Impian dimulai dari apa yang terlihat di sekitar
Dan, itulah awal dimulai semua impian
Hidup di sebuah pulau terpencil. Dan, terkadang banyak yang meremehkanku. Aku hanya seorang pria yang ingin membuktikan tidak akan pernah salahnya menjadi anak di Pulau Madura ini.
Namun, entahlah mengapa banyak orang yang tinggal di pemukiman tempat ia tinggal hanya percaya oleh seorang tabib. Mereka bilang seorang dokter tidak akan mungkin mengerti. Karena penyakit itu adalah sebuah tenun/santet.
Entah mengapa jiwanya mulai terpanggil untuk membuktikan kepada mereka saat ini. Ya, aku tahu ini tidak mudah. Dan, tidak semudah memakan mie instant. "Hari ini boleh jadi aku kehilangan masa depanku, tapi tidak untuk masa depanku"
Dia adalah Rahman usianya masih sangat belia. Namun, Ia mempunyai tujuan untuk mimpi sosial merubah pemikiran sempit di pemukimanku. Ya, banyak kejadian salah tangkap dalam berpikir hingga terjadi banyak kesalahan. Dan, ini dimulai dari kasus ibunya yang kata para tetangga sekitar rumahnya ini kalau ibunya terkena tenun atau semacam santet karena saingan dagangan di Pasar.
Berakhirlah ibu Rahman dalam praktik seorang tabib. Dia memberikan ramuan-ramuan yang sungguh tidak jelas. Bahkan ia tahu kalau itu takkan pernah menyembuhkan ibunya dan yang malah parahlah keadaan ibunya. Ketika akhir hayatnya ibunya ia berjanji akan menjadi seorang dokter dan bisa membuat orang berpikir ke depan.
Kali ini Rahman harus berusaha memperoleh nilai terbaik di sekolahnya. Ia ingin bisa mendapatkan beasiswa di Universitas Airlangga Surabaya. Dan, semua orang terus mengejeknya.
"Ya, aku tahu dari kalangan keluarga yang menengah ke bawah. Bahkan aku sering berpuasa karena keluargaku serba kekurangan. Syukur-syukur aku bisa sekolah di SMU Negeri dengan modal beasiswa karena prestasiku yang aku miliki." Batin Rahman.
Rahman mengikuti tes masuk ke Universitas Airlangga Surabaya. Dia berusaha sebaik mungkin. Pagi hingga malam tiada hentinya dia belajar. Bahkan dia tidak peduli dengan penerangan yang ala kadarnya. Hanya sebuah lampu minyak yang dapat menerangi. Semangatnya begitu tinggi dalam mengejar impiannya. Semua itu karena almarhumah ibunya beberapa bulan yang lalu hingga membuatnya terpacu menjadi seorang dokter. Dia hanya ingin melakukan yang terbaik suatu saat untuk pasiennya bahkan ia berjanji kalau dia ingin mengabdi secara sosial. Bukan uang yang dia cari hanya menjalankan amanat untuk bisa memberikan kesempatan orang untuk hidup.
Seminggu lagi Rahman akan menjalani tes masuk ke Universitas Airlangga. Namun, sebuah keajaiban itu seakan muncul begitu saja. Ketika itu dia mendapatkan kabar kalau dia berhasil lolos mengikuti tes masuk Universitas Airlangga Surabaya dengan nilai terbaik dan tertinggi.
"Alhamdulilah." Air mata bahagia itu telah terbendung.
Rahman langsung pergi ke tempat pemakaman ibunya. Dia memberikan kabar kalau dia bisa melewati ujian itu. Dia juga berjanji akan belajar dan mengejar impiannya.
Rahman pun memberikan taburan bunga di pemakaman ibunya. Dia merasa kalau ibunya akan selalu ada untuknya meskipun ada di dunia yang berbeda. Dia akan melakukan semua itu dengan sepenuh hati. Karena ia tidak ingin seseorang bernasib seperti dia yang harus kehilangan orang-orang yang ia sayang.
Siang ini Rahman menuju ke kampus untuk menyelesaikan administrasi. Namun, keadaan itu menjadi begitu sangat buruk. Dia bahkan hampir putus asa karena tersandung dengan masalah biaya. Bagaimana tidak dia harus membayar dengan puluhan juta? Untuk makan saja susah, bahkan untuk biaya adik-adiknya dia harus rela menjadi kuli panggul di Pasar.
