Kesibukan murid kelas 3 telah terjadi bahkan sebelum cahaya matahari menyinari ruangan mereka, banyak dari mereka yang mempersiapkan diri untuk melakukan Ritual pemanggilan. Begitu juga Abi, dia menyiapkan beberapa peralatan untuk membantunya dalam ritual penambahan kapasitas mana tanpa harus membuat lingkaran sihir. Sebuah kalung yang berbentuk lingkaran dengan bintang ditengahnya Abi ambil dari kotak hitam dalam lemari.
“Ayah, Ibu mulai hari ini aku akan menjadi seorang persapa, mohon restunya agar aku dapat memanggil makhluk mitologi yang kuat”. Dengan melihat kearah kalung itu, Abi teringat orang tuanya yang ada di kampung halamannya yang terbilang jauh dari akademi, sehingga meski saat liburan, Abi tidak pulang kekampung halamannya.
Abi mengenakan kalung berwarna putih itu, dengan seragam berwarna putih dengan bawahan berwarna biru langit, Abi sangat antusias untuk mengikuti ritual pemanggilan ini. Tapi, saat melihat keteman satu kamarnya dia ragu apakah temannya itu dapat memanggil makhluk mitologi yang kuat, bukan lebih tepatnya apakah dia dapat memanggil makhluk mitologi.
Seperti tanpa beban Aris masih tertidur diatas tempat tidur, padahal para murid kelas 3 sudah sibuk dari tadi malam untuk menyiapkan ritual pemanggilan ini. Abi berlahan mendekatinya, dengan dengkuran yang keras Aris tetap tidak membuka matanya meski tubuhnya sudah digoyangkan oleh Abi.
“Aku punya ide”. Abi tersenyum menakutkan kearah Aris, Abi berjalan menuju kamar mandi yang berada didalam kamarnya dan mengambil air yang dia masuk didalam gayung dari kayu. Dengan senyum yang terpancar dari wajahnya, Abi menyiram wajah Aris dengan air yang dia bawa tadi. Sontak membuat Aris terkejut dan terduduk diatas tempat tidurnya.
“Abi apa yang kamu lakukan ? Aku sedang dalam kebahagian setelah berhasil mengalahkan naga”. Aris sangat marah dengan apa yang dilakukan oleh Abi.
“Menurutku itu tidak mungkin meski itu hanya dalam mimpi”. Kata Abi datar.
“Kamu jangan pernah menghina sebuah mimpi, mungkin saja mimpi yang kamu hina itu menjadi kenyataan”.
“Iya iya, sekarang kamu harus menyiapkan semua untuk melakukan ritual pemanggilan nanti”.
“Memangnya apalagi yang disiapkan untuk melakukan ritual itu, bukannya hanya cukup menguatkan tekad serta kemauan ?”. mendengar itu Abi menghela nafas panjang sambil memegang kepalanya.
“Dengar kamu harus menambah kapasitas manamu agar kamu…”.
“Iya iya selamat malam”. Aris memotong kelimat Abi dan kembali tidur. Abi yang geram dengan tingkah Aris, memberikan pukulan telak diperutnya dan membuatnya mengerang kesakitan.
“Bagaimana rasa pukulanku ?”.
“Kau bodoh, sakit tahu”. Kata Aris sambil memegang perutnya yang kesakitan.
“Haaa… baru terkena pukulan seperti itu kamu sudah merasakan sakit luar biasa, bagaimana nanti saat melakukan tugas pemburuan ?”.
“Abi jangan pernah membahas hal mengerikan seperit itu”. Dengan wajah memelas Aris memandang Abi.
“Itu tidak mengerikan sama sekali, kamu hanya tidak ingin kehilangan waktu tidurmu bukan ?”. Kata Abi sambil berteriak kepada Aris. Tugas pemburuan adalah tugas yang diberikan kerajaan kepada beberapa persapa kerajaan untuk memburu monster seperti Drangkong, makhluk yang memiliki wujud seperti kucing namun hanya memiliki tiga kaki, dua kaki didepan dan satu kaki dibelakang. Drangkong adalah monster yang sangat cepat sehingga membutuhkan waktu lama untuk menangkapnya dan tak jarang para persapa harus terjaga selama satu minggu penuh agar tidak mengalami serangan yang dlancarkan Drangkong.
“Sudah pastikan tidur adalah hobiku, tidur adalah caraku mencapai mimpiku”. Dengan nada penuh kebanggaan Aris mengatakannya sambil mengepalkan tangan kanannya didada.
“Kamu seharusnya tidak perlu bangga dengan hobi tidurmu itu”. Kata Abi sambil menatap Aris yang masih setengah sadar dengan sinis. Abi berbalik dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mengembalikan gayung yang dia bawa.
“Aris bagaimana kamu bisa setenang itu padahal ritual hari ini adalah penentu , apakah kamu menjadi seorang persapa apa tidak”. Abi berdiam diri dipintu kamar mandi, tangannya mengepal dengan sangat erat sambil memikirkan apa yang terjadi jika dia gagal memanggil makhluk mitologi yang kuat.
