Read More >>"> Amherst Fellows (Fellows) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Amherst Fellows
MENU
About Us  

Lincoln Campus Center, UMass Amherst

Orang-orang biasa menyebut gedung Campus Center sebagai waffle-shaped building atau bangunan berbentuk wafel. Itu disebabkan jendela-jendela ruangannya terlihat berdempetan dan membentuk deretan persegi jika dilihat dari luar. Meskipun begitu, bentuk bangunan keseluruhannya sama sekali tidak mencerminkan kudapan asli Belgia itu. Bara malah melihatnya seperti radio tua milik Mbah Bowokakeknya dari ayahdengan banyak tombol dan deretan lubang speaker yang memanjang di sisi atas. Kesan tua itu diperkuat dengan warna gedung yang dibiarkan sesuai warna betonabu-abu gelaptanpa satu pun kuasan cat.

Berbanding terbalik dengan penampakan luar yang biasa saja, gedung sebelas lantai tersebut justru menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi di UMass. Lantai 1-nya terletak di bawah tanah dan memiliki beberapa ruangan, seperti auditorium, kantor UMass Science Fiction Society, dan kantor Radio WMUA. Lantai 2 adalah salah satu tempat paling ramai karena di sana lah lokasi UMass Store, beragam kantin, minimarket, Amazon@UMass, dan jalan tembus ke Student Center. Di lantai 2 ini sering ada promosi dan rekrutmen klub mahasiswa. Lantai 3 adalah lobi Hotel UMass yang bisa diakses langsung dari luar, sementara kamar hotelnya ada di lantai 4-7. Di lantai 8-9 terdapat beberapa ruangan diskusi kecil. Sedangkan lantai 10-11 adalah lantai khusus untuk ruangan rapat dan seminar yang lebih besar seperti Amherst Room dan Marriott Center. Penyambutan para fellow akan dilakukan di Amherst Room tepat pukul satu siang.

Setelah makan siang di Franklin, Bara kembali ke kamar hotelnya, nomor 709, untuk mengganti baju dan beristirahat sebentar. Ia ditemani Chai, teman sekamarnya dari Thailand.

Mereka berdua tidak langsung berangkat. Bara butuh waktu untuk menenangkan diri. Rasa gugupnya kembali muncul sampai tangannya berkeringat dingin. Saking gugupnya, dalam tiga puluh menit terakhir, ia keluar masuk kamar mandi untuk buang air kecil sebanyak empat kali. Sementara Chai memilih untuk menunggu Bara. Mereka baru berangkat lima menit sebelum acara dimulai.

Ketika mereka keluar kamar, lantai tujuh hotel yang dikhususkan untuk para fellow sudah sangat sepi. Tidak ada seorang pun berkeliaran di lorong. Hanya mereka berdua. Semua fellow selain mereka memang sudah berangkat sejak tadi. Bara dan Chai pun langsung naik lift ke lantai sepuluh. Begitu masuk ruangan, mereka mendapati semua orang sudah berada di dalam. Delapan belas fellow lain duduk di kursi masing-masing dan sekitar sepuluh mentorsebutan untuk panitia yang sebaya dengan para fellowberdiri di sekeliling mereka. Chai melangkah menuju kursi yang kosong. Bara menguntit di belakangnya sembari mencari keberadaan Mai. Ternyata gadis itu duduk di deretan kursi tengah dengan seorang perempuan berhijab yang belum ia kenal.

Begitu Bara dan Chai mendapatkan tempat duduk, dua orang mentor maju ke depan. Keduanya berambut kecoklatan. Yang pertama bernama Luke Dean. Ia adalah team leader alias ketua pendamping fellow selama program. Di sampingnya adalah Leia Dean, wakil Luke. Mereka yang cermat pasti mengetahui kalau ada hubungan khusus antara mereka berdua. Nama keluarga mereka sama, wajah mereka mirip, rambut sama-sama coklat. Namun, yang paling unik, nama mereka diambil dari tokoh utama Star WarsLuke Skywalker dan Leia Organa. Ya, Luke dan Leia adalah saudara kembar. Memang mereka bukan kembar identik, tetapi cukup mudah untuk mengidentifikasi kesamaan mereka berdua.

Setelah Luke dan Leia, para fellow diminta untuk memperkenalkan diri. Satu persatu para fellow berdiri dan menjelaskan siapa mereka, dari mana mereka berasal, dan apa saja yang mereka lakukan selama ini. Ada dua puluh fellow dari sepuluh negara Asia Tenggara yang berpartisipasi. Masing-masing negara mengirimkan dua delegasi. Satu laki-laki dan satu perempuan. Bara mendengarkan dengan seksama perkenalan tersebut, terutama beberapa orang yang dianggapnya menarik.

