bau dari kotoran ayam menyelimuti tempat dimana ia kini meringkuk. merasa kedinginan. rambutnya mulai lengket. tempat ini masih gelap. Shinta hanya bisa bergerak sedikit-sedikit, mencoba melonggarkan tali yang membuat tangannya kini memerah. tak berselang lama, cahaya mulai memenuhi ruangan tersebut.
"wahhhh...."
"tidak mungkin !"
"seorang wanita ?"
"dia juga yang membuat kita kelaparan ?"
"kasihan sekali"
"menyedihkan"
Shinta dapat mendengar orang-orang berbisik, berbicara seenak hati. menuduhnya tanpa bukti yang pasti. tetapi kenapa harus ia yang tersakiti ?. di dalam hatinya, Shinta mencoba untuk mengutuk pria yang harusnya berada di posisinya saat ini.
"apa yang akan tuan lakukan ?" seorang anak kecil bertanya.
"hmmm.."
"bakar saja dia tuan !" terdengar seruan seorang pemuda.
"tidak..tidak..."
"biarkan saja dia mati kedinginan !" terdengar seruan dari pemuda yang sama.
"letakan ia di sungai tuan ! ia pasti akan mati malam nanti" ada banyak saran lainnya yang di teriakan oleh orang-orang.
Shinta tak bergerak, jadi begini rasanya dihianati orang-orang ?. rasanya seperti sulit menerima keadaan kita. semuanya jadi terasa di bebankan. tetapi Shinta tak mengerti, kenapa hukumannya harus berhubungan dengan nyawa ?. pencuri asli yang di maksud harusnya telah melakukan pencurian lebih dari sekali.
setelah Shinta pikir-pikr orang itu tak pantas mati, orang yang dimaksud itu harusnya di berikan hukuman agar ia tak mengulangi kesalahannya lagi. Shinta bahkan sempat berpikir, bahwa hak untuk hidup hanya di berikan kepada orang yang dianggap benar. mungkin orang bersalah bisa di sebut dengan sampah.
"TUNGGGU SEMUA, KALIAN SALAH ORANG!!" teriakan nyaring seorang wanita memekakan terlinga.
"KENAPA KALIAN MENANGKAP DIA ?!" wanita itu berteriak lagi. Shinta tau suaranya. Shinta ingat orangnya.
"dia telah mengambil telurnya. tapi ia tidak berhasil kabur. makanya kami tangkap" sahut seorang laki-laki.
"KALIAN INI GIMANA SIH ?! JELAS-JELAS DIA ORANG LUAR. MANA MUNGKIN DIA MENCURI !"
"lantas apa ?. mana pencuri yang kau tangkap itu ? mana ? mana ?" seorang gadis tak kalah nyolotnya.
"ini !"
"HAH ?!" seru orang-orang.
"JANGAN BERCANDA !" bentak seorang pria yang Shinta pikir sebagai tuan yang dimintai saran oleh orang desa tadi.
"mana mungkin dia mencuri ! mukaknya imut begitu !"
"aku menemukan banyak kulit telur di sarangnya, sebelum ku bawa kemari. ia ada bekas telur di mulutnya. kalau kalian tak percaya coba cium baunya !" gadis penyelamat Shinta menjelaskan dengan tegas.
"ya sudah lah, setidaknya dia sudah mati." tuan itu menghela nafas.
"tunggu !, mana mungkin dia bisa membawa banyak telur. tangannya saja kecil begitu !" sela seorang anak laki-laki.
oke. Shinta penasaran. siapa pencuri yang dimaksud saat ini. dari ciri-cirinya saja sudah jauh berbeda dari orang yang menabrak Shinta tadi. tapi hidungnya tak bisa di bohongni. ia mencium bau telur busuk di dekatnya.
"gadis ini.. pokoknya tidak bersalah" gadis penyelamat Shinta terdengar ragu. "itu karena tadi aku melihat lihat, dia sudah terbaring telungkup dengan tangan kosong. tangannya terluka tadi. karena dia, pendatang ini jadi terlibat masalah. padahal dia sendiri tidak tau apa-apa. aku juga sempat mengejar pencurinya."
"tak apa lah... lagi pula itu hanya telur" tuan menajawab dengan tenang.
"ha-hanya telur kata mu ?!! memang pencuri itu punya uang untuk menebus harga telur-telur itu ?!" seorang pria merasa tak terima, akhirnya angkat bicara. Shinta menduga kalau orang itu adalah si pemilik asli telur tadi.
"tak ada pilihan lain. kita harus memperkerjakan gadis ini" seorang wanita berbicara dengan sangat lembut. wanita itu berada di dekat Shinta. wanita itu pun membuka ikatan dan juga penutup yang menghalanginya.
Shinta berkedip, menyadari dirinya tengah duduk di kerumunan penduduk desa. bangkai seekor luwak tergeletak di depan matanya. bau busuk mulai tercium dari kandang yang sebelumnya di pakai untuk mengurung badannya. Shinta berpikir, orang-orang menggunakan kurungan itu untuk membunuh hewan-hewan bersalah. itu bisa ia lihat dari bekas darah ujung-ujung kandang.
"kau harus bekerja pada kami nak" tuan yang sedari tadi Shinta dengar adalah seorang pria dewasa dengan janggut dan kumis memenuhi mulutnya.
"aku..." Shinta angkat bicara. "aku punya uang untuk menebus semuanya."
"2 kali lipat !" pria dengan ikat kepala hitam merentangkan tangannya di depan wajah Shinta. gadis yang sedang bingung ini yakin, jika orang yang menagih ini adalah pemilik telur tadi.
"Iya aku punya. tapi biarkan aku lepas dulu."
"kami tidak bisa melakukan itu." seorang laki-laki di samping tuan menyahut.
"ka-kalau begitu. aku saja yang mengantarkan gadis ini mencari uangnya" Gadis penyelamat Shinta menawarkan dirinya. wajahnya hampir pucat. ada kekecewaan dari ujung bibir dan alisnya.
"baiklah, tapi jangan biarkan ia kabur"
"baik tuan !." ucap gadis penyelamat dengan tegas.
"semuanya bubar-bubar ! bubar !" tuan memerintahkan untuk menjauhkan orang-orang. perlahan-lahan derap kaki mulai beranjak pergi dari tempat Shinta di hakimi. Shinta masih bengong dan lupa ke arah mobil ayahnya.
"maaf soal yang tadi" gadis itu mengulurkan tangannya, mencoba membantu Shinta untuk berdiri. "aku Mera tadi yang mencuri itu kekasih ku. namanya Kica"
"hah" Shinta mendesah.
"maaf" Mera menunduk.
"antarkan aku ke tempat papa" Shinta menepuk bahu Mera.
"tapi,, sebelum itu kau harus mandi" Mera menunjuk malu-malu badan Shinta.
"apa ?" Shinta menunduk, memperhatikan badannya yang kotor dengan tanah. tangannya mengusap pipi dan ia mendapati kotoran ayam di menempel manis disana. Shinta mengusap rambutnya, ia dapat merasakan rambutnya menyatu sekarang dan berhiaskan kulit-kulit telur.
"antarkan aku ke sungai yang kau maksud" pinta Shinta.