Perlahan sinar matahari mulai masuk kedalam kamar melalui jendela, suara bising yang terdengar disekitar kamar semakin keras saat para murid kelas 1 dan 2 terbangun dan menyiapkan diri untuk pelajaran hari ini. Aris melompat dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
“Apa kamu takut gagal dalam ritual pemanggilan ini”. Aris tersenyum licik kearah Abi. Mendengar itu Abi langsung terlihat panik karena dia tidak mau kalah dengan Aris.
“Ti-ti-tidak, tentu saja tidak. Ke-kenapa aku harus takut ?”. Abi mencoba menutupi ketakurannya dengan senyum.
“Begitu ya”. Aris masuk kedalam kamar mandi dan menutup pintunya. Abi yang masih belum mendapat jawaban dari pertanyaannya sebelumnya terlihat ragu untuk bertanya sekali lagi. Abi melihat pantulan bayangannya dari cerin lemari pakaian yang berada disebelah tempat tidur, dengan menghembuskan nafas Abi memberanikan diri untuk bertanya kepada Aris.
“Aris, jika kamu gagal melakukan pemanggilan maka kamu tidak akan menjadi seorang persapa dan langsung dikeluarkan dari akademi dan jika kamu berhasil melakukan pemanggilan tapi makhluk mitologi yang kamu panggil terbilang lemah, masa depanmu sebagai persapa akan suram. Kenapa kamu begitu santai dan tidak menunjukan kekhawatiran dalam kondisi seperti itu ?”. Suara gemericik air mulai terdengar, Abi yang takut akan kegagalan semakin kehilangan kepercayaan diri setelah memikirkan apa yang terjadi jika dia gagal melakukan pemanggilan. Rasa khawatir itu semakin menjadi saat Aris yang tidak memberikan jawabannya.
Terdengar suara decitan pintu saat Aris keluar dari kamar mandi, dengan berbalut handuk dia berjalan menuju lemari dan segera mengenakan seragam akademi. Abi hanya duduk terdiam diatas tempat tidur, sambil melihat kearah lantai yang terkena sinar matahari. Setelah Aris selesai mengenakan seragamnya dia berbalik menatap Abi yang tertunduk lesu.
“Kenapa harus khawatir ? Hidup tidak harus menjadi seorang persapa, aku tidak khawatir karena tujuanku bukanlah menjadi seorang persapa. Aku memiliki tujuan lain yang jauh lebih besar daripada menjadi seorang persapa”. Kata Aris sambil mengenakan sarung tangan yang selalu dia pakai pada tangan kirinya.
“Memang benar apa yang kamu katakan tapi, tujuan apa yang harus aku tuju agar aku mendapat pengakuan dari orang lain. Aku masuk kedalam akademi ini karena aku ingin di akui oleh ayahku, aku ingin membuat ayahku bangga padaku”.
“Kamu tidak akan mendapat apapun setelah ayahmu mengakuimu, yang kamu dapatkan hanya kehampaan dan kebingungan karena tidak tahu lagi apa yang akan kamu lakukan setelah mendapat pengakuan dari ayahmu. Kamu hanya perlu melakukan hal yang kamu sukai secara serius”.
Abi sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Aris, dia selama ini mengenal Aris sebagai murid yang malas dan tidak memiliki semangat dalam mempelajari hal baru, tapi dia ternyata adalah orang yang memiliki pandangan luas.
“Dan juga jika kamu ragu untuk mencapai tujuanmu seperti itu, aku tidak yakin kamu dapat memanggil makhluk mitologi”. Kata Aris santai sambil membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Abi seolah tidak percaya apa yang telah dikatakan Aris, dia tersenyum saat mengingat kembali perilaku pemalas Aris, Abi percaya akan ada hal menarik jika dia terus bersama Aris.
“Abi ayo berangkat matahari sudah mulai meninggi”. Teriak Aris yang berada di luar kamar.
“Iya tunggu sebentar”. Abi berjalan keluar kamar dengan senyuman diwajahnya, dia telah menemukan tujuan yang dia tuju sekarang dan mengesampingkan pengakuan dari ayahnya.
Hari ini adalah hari yang paling ditunggu oleh para murid di akademi persapa kerajaan Wengker terutama kelas 3, karena mereka akan melakukan ritual pemanggilan Makhluk mitologi yang akan menentukan kemampuan mereka.
Sebuah ruangan yang terbilang luas, para murid kelas A berkumpul, tidak seperti didalam kelas dimana mereka berbaris rapi dan duduk diatas kursi dengan meja didepan mereka, kali ini mereka duduk beralaskan lantai dan mereka duduk sesuka hati mereka. Seperti biasa semua murid dengan serius memperhatikan Bu Chitra yang berada diatas panggung.
Panggung tersebut berada didepan para murid kelas A, diatas panggung tersebut Bu Chitra berdiri menatap semua murid kelas A dengan tatapan tajam dan membuat beberapa murid menjadi tegang, tapi saat melihat kearah Aris tatapan itu menjadi tatapan yang penuh amarah. Semua murid sedang serius memperhatikan Bu Chitra, Aris tertidur dengan posisi duduk bersila.
“Aris jika kamu tidak ada niat untuk melakukan pemanggilan kamu boleh keluar ruangan sekarang juga”. Teriakan Bu Chitra itu membuat Aris terbangun dari tidurnya, dengan mata yang masih berat untuk terbuka dia berdiri.
