Takdir mempermainkan kita. Sejak saat itu, benang merah mengikat kita. Cerita ini tentangku, dia dan dia.
************
Kenalin, namanya Shintia Ayu Lestari. Sering dipanggil Tia, tapi ada juga yang suka manggil dia Shin. Tia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Ardiansyah, panggil aja Ardan. Seharusnya Tia itu bangga punya kakak seperti Ardan, udah pinter, ganteng, baik lagi. Namun kenyataannya Tia tidak begitu bangga dengan ketenaran kakaknya itu. Baik bagi orang lain belum tentu baik bagi Tia.
Okelah kakaknya tampan, malahan banyak cewek yang udah naksir sama Ardan. Lagian siapa yang nggak mau sama salah satu cowok populer di sekolah, sih. Kakaknya juga agak nakal sih. Banyak cewek yang udah di-php sama dia. Lirik sana lirik sini, cewek-cewek bisa langsung kena serangan jantung karenanya. Lebay. Untung Tia adalah adiknya, jadi sudah terbiasa. Tapi maaf, Ardan sudah ada yang punya.
Hari ini hujan turun lebat banget. Kapan hujannya bakalan berhenti? Kalo gini terus bakalan telat masuk sekolah. Berita bagus, kan.
Apa nggak usah berangkat sekalian aja, ya?
Ardan menjepit hidung Tia dengan jari tangannya. "Jangan coba-coba bolos lagi!" seru Ardan. Udah kayak peramal aja.
Tia mengeluh kesakitan, menyuruh Ardan melepaskan jepitannya. Tia memandangi sebal kakaknya itu, "Sejak kapan mas jadi peramal?"
"Nggak ada hubungannya sama peramal," jelas Ardan.
"Udah mas bilangin, jangan sekali-kali bolos sekolah, tetep aja berani, mau jadi apa kamu?" tambah Ardan.
"Mas Ardan bisa diem nggak. Panas nih kupingku!" bantah Tia sambil menutupi telinganya.
"Dasar anak nakal," kata Ardan sambil mengacak rambut Tia yang sudah ditata rapi sedemikian rupa. Kebiasaan Ardan, suka mengacak rambut adiknya yang imut-imut.
"He-hentikan! Aishh... jadi berantakan kan! Udah sana berangkat duluan!! Hush...hush!!" usir Tia.
"Jangan ngambek dong, iya-iya ini mau berangkat!" ucap Ardan.
Sambil menatap kepergian Ardan, Tia merapikan rambutnya yang sudah hancur kena tangan jail Ardan. Sebenarnya di hati kecilnya, dia senang karena punya mas yang peduli sama Tia apalagi yang gantengnya minta ampun, lumayan kan cuci mata gitu. Tapi kadang-kadang mas nya itu suka nyebelin, terlalu over-protective, harap maklum ya.
Setelah menunggu sejenak, Tia memutuskan membuka payungnya, dan mulai melangkahkan kakinya ke keluar rumah, membawa tubuhnya ke bawah tetesan air hujan.
Pipinya memerah, terbayang seorang cowok datang membawakan payung untuknya. Coba saja kenyataan. Kan romantis.
Kalau dipikir-pikir nggak bakalan mungkin, sih. Hidup kan nggak seindah drama Korea.
"Vitamin, mana vitamin?" gumamnya. Tia terus menghela napasnya. Dari tadi nggak ada satupun vitamin yang lewat. Vitamin yang dimaksud di sini bukan vitamin berjalan ya, tapi cowok ganteng.
Tia menundukkan kepalanya sejenak. Namun, ternyata...
BRUKKK
"Aish!! Jalan pake mata dong! Main tabrak aja!" teriak Tia kepada orang yang baru saja menabraknya. Karena payungnya jatuh, seragam Tia jadi basah kuyup.
Dengan segera Tia meraih kembali payungnya yang jatuh. Namun naas, payungnya malah terbang bebas dibawa angin.
Tia berusaha mengejar payungnya yang melarikan diri. "Payungku!" teriaknya saat sebelum payungnya hancur dilindas mobil.
"Bodoh," ucap pemuda yang ditabraknya tadi.
"Kamu! tanggung jawab!" titah Tia.
Cowok itu mengabaikannya dan menatapnya bosan.
"Cepat, berikan payungmu!" teriak Tia dengan nada meninggi.
"Mau apa kamu?" ucap cowok itu datar.
