Musim liburan tiba.
Bandara terlihat ramai. Penuh sesak. Dipenuhi orang yang ingin pergi berlibur melepas kepenatan.
Natasya duduk di bangku ruang tunggu. Menunggu gilirannya untuk berangkat menuju mimpinya yang hampir bisa ia raih.
Impiannya yang sudah semakin dekat. Impian yang sudah berada di depan matanya.
Ia mengetuk - ngetukkan jemarinya ke bangku. Menvmcoba memecahkan kebosanannya yang tak kunjung menghilang.
Sudah hampir satu jam ia merasa sangat - sangat bosan. Sebenarnya ia memang sengaja datang lebih awal. Terlalu bersemangat untuk menjemput impiannya. Juga karna tak ingin mengubah suasana hatinya yang tengah bahagia menjadi sebuah tangisan.
Ia sendiri. Benar - benar sendiri. Meskipun nerada di tengah keramaian ia tetap merasa sendiri. Kesepian. Tak ada orang - orang terdekat yang ingin melepas kepergian sementaranya. Mereka sibuk dengan urusan masing - masing.
Ia mendongakkan kepalanya. Berusaha agar tidak meneteskan air matanya yang akan membuatnya terlihat sangat menyedihkan.
Tiba - tiba ia teringat sesuatu. Langsung dicarinya sebuah benda di dalam tasnya. Ia menatap kotak berwarna pink pastel itu dengan semburat sendu di wajahnya. Air matanya menggenang di pelupuk mata.
Secarik kertas menempel dengan indah di atas kotak itu.
"Aku akan selalu menunggumu.."
Ia tersenyum simpul. Air matanya sudah tak kuasa ia bendung lagi. Pecah detik itu juga. Terus mengalir di wajah sendunya. Mungkin orang yang berada di sekelilingnya saat ini mengiranya sudah tak waras lagi.
Ia bahkan tak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Dalam pikirannya ia ingin sekali tertawa lepas dan mengeluarka semua amarahnya ketika membaca kertas itu walau hanya terdapat satu kalimat di dalamnya. Tetapi hati menyuruhnya untuk menangis, menumpahkan semua air matanya yang selama ini ia jaga.
Sungguh ia tak ingin membuang dengan sia - sia air matanya. Ia pernah menumpahkan air matanya, berasumsi bahwa dengan mengeluarkan air matanya maka semua kesedihan akan ikut pergi bersama air mata. Namun, justru kesedihan tetap tinggal bersama kenyataan pahit. Tak peduli seberapa kuat manusia mampu menampungnya. Terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Tak ingin larut dalam kesedihan. Natasya bangkit dari duduknya. Menghampiri tempat sampah terdekatnya dan memasukkan kotak itu ke dalamnya.
Ia membuang jauh - jauh rasa penasaran yang menggelayuti dirinya. Sudah satu tahun lamanya ia menerima dan menyimpan kotak itu. Tetapi tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya untuk membuka kotak itu. Sama sekali tidak pernah.
Rasa amarah telah menghalanginya. Rasa kekecewaan telah menjadi tembok yang sangat kuat di hatinya. Rasa amarah dan kekecewaan itu telah berhasil menutup hatinya. Sukses membekukan hatinya yang sangat lembut.
cant wait next chapter
Comment on chapter Prolog