“Maaf, tadi malam saya tidak tidur karena melakukan ritual peningkatan kapasitas mana”. Abi tahu kalau apa yang dikatakan Aris adalah kebohongan. Tapi karena Bu Chitra tidak mengetahui hal itu, dia memilih mempercayai Aris.
“Baiklah tapi jangan tertidur lagi”.
“Baik”. Jawab Aris malas.
“Baiklah aku akan mengulanginya sekali lagi. Kalian akan melakukan pemanggilan makhluk mitologi, pada ritual itu kalian akan merapalkan mantra yang sedikit panjang seperti yang telah kalian pelajari pada kelas 2, serta membutuhkan lingkaran sihir khusus dengan tulisan Aksara didalamnya”. Bu Chitra menunjuk kearah bawah dimana lingkaran sihir itu berada.
“Tulisan aksara tersebut merupakan mantra yang harus kalian ucapkan, apabila ada dari kalian yang tidak dapat menerjemahkan tulisan Aksara tersebut kalian bisa membaca ini”. Bu Chitra mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari kulit kerbau lalu dia tempelkan pada dinding. Gulungan tersebut berisi mantra yang harus diucapkan pemanggil saat ritual.
“Kalian sudah mempelajari tata cara ritual pemanggilan ini pada kelas 2, jadi aku tidak perlu memberitahu kalian lagi. Setelah kalian selesai melakukan pemanggilan dan perjanjian kalian akan menggunakan bola sihir ini”. Sebuah bola putih yang berada diatas balok kayu disebelah kiri Bu Chitra terlihat mengeluarkan cahaya terang dan indah saat tangan Bu Chitra memegang bola tersebut.
“Bola sihir ini akan memberi tahu tingkat kemampuan kalian dari yang paling rendah yaitu D dan yang paling tinggi yaitu A. penggunaannya sangat mudah kalian hanya perlu mengalirkan mana dari tangan kalian ke bola tersebut, lalu bola tersebut akan bercahaya seperti ini dan mengeluarkan huruf aksara yang menandakan tingkat kemampuan kalian, apa kalian mengerti ?”.
Serempak seluruh murid kelas A menjawab “Iya mengerti”.
“Baiklah, yang pertama adalah Mahawira Icha, dia akan menunjukan kepada kita makhluk mitologinya dan tingkat kekuatannya”. Bu Chitra berjalan ketepi panggung, Icha berdiri dari duduknya melangkahkan kakinya menuju atas panggung. Dengan menghela nafas panjang Icha mengangkat tangannya kedepan sambil memejamkan mata dia merapalkan mantra.
“Kulo dalem ngaturi panjenengan tekad ugi kersa”. Di punggung tangan kanannya muncul sebuah tulisan aksara, tulisan tersebut mengeluarkan cahaya berwarna putih terang, diikuti sebuah makhluk besar berkepala banteng tapi bertubuh manusia. Makhluk mitologi yang bernama centaur muncul dan berdiri didepan Icha. Sontak membuat para murid kagum dengan makhluk mitologi yang dipanggil oleh Icha karena Centaur adalah salah satu makhluk mitologi yang kuat.
“Baiklah, sekarang coba kamu lihat tingkat kekuatanmu pada bola sihir”. Seketika centaur tersebut menghilang. Icha berjalan kearah bola sihir dan meletakkan tangannya di bola sihir itu, Icha mengumpulkan konsentrasi. Sesuatu terasa ditangannya merambat dari tangannya menyalur ke bola sihir yang dia sentuh. Bola sihir tersebut bersinar terang lalu sebuah tulisan aksara muncul dan menunjukan tingkat kemampuan Icha adalah A.
Ruangan yang tadi terdiam setelah melihat makhluk mitologi yang Icha keluarkan, sekarang ramai penuh tepuk tangan serta pujian yang ditujukan kepada Icha. Seorang murid yang memiliki tingkat kemampuan A adalah sesuatu yang jarang terjadi terlebih makhluk mitologi yang dia panggil adalah makhluk yang terbilang kuat.
Setelah itu para murid saling bergantian melakukan pemanggilan, banyak dari mereka yang memanggil makhluk mitologi dengan kekuatan normal dan memiliki tingkat kemampuan B. tapi ada 3 murid lain selain Icha yang berhasil memanggil makhluk mitologi yang kuat dengan tingkat kemampuan A yaitu Kuwaka dengan makhluk mitologi Cindaku, Surya dengan makhluk mitologi Phoenix dan Abi dengan makhluk mitologi Carberus.
“Yang terakhir adalah Kagendra Aris”. Abi menggoyangkan tubuh Aris yang selama proses pemanggilan yang dilakukan teman sekelasnya tertidur.
“Aris sekarang giliranmu”.
Dengan kesadaran yang seadanya, Aris berjalan malas keatas panggung dan berdiri disebelah lingkaran sihir. Dia menutup mulutnya yang menguap diikuti dengan mengusap matanya yang masih terasa berat untuk dibuka. Karena sikapnya itu, Aris langsung menjadi bahan pembicaraan teman sekelasnya yang menganggap Aris akan gagal melakukan pemanggilan, ditengah anggapan tersebut Abi berharap Aris mampu memanggil makhluk mitologi yang kuat dan memiliki tingkat kemampuan A.