Tia menunjuk payungnya yang sudah naas tertabrak mobil "Kau lihat! Payungku sudah rusak, dan itu gara-gara kamu!"
"Terus?"
"Pokoknya harus ganti rugi!"
Cowok itu menyodorkan segenggam uang dari sakunya.
Mata Tia melotot, banyak sekali uangnya. Anak orang kaya nih. Sempat Tia tergiur oleh uang, namun kesadaran Tia kembali, Tia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku nggak butuh uangmu! Aku cuma butuh payungmu! Kamu pikir aku apaan?"
Melihat Tia dari tadi kehujanan, tanpa pikir panjang cowok itu memberikan gagang payungnya kepada Tia.
"Nih," kata cowok itu.
"Akh, terima kasih," ucap Tia sok malu-malu.
Ternyata dia baik, kalau dilihat sih ganteng juga, kira-kira namanya siapa, ya? batin Tia.
Tia meraih gagang payung yang disodorkan kepadanya. "Eng.., anu, boleh tahu sia-"
"Bawain," ucap singkat cowok itu.
"Heh? maksudnya?"
"Ck, kau pikir aku mau memberikan payungku. Pikir dong pake otak. Aku nggak mau basah cuma gara-gara memberikan payungku padamu, makanya bawain!" jelas cowok itu.
"Apa? nggak mau! Harusnya kamu yang bawain payungnya!" tolak Tia.
"Jangan mimpi, cuma cowok bodoh yang kayak gitu dan sayangnya aku bukanlah cowok bodoh itu. Jadi kalo nggak mau ya udah," jawabnya.
"Eh! Mau kemana? Aduh basah lagi. Hei! oke oke, siniin payungnya," kata Tia sambil menyambar payung itu dari cowok nyebelin tersebut.
Dengan kesal Tia kembali melangkahkan kaki sesekali melirik cowok yang ada di sampingnya dan tentunya mengikuti kemana cowok di sampingnya melangkah. Nggak ada romantis-romantisnya sama sekali. Ini mah lebih mirip dengan si tuan bersama babunya.
Mimpi apa aku semalam! jeritnya dalam hati.
Mulai dari sinilah kehidupan Tia yang penuh dengan kejutan berawal.
....
"Hei, jalannya cepet sedikit! Dasar lelet," keluh cowok di samping Tia.
Tia mendengus, "Ini udah cepet, kamu aja yang jalannya kecepetan," jawab Tia.
Tia mimpi apa ya semalam, sampai ketemu cowok nyebelin model begini. Kalau disuruh milih, Tia lebih milih ketemu cowok jelek ketimbang ketemu cowok ganteng tapi kelakuannya, minus.
Cowok yang belum diketahui namanya itu memandangi bagian pundak sebelah kanan. Ekspresinya terlihat kesal. Tia ditatapnya dengan tajam.
"Hei, pundakku basah! Kamu ini gimana sih payunginnya?" keluhnya.
"Pundakku juga basah, tahu!"
"Oh, gitu," jawab si cowok dengan cuek.
"Terserah!" ucap Tia sambil menaikturunkan bahunya.
Dahi cowok itu berkedut. Tiba-tiba cowok itu menyambar gagang payung dari tangan Tia dan memegang payung itu untuk dirinya sendiri. Tia terkejut, dengan refleks Tia menutupi kepalanya dengan kedua tangan, tapi tentu aja hal itu tidak ada gunanya.
"Hei! Aku basah nih! Kemarikan payungnya!" seru Tia sembari merebut payungnya, eh salah, maksudnya payung cowok itu.
"Nggak akan, sebelum kamu membawa payungnya dengan benar, lagipula payung ini milikku, dan perlu aku tekankan, aku nggak peduli kamu kebasahan atau enggak," ucap cowok itu.
"Aishh... oke! Fine! Mana payungnya!" seru Tia sambil mengatungkan tangannya meminta payung itu kembali. Setelah payung kembali ke tangannya, keadaan kembali seperti semula.
Keadaan mulai terasa tenang, tidak ada yang memulai percakapan. Gengsi menjadi alasan utamanya.
Kalau diingat-ingat, perasaan tadi cowok ini jalan berlawanan arah dengan Tia. Tapi kok cowok ini balik lagi? Searah sama Tia, lagi.
Tapi bukan urusan Tia juga, sih, mau balik lagi, belok-belok, muter-muter, jungkir balik, biarin. Yang terpenting, Tia pengen cepet sampai di sekolah. Ya kalik, mau lama-lama sama cowok model begini.
