Selama sebulan Vanno menjalani pelatihan yang cukup ketat di club badminton kampusnya. Pak Satya melatih Vanno langsung agar bisa menjadi juara nasional lalu masuk ke kejuaran Internasional. Vanno cukup berlatih keras agar bisa meraih impiannya.
Ke tiga temannya terus menyemangati Vanno. Mereka berdoa agar Vanno bisa masuk kejuaran. Vanno merasa beruntung memiliki sahabat seperti mereka. Vanno tidak akan mengecewakan harapan mereka.
“Teman-temanku, terima kasih kalian selalu ada dalam suka maupun duka. Aku sangat beruntung bisa menjadi bagian dari kalian.” Kata Vanno.
***&&&***
Seminggu kemudian, Vanno berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pertandingan itu. Vanno selalu mendapat dukungan dari ketiga temannya. Bahkan ketiga temannya rela menemani Vanno ke Jakarta.
Ketika itu Rafael yang masih belum sembuh total. Ia juga memaksakan diri untuk mengantarkan Vanno ke Jakarta. Ia tidak ingin rasa sakitnya sebagai alasan untuk tidak bisa hadir.
“Vanno kamu harus bisa mengalahkan semuanya!” Pekik Nathan dengan penuuh semangat.
Vanno hanya mengangguk dan mengiiyakan. Dia tahu kalau semangat itu ia dapatkan terutama dari Nathan. Nathan itu memiliki nilai terbaik yang paling mengerti. Dan, tidak jarang mereka seperti kembar siam.
“Van, kita bertiga akan menyusul kamu ke sana” Ujar Rafael.
“Ya, ampun kalian itu.” Kata Vanno menanggis terharu. “Tapi, Raf. Kamu kan masih belum sembuh?”
“Yaelah, Bro. Ini cuma tinggal penyembuhan dan rasanya sudah fit nich badan. Jadi kau tidak usah khawatir, Bro.” Ujar Rafael.
“Kalian ini memang sahabat sejati.” Balas Vanno.
“Kita akan lebih hidup, jika kita itu utuh dan selalu bersama. Kekuatan kita itu satu yaitu kebersamaan.” Kata Nathan.
“Bro, aku berangkat duluan ya.” Pamit Vanno.
“Ok, Bro. Hati-hati ya.” Balas mereka bertiga.
***&&&***
Keesokan harinya Vanno akan melakukan pertandingan kejuaraan badminton tingkat nasional. Dia berdoa dan terus meminta dukungan dari orang tua hingga ke semua temannya. Dia ingin membuktikan kalau impiannya akan bisa tercapai.
Di lapangan tempat pertandingan terdengar sorak suara dari beberapa penonton. Vanno merasa gugup, namun ia mencoba meyakinkan hatinya kalau dia bisa melakukan semua itu. Ia mencoba sejenak memejamkan matanya sebelum memasuki lapangan pertandingan.
“Tuhan, aku tahu engkau tidak pernah tidur. Karena aku yakin kalau dengan izinmu semua akan mudah.” Batin Vanno,
Vanno akhirnya memasuki lapangan pertandingan. Ia berusaha sebaik mungkin agar semua pendukungnya tidak sia-sia. Ia sekuat tenaga berusaha untuk melumpuhkan musuh-musuhnya. Dia yakin kalau bisa lolos dari babak pertama hingga akhir, sehingga dia bisa mengikuti pertandingan internasional di SWISS.
“Vanno, aku yakin kamu pasti bisa.” Batin Gendis.
Gendis menonton pertandingan Vanno melawan Erwansyah dari Universitas swasta. Namun, Gendis terus mendoakan Vanno agar bisa melewati babak demi babak. Dia bahkan sudah mengikhlaskan rasa sakit yang pernah diberikan Vanno dikala itu. Dia tidak membenci bahkan dendam sekalipun terhadap Vanno.
Gendis yang sudah menikah dengan pria lain. Namun, dihati Gendis tetap satu nama yaitu Vanno. Ukiran itu tidak bisa terhapus dengan nama lain. Dia menikah bukan karena cinta. Dia menikah dengan pria itu karena itu yang terbaik buat semua. Dia tidak ingin memaksakan sebuah cinta itu. Karena cinta itu perasaan yang teramat suci. Cinta itu bukan satu makna, namun banyak makna. Antara mencintai harus ada pengorbanan sesungguhnya. Seperti Gendis yang rela melepaskan cintanya, agar pria yang dicintai merasakan kebebasan dan kebahagiaan tanpa ada bayangan rasa bersalah sama sekali.
“Vanno, aku masih mencintaimu. Namun, aku tahu cinta ini tidak akan pernah cukup untuk bisa membuatmu bahagia. Aku tahu kalau aku tidak akan pernah terlintas dipikiranmu bahkan sekalipun hatimu.”