Aris melepas sarung tangan pada tangan kirinya dan menyentuh lingkaran sihir tersebut menggunakan tangan kirinya. Dengan memejamkan mata Aris menguatkan tekad sambil mengumpulkan konsentrasi. Lalu sebuah mantra keluar dari mulutnya.
“Panjenengan makhluk saking dunia benten, dalem ngagungani jiwa mawi kesaen dipunlebetipun, paringana wujud saking jiwa ugi jatos salira adalem. panjenengan makhluk saking dunia benten dalem ngaturi panjenengan kagem ngasta punagen”.
Lingkaran sihir tersebut menyala dengan sangat terang sampai membuat silau Bu Chitra dan murid lain yang melihatnya. Perasaan Abi sedikit lega saat cahaya terang dari lingkaran sihir keluar, karena sebelumnya setiap lingkaran sihir yang menyala terang makhluk mitologi yang kuat muncul lalu saat melihat tingkat kemampuannya adalah A.
Tapi, kenyataannya tidak seperti yang Abi harapkan. Dipusat lingkaran sihir tersebut muncul sebuah bola api melayang, semua yang melihat itu terdiam, mereka belum pernah melihat makhluk mitologi tersebut bahkan Bu Chitra baru pertama kali melihat makhluk tersebut. Tanpa ada keraguan dalam diri Aris, dia mengangkat tangan kirinya kedepan dan merapalkan mantra.
“Dalem ngasta punagen kaliyan panjenengan, paringana dalem kekiyatan lan ewaha salira adalem dados salira panjenengan”.
“Jangan!”. Bu Chitra berteriak terkejut saat Aris melakukan perjanjian menggunakan tangan kirinya.
Tapi sudah terlambat untuk menghentikannya, punggung tangan kiri Aris mengeluarkan cahanya. Lalu sebuah tulisan aksara muncul seperti sebuah lukisan yang dilukis pada sebuah kanvas, cahaya tersebut bersinar dengan sangat terang saat tulisan aksara tersebut telah muncul sepenuhnya, tak lama cahaya tersebut perlahan meredup dan akhirnya menghilang sepenuhnya.
“Apa yang kamu lakukan ?”. Sebuah tamparan keras mengenai pipi Aris. Aris hanya berdiam diri tanpa menjawab pertanyaan Bu Chitra.
“Kamu tahu kalau kamu telah melakukan kesalahan dalam menjalin perjanjian dengan makhluk mitologi ? Perjanjian yang seharusnya menggunakan tangan kanan, tapi kamu menggunakan tangan kiri untuk menjalin perjanjian dan itu adalah sebuah hinaan paling tinggi terhadap makhluk mitologi dan para persapa sebagai pemanggil. Aku sebagai guru merasa malu memiliki murid sepertimu”.
Para murid yang sudah menyadari kesalahan Aris memandang Aris dengan penuh kebencian. Abi tidak mempercayai Aris melakukan kesalahan fatal seperti itu, itu bukan Aris yang selama ini dia kenal, meski dia pemalas dia tidak pernah melanggar peraturan kecuali tidur dikelas.
Aris menundukan kepalanya tidak tahu harus melakukan apa, dia sendiri menyadari kalau dia akan membuat kesalahan jika menggunakan tangan kirinya untuk menjalin perjanjian dengan makhluk mitologi, tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakukan itu.
Aris menggeleng-gelengkan kepalanya setelah berdiam diri diatas panggung, ekspresi malasnya kembali terlihat tidak lama setelah itu dia berjalan menuju pintu keluar ruangan tanpa melakukan tes tingkat kemampuan karena tidak diberi izin oleh Bu Chitra.
Semua perhatian murid yang datang ke kantin akademi tertuju kepada seorang murid laki-laki berambut putih bermata biru yang telah melakukan perjanjian dengan makhluk mitologi menggunakan tangan kirinya yaitu Kagendra Aris. Para murid melihat Aris dengan kebencian yang mendalam, setelah melakukan kesalahan besar itu dia tidak menunjukan rasa bersalahnya sama sekali. Sehingga tidak aneh jika dia mendapat julukan Dhikara yang berarti penghinaan.
“Aris kenapa kamu melakukan itu ?”. Tanya Abi yang tak habis pikir Aris melakukan hal itu.
“Mau bagaimana lagi, itu sudah satu-satunya jalan”. Jawab Aris santai sambil melahap makanan yang dihidangkan diatas meja.
“Satu-satunya jalan ? Kamu seharusnya bisa menggunakan tangan kananmu untuk melakukan perjanjian itu”. Kata Abi marah sambil menggebrak meja pelan. Aris menaruh sendok makanya diatas piring dan melihat punggung tangan kanannya yang dibalut sarung tangan berwarna putih.
“Mungkin itu ada benarnya”. Aris kembali melahap makanannya.
“Dasar kamu itu kelewat santai”.