Tidak terasa pintu gerbang sekolah sudah ada di depan mata. Beberapa meter lagi Tia sampai ke gerbang sekolahnya. Tia melirik si cowok nyebelin di sebelahnya. Diliriknya dengan seksama, Tia baru sadar bahwa baru pertama kali ini dia melihat cowok itu di lingkungan rumahnya. Mungkinkah murid baru?
Raut muka si cowok itu terlihat aneh. Dia ini lagi mikirin apa sih? batin Tia.
"Apa lo lihat-lihat!" ucap cowok yang ada di samping Tia. Tia terkejut, akhirnya ketahuan juga dari tadi memperhatikannya.
Tia garuk-garuk kepalanya, berusaha mencari alasan yang pas untuk yang satu ini. "Si-siapa juga yang ngeliatin kamu, kurang kerjaan banget!" elak Tia.
Ekspresi mengejek keluar dari wajah cowok itu. "Halah, alasan. Bilang aja kalo kamu naksir sama ketampananku ini," kata cowok itu dengan penuh percaya diri alias narsis.
"Idih, pede banget," ucap Tia.
Tia coba memperhatikan cowok yang ngaku-ngaku tampan itu (aslinya emang tampan, cuma orang buta yang bilang dia jelek). Rambut ala oppa oppa Korea, rambutnya berwarna hitam tidak telalu panjang dan tipis, sedikit rambut yang memanjang di bagian depan menutupi matanya sedikit, mata dengan tatapan dingin yang menambah kesan cool. Tubuhnya atletis banget, mungkin tingginya sekitar 170cm lebih. Nggak tahu dari sisi mananya Tia menilai kalau cowok di sampingnya itu nggak ehemm... ehemm... Ganteng.
"Nggak ada ganteng-gantengnya sedikitpun, masih gantengan Jin-oppa," ucap Tia sembarang sambil memalingkan kepalanya. Si cowok menghentikan langkah kakinya, "Yang bener?" Tiba-tiba si cowok mendekatkan wajahnya di samping wajah Tia.
Tia yang terbakar emosi dengan cepat menolehkan wajahnya ke arah si cowok, hendak memprotes, "Iya! Dasar je-"
DEG...
Waktu seakan melambat, muka si cowok tepat 5cm di depan mukanya, tanpa pertahanan. Pipi Tia memerah, wajahnya dekat sekali dengan wajah si cowok. Ini kali pertama Tia sedekat ini dengan seorang cowok yang bukan mukhrim-nya. Jantungnya berdetak tak karuan, mukanya semakin memerah. Apakah ini yang dinamakan demam? Mungkin abis ini Tia bakal nyuruh Mas Ardan mengantarkannya ke puskesmas. Karena saat ini jantungnya berdetak tidak normal!!
Setelah membeku beberapa saat, Tia tersadar dan segera menjauhkan wajahnya dari si cowok. "Bakat berbohongmu kurang," ejek si cowok. Si cowok masih tetap dengan ekspresi datarnya.
Tia mendorong si cowok untuk menambah jarak antara mereka berdua. "Si-siapa juga yang bohong!" jawab Tia dengan cepat sambil tergagap-gagap. Tanpa menjawab lagi sanggahan Tia, si cowok merebut payung yang dibawa Tia. Si cowok menutup payungnya dan berjalan ke dalam sekolah meninggalkan Tia yang masih nggak sadar kalo udah sampai di depan sekolahnya.
"Dasar bodoh, udah nyampe tahu," kata si cowok tanpa menolehkan wajahnya ke arah Tia.
Tia menganga dan mencermati sekelilingnya. Ternyata memang benar sudah sampai, "Ehh... Udah nyampe, ya. Hei! Tunggu, kamu mau kemana! Bilang makasih dulu kek!"
Langkah si cowok terhenti, kepala si cowok melirik ke belakang, "Bukannya kebalik," setelah mengatakan hal tersebut, tanpa basa-basi si cowok langsung cabut meninggalkan Tia dalam keadaan kesal. "Sial," gumam Tia, dia kesel banget sama si cowok -sok- ganteng yang sedari tadi selalu cari masalah sama si Tia. Namun sebenarnya, di dalam hatinya Tia lebih kesal pada dirinya sendiri yang kewalahan menanggapi kelakuan si cowok nyebelin.
Memalukan!