Gendis menatap Vanno yang penuh semangat dalam pertandingan. Ia merasa sangat bersalah tidak bisa membantu Vanno dan keluarganya. Karena keluarga Gendis telah mencabut semua investasi di Perusahaan keluarga Vanno. Kini keluarga Vanno terncap dalam ambang kebangkrutan.
“Vanno, maafkan aku. Aku tidak bisa membantu kamu. Bahkan mencegah semua itu tidak akan terjadi.” Batin Gendis.
Beberapa saat kemudian tibalah dibabak akhir penentuan pertandingan itu. Vanno masih bertahan hingga diakhir pertandingan. Ia melawan Revan juara nasional bertahan. Namun, Tuhan berkehendak lain di akhir pertandingan. Pada kenyataannya Vanno menjadi pemenang baru dalam pertandingan nasional ini.
Gendis langsung bersorak bahagia melihat kemenangan Vanno. Begitu pula dengan ketiga sahabatnya. Vanno langsung merasakan lega karena pada akhirnya impiannya menembus kejuaran Nasional telah berhasil. Ia juga akan mengikuti kejuaran internasional yang diselenggarakan di SWISS pada bulan Febuari tahun depan.
Vanno dan ketiga sahabatnya itu merayakan kemenangannya dengan makan malam di sebuah restoran terkenal. Ia merasa sangat bahagia karena dia tidak perlu memikirkan untuk berhenti dalam mengejar cita-citanya.
“Guys, akhirnya aku lega banget setelah melewati babak demi babak. Semua ini berkat kalian semua, Guys!” Ujar Vanno.
“Ok, sekarang kita bersulang untuk merayakan keberhasilan sahabat kita yaitu Vanno.” Ujar Nathan.
“Cheerrrs” Teriak mereka berempat.
Rafael tanpa sengaja melihat Alana di Resto itu. Alana yang memakai dress warna Navy dengan memakai high hels warna Navy juga, serta tas berwarna putih. Alana berjalan bersama seorang pria tampan dan sedikit berewok.
Rafael merasakan patah hati seketika. Ia merasa cukup putus asa atas harapan cintanya. Ia seketika memutuskan untuk segera mundur dari percintaan.
“Raf?” Tegur Nathan. “Kamu kenapa dari tadi melihat ke arah sana? Emang siapa yang sedang kamu perhatikan? Terus kenapa muka kamu mendadak terlihat galau begitu?”
Rafael hanya terdiam dan membisu. Namun, Nathan terus saja bertanya dengan penasaran. Nathan ingin sekali menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Nathan merubah arah pandangannya menuju ke arah tatapan Rafael.
Jleb, Ternyata Rafael menatap sesok gadis yang tidak asing. Tidak lain dia adalah Alana. Alana seorang gadis yang pernah mereka kenal di Rumah Sakit Amerika. Nathan tahu kalau Rafael telah menyukai gadis itu. Namun, kenyataannya gadis itu tidak pernah menghubungi Rafael. Meskipun sekedar membalas surat dari Rafael kala itu. Dan, kini kenyataannya gadis itu sedang dinner bersama pria tampan.
Rafael merasakan patah hati kedua kalinya. Ia cukup tahu diri dengan keadaannya sebenarnya. Ia merasa tidak pantas dengan Alana gadis cantik bahkan gadis itu adalah seorang atlit lari internasional. Sedangkan dia seorang pria yang masih melangkahkan kakinya mengejar impiannya. Impian dalam proses.
Rafael masih melihat Alana bersama pria itu. Dan, ia melihat suasana romantis antara Alana dan pria itu. Rafael hatinya menjadi terbakar api cemburu. Bahkan ia berharap kalau pria itu adalah dia.
“Sabar ya, Bro. Kita kan senasib.” Ujar Vanno.
“Nasib sama-sama gagal dalam percintaan? Itu kan maksudnya?” Ceplos Nathan.
“Nggak usah ngeledek begitu kamu, Nat.” Balas Vanno dan Rafael bersamaan.
“Mangkannya nggak usah kenal namanya jatuh cinta dulu, karena kita masih harus menyelesaikan pendidikan kita.” Sahut Rahman.
“Yes! Aku setuju dengan Rahman.” Timpa Nathan.
“Dasar kalian! Awas aja kalau kalian merasakan seperti kita berdua!” Pekik Rafael.
“Hmm, mana mungkin.” Balas Nathan.
“Mungkin aja!” Ceplos Vanno.
“Aduh kalian ini rebut mulu. Apa kalian ini harus memperdebatkan masalah cinta. Kalau jodoh itu bakalan ketemu. Percuma kalian kejar dan pada kenyataannya yang kalian kejar itu jodoh orang lain.” Tutur Rahman.
“Ok. Pak Ustadz. Terima kasih atas kultumnya hari ini.” Ujar Nathan. “Dan, aku setuju dengan semua kata-kata kamu, Pak Ustadz Rahman.”
“Aduh kalian selalu sekongkol kalau masalah kayak gini.” Kata Rafael dengan bibir setengah manyun.