Rahman pria yang selalu menemukan beberapa jalan untuk melewati semua itu. Dia setiap malam selalu melakukan sholat malam. Dan, Allah SWT itu memang sangat adil. Rahman mendapatkan bantuan dari seorang yang rela menanggung seluruh biayanya. Kejujuran Rahman membawanya ke dalam jalan keluar.
Rahman memang pria yang jujur dan berhati mulia. Sewaktu itu pria tua itu sedang membutuhkan bantuan karena istrinya akan melahirkan. Pria itu tidak bisa mengantar istrinya karena tiba-tiba mobil mogok. Di tengah perjalanan itu pria itu mengalami nasib buruk. Ada beberapa pria kekar layaknya seorang preman yang rela menodongkan golok. Waktu itu kejadiaannya di sekitar pemukiman tempat Rahman tinggal. Memang di daerah pemukiman Rahman itu cukup rawan oleh tindakan kejahatan mulai dari begal, penjambretan dan penodongan.
Rahman telah mencoba menolong pria itu dan istrinya. Dia pun menggunakan ilmu bela diri yang sudah ia pelajari semenjak umur sepuluh tahun. Dan, akhirnya Rahman bisa membebaskan mereka dari kejahatan oleh preman-preman itu.
Ketika itu Rahman menolong istri pria itu menuju ke klinik terdekat. Sesampai di Klinik terdekat. Akhirnya ibu dan bayinya itu terselamatkan. Pria itu merasa ingin memberikan Rahman balasan berupa uang. Hati Rahman cukup baik hingga dia menolak pemberian pria itu.
Semua itu terbayarkan dalam impian Rahman. Dia mendapatkan bantuan dari pria itu yang siap menjadi donator untuk Rahman. Rahman bersujud syukur terhadap Allah SWT. Senyuman itu yang telah lama memudar kini mulai bersinar seperti keindahan senja di siang hari.
Kabar baik Rahman mengikuti test untuk masuk ke Universitas Airlangga Surabaya. Ketika itu namaku telah ada di bagian paling atas dengan nilai terbaik. Aku di terima di Fakultas Kedokteran. Namun, saat itu ada biaya administrasi yang harus diselesaikan. Aku bahkan bingung harus mencari uang sebanyak itu dimana.
***&&&***
Rafael dia seorang pria yang mendapatkan rekomendasi dari sekolahnya. Dia seorang atlit renang. Dia mendapatkan beasiswa bidik misi untuk memasuki Universitas Airlangga Surabaya di Fakultas Kedokteran.
Keluarga Rafael sangat bangga dengan anaknya. Dia berasal dari Pulau Sumbawa. Dan, ibu Rafael menjadi sangat histeris mendengar kabar itu. Ibu Rafael mengumumkan kabar itu dari ujung kampung hingga ujung kampung. Bahkan, dia mengadakan ritual semacam itu untuk melepas ke pergian anaknya ke kota Surabaya.
Rafael merasa gugup dan malu melihat sifat ibunya yang seperti itu. Ibunya sangat tidak menyangka kalau anak sulungnya itu bisa mewujudkan cita-cita nenek dan kakek moyangnya. Bagi ibunya kalau jadi seorang dokter itu bagaikan tangan malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan.
Bulan depan Rafael harus pergi meninggalkan kampung halamannya. Ibu Rafael memberikan banyak bekal. Mulai dari uang saku untuk menginap, makanan satu tas ransel penuh dan masih banyak lagi.
Rafael merasa sebal atas perilaku ibunya yang sungguh berlebihan. Rafael malu karena seperti orang migrasi ke pulau terpencil. Padahal Surabaya kota yang sudah maju. Rafael menekuk-nekuk mukanya dan dia tidak mau bawa bekal makanan sebanyak itu. Cukup dengan uang saku saja.
"Kenapa nyokap ini selalu berlebihan?" Batin Rafael.
Rafael duduk di depan meja belajarnya. Dia membolak-balik bukunya. Dia tidak sabar juga segera hijrah ke Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, dia harus meninggalkan gadis idamannya bernama Nayla. Dia berjanji kembali menjadi seorang dokter professional dan siap melamar Nayla.
Dan, kenyataannya Nayla telah meresmikan pernikahannya dua hari lagi bersama lelaki itu. Rafael menjadi patah hati dan ingin segera meninggalkan pulau itu. Dia tidak ingin lagi kembali di Pulau itu, karena cintanya sudah mati di Pulau kelahirannya itu.