Di bangku depan pojok, ada kompatriotnya dari Indonesia, Gracia Valentina alias Grace, mahasiswi Universitas Indonesia (UI) yang ternyata asli Medan. Tepat di belakang Grace, ada Dev Aravind, delegasi Malaysia keturunan India yang humoris dan banyak bicara. Tiga kursi di samping Dev, ada Cheryl Ng, gadis berkacamata bulat dan berambut kepang dua asal Singapura yang terlihat ambisius. Yang paling menarik tentu saja Fee, gadis berhijab yang duduk di sebelah Mai. Awalnya, Bara menyangka kalau gadis itu berasal dari Malaysia atau Brunei. Ternyata dugaannya salah. Fee adalah delegasi Thailand, sama seperti Chai.

Aku berasal dari Thailand bagian selatan, kata gadis bernama lengkap Shafeeya Salaih itu pada sesi perkenalannya. Penekanan pada kata selatan membuat kata Thailand saja seolah kurang representatif untuk menunjukkan asal usulnya. Itu karena Fee sangat sadar, pasti banyak orang yang terkejut karena dirinya berbeda dari mayoritas orang Thailand yang beragama Buddha. Dirinya berasal dari kelompok minoritas Melayu Muslim yang tinggal di Pattani, salah satu provinsi paling selatan di Thailand.

Setelah Fee, giliran Mai memperkenalkan diri. Bara sudah tahu banyak tentang gadis itu dari obrolan mereka sebelumnya. Mai adalah mahasiswi jurusan Sastra Inggris tahun ketiga yang ikut Amherst Fellowship karena mengagumi seorang penyair kenamaan Amerika yang lahir dan besar di Amherst, Emily Dickinson. Di akhir sesi perkenalannya, Mai menyitir satu bait syair dari idolanya yang dihafalnya di luar kepala.

What is Paradise Who live there Are they Farmers Do they hoe Do they know that this is Amherst And that I am coming too ... Itulah syair yang membuatku sangat ingin pergi ke Amherst. Dan, aku bersyukur bisa bertemu kalian semua di sini, ungkap Mai yang membuat seisi ruangan bertepuk tangan.

Usai Mai, ada Raymond dan Rose, duo Filipina yang membuat Bara minder karena kepercayaan diri dan kekompakan mereka. Raymond adalah pemuda flamboyan yang mudah menarik perhatian massa dengan gaya bicaranya yang mengalir serta parasnya yang rupawan. Sementara Rose dengan bangga menceritakan prestasinya sebagai outstanding student di kampusnya serta pengalamannya magang di Parlemen Filipina. Mereka berdua duduk berpasangan, memakai kaos polo seragam dengan badge bendera Filipina dan Amerika Serikat di lengan kiri dan kanan mereka.

Dua fellow terakhir! pinta Luke setelah yang lain mendapat giliran. Dua orang yang ia maksud adalah Bara dan Chai yang memang duduk di bangku paling belakang.

Bara meminta Chai berdiri duluan. Ia ingin jadi yang terakhir saja. Atau kalau perlu, ia tak perlu memperkenalkan diri. Kepercayaan dirinya kembali runtuh setelah mendengar prestasi-prestasi mentereng dari fellow lain. Ia merasa tak punya passion sekuat Mai, kepribadian seperti Raymond, atau pengalaman seperti Rose. Dirinya adalah Bara si pecundang yang dua puluh dua tahun hidup di balik bayang-bayang Tirta sang juara. Bara tak tahu apa yang harus ia sampaikan.

Terima kasih, kata Chai memungkasi sesinya.

Karena kepalanya terlalu penuh dengan pertanyaan apa yang harus kukatakan?, Bara tak mendengar isi perkenalan Chai. Bahkan, ia tak tahu siapa nama lengkapnya karena terlalu panjang dan rumit. Meskipun sekamar, mereka berdua baru sempat mengobrol sebentar. Chai baru tiba kemarin malam saat Bara sudah bersiap tidur. Jadi ia belum tahu banyak tentang pemuda asal Bangkok itu.

Fellow terakhir, please! Luke mengingatkan Bara yang tak jua berdiri.

Bara yang terkejut, spontan beranjak dari duduknya.

Ups, maaf! katanya dengan suara bergetar.