“Tapi, ya. Kalau dia kakak Alana bagaimana?”Ujar Vanno.
“Van, Alana itu nggak punya kakak. Dia itu mulai dari kecil hidup di Panti Asuhan. Dia itu sebatang kara.” Ceplos Rafael.
“Mungkin aja takdir mempertemukan keluarga Alana.” Balas Vanno.
“Kenapa ribet banget? Apa perlu aku bantu maju tanya ke Alana sekarang?” Ujar Nathan.
“Rafael itu nggak punya nyali, Nat. Dia itu tipe pemalu dan gampang gugup kalau sama seorang gadis. Apa lagi yang telah dicintainya!” Ceplos Vanno.
Rafael merasa panas dan terkompori oleh ocehan antara ketiga sahabatnya itu. Ia mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Alana. Dia tidak ingin disebut pengecut yang menyerah duluan sebelum perang dalam percintaan.
Rafael beranjak dari tempat duduknya. Ia memberanikan diri untuk menghampiri Alana yang duduk di meja nomer 20 dekat jendela. Meskipun awalnya sempat merasa tidak mampu, namun karena kompor panas itu. Ia merasa harus membuktikan kalau dia bukan pengecut.
Rafael melangkah demi langkah, meskipun sebelumnya ia harus menelan ludahnya berulang kali. Pikirnya merasakan harus maju atau mundur. Ia sebenarnya merasa gugup dalam situasi seperti itu.
Ketiga sahabatnya menyaksikan dan memperhatikan Rafael yang melangkah pela-pelan. Nathan dan Vanno melakukan taruhan. Nathan bertaruh kalau pria brewok itu adalah kekasih Alana. Sedangkan Vanno bertaruh kalau pria itu hanya teman dekat Alana. Dan, untuk taruhan itu yang kalah harus menjadi sopir selama sebulan.
“Prak!”
Rafael menabrak seorang pelayan wanita super gendut hingga tubuhnya terpental. “Auw!” Teriak Rafael kesakitan.
Alana dengan reflek berlari dan berteriak nama “ Rafael!”
Jleb, rasanya Rafael ingin terbang ke angkasa. Namanya telah dipanggil oleh gadis yang dia sukai selama ini. Dan, gadis itu sekarang ada dihadapannya.
“Rafael, kamu baik-baik saja?” Ujar Alana.
“Ya, ampun ternyata dia masih inget dengan namaku.” Batin Rafael.
“Lana, dia siapa?” Ujar pria berewok itu.
“Dia salah satu temenku. Aku dan dia pernah dirawat di Rumah Sakit yang sama. Waktu di Amerika. Sorry, aku belum sempet cerita soal dia.” Balas Alana.
Pria dan Alana mencoba untuk membantu Rafael. Rafael merasa cukup curiga tentang hubungan Alana dengan pria brewok itu. Dia merasa ada hubungan yang cukup special diantara mereka.
Jleb, ternyata dugaan Rafael benar. Kalau pria itu adalah tunangan Alana. Dan, bulan depan ia akan meresmikan hubungannya ke jenjang pernikahan. Perasaan Rafael kali ini benar-benar patah hati. Dia selalu merasa gagal dalam percintaan.
Ketiga sahabatnya itu menyaksikan raut muka Rafael berubah menjadi lecek. Nathan pun merasa kalau dewi keberuntungan akan di Pihaknya. Sedang Vanno merasa kalau akan kalah dalam pertaruhan itu.
Rafael kembali ke mejanya, dan ia harus menerima kenyataan terpahit itu. Ia selalu gagal dalam cinta. Ia merasa kalau dirinya itu selalu saja ditinggalkan pasangannya dengan cara pernikahan.
“Gimana?” Selidik Nathan.
“Iya, Gimana?” Desak Vanno penasaran.
“Mau bagaimana lagi, Guys. Dia bukan jodoh yang dikirimkan Tuhan.”Lirih Rafael.
“Jadi, si Brewok itu benar-benar kekasihnya?”Selidik Nathan.
Rafael menganggukan kepalanya perlahan-lahan.
“Yes, aku menang!” Pekik Nathan. “Yuhui!”
Rafael hanya diam membisu. Dia merasakan sakit dan teramat sakit. Ia berpikir “Kenapa kenyataan itu harus cepat terjadi?”
Rafael menceritakan kepada ketiga sahabatnya. Kalau Alana akan segera melangsungkan pernikahannya bulan depan. Ketiga sahabatnya turut sedih atas perasaan patah hati yang dirasakan Rafael.
Di kala itu Vanno merasakan senasib. Dia pernah mengalami seperti itu. Dia juga mendapatkan kenyataan dan cerita cinta yang sama dengan Rafael.
“Ternyata kita senasib, bro!” Keluh Vanno.
“Iya!” Balas Rafael.
Nathan dan Rahman hanya tersenyum melihat ekspresi kedua sahabatnya itu.
***&&&***