Read More >>"> My Noona (Bab 1 - Noona!) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Noona
MENU
About Us  

Dia menyentuhnya! Dia menyentuh Noona-ku!

Gio berteriak dalam hati melihat pria bernama Brandon itu menyudutkan Freya di sofa. Freya—noona-nya, pujaannya, impian terindahnya, kini ada di tangan Brandon. Tangan kotor pria itu memeluk erat pinggang dan bibir menjijikkannya menciumi leher Freya. Mata berbentuk almond Freya perlahan menutup. Dagunya terangkat dan lehernya memanjang, bereaksi terhadap ciuman Brandon.

Kedua tangan Gio mengepal keras di sisi pahanya. Ingin sekali dia meninju wajah Brandon atau lebih dari itu. Mematahkan tangannya mungkin? Agar pria itu tak bisa lagi menyentuh Freya.

Tiba-tiba ada sesuatu yang membuat kepalan tangannya mengendur. Sebuah kesadaran yang sangat bijak menahan Gio untuk melakukan hal-hal bodoh yang hanya membuat Freya membencinya. Gio tidak mau dibenci Freya. Dibenci Freya adalah neraka duniawi untuk Gio.

Kenyataannya: Brandon memang pacar Freya. Sudah 7 tahun mereka pacaran dan Freya tak pernah menyembunyikan hubungan mereka. Dari pertama Gio bertemu dengan Freya enam bulan yang lalu, Freya sudah mengenalkan Brandon sebagai pacarnya pada Gio. Dan yang paling konyol adalah—

Gio bukan siapa-siapa Freya.

Mereka hanya tetangga apartemen dan Freya menganggap Gio tak lebih dari seorang adik laki-laki yang harus ia jaga. Sebatas itu. Freya sudah menggarisinya dengan sangat jelas. Kalau sekarang Gio tiba-tiba maju membeberkan semua kecemburuannya, itu akan menjadi sebuah kekalahan mutlak bagi Gio. Bisa-bisa Freya tidak hanya menjauhinya, tapi juga meninggalkannya.

Gio tidak mau Freya pergi. Gio butuh Freya untuk bernapas.

Maka, Gio pun memaksa tangannya bergerak terjulur meraih gagang pintu, menutup pintu itu dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi sedikit pun. Awalnya, Gio ingin kembali ke kamarnya dan meninju kasurnya keras-keras untuk meluapkan kekesalannya. Tapi adegan tadi masih cukup mengganggu mentalnya.

Ting tong!

Telunjuk Gio membunyikan bel di pintu kamar Freya. Ini seharusnya cukup untuk menghentikan mereka dari berbuat semakin jauh.

“Gio? Kenapa?” Kepala Freya menyembul saat pintu terbuka. Kemejanya sudah terkancing sampai atas. Gio bisa bernapas lega sekarang.

Noona, punya tumbler nggak?” Otaknya cukup cepat mengarang alasan untuk keberadaannya di depan pintu kamar itu. Sehingga, tidak ada celah bagi Freya untuk mencurigainya.

Tumbler air? Ada, ada. Kamu nggak punya memangnya?” Freya membuka pintu kamar lebih lebar, membiarkan Gio masuk.

“Nggak punya. Tumbler-ku hilang entah di mana.” Bohong, tentu saja. Ada tiga tumbler Starbucks tersembunyi di laci dapurnya. Satu tumbler dibawakan Rega dari Italia, satu diberi William dari Sapporo, dan satu lagi Gio beli sendiri saat ia liburan ke Rusia tiga tahun yang lalu.

 “Tumber Rusia itu hilang? Sayang banget!” Freya menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar mandi, hanya untuk melotot ke arah Gio. Freya pakai soft lens abu-abu hari ini. Cantik sekali, membuat Gio ingin memandanginya seharian. “Nanti aku jastipin deh dari Roya. Dia mau ke Rusia,” ia lanjut berjalan menuju ruang dapur yang menyatu dengan ruang tengah.

“Nggak usah. Ngapain,” Gio menolak. Laci dapurnya sudah penuh.

“Sayang, ada Gio nih,” Freya melapor pada pacarnya.

“Oh, Gio?” Brandon bangkit dari tempatnya menyudutkan Freya tadi dan langsung mengulurkan tangan. “Gimana kabarnya?”

Gio tertegun sejenak, membiarkan tangan Brandon menjulur tak terbalas. Melihat sosok Brandon, nyali Gio jadi ciut mendadak. Sampai kapan pun dia tidak akan bisa mengalahkan pria ini. Brandon tampan, pengacara muda terkenal, kaya raya, dan ramah terhadap siapapun. Terkadang Gio bersyukur, paling tidak Freya ada di sisi pria sesempurna ini. Freya pantas mendapatkan yang terbaik.

