fina beranjak ingin pergi dari sana tapi apa boleh buat Daffa menahan tangannya membuat Fina tidak bisa melarikan diri lagi.
"Kenapa kabur? Duduk sini, aku cuma mau nanya baik baik"
Fina duduk disamping Daffa, ia tidak membalas tatapan laki laki yang sekarang tidak jelas apa hubungannya denga Fina.
"Kamu kok mau nerima cinta aku waktu itu? Maaf aku lancang, tapi ya.. sekarang aku ingat semuanya, Fin"
"Maaf sebelumnya, Daf. Tapi, aku nerima kamu cuma karena aku masih merasa bersalah waktu kita kecil aku selalu bully kamu. Sekarang aku rela kalau kamu sama yang lain, aku juga tau kalau kamu pasti suka sama Diffa kan?"
"Eum.. makasih ya, Fin. Aku yakin kamu bisa dapat laki laki lain yang lebih baik dari aku"
Fina tersenyum simpul "ya.. salam buat Diffa, ya?" Setelah itu Fina langsung berdiri dan pergi meninggalkan Daffa.
"Suka sama Diffa? Mungkin...."
π’
Pulang kuliah Daffa menyuruh Diffa pergi ke danau dekat rumah mereka. Diffa sudah tiba disini lebih dahulu, sedangkan Daffa belum muncul muncul. Padahal hari sudah mau gelap.
Diffa terus berusaha menghubungi Daffa. Ponselnya aktif tapi tidak diangkat. Itulah yang membuat Diffa kesal.
Semakin lama Diffa menunggu, dan ya.. matahari sudah menghilang dan posisinya digantikan oleh bulan.
Tiba tiba banyak kunang kunang muncul tanpa tau dari mana asalnya. Diffa sudah lama sekali ingin melihat kunang kunang. Diffa pikir, kunang kunang adalah hewan yang sangat cantik. Dan dia juga menyelamati orang dengan cahaya di ekornya.
"Kunang kunangnya cantik banget ya? Sampai aku disamping kamu gak dilirik sedikit pun?"
Diffa sontak kaget mendengar suara Daffa "maaf, aku gak tau. Kamu dapat dari mana, kunangnya?"
"Gak perlu tau. Udah jangan diliatin terus. Aku mau ngomong"
Diffa menghadapkan tubuhnya ke Daffa namun matanya masih melirik kunang kunang.
Perlahan Daffa memegang tangan Diffa "Eum.. Dif, aku suka kamu"
Diffa tertwa "hhh.. bercanda"
"Serius. Aku suka kamu. Jujur dari dulu aku suka kamu. Sifat kamu, hati kamu dan perilaku kamu semuanya aku suka. Cuma kamu yang bisa narik hati aku--"
"Tunggu, yakin cuma aku? Fina?"
"Aishh diem dulu ah, dia udah gak guna. Lanjut ya, aku cuma pengen deket kamu terus, maka dari itu, kamu mau jadi pacar aku sekaligus peri aku lagi?"
"Eum.. sebenernya aku juga suka sama kamu, aku suka kamu yang selalu nangis kalau Fina caci maki kamu waktu kecil. Aku juga suka kamu saat presentasi di depan kelas. Aku sering merhatiin kamu. Maka dari itu juga, aku mau Daf"
"Makasih Diffa.."
"Sama sama Daffa.."
Lalu mereka berdua tertawa mendengar nama mereka berdua. Daffa ingin memanggil Diffa karena "tidak apa apa, siapa tau jodoh"
"Finally, I met my real fairy. Now I believe, fairies are not just in fairy tales. But there is in the real world. She has no wings but I will take her flying with love on our backs."