Loading...
Logo TinLit
Read Story - Misteri pada Mantan yang Tersakiti
MENU
About Us  

Misteri pada Mantan yang Tersakiti

Aku yakin, bersih-bersih wajah adalah hal pertama yang dilakukan sembilan puluh delapan persen gadis di dunia. Tapi aku termasuk ke dua persen lainnya. Daripada mengurus wajahku sendiri, aku lebih tertarik untuk mengurus ke sembilan bebekku di halaman belakang.


Aneh? Tidak juga. Karena inilah aku. Tania Paramitha, gadis desa yang kata orang 'terobsesi' pada bebek. Walaupun sebenarnya, dari pada terobsesi, lebih tepat dikatakan 'menggemari'.


***


Ini pagi yang tidak biasa di desa. Sinar matahari yang lazimnya sejuk dan perlahan menghangat terasa benar-benar terik. Alih-alih mengokohkan tulang dengan ultraviolet yang mengandung provitamin-D, sinarnya justru terasa memanggang seluruh tubuh.


Aku beranjak dari tempat tidur dengan mata yang masih setengah tertutup. Jiwaku sepertinya belum kembali ke raga sepenuhnya. Dengan langkah gontai, aku menekan kenop pintu kamar. Menghubungkanku langsung dengan teras halaman belakang tempatku biasa memperhatikan bebek-bebek tercinta.


"Hoooooam. Ayu Syafitri, buka kandang bebeknya. Biarkan mereka berlarian di halaman." Aku berteriak pada Ayu--adikku satu-satunya yang masih duduk di bangku sekolah menengah.

Dia biasanya bangun lebih cepat dariku, tapi selalu lupa membuka kandang bebek. Karena itulah aku selalu berteriak memintanya membuka kandang sementara aku pergi ke dapur untuk mengambil jamu bebek. Resep turun-temurun keluargaku untuk menjaga kesehatan bebek.


Bebek-bebekku itu istimewa. Mereka tidak pernah keluar halaman meski pintu pagar halaman terbuka lebar. Karena itulah aku semakin dan semakin menyayangi mereka. Banyak yang datang dan berniat membeli bebek-bebek itu, karena badan yang bontot dan kebersihan mereka yang terjaga. Tapi aku sudah berpesan pada ibu dan ayah agar tidak menjual mereka. Ketimbang hewan piaraan atau ternak, mereka lebih seperti adik-adikku yang manis. Lebih manis dari Ayu yang sering sekali mengomel.

"Dimana ya aku menaruhnya? Apa sudah habis dan dibuang ibu?" Aku berbicara pada diriku sendiri sambil terus mengobrak-abrik isi lemari kayu di sudut dapur.

"Mbak Mitha!" Teriakan Ayu mengusik dan menggema di telingaku. Aku tahu seberapa berisiknya dia, tapi dia seharusnya juga tahu kalau aku paling tidak suka hal-hal yang berisik.

"Berhenti berteriak, Ayu. Sekarang masih pagi. Teriakanmu menjauhkan rezeki yang akan datang!"

"Mbak Mitha, bebeknya cuma ada delapan!"

Kau tahu bagaimana rasanya saat kau kaget karena memergoki kekasih yang sudah menikmati asam-garam bersamamu selama delapan tahun ternyata berselingkuh? Pagi ini, setelah mendengar bahwa bebekku hilang satu, untuk pertama kali dalam hidupku aku merasakan kekagetan semacam itu. Meski nyatanya aku sedang tidak punya pacar.

"Aku akan memberi pelajaran pada siapapun yang mencuri bebekku!"
Di desa ini, aku kenal betul dengan tiap kepalanya. Semua orang baik dan saling menghargai satu sama lain. Tidak ada yang berkemungkinan mencuri bebekku. Tidak ada. Atau mungkin, kecuali 'dia'.
Mantan yang tersakiti.

Aku berjalan cepat dari teras belakang ke halaman depan. Siapa yang peduli dengan rambut yang masih acak-acakan atau wajah yang masih semrawutan. Aku harus segera menemukan bebekku.

"Ayu, masukan bebek-bebek lainnya kembali ke kandang!"

"Iya mbak."

Di jam seperti ini, ayah dan ibu sedang di sawah. Ibu baru kembali saat mendekati tengah hari dan ayah baru akan menginjakan kaki di rumah saat matahari sudah nyaris tenggelam. Karena itulah semuanya aku dan Ayu yang mengurus. Biasanya semuanya akan aman-aman saja, aku tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini.

"Iqbal, aku akan benar-benar memberi dia pelajaran kalau ternyata bebek ke sembilan ada padanya."

Setelah bermenit-menit menggerutu dan berbicara pada diri sendiri, akhirnya aku sampai di depan sebuah rumah paling besar dan mewah di desa kami. Rumah berpagar beton dan bercat biru yang adalah rumah Iqbal. Di halaman depan, Iqbal dan Ayahnya sedang mengeluarkan barang-barang mereka dari bagasi mobil. Ah, sepertinya mereka baru pulang sehabis liburan.

Eh, tunggu. Liburan?

"Itu berarti Iqbal tidak mencuri bebekku, kan?" aku bertanya pada diriku sendiri. Tidak mungkin 'kan Iqbal mencuri bebekku kalau dia saja baru sampai?
Oke, itu berarti tersangka pertama yaitu Iqbal dicoret dari daftar tersangka. Selanjutnya, tersangka (mantan) nomor dua. Naufal.

Aku baru ingat. Dulu saat aku dan Naufal masih berpacaran, dia sering sekali memintaku agar mau menjual bebek. Tentu saja aku menolaknya. Saat itu dia hanya mengatakan 'sayang sekali' tanpa membantah lebih lanjut. Siapa tahu ternyata dia terobsesi pada bebek-bebek tersayangku dan mencurinya sanking frustasi.