“Baik, Kak,” Gio memaksa senyumnya dan akhirnya balas menjabat tangan Brandon. Gio masih bisa mencium samar-sama wangi parfum Freya yang ditularkan dari tangan Brandon ke tangannya. “Libur?” tanya Gio. Ia terpaksa mendaratkan pantatnya di sofa seberang Brandon walaupun sebenarnya dia muak berbasa-basi dengan pria itu.

“Nggak juga. Tadi kebetulan habis meeting dekat sini,” sahut Brandon sambil mengancingkan jasnya. “Aku tinggal dulu ya, Gio. Maaf nggak bisa ngobrol lama-lama.”

“Oh? Sudah harus pergi?” Gio sebisa mungkin menyembunyikan nada riang di balik pertanyaannya.

“Iya. Aku ada meeting lagi.”

Gio menyaksikan Brandon berjalan menuju dapur menghampiri Freya. Ada yang menghimpit ulu hatinya saat pria itu mengecup bibir Freya.

“Yah…kamu nggak mau makan dulu?” Freya menurunkan sudut luar mata dan bibirnya. Ekspresi kekecewaan paling imut yang pernah Gio lihat. Sayangnya, itu bukan untuknya.

“Nggak sempet, sayang. Lain kali ya.”

Freya mengantar Brandon sampai pintu tertutup. Gadis itu berdiri menatap pintu dalam diam selama sejenak, sebelum ia berjalan kembali ke arah dapur. “Nah, kamu mau bawa yang mana? Pink, biru, ungu, oranye?”

Gio berjalan ke meja makan, menarik kursi, lalu duduk di sana menghadap Freya. Meja makan itu diset dengan gaya meja bar, membatasi area dapur dan ruang tamu.  Mata Gio mengamati wadah air warna-warni yang dijejerkan Freya satu per satu di atas meja. Semua tumbler itu dari merk yang sama. “Agen Tupperware, Bu?” ledek Gio sambil memasang sebuah senyum asimetris.

“Heh! Udah syukur aku mau minjemin!”

Gio tak bisa menahan senyum ketika Freya mementung kepalanya dengan lembut menggunakan tumbler Tupperware warna oranye. “Yang mana aja deh.”

“Kalau gitu yang hitam ya? Kayaknya kamu lebih cocok bawa yang warna hitam.” Freya berbalik lagi menuju laci dan mengambil sebuah tumbler berwarna hitam. Tumbler yang ia ambil bentuknya berbeda, bukan dari merek yang sama dengan empat tumbler tadi.

Tawa Gio lepas mendengar Freya menyebutkan warna selain yang ia tawarkan tadi. “Trus kenapa kamu nawarin Tumbler yang warna-warni?”

Freya menggerak-gerakkan bibirnya ke kiri dan ke kanan, baru ia mengaku, “Aku baru baca artikel kalau barang-barang Tupperware itu sekarang bisa digadaikan. Jadi ini buat jaga-jaga kalau misalnya aku jatuh miskin mendadak.”

Gio masih punya sisa-sisa tawa untuk mengiringi tatapannya pada kedua mata almond Freya. Ia ingin sekali mengecup kedua kelopak matanya, turun menyusuri hidung, sebelum bibir mereka akhirnya bertemu. Tapi sepertinya itu tidak mungkin terjadi.

“Kamu mau ke mana sih bawa tumbler?” tanya Freya, sibuk memasukkan kembali tumbler warna-warninya ke dalam laci.

“Raja Ampat. Nggak boleh bawa air mineral botol pas island hopping kan? ” jawabnya pendek. Kali ini dia tidak bohong. Besok dia memang harus berangkat ke Raja Ampat untuk liburan bersama teman-teman basketnya selama empat hari. Oh, bagaimana dia harus berpisah dengan Freya selama empat hari?

“Aaahhh! Iri! Mau ke Raja Ampat lagi!” Freya menelungkup di atas meja, wajahnya merajuk.

“Mau ikut?” Tercetus ide gila di kepala Gio. Kalau Freya ikut, dia tidak perlu tersiksa merindu Freya. Dia bisa membayar Rega dua kali lipat agar Rega menyerahkan slotnya pada Freya. Gio yakin Rega tidak keberatan. Temannya itu sangat menyukai uang dan segala yang menguntungkan secara finansial.

“Nggak bisa. Aku ada latihan.”

Ah, cheerleader? Gio masih bisa berlapang dada kali ini. Tidak ada satu laki-laki pun yang bisa menang melawan kesukaan Freya terhadap cheerleading. Bahkan Brandon sekalipun.

“Kamu nginep di mana?” Freya menggulung rambutnya ke atas dan menjepitnya—memamerkan leher panjangnya. Beberapa helai rambut depannya tergelincir dan Freya membiarkannya terjuntai begitu saja.

“Raja Ampat Dive Resort.”

“Ah, sama dong dengan tempatku dulu!” nada bicara gadis itu tambah bersemangat. “Jangan lupa bawa anti nyamuk ya. Ada sih disediain di sana, tapi takut habis.”

Mulai. Freya mulai cerewet. Dan Gio sangat menyukainya.

