Hardian : [ Ratna, untuk jadwal kedepan. Kamu bisa minta ke Bayu oke ? ]
Ratna : [ oke ]
Anta menopang dagunya saat penata rias sedang mengurusi rambutnya. Ia teringat akan kejadian kemarin yang membuat moodnya jadi begitu buruk.
Hari ini Anta sendiri yang melalukan sesi foto di sebuah taman kediaman keluarga Lesmana. Katanya akan dijadikan sampul majalah. Anta tak mempermasalahkan bila di beri pekerjaan lebih, hitung-hitung buang kekesalan.
Bukan- bukan kesal. Tapi cemburu.
DDRRTT>>>>DDRRRTTT
Bossqu calling...
“hm” Anta mendengus untuk memulai pembicaraan.
“Anta, hari ini bisa pulang cepet gak ?. dirumah gak ada yang jaga” seru wanita di seberang sana yang tidak lain adalah Ratna.
“ya”
“wah.. tumben gak ngebacot. Rekor nih”
“urus aja masalah ulang tahun sekolah mu”
“hehehe, aku kan cuman nge-MC gak lebih.”
“seneng ya ?”
“seneng banget lah !! ya ampun kayak gak kenal aku aja !”
“seneng dapet kerjaan atau ketemu cowok itu ?”
“keduanya, tapi Hardian lebih dominan”
Anta melirik ke photographer yang sedang memberikan gesture agar ia segera mendekat untuk sesi foto. Anta sendiri hanya mengangguk.
“udah dulu ya.”
“Anta sering-sering kayak gini dong. Kan enak di ajak ngobrol.”
“ya”
Anta memutus sepihak telponnya.
Fera sedang memakai tubuh seorang remaja putri di sekolah. Ia sedang berada di kantin untuk mengawasi Ratna. Kalau-kalau ada hal yang negatif yang mungkin membuat gadis itu risih dan berbuat seenaknya. Fera terkesan seperti pengasuh bayi yang harus selalu memperhatikan gerak-gerik Ratna. Mau bagaimana lagi, dia sudah terlanjur terikat kontrak dengan orang tua Ratna.
saat ini adalah jam makan siang. Ratna mengajak Shinta untuk makan siang bersama di kantin. Ratna sendiri adalah orang yang sangat gampang percaya pada orang lain. Sehingga ia bisa dengan nyaman mengobrol dengan Shinta.
Shinta sendiri mengikuti alur pembicaraan Ratna. Sampai ia lupa bila keluarga Lesmana pernah terlibat tindak pembunuhan salah satu siswa di sekolah.
“kau tau, aku ketemu sama panitia ulang tahun sekolah kemarin, dia itu ganteng banget” Ratna menyeruput minumannya sambil tersenyum karena memikirkan wajah Hardian.
“oya ? , dari mana kamu tau kalau dia panitia ulang tahun sekolah ?” tanya Shinta polos.
“karena dia kemarin minta tolong sama aku buat gantiin dia. Cuman.. sayang aku gak bisa bantu banyak” Ratna menampakan wajah kecewa. “tapi.. kamu bakal lihat aku tampil di panggung sebagai MC. Aku yakin orang-orang pasti terpikat dengan pesona ku” ucap Ratna percaya diri.
“tapi di novel-novel yang aku baca, orang yang terlalu percaya diri bakalan cepat depresi bila rencananya tidak seperti yang ia bayangkan” sahut Shinta.
“apa katamu ?. seharusnya kamu dukung aku dong, gimana sih ? seneng dong karena aku bisa tampil. Setidaknya kelas kita udah mau menyumbangkan satu orang berbakat seperti aku tampil di depan warga sekolah” ucap Ratna protes.
“aku senang kok,” Shinta mencoba untuk tersenyum. “apa ulang tahun sekolah itu bakalan meriah ?”
“menurutku pasti meriah. Tiap tahun pasti begitu. Karena papa dan mama memberikan sumbangan dana yang besar saat ada event sepert ini” Ratna meletakan gelas kosong bekas jus ke pinggir meja. “emang kau sekolah dimana dulu ?” Tanya Ratna antusias.
“aku...” Shinta menatap piring berisi ayam goreng diatas meja.
“aku tak pernah sekolah” - Shinta
PING !
Pesan masuk ke ponsel Ratna.
Hardian : [ kamu dimana ? ]
Hardian : [ Bayu bilang sekarang ada rapat di ruang pertemuan ]
Ratna : [ otw, kamu ada disana juga ? ]
Hardian : [ iya, tapi sebentar doang ]
Ratna bangkit dari kursinya, yang membuat Shinta menjadi kaget.