“Mau bagaimana lagi, hal yang sudah terjadi tidak dapat diganti ataupun di hapus”. Saat Aris akan memasukan makanan kedalam mulutnya, sebuah gebrakan keras di meja tempatnya makan membuat Aris terkejut dan menjatuhkan makanannya.
“Jadi kamu orang yang telah melakukan perjanjian menggunakan tangan kiri”. Dua orang menghampiri Aris dan Abi, mereka berdua berasal dari kelas 3 B. Aris hanya menatap mereka berdua.
“Sudahlah tidak perlu buat keributan ya, masalah ini sudah ditangani oleh para guru”. Abi mencoba meredam kemarahan murid kelas 3 B itu, sambil menghampiri mereka sambil menjauhkan mereka dari Aris.
“Aku tidak bicara padamu, aku hanya bicara kepada Dhikara ini”. Sambil menunjuk kearah Aris. Tapi, Aris tetap melanjutkan makannya seperti tidak ada masalah yang terjadi.
“Sial !”. Dia berteriak dengan penuh kemarahan kepada Aris yang tidak menganggapnya. Abi terpelanting kelantai saat mereka berdua berusaha mendekati Aris secara paksa. Rasa gatal pada tangan terasa hilang saat mereka berdua memukul Aris tepat diwajahnya dan membuatnya tersungkur kelantai.
“Memangnya kalian siapa ?”. Aris mencoba berdiri sambil memegang pipinya yang terkena pukulan.
“Aku Candra dari kelas B, kamu tidak perlu tahu nama keluargaku. Jika kamu tahu itu akan menjadi aib keluargaku”. Sambil tersenyum kejam, Aris hanya menunjukan ekspresi datar seolah dia tidak memiliki rasa takut sedikitpun, lalu melihat kearah murid disebelah Candra.
“Seorang murid dari keluarga kalangan bawah tidak seharusnya mengetahui nama seorang bangsawan”. Katanya sambil tersenyum.
Saat para murid berkerumun mendekati mereka bertiga, murid dari kelas B menyerang Aris secara bergantian, semua serangan mereka berdua tidak dihindari oleh Aris bahkan Abi berpikir kalau Aris menerima pukulan itu tanpa ada niat untuk menghindar. Abi yang melihat itu ikut merasakan sakit saat Aris dipukuli oleh dua murid kelas B, dalam hatinya Abi ingin membantu Aris tapi dia tidak bisa karena status keluarganya adalah kalangan bawah, jadi jika dia melawan para bangsawan maka keselamatan keluarganya akan terancam.
“Bagaimana sakit bukan ?”.
“Kami akan mengajarimu sopan santun yang tidak diajarkan oleh keluarga miskinmu itu”. Sambil terus menendang Aris yang meringis kesakitan.
“Memangnya keluarganya tahu sopan santun ? Menurutku mereka tidak tahu apa itu sopan santun”.
Mendengar itu, amarah Aris mulai muncul, rasa ingin membalas apa yang mereka lakukan muncul. Bukan karena pukulan serta tendangan yang Aris terima terlalu berlebihan, tapi karena mereka telah menghina keluarga Aris.
Mata birunya berubah menjadi kuning keemasan, Aris berdiri dengan aura mengerikan yang Abi rasakan kemarin. Aura mengerikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh Abi tapi kedua murid dari kelas B juga merasakan al yang sama dengan Abi. Mereka berdua terlihat ketakutan melihat kearah Aris yang mendekat secara perlahan. Tangan kiri Aris terangkat kedepan, menunjukan telapak tangannya kepada Candra dan temannya.
“Aku Kagendra Aris, menantang kalian dalam pertarungan resmi”.
Seketika seluruh murid yang mengerumuni mereka bertiga, berteriak dengan sangat keras hingga membuat gema di kanti. Abi yang masih terperangah karena tindakan Aris yang dia anggap terlalu gegabah, mendekati Aris dan menyentuh bahunya sambil menggoyangkannya.
“Aris apa yang kamu lakukan ? Kamu baru saja menantang anak seorang bangsawan”. Abi terlihat ketakutan. Mata Aris kembali menjadi biru dan aura mengerikannya ikut menghilang, Abi menyadari sesuatu saat mengetahui hal itu.
“Mungkin ucapanmu ada benar, seharusnya aku tidak menantangnya”. Aris menundukan kepalanya.
“Kamu harus mengalah atau mengundurkan diri, jika tidak keluargamu akan terancam bahaya”. Abi sangat mengetahui sifat para bangsawan kerajaan yang suka sewenang-wenang kepada keluarga kelas bawah, mereka akan melukai bahkan membunuh keluarga kelas bawah jika anggota keluarga mereka dipermalukan oleh keluarga kelas bawah.
“Keluarga ?”. Aris terlihat sangat murung saat Abi menyangkut pautkan keluarganya.
“Tidak apa-apa, tidak usah khawatir tentang keluargaku”. Aris berjalan dengan malas seperti biasanya menuju gedung pertarungan tempat para murid melakukan pertarungan resmi.
Sebuah gedung layaknya coloseum, akan menjadi tempat pertarungan antara tiga murid sekaligus. Abi yang berada ditempat duduk penonton berharp-harap cemas, melihat pertarungan teman satu kamarnya dengan 2 murid dari kelas B.
