Keesokan harinya, seorang gadis cantik terbangun dari tidurnya. Ia mengucek-ngucek matanya. Setelah itu, ia melihat handphone yang tergeletak di meja belajarnya, ia turun dari kasurnya dan menghampiri meja belajarnya. Gadis itu bernama Rinjani Aditama. Rinjani langsung mengecek handphonenya, siapa tau Rian membalas pesannya yang kemarin ia kirimkan. Ternyata nihil, Rian tak membalasnya. Lelaki itu hanya membaca pesan yang Rinjani kirim. Ternyata harapannya tak sesuai ekspetasinya, bahkan saat kemarin malam ia membayangkan bahwa akan ada chat dari seseorang yang ia inginkan. Dan seseorang itu memaafkan kelakuannya kemarin, tapi ternyata ... Ah sudahlah. Rinjani pun cemberut, hari ini ia sangat malas mandi ia belum mendapatkan semangat dari kekasih tercintanya itu.
Selesai dari kamar mandi, ia langsung bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Sekarang ia sudah kelas 2 SMA, sudah satu tahun Rian meninggalkan Rinjani. Tinggal menunggu satu tahun lagi kekasihnya itu pulang. Sungguh Rinjani sudah tak sabar, untuk menunggu waktu itu telah tiba. Gadis cantik itu turun untuk menuju meja makan, disana sudah terdapat orang tuanya yang sedang menunggu putri kesayangannya itu untuk sarapan bersama. Kedua orang tuanya yang melihat Rinjani turun pun langsung menyapanya.
“Hai, sayang.”
“Hai, Ma, Pa.” Gadis itu menjawabnya dengan lesu dan wajahnya pun begitu cemberut, orang tuanya mengerutkan dahinya. Mereka kebingungan melihat putrinya ini.
“Kamu kenapa, Nak? Kok mukanya di tekuk gitu sih? Ada apa?” tanya sang Mama.
“Gapapa, Ma.”
“Serius?” lagi lagi mamanya bertanya
“Dua rius malah.”
“Iyadeh, iya. Lain kali kalo ada masalah, cerita ke Mama ya sayang,” ucap sang Mama sambil mengelus puncak kepalanya.
“Iya, Ma. Pasti, aku cerita kok.”
Ruang meja makan pun hening, hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting. Semuanya fokus dengan makanannya masing-masing, karena di keluarga Rinjani diajarkan jika sedang makan tidak boleh berbicara. Rinjani, sudah menyelesaikan makannanya. Kini, ia berdiri dari tempat duduknya dan berpamitan pada kedua orangtuanya. Rinjani keluar rumah dengan muka ditekuk, ia menaikki mobil lamborgininya.
Sebelum menyetir, Rinjani mengecek ponselnya terlebih dahulu siapa tahu sudah ada pesan ataupun panggilan tak terjawab dari sang kekasih. Namun, ternyata semuanya nihil. Rinjani tak mendapatkan pesan dari Rian, Rinjani kini mulai berpikir bahwa Rian sudah ada yang baru. Ia kecewa pada Rian, tadinya Rinjani hanya sekedar bercanda namun ternyata Rian menganggap itu serius sehingga sang kekasih, mendiaminya sampai saat ini. Rinjani merasa bersalah, namun seharusnya Rian juga membalas pesannya bukan hanya membacanya saja. Itulah yang membuat Rinjani semakin khawatir dengan keadaan Rian. Dan itu juga yang membuat Rinjani berpikiran negatif, tentang Rian.
Kini, Rinjani mulai menancapkan gas mobilnya menuju sekolah. Di perjalanan Rinjani hanya melamun memikirkan Rian. Sampai akhirnya, ia tak sadar di depan ada mobil. Hingga akhirnya Rinjani, mengerem mendadak secara tiba tiba. Untungnya saja ia tak kenapa kenapa.
“Ah, shit!” gumam Rinjani
“Woi, kalo nyetir itu hati hati dong.”
Pemilik mobil yang hampir tertabrak oleh Rinjani pun, memarahi Rinjani.
"Maaf, Pak. Maaf yaa, saya lagi banyak pikiran. Jadi, maafkan saya ya pak," ucapnya sambil menongolkan kepalanya di jendela dan agak mengencangkan suaranya.
“Masih kecil udah banyak pikiran,” teriak pengendara mobil itu sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“Huft, dasar bapak-bapak. Udah minta maaf, malah gitu responnya. Ah udahlah.”
Rinjani pun mulai menyalakan lagi mesin mobilnya, lalu menginjak pedal gas nya. Ia sangat kesal hari ini, moodnya sudah hancur. Sesampainya di sekolah, ia langsung masuk kelas dengan muka yang sangat murung. Sehingga temannya yang bernama Alisa itu mengerutkan dahinya, ia bingung dengan sikap temannya hari ini. Biasanya Rinjani selalu ceria jika masuk kelas, namun saat ini ia malah murung begitu.
“Rin, lu kenapa? Sakit?” tanya Alisa pada Rinjani.
“Kagak,” jawabnya masih dengan muka yang murung dan bete.
“Curhat napa curhat. Lu mah diem-diem bae, kalo ada masalah itu. Gak seru ah,” ucap Alisa.
“Nanti deh ya, gue lagi gak mood buat cerita.”
“Yaudah deh,” ucap Alisa sambil memanyunkan bibirnya ke depan. Rinjani, tak peduli. Yang pasti sekarang ia butuh sendiri, tak mau cerita apapun dulu untuk saat ini. Jika moodnya sudah kembali lagi, ia pasti akan cerita kepada sahabat karibnya itu.
Jam pelajaran dimulai, semua orang yang berada di kelas fokus terhadap penerangan guru yang ada di depan. Waktu demi waktu telah terlewati, suara bel sekolah pun terdengar. Semua yang ada di kelas itu bersorak gembira, karena waktu istirahat telah tiba.
Semua keluar dari kelas, terkecuali Rinjani dan Alisa. Mereka berada di dalam kelas, Alisa terus saja menanyakan apa yang terjadi pada Rinjani. Namun, Rinjani enggan untuk bercerita. Mungkin benar, Rinjani hanya sedang membutuhkan waktu untuk menceritakan itu semua. Mereka pun hanya diam, fokus pada pikirannya masing-masing.
ceritanya manis banget huhu :)
Comment on chapter Part 1-Chatting