“aku pergi dulu ya ? soalnya ada urusan penting” Ratna bergegas pergi di barengi dengan Fera yang ikut mengekor dengan berjalan pelan teramat pelan. Fera sedikit memperhatikan wajah Shinta. Ia teringat akan seseorang tetapi ia lupa. Fera jadi tak peduli, mungkin sesuatu yang tak penting.
PING >>
Hardian : [ pergi yuk ? ]
Shinta : [ katanya tadi ngurus ulang tahun sekolah ]
Hardian : [ udah selesai, ntar pulang sekolah kita jalan. Sama Gintong dan Leon juga]
Hardian : [ tunggu aja di pos satpam ]
Shinta : [ aku kasi tau papa dulu ]
Hari sudah makin sore, Ratna melewatkan 2 mata pelajaran tadi. Karena capek, ia memilih untuk pulang cepat. Hera masih menemani Shinta di kelas.
“nungguin siapa ?” tanya Shinta dengan tangan yang sibuk merogoh tasnya untuk mengambil botol kapsul.
“pacarku. Katanya dia mau nemuin aku pulang sekolah. Tapi udah 15 menit dia belum dateng juga.” Wajah Hera tampak sedih bercampur khawatir.
“aku tungguin ya ?” pinta Shinta.
“beneran ?”tanya Hera yang di jawab dengan angggukan oleh Shinta.
Mereka menunggu cukup lama, ada 30 menit sampai satpam telah menghidupkan lampu di lorong sekolah. Hera tampak putus asa, ia memakai jaketnya dan menarik tas ranselnya.
“pulang yuk sin” ucap Hera dengan nada gemetar seperti ingin menangis. Shinta tak menyahut, gadis itu pun mengikuti langkah Hera. Tetapi ia tiba-tiba berhenti. Karena kepalanya sedikit pusing.
Future eye on... ***
*****Seorang gadis di seret ke kamar mandi secara paksa oleh pria berjas biru yang tampak seperti salah seorang guru di sekolah. Kemudian setelahnya Gadis itu di ikat, ia dipaksa untuk melepaskan pakaiannya.***
Future eye off***
Shinta berkedip setelah Hera menatap wajahnya ke heranan.
Tunggu gadis yang tadi..bukannya Hera ?!-Shinta
Kemampuan melihat masa depannya telah aktif. Hal tersebut membuat Shinta harus cepat mencari cara agar hal itu tak terjadi.
“Shin, kamu kenapa ?” tanya Hera dengan wajah bingung. “dari tadi tatapan mu kosong”
“engg.. gak pa-pa” Shinta menggaruk tengkuknya yang tak gatal
“itu tadi apa ?, masa depan ?” –Shinta
DRRTTT>>>DDRRRTTTT>>>
Hardian Calling...
“halo kak”
“udah pulang ya ?”
“belum masih di kelas sih.. ini baru pulang. Tadi aku nemenin Hera. Soalnya Hera bilang mau nunggu pacarnya”
“hera ? temen sekelas mu ?”
“iya..”
“aku kesana”
“iya.. hati-hati sama tang—“
Panggilan dimatikan secara sepihak, jarang Hardian melakukan hal ini. Apa mungkin karena pulsa telponnya habis. Jarak antara Hera dan Shinta agak berjauhan, karena tadi Hera tak ingin mengganggu privasi Shinta.
“SHINTAA !!” Hera berlari ke belakang, ia memeluk Shinta dari punggung ke depan. Wajahnya begitu ketakutan, ia bahkan menangis di punggung Shinta, tangganya begitu gemetaran. Tak biasa ia melihat pemandangan ini.
“wah.. sekarang kamu ngajak temen ya ?” pria berjas biru tampil di hadapan dua gadis tersebut.
Pria yang sempat membuat Shinta bengong semenit yang lalu .
“kamu nungguin anak saya ya ?” ucap pria itu sambil mendekat dengan tangan di masukan ke dalam kantong.
Pria itu yang memaksa salah seorang gadis masuk ke kamar mandi.
“sayangnya saya sudah menyuruhnya untuk pulang. Dia tak berhak berpacaran dengan gadis mantan PSK seperi kamu”
Pria yang membuat seorang wanita menangis karena di paksa melakukan hal yang tak sepantasnnya dilakukan seusianya.
apa itu yang disebut.... masa depan ? aku bisa melihat masa depan ? –Shinta
apa aku bisa merubah masa depan ?-Shinta
“tuan lee, aku mohon.. jangan” pinta Hera dengan suara gemetaran. Shinta memegang tangan Hera kuat-kuat. Bukan karena takut, tetapi karena air mata Shinta membasahi bagian vital dimana sisik Shinta tumbuh kapan saja.
“ikut aku !!” bentak pria tersebut.