"Ini namanya hari patah hati untukku." Teriak Rafael di tengah deburan ombak yang menghantam batu karang.
***&&&***
I Gede Vanno dia terlahir sebagai suku buleleng dia tinggal di Seminyak Bali. Dia selalu diremehkan oleh teman-temannya dan dia merupakan korban bully. Karena kacamatanya yang super tebal dan geraknya begitu lambat seperti siput merayap.
I Gede Vanno memiliki nama panggilan Vanno. Dia bertekat merubah nasibnya menjadi orang yang dibutuhkan. Karena itulah batu hinaan mampu mendorongnya untuk tetap bersemangat untuk mengejar cita-citanya. Dia berhasil lolos untuk masuk ke Universitas Airlangga Surabaya.
"Apapun batu hinaan itu tak mengurangi semangatku dalam mengejar impianku saat ini. Tak perlu aku membalas kalian yang telah menghinaku dengan hinaan balik. Namun, satu hal yang harus kalian mengerti aku akan membuktikannya dengan impianku saatku ini. Cukup itu dan itu mampu untuk membayar semuanya. Terima kasih untuk batu hinaan yang telah kalian lemparkan untukku karena ini obat yang mampu dalam memperjuangkan impianku saat ini."
***&&&***
Nathan kali ini benar dilema antara impian atau keinginan orang tuanya. Dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti American Go Talent. Tapi, ayahnya sungguh menentang impiannya. Seakan dia terasa mati rasa dalam menjalani pendidikannya.
Tiba-tiba dia mendengar kabar dari Cimol sahabatnya kalau itu benar-benar kabar yang begitu buruk. Karena Jasmine sudah setahun ini menghilang. Bahkan, itu membuat kaki Nathan menjadi lemas dan tidak bertenaga. Jasmine dirawat di Rumah Sakit. Dia terkena penyakit Alzhimer stadium akhir bahkan tinggal menunggu waktu yang memanggil.
Nathan langsung berlari ke luar rumah di tengah hujan badai yang menguyur kota Bandung. Dia menuju ke Rumah Sakit tempat Jasmine di rawat. Dia melihat Jasmine yang terkapar di ranjang rawat inap.
"Aku tidak menyangka kalau semua ini harus seperti ini. Apa aku terlambat? Seandainya saja aku bisa melakukan sesuatu agar kau terlepas dari penyakit ini. Ya, Allah mengapa ini bisa terjadi?"
Nathan perlahan meraih daun pintu kamar rawat inap Jasmine. Dia merasa bodoh karena tak bisa berbuat apa-apa. Dia berjalan menuju Jasmine yang terbaring lemah tak berdaya.
Jasmine pun hanya bisa menatap Nathan. Bahkan, dia tidak bisa menginggat pria yang kini sedang di hadapannya. Hati Nathan menjadi begitu hancur lebur dan berantakan. Tiba-tiba keadaan Jasmine menjadi sangat drop hingga tidak sadarkan diri.
Jasmine segera masuk ke ruang Icu untuk dilakukan pertolongan. Nathan merasa sangat putus asa. Bahkan dia tidak tega dan tidak sanggup mellihat keadaan Jasmine seperti itu. Sepuluh menit kemudian dokter memberi kabar dan menyatakan kalau Jasmine telah meninggal dunia.
Nathan hanya bisa terduduk di lantai tempat ia menunggu. Dia sempat berjanji untuk menjadi seorang dokter yang dapat menyembuhkan penyakit Alzhimer bagi semua orang. Nathan merasa dia harus bisa membantu dan menyelamatkan banyak orang meskipun dia harus mengorbankan impiannya menjadi seorang pianis yang terkenal.
"Mungkin ini jalan Allah SWT menunjukkan dan menakdirkan aku menjadi seorang yang bisa memberikan kesempatan hidup. Bukan untuk alasan dalam merubah status social atau sekedar moralitas semata. Aku melakukan semua ini demi menyelamatkan nyawa, meskipun sebuah nada adalah bagian dari hidupku juga. Aku tidak ingin seseorang memiliki nasib seperti aku yang kehilangan orang yang disayang atau meninggalkan orang yang mereka sayangin. Ini benar pilihanku karena hidup dalam nada dan nyawa itu jalanku saat ini."
***&&&***