Didalam arena pertarungan terlihat seorang murid berambut putih yang melepas sarung tangan yang dia pakai pada tangan kirinya, didepannya terdapat dua murid yang tersenyum bahagia karena mereka mendapat informasi kalau makhluk mitologi yang Aris panggil bukan makhluk mitologi yang kuat, terlebih Aris tidak mengetahui tingakat kemampuannya karena tidak diperbolehkan oleh wali kelasnya.
“Apa kamu yakin melawan kami berdua ?”. Tanya Candra dengan berteriak karena jarak mereka cukup jauh.
“Entahlah, aku sendiri sudah kehilangan niat untuk bertarung”. Aris mengangkat tangannya keatas sambil menguap.
“Kalu begitu kamu menyerah saja”.
“Maaf saja aku juga tidak ada niat untuk menyerah”.
Gemuruh para murid yang datang sebagai penonton pertarungan terdengar sangat keras, banyak dari mereka yang mendukung kubu murid kelas B karena ingin melihat Dhikara atau Aris mengalami kekalahan. Diantara barisan pendukung murid kelas B, Abi duduk dan berharap ada seseorang yang menghentkan pertarungan ini.
Ditengah kebingungannya Abi melihat sesosok orang yang membuat Aris menunjukan sisi lain dirinya yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dia adalah Icha, dia berjalan menaiki tangga dan mencari tempat duduk untuk melihat pertarungan. Dengan segera Abi mendekati Icha yang telah menemukan tempat duduknya.
“Icha aku mohon padamu untuk membujuk Aris agar membatalkan pertarungan ini”. Abi memelas sambil memohon.
“Kenapa ?”.
“Aku takut Aris akan mengalami kekalahan dan membuatnya menanggung malu yang tidak bisa aku bayangkan tapi jika dia menang keluarganya akan terancam. Aku mohon agar kamu mau membujuk Aris”.
“Tidak mau, Aris adalah tipe orang yang aku benci terlebih dia tidak akan dapat membantu menggapai impianku”. Abi tidak tahu lagi yang akan dia lakukan untuk membantu temannya itu.
“Kamu temannya bukan setidaknya percayalah padanya, meski dia adalah orang paling payah yang pernah aku temui”.
Apa yang dikatakan oleh Icha ada benarnya, dia harus lebih mempercayai temannya itu. Sejenak Abi langsung teringat apa yang dikatakan Aris sebelum menuju ke gedung pertarungan ini.
‘Tidak apa-apa, tidak usah khawatir tentang keluargaku’.
Itulah yang dikatakan Aris kepadanya, perasaan tenang mulai memasuki pikiran Abi, dia berjalan kembali menuju tempat duduknya yang dia tinggal tadi dan memasrahkan semua yang terjadi kepada Aris.
Seorang guru berdiri diantara Aris dan murid kelas B, dia berdiri tegak dengan pandangan lurus kedepan. perhatian para penonton mulai terfokus pada mereka yang akan bertanding.
“Pertarungan ini hanya ada 1 yaitu dilarangan menyerang menggunakan senjata ataupun alat selain kekuatan dari makhluk mitologi. Kalian diperbolehkan menggunakan pusaka dari makhluk mitologi kalian masing-masing, tidak perlu ragu untuk menyerang area ini telah dilindungi oleh sihir hitam, jika kalian terluka parah dalam pertarungan, tubuh kalian akan kembali seperti saat sebelum masuk area pertarungan”. Guru tersebut mengangkat tangan kanannya keatas dan saat menganyunkan tangannya kebawah, dengan cepat mereka bertiga merapalkan mantra untuk menggunakan kekuatan makhluk mitologi.
“paringana dalem kekiyatan panjenengan”.
Tangan kiri aris menyala dan mengeluarkan api yang berwarna biru, hal itu membuat para penonton dan guru yang menjadi wasit terkejut. Pertama kali melihat kekuatan api tapi berwarna biru.
Candra yang tidak memperdulikan hal itu, dia berlari kearah Aris dengan kedua tangan yang terbalut oleh pusaran angina yang meruncing. Candra menyerang Aris secara frontal, kedua tangannya bergantian untuk menyerang Aris. Tapi, Aris dapat menghindari semua serangan Candra.
Sejenak Candra melihat kebelakang Candra, temannya sepertinya sedang melakukan ritual tapi Aris tidak tahu ritual apa yang dia lakukan. Aris terlalu sibuk untuk menghindar dan menahan setiap serangan yang Candra lancarkan.
“Candra menjauh”.
Seketika tanah dibawah Aris berdiri bergetar dengan sangat keras, Candra yang sudah tahu tu akan terjadi telah melompat menjauh dari tempat Aris berdiri.
“Sial”. Tiba-tiba tanah dibawah Aris mencuat dengan ujungnya yang tajam dan mengenai perut Aris. Serangan itu membuat Aris terpental cukup jauh. Para penonton bersorak kehirangan, mereka menyorakkan dukungan kepada murid kelas B.
Abi yang melihat itu terlihat panik kembali, tapi saat dia membalikan badan dan melihat kearah Icha. Dia terkejut Icha terlihat sangat marah, entah apa yang dia pikirkan tentang serangan itu tapi dia terlihat sangat marah.