“tidak...aku mohon jangan” Hera bersimpuh di belakang Shinta.
Shinta yang tak mengerti situasi ini, tak punya pilihan lain. Ia harus mencoba menggunakan kekuatannya yang tak sengaja di aktifkan oleh Hera tadi. Shinta sekalian mencoba tutur kata ayahnya. Bila ia berubah, kemampuannya akan melebihi manusia normal.
Shinta mencengkram lengan Hera, kemudian menarik gadis itu secara paksa ke punggungnya, kemudian ia menggendongnnya sambil berlari ke arah lain. Dengan harapan ia bisa menemukan cara untuk melarikan diri dari guru tersebut.
“SHINTA AKU TAKUT” ucap Hera di sebelah telinga Shinta.
“tenang saja, kita akan baik-baik saja!” ucap Shinta.
Shinta melirik ke belakang, guru tersebut ikut mengejarnya, sebentar lagi mereka akan sampai di ujung lorong, biasanya pintu tangga di sebelah sana sudah di kunci oleh petugas kebersihan setiap pulang sekolah.
Shinta dan Hera pun sampai di pintu tangga.
“di kunci” lirih Shinta. Ia tak punya pilihan lain, selain mendobrak pintu tersebut dengan kakinya. Dan...
Berhasil
Kekuatan gila macam apa ini ?! –Shinta
Shinta pun mencoba menuruni anak tangga dengan keadaan masih menggendong Hera di belakang.
Itu adalah kesalahan Shinta yang pertama, karena hal itu mustahil di lakukan. Alhasil kedua gadis itu terjatuh, tetapi Shinta dengan cepat berbalik dan memegangi kepala Hera.
“shinta... shintaa !!” Hera bangkit dan memegangi pipi Shinta yang sudah di tumbuhi sisik samar-samar.
Sementara itu guru yang mengejar mereka sudah berada di ujung pintu tangga, pria itu perlahan menuruni tangga sambil membawa balok kayu yang didapatnya entah dari mana.
“kemari kalian, jangan coba-coba lari dari ku”
“la..ri” bisik Shinta karena masih pusing, gadis itu mencoba berdiri.
“tidak...”
“kau- tak mampu.. melawannya” bisik Shinta lagi. “aku masih kuat” Shinta merasakan bila kepala belakangnya masih berdenyut cukup keras. Hera yang melihat perjuangan Shinta tak punya pilihan lain, ia memilih berlari berharap ada bala bantuan di dekat sana.
“oh.. gadis manis. Kau punya tato yang bagus, mau main sama om ?” pria itu memainkan balok kayunya. Guru tersebut sudah melihat sisik Shinta yang sengaja ia sembunyikan. Tamatlah riwayatnya bila guru tersebut menyebarkannya.
“tidak..” ucap Shinta berani, ia mengambil posisi seperti di film-film laga yang ia tonton bersama ayahnya. “TIDAK AKAN PERNAH !” Shinta menendang dengan menargetkan kepala guru tersebut, tetapi tendangannya berhasil di tahan, sehingga kesimbangan Shinta jadi tidak bagus.
Kemudian, Guru tersebut memanfaatkan situasi tersebut dengan mendorong Shinta kedinding. Tangan dari Guru tersebut meraba-raba salah satu kakinya yang diangkat.
“kau wangi sekali sayang. ini akan jadi pengalaman pertamamu” goda guru tersebut.
“jangan banyakan mimpi lu, mesum !” ucap seseorang di belakang guru tersebut, pria tersebut memukul dekat tengkuk guru tersebut, sehingga membuatnya pingsan.
Tubuh seorang Hardian pun terlihat setelah guru tersebut tumbang ke tanah.
“gila, yang kayak gini masih aja di pekerjakan. Tau gitu Gintong laporin ke kepala sekolah. Biar tau rasa” ucap Hardian kesal. Mata cokelat Hardian menatap datar pria berjas biru itu, lalu pandangan Hardian terfokus pada Shinta.
“kau...siapa ?” Hardian mendekat, dengan berani ia memegang dagu Shinta kemudian memaksa gadis itu menengok ke samping agar Hardian dapat dengan mudah mengecek sisik samar-samar di leher dan pipinya.
Shinta dengan cepat menempis tangan Hardian. gadis itu kemudian berlari menuruni tangga dan hilang dalam kegelapan areal sekolah di lantai bawah
“Shinta ?”Hardian memegang dahinya. Mencoba mengingat kembali wajah gadis tersebut. Akhirnya ia menggelengkan kepalanya, membuang semua keanehan tersebut. Satu-satunya hal yang harus ia lakukan sekarang adalah mengurusi guru mesum tersebut.