“Iya,” Gio mengangguk walaupun dia sudah tahu soal hal itu. Satu botol anti nyamuk sudah terselip di antara baju-bajunya di dalam koper.

“Trus kalau mau cari sinyal yang bagus, kamu harus jalan ke jetty dulu. Baru ada sinyal di sana.”

“Oh ya?” Gio lagi-lagi pura-pura baru tahu. Dia ingin Freya tetap bicara dengan antusias seperti ini.

“Iya. Selain di sana, sinyalnya biasanya suka hilang timbul. Aku sampai malem biasanya duduk di jetty biar bisa internetan. Trus, kamu diving nggak?”

“Nggak. Cuma snorkeling. Memangnya kenapa?”

Bohong. Gio punya lisensi menyelam.

“Yah, sayang banget. Kalau kamu bisa diving, nanti ke manta point. Bagus banget! Oh ya, jangan lupa bawa dry bag ya. Punya?”

Gio menggeleng, tetap menahan wajahnya yang terlihat tak tahu apa-apa.

“Bentar ya, aku ambil punyaku dulu.” Freya berlari kecil masuk ke kamarnya. Gio hanya menopang dagunya, menatap pintu kamar Freya, menunggu dengan sabar Freya kembali dari sana. Dia bohong lagi, tentu saja. Gio sudah mengepak dua dry bag. Satu yang kecil untuk kameranya dan satu lagi yang lebih besar untuk barang-barangnya yang lain.

“Ini. Tapi warna pink,” Freya keluar dengan sebuah dry bag berwarna pink.

Gio mendengus dan meledek, “Ah. Ya sudahlah.”

Ya sudahlah?! Kamu bakal berterima kasih nanti kalau nggak sengaja nyemplung ke air dan ternyata dry bag ini jadi penyelamat barang-barangmu. Nih, sini. Aku tunjukin cara nutupnya.”

Tentu saja Gio sudah tahu. Tapi dia dengan senang hati menonton Freya mendemonstasikan caranya menggulung ujung atas dry bag itu dan menguncinya.

  Di depan Freya, Gio harus terlihat sepolos mungkin. Dia ingin Freya berpikir kalau dia tidak sanggup melakukan semuanya sendiri. Dengan begitu Freya akan terus menganggapnya sebagai adik laki-lakinya. Gio senang kalau Freya mencemaskannya. Tidak pernah ada seseorang yang memperhatikan Gio seperti apa yang Freya lakukan.

“Berapa lama kamu akan pergi?” tanya Freya saat mengantarkan Gio ke pintu.

“Empat hari.”

“Wah, lama juga ya.”

Gio langsung menoleh menatap Freya begitu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut tipisnya. Sekilas ia menangkap raut wajah Freya berubah murung. Apa dia tidak salah lihat? Apa Freya akan merindukannya?

Entah muncul dari mana keberanian itu, Gio meraih kedua sisi wajah Freya dan menariknya hingga sangat dekat. Cium, Gio! Cium dia! Gio bisa mendengar suara di kepalanya menggila—menyemangatinya untuk mencium gadis pujaannya itu. Wajah Freya yang secantik malaikat sudah ada sedekat itu di depat matanya. Tinggal Gio mengedik sedikit, bibir mereka pasti akan bertemu.

Sayang, Gio tidak bisa.

Sebagai gantinya, Gio bergerak menuju telinga kanan Freya. “Jangan kangen ya,” bisiknya.

“Bocah sialan! Siapa juga yang bakal kangen!”

Terdengar teriakan dari belakang punggungnya saat Gio menutup pintu. Dan Gio pun tak bisa berhenti tersenyum.

 

* * *

How do you feel about this chapter?

1 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    Kisah Noona-noona fresh banget ceritanya, biasanya kan orang nulisnya oppa2. hehe :)

    Comment on chapter Bab 1 - Noona!
Similar Tags
PELANGI SETELAH HUJAN
426      299     2     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
KNITTED
1237      540     1     
Romance
Dara memimpikan Kintan, teman sekelasnya yang sedang koma di rumah sakit, saat Dara berpikir bahwa itu hanya bunga tidur, pada pagi hari Dara melihat Kintan dikelasnya, meminta pertolongannya.
Rindu
361      260     2     
Romance
Ketika rindu mengetuk hatimu, tapi yang dirindukan membuat bingung dirimu.
Premium
Titik Kembali
3825      1286     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
Our Son
474      248     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Moment
273      236     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Selfless Love
3950      1144     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Senja Kedua
3001      1153     2     
Romance
Seperti senja, kau hanya mampu dinikmati dari jauh. Disimpan di dalam roll kamera dan diabadikan di dalam bingkai merah tua. Namun, saat aku memiliki kesempatan kedua untuk memiliki senja itu, apakah aku akan tetap hanya menimatinya dari jauh atau harus kurengkuh?
Breakeven
16931      2072     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
Luka di Atas Luka
399      262     0     
Short Story
DO NOT COPY MY STORY THANKS.