Dengan kekuatan yang tersisa Aris mencoba berdiri meski kakinya bergetar seperti tidak memiliki kekuatan untuk berdiri, setelah menerima serangan telak seperti itu, Aris masih bisa berdiri adalah sesuatu yang hebat.
“Hebat juga kamu setelah terkena serangan seperti itu masih bisa berdiri”.
Sekali lagi Candra dan temannya bergantian untuk menyerang, Aris yang terlihat tidak lagi tidak dapat menghindar setiap serangan yang mereka lancarkan, Abi tidak bisa membayangkan rasa sakit yang Ari salami saat ini, setelah menerima serangan telak sebelumya sekarang dia harus terkena serangan secara bertubi-tubi.
Suara penonton semakin terdengar lebih keras, mereka ingin melihat Aris terluka lebih parah. Abi yang melihat itu tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain berberharap agar setelah pertarungan selesai tidak ada lagi masalah seperti ini lagi.
“Sepertinya kau sudah mencapai batas ya Aris ?”.
“Tentu saja, hanya orang bodoh yang berani menantang 2 keluarga bangsawan untuk bertarung”.
Guru yang menjadi wasit dalam pertarungan itu mengangkat tangan kanannya keatas, menandakan pertarungan berakhir.
“Pemenangnya adalah Kelas B”. Setelah hasil pertarungan telah ditunjukan, para penonton berteriak puas, melihat seorang yang telah melakukan penghiaan terhadap persapa dan makhluk mitologi
“Kalian semua lihatlah, orang bodoh yang telah melakukan penghinaan terhadap makhluk mitologi dan juga persapa. Dia telah menantang kami tapi dia juga yang mengalami kekalahan”. Kata Candra sambil berteriak, dia membuat semua murid seisi bangunan terpancing amarahnya. Abi berlari dan melompat kedalam arena pertarungan, dia menyadari jika diteruskan Aris akan dipermalukan oleh seluruh murid didalam gedung.
Dengan membopong Aris yang tidak dapat berdiri, Abi perlahan meninggalkan arena pertarungan. Tapi, Candra tidak bisa membiarkan Abi membawa Aris begitu saja. Dia menghadang jalan Abi dan membuat Abi menghentikan langkah kakinya.
“Kenapa kau membantu Dhikara itu ?”. Abi hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari Candra.
“Jangan-jangan kamu adalah temannya, apa kamu juga melakukan hal yang sama dengan Dhikara itu”. Mata Aris melebar mendengar itu, tatapannya berubah tajam melihat kearah Candra yang tersenyum licik kepada mereka.
“Semua lihatlah, Aris adalah aib bagi akademi ini tapi ada seorang murid yang membantunya. Bagaimana menurut kalian ?”. Seketika amarah seluruh murid di gedung pertarungan tertuju kepada Abi, semua hinaan tentang Abi dan keluarganya terdengar dengan sangat jelas. Aris melihat kearah Abi yang tertunduk malu atas perbuatannya.
“Kalian dengar ? Kalian adalah aib bagi akademi ini, sedangkan keluarga kalian adalah aib bagi kerajaan karena telah gagal mendidik kalian”.
Aris yang mendengar itu tidak dapat berdiam diri, Abi yang telah menjadi satu-satunya teman selama 2 tahun terakhir dan telah membantunya dalam menghadapi setiap masalah yang dia buat, sekarang dipermalukan dengan sangat memalukan.
Aris melepas tangan kanannya yang merangkul Abi, mata birunya berubah menjadi kuning kemasan. Aura mengerikan terpancar di sekitar Aris. Abi, Candra dan temannya serta guru yang datang menghampiri Aris merasakan aura itu. Seketika mereka berempat termasuk Abi meningkatkan kewaspadaan mereka kepada Aris.
“Abi kau kembalilah ketempat dudukmu, guru menjauhlah, ku mohon”. Kata Aris. Abi menganggukan kepalanya dan mempercayai Aris, dia kembali ketempat duduknya sambil menunggu apa yang terjadi. Begitu juga guru yang tadi ingin melihat keadaan Aris, sekarang dia berjalan menjauh karena dia ketakutan dengan aura Aris.
Amarah yang telah Aris tahan sejak hinaan yang ditujukan padanya terdengar, kini tidak lagi Aris tahan setelah mendengar Abi dan keluarganya ikut menjadi hinaan Candra dan temannya. Aris melihat Candra yang ketakutan setelah merasakan aura yang dipancarkan Aris. Dengan lingkaran api biru ditelapak tangannya, Aris berteriak
“Pasada Agni”. Sambil mendorong lingkaran api ketanah tempatnya berdiri. Seketika lingkaran api biru tersebut dengan cepat meluas dan kembali hilang saat mencapai batas terluasnya. Para murid yang melihat itu terpaku melihatnya, guru yang menjadi wasit dalam pertarungan seakan tidak percaya dengan yang dilihatnya.
Candra dan temannya yang terkena lingkaran api itu terbakar, meski lingkaran api biru itu hanya sebentar saat mengenai mereka, tubuh keduanya terbakar seluruhnya. Mereka berdua berteriak kesakitan, suara mereka terdengar sangat memekikkan telinga. Perlahan teriakan mereka menghilang dan tubuh mereka yang terbakar jatuh ketanah saat suara mereka benar-benar hilang.