"Dia! Pasti dia!"

Aku berjalan dengan langkah ganas. Tangan terkecak di pinggang, mata berapi-api, dan mulut terus berkomat-kamit menyumpah serapah pada tersangka kedua. Persis seperti ibu kontrakan yang menagih uang kontrakan yang sudah ditunggak tiga bulan.
Jarak rumah Iqbal dan Naufal memang tidak terlalu jauh. Tapi untuk ke rumah Naufal, aku harus melewati tanjakan yang cukup terjal dan berbatu. Cukup melelahkan. Apalagi untuk seorang gadis yang belum mandi apalagi sarapan--sepertiku. Tapi apa saja akan kulakukan agar bisa mendapatkan bebek tercintaku kembali.

"Mitha!"

Suara bariton yang menyerukan namaku sampai di telinga. Aku berbalik mencari si empunya suara. Seorang pemuda berlari ke arahku. Cangkul di tangan kanan dan karung kosong di tangan kiri. Ah, dia Rinaldi. Dia adalah anak kepala desa yang entah kenapa senang sekali menghabiskan waktu membajak sawah dibanding mengerjakan skripsinya. Di desa ini, banyak sekali gadis yang mengincarnya tapi selalu diabaikan. Kenapa? Karena jelas sekali kalau dia hanya mau jatuh-bangun demi aku.

"Rinaldi, kau membajak sawah siapa lagi? Kau kan kembali ke desa untuk mengerjakan skripsi. Kenapa membajak sawah orang dengan sukarela setiap hari? Kau bodoh?"

"Ini untuk bahan skripsiku. Aku sudah direvisi puluhan kali, jadi harus benar-benar turun ke lapangan sepertinya. Kamu ada urusan apa, Mitha? Belum mandi kan?"

"Apa aku punya waktu untuk mandi sekarang? Bebekku hilang!"

Nyaris satu menit penuh hanya diisi keheningan di antara aku dan Rinaldi. Dia tidak bisa berkata-kata setelah apa yang aku katakan. Dia hanya melongo menatapku seperti orang linglung.

"A...Anu, itu... Kamu yakin, Mitha? Orang di desa ini baik-baik kan. Sudah seperti keluarga sendiri."

"Aku tahu. Tapi itu faktanya. Satu dari sembilan bebekku hilang, Rinaldi. Kamu lebih percaya siapa. Aku atau warga desa?"

"Hah? Itu.... Pertanyaan semacam itu, bagaimana aku menjawabnya?"

"Pilih cepat. Aku atau warga desa?"
Mungkin sanking depresinya karena belum menemukan jejak apapun tentang bebek kesembilan, aku sampai keluar dari karakterku yang biasanya. Atau mungkin juga karena aku sedang bicara dengan Rinaldi? Bicara dengannya selalu membuatku naik pitam.

"Rinal, sekarang aku akan ke rumah Naufal dan memastikan apakah bebekku ada di sana atau tidak. Kamu jangan mengekor, oke?"

"Jangan mengekor? Kena....,"

"Begini saja. Kamu cari bebekku juga. Kalau kamu menemukannya, aku akan menerima lamaranmu saat kamu melamarku. Kapanpun kamu melamarku, entah itu besok atau hari ini sekalipun, aku akan menerimanya. Jika dan hanya jika kamu menemukan bebekku."

Rinaldi terdiam. Entah apa yang merasukiku sampai aku berani mengatakan pernyataan bunuh diri seperti itu. Tapi keadaannya memang sudah membuatku depresi hingga rela melakukan apa saja untuk menemukan bebekku.

Dari sudut mataku, Rinal terlihat menggerakan bibirnya. Sepertinya dia ingin menjawab. Tapi tepat sebelum jawabannya sempat disuarakan, teriakan melengking Ayu yang sangat kukenalmenyambangi gendang telingaku.

"Mbak Mitha! Ternyata Ayu salah hitung, mbak! Tidak ada bebek yang hilang!"

How do you feel about this chapter?

0 6 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • syifaaini48

    Cerita yg membuat pembaca terjebak.. good job ;-) wkwk

  • Pat

    Hahahahaha... fresh story !!

Similar Tags
Bersua di Ayat 30 An-Nur
935      461     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Kuburan Au
803      534     3     
Short Story
Au, perempuan perpaduan unik dan aneh menurut Panji. Panji suka.
Archery Lovers
4784      2019     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Imajinasi si Anak Tengah
2092      1198     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Mengejarmu lewat mimpi
2166      868     2     
Fantasy
Saat aku jatuh cinta padamu di mimpiku. Ya,hanya di mimpiku.
Triangle of feeling
493      351     0     
Short Story
Triangle of feeling sebuah cerpen yang berisi tentangperjuangan Rheac untuk mrwujudkan mimpinya.
Cinta untuk Yasmine
2323      1004     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
I N E O
6544      1383     5     
Fantasy
❝Jadi, yang nyuri first kiss gue itu... merman?❞
Salju di Kampung Bulan
2117      969     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
1619      962     2     
Romance
Kim Na Byul. Perempuan yang berpegang teguh pada kata-kata "Tidak akan pacaran ataupun menikah". Dirinya sudah terlanjur memantapkan hati kalau "cinta" itu hanya sebuah omong kosong belaka. Sudah cukup baginya melihat orang disekitarnya disakiti oleh urusan percintaan. Contohnya ayahnya sendiri yang sering main perempuan, membuat ibunya dan ayahnya berpisah saking depresinya. Belum lagi teman ...