Nathan seharian ini terus memainkan nada-nada dalam pianonya. Dia seperti terhanyut dalam nada lagu yang ia mainkan. Dia merasa semua amarahnya akan menghilang dalam sebuah nada.
Rahman hanya terdiam membaca buku yang tebalnya hampir 300 halaman. Ia terus membaca buku itu sampai tidak terasa malam telah larut. Dia merasa harus sukses untuk mengejar impiannya.
Vanno masih saja memikirkan gadis itu. Gadis yang ia temui beberapa hari yang lalu. Namun, kenyataannya gadis itu hanya memberikan harapan palsu untuk dia. Kekecewaan dalam hati yang begitu dalam.
Rafael sibuk untuk melakukan penelitian. Dia akan mengikuti lomba karya ilmiah tentang sebuah virus. Dia tidak ingin kalau harus kalah dari lomba karya ilmiah. Dia sepanjang malam terus mencari materi untuk Karya Ilmiahnya.
Sudah hampir setahun bersama. Mereka selalu mendukung satu sama lain. Bahkan, mereka selalu ada dikala apapun itu.
***&&&***
Dua musim telah berlalu, mereka berempat saling mengejar impian. Mereka memang berbeda namun satu tujuan. Perbedaan itu sangat indah bagaikan pelangi yang menyemburatkan banyak warna.
“Nggak kerasa ya kita sudah hampir setahun bersama. Semoga saja kita bisa selamanya.” Kata Rafael.
“Kita awalnya tidak pernah mengenal satu sama lain. Kita bertemu dalam satu waktu dan kini kita sahabat yang melebihi saudara.” Kata Vanno.
“Mungkinkah kita bisa mengapai impian kita?” Ujar Nathan.
“Ya, pastilah dengan doa dan usaha semua akan berjalan dengan lancar.” Ceplos Rahman.
“Seandainya saja kita bisa punya klinik sendiri dan di isi dengan beberapa orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan dan jasa kita……”Kata Nathan.
“Iya, aku sangat menginginkannya. Dan, mereka tidak perlu khawatir dengan biaya. Pasti pekerjaan kita akan lebih terasa berkah.” Ceplos Rahman.
“Pasti itu! Aku setuju banget! Seru Vanno dan Rafael.
“Meskipun masa lalu kita berbeda, tapi yang satu tujuan kita sama.” Kata Nathan.
“Iya, masalah cewek itu jangan dipikirin dahulu, karena bisa bikin impian kita nanti malahan pecah.” Kata Rafael.
Mereka tertawa bersama seraya menikmati snack dan minuman di kamar kost Rahman. Mereka berangan untuk memiliki klinik bersama. Mereka akan mewujudkan impian bersama.
***&&&***
Sepulang kuliah Vanno sudah nongkrongin tempat dia akan bertemu gadis idamannya itu. Dia duduk di meja no 5. Dia menggunakan kemeja kotak perpaduan warna hijau tua dan hitam. Ia memakai celana jins hitam. Tidak lupa memakai kacamata. Dia juga memakai sepatu kets berwarna biru navy.
Vanno terus menatap jam di tangannya. Sudah sejam berlalu, namun gadis itu tidak kunjung datang. Dia terus mendengus kesal menatap pintu keluar masuk. Dia merasa putus asa. Seakan dia benar-benar dipermainkan oleh seorang gadis.
“Betul apa kata Rafael, kalau seorang wanita hanya bikin masa depan terhenti.” Keluh Vanno.
Ketika beranjak akan pergi dari meja itu. Tiba-tiba gadis itu muncul di hadapannya. Vanno dikala itu ingin marah, namun senyuman gadis itu meluluhkan hatinya.
“Boleh aku duduk di sini?” Lirih gadis itu.
Vanno seakan terhipnotis. Dia hanya menganggukan kepala. Bahkan perasaan kecewanya sirna begitu saja.
Mereka menghabis berjam-jam untuk mengobrol hingga sang waktu telah berlalu. Dia merasa kekosongan hatinya mulai terisi. Semenjak pandangan pertama telah memberikan suatu perasaan. Dia benar-benar merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
Vanno terus mendengarkan semua cerita gadis itu. Dia hanya mampu menatap mata gadis itu. Dia hanya berharap kalau waktu bisa terhenti dalam detik ini juga. Jangan maju atau mundur harapan Vanno.
***&&&***
Vanno tiba-tiba pulang semalam itu. Bahkan dia lupa jika ada janji mengerjakan tugas kelompok bersama. Dia merasa sangat bersalah terhadap sahabatnya yang menjadi teman kelompok untuk kegiatan presentasi besok pagi.
“Vanno?!”
Vanno terhenti di tempat. Dia mendengar panggilan dari Nathan. Dia harus siap mendapatkan omelan dari Nathan soal kerja kelompok.
“Kamu kemana aja? Baru sekarang muncul……”
Nathan terus mengomel bla bla. Namun, Vanno malahan melamunkan gadis yang baru saja ia temui. Seakan omelan Nathan hanya terpental begitu saja, karena pikirannya tidak merespon.
“Vanno?! Kamu itu dengar apa tidak?” Pekik Nathan yang sangat kesal karena dia sudah bicara panjang lebar.
“Iya, aku dengar dan aku minta maaf.” Sahut Vanno. “Oh, ya aku tidur dulu ya? Soalnya udah capek banget.” Lanjut Vanno.
“Ok dech. Aku tahu kamu pasti habis kencan dengan seseorang? Ayo ngaku?” Ceplos Nathan.
Tiba-tiba muka Vanno memerah. Dia merasa malu karena ketahuan sedang ngedate bersama seseorang. Dia merasa begitu canggung dengan sahabatnya itu.
“Udah ngaku dech kamu?” Goda Nathan.
“Aduh, kamu salah bro. Aku tadi habis jalan-jalan cari best moment gambar terbaik dari jepretan aku.” Vanno mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
“Seriusan?” Ujar Nathan.
“Serius.” Kata Vanno meyakinkan Nathan.
“Bro, aku masuk dulu ya. Besok aku ceritain lagi.” Kata Vanno yang membalikan badan dan membuka daun pintu.
“Ok, aku balik dulu.” Balas Nathan.
“Syukur dech!” Batin Vanno mengelu-elus dadanya karena lega Nathan tidak bertanya mendetil layaknya wartawan dadakan.
***&&&***
Vanno membersihkan badannya seusai pulang. Dia merasa hari ini cukup melelahkan namun juga sangat menyenangkan. Seakan dia ingin kembali ke waktu itu bersama dia.
Vanno menyalakan shower di kamar mandinya seraya dia menyalakan musik favoritnya sambil menirukan lirik lagunya. Dia merasa benar-benar terserang virus jatuh cinta. Dia berharap kalau dia memang tertakdir untuk dirinya.
Seusai mandi Vanno memakai piyama tidur. Seperti biasa dia selalu melakukan ritual sembayang. Dia menyalakan dupa untuk melakukan sembahyang menurut kepercayaan yang dia anutnya yaitu agama hindu.
Vanno selalu melakukan sembahyang sebagai bentuk rasa terima kasih terhadap Tuhannya. Dia memiliki agama yang berbeda dengan ketiga sahabatnya. Namun, ketiga sahabatnya tetap peduli dan sayang kepadanya. Bagi mereka sebuah agama bukan menjadi pondasi untuk berteman dengan seseorang. Karena setiap orang memiliki kepercayaannya sendiri-sendiri.
***&&&***