Saat api yang membakar mereka berdua menghilang, guru yang tadi terdiam melihat itu berlari menghampiri Candra dan temannya yang telah hangus terbakar oleh serangan Aris. Suara para penonton tidak lagi terdengar, mereka hanya bisa terdiam sambil melihat yang mengerikan tadi.
“Aris tunggu”. Guru tersebut menghentikan Aris saat dia berjalan keluar arena pertarungan.
“Bagaimana bisa kamu menggunakan Pusaka makhluk mitologi ?”. Dengan melihat luka bakar yang dialami murid kelas B itu.
“Mungkin hanya kebetulan”. Jawab Aris dengan matanya yang kembali biru.
“Tidak mungkin, Pusaka makhluk mitologi bukanlah hal yang mudah untuk dipelajari dan tidak mungkin bagi seorang yang baru tadi pagi melakukan pemanggilan mampu menguasai Pusaka Makhluk mitologi”. Guru tersebut berdiri dan berjalan mendekati Aris yang hanya diam menundukan kepalanya.
“Itu bukan urusanmu, cepat rawat mereka. Mungkin setelah ini mereka akan mengalami gangguan mental karena merasakan sakit yang luar biasa”. Aris berjalan keluar saat para medis masuk kelapangan dengan membawa tandu.
Didalam ruang kepala akademi, Bu Chitra berdiri menghadap kepala akademi. Raut kesal terpancar dari wajahnya, kepala akademi hanya mendengar apa yang telah dikatakanya. Kepala akademi meletakan tangannya diatas meja sambil memejamkan matanya, membayangkan apa yang telah dilaporkan oleh Bu Chitra.
Bu Chitra mendatangi kepala akademi setelah mendengar bahwa Aris menantang dua murid kelas B yang berasal dari keluarga Bangsawan. Karena rasa kesal yang dia rasakan karena perilaku Aris yang menurutnya kurang ajar. Dia sangat ingin Aris mendapat hukuman cambuk didepan umum sebagai seorang persapa dan juga dikeluarkan dari akademi sebagai seorang murid.
“Apa karena itu kamu ingin Aris dikeluarkan dari akademi ini ?”. kata kepala akademi.
“Tentu saja, dia adalah murid yang tidak kompeten dan tidak berbakat. Yang bisa dia lakukan hanya bermalas-malasan. Bahkan saat melakukan perjanjian dengan makhluk mitologi menggunakan tangan kirinya dan itu adalah pelanggaran terberat bagi seorang persapa”. Suara pintu terdengar, Bu Chitra membalikan badan melilihat kearah pintu yang perlahan terbuka. Seorang guru laki-laki berpakaian seragam batik berwarna putih masuk kedalam ruang kepala akademi, wajahnya yang terlihat ragu-ragu perlahan melangkahkan kakinya dan berdiri disamping Bu Chitra.
“Lapor hasil dari pertarungan resmi antara Aris dan murid kelas B dimenangkan oleh murid kelas B”. kata guru tersebut.
“Lihat dia yang menatang mereka tapi dia juga yang mengalami kekalahan”. Bu Chitra menyilangkan kedua tangannya sambil tersenyum puas.
“Tapi, murid kelas B mengalami trauma dan gangguan mental karena merasakan rasa sakit yang luar biasa setelah terkena serangan pusaka milik Aris dan sekarang mereka dirawat diruang kesehatan”.
“Apa ?”. Bu Chitra menoleh kerah guru tersebut, tidak percaya dengan yang telah dia katakana. Kepala akademi yang hanya mengangguk-anggukan kepalanya seakan mengetahui hal itu akan terjadi “Bagaimana mungkin Aris dapat menggunakan pusaka makhluk mitologi ?”.
“Awalnya aku juga tidak percaya tapi setelah merasakan aura serta aliran mana yang ada disekitar Aris, aku mulai mempercayai kalau Aris menggunakan pusakanya untuk menyerang”. Bu Chitra membuka matanya lebar-lebar, dengan menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut, Pandangannya kepada Aris sedikit berubah.
“Bu Chalya, apa kamu sudah mengetahui itu akan terjadi ?”. kata Bu Chitra setelah melihat kepala akademi yang tenang dan tidak menunjukan rasa terkejut sama sekali.
“Baiklah kamu silahkan keluar ruangan”. Kepala akademi menyuruh guru yang melaporkan hasil pertarungan untuk meninggalkan ruangan dengan mengangkat tangannya mengarahkan ke pintu ruangan. Wajah kepala akademi berubah menjadi lebih serius saat hanya berdua dengan Bu Chitra “Dengar baik-baik terserah kau mau mempercayainya apa tidak dengan apa yang akan kau katakan”.
“Baik”. Bu Chitra menganggukan kepalanya, ketegangan menyelimuti Bu Chitra.
“Aris adalah seorang murid yang sangat berbakat dan kuat, jika dia serius bertarung denganku kemungkinan besar aku akan mengalami kekalahan”.
judulnya cantik
Comment on chapter Episode 1 - Bertemu