Bara membutuhkan waktu beberapa detik untuk menenangkan diri. Seisi ruangan menunggunya. Bara melirik Mai. Gadis itu tersenyum kepadanya. Ia jadi lebih tenang sekarang.

Namaku Tirta Mahesa Wibawa. Panggil saja Tirta. Aku berasal dari Surabaya, Indonesia. Saat ini aku sedang kuliah hubungan Internasional di salah satu universitas di kota asalku. Terima kasih.

Hanya itu?? tanya Luke heran. Pertanyaan Luke mewakili rasa penasaran seluruh orang di dalam ruangan yang juga terkejut dengan perkenalan Tirta yang sangat singkat.

Ehm, dia hanya merendah, Luke, terdengar suara dari deretan bangku depan. Itu Grace. Kalau boleh menambahkan, Tirta adalah the most outstanding student in Indonesia. Dia memenangkannya dua bulan lalu.

Bara sama sekali tak menyangka kalau Grace tahu tentang Tirta. Tiba-tiba beban berton-ton seperti ditimpakan ke pundaknya. Apalagi setelah mendengar decak kagum dan tepuk tangan dari seisi ruangan. Rose yang membanggakan titel mahasiswa terbaik di kampusnya pun terlihat ciut. Mai tersenyum lebar dan bertepuk tangan paling kencang. Gadis itu heran, mengapa Tirta tak menceritakan prestasi itu saat ngobrol dengannya. Sementara Chai merasa senang karena punya teman sekamar yang punya prestasi mentereng.

Sebaliknya, Bara kurang senang dengan keterangan dari Grace. Itu membuatnya tak bisa menjadi dirinya sendiri. Namun, yang paling Bara cemaskan adalah jika dirinya tidak bisa memenuhi ekspektasi besar orang-orang di sekitarnya. Bagaimana jika mereka semua kecewa setelah melihat mahasiswa paling berprestasi di Indonesia ternyata memiliki performa biasa saja? Bagaimana perasaan Mai begitu tahu kalau ternata dirinya tidak memiliki keistimewaan apapun? Bagaimana pula jika ada fellow yang justru menganggapnya sebagai kompetitor? Ia ragu bisa mengatasi itu semua.

Tiba-tiba pikirannya terbang melayang menuju kamar tempat Tirta berbaring di rumah sakit. Untuk kesekian kalinya, ia merasa bersalah. Tak seharusnya ia berada di sini. Ia melangkah terlalu jauh. Ia telah membuat keputusan yang sama sekali keliru. Pikirannya semakin ruwet ketika ia menyadari, andai Tirta terbangun dari koma, semuanya bisa terbongkar. Dan, ia akan menghadapi masalah besar.

Bara sama sekali tak berkonsentrasi mengikuti sesi yang tersisa siang itu, termasuk ketika para mentor memperkenalkan diri. Apalagi saat Leia menjelaskan kegunaan barang-barang yang telah dibagikan kepada para fellow pada saat kedatangan merekasebuah tas serut maroon berbahan parasut dan bersablon logo Amherst Fellowship berisi ponsel lipat tua merek Kyocera plus kabel charger, satu botol minum berbahan stainless, buku catatan dan bolpoin, selembar kertas bukti asuransi, serta tiga buah kartukartu makan, kartu debit, dan kartu hotel. Yang dilakukan Bara hanya menggumam penuh harap.

Oh! Andai aku bisa bertukar jiwa dengan Tirta sekarang juga! []

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
About us
27686      2482     3     
Romance
Krystal hanya bisa terbengong tak percaya. Ia sungguh tidak dirinya hari ini. CUP~ Benda kenyal nan basah yang mendarat di pipi kanan Krystal itulah yang membuyarkan lamunannya. "kita winner hon" kata Gilang pelan di telinga Krystal. Sedangkan Krystal yang mendengar itu langsung tersenyum senang ke arah Gilang. "gue tau" "aaahh~ senengnya..." kata Gila...
Kristalia
5025      1381     4     
Fantasy
Seorang dwarf bernama Melnar Blacksteel di kejar-kejar oleh beberapa pasukan kerajaan setelah ketahuan mencuri sebuah kristal dari bangsawan yang sedang mereka kawal. Melnar kemudian berlari ke dalam hutan Arcana, tempat dimana Rasiel Abraham sedang menikmati waktu luangnya. Di dalam hutan, mereka berdua saling bertemu. Melnar yang sedang dalam pelarian pun meminta bantuan Rasiel untuk menyembuny...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
High Quality Jomblo
36618      5076     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Kamu, Histeria, & Logika
50709      5022     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...