Ingin pindah ke sini katanya? Bocah itu pasti gila.
Freya tak beranjak dari tempat tidur, walaupun ini sudah jam dua belas siang. Dia belum mandi, juga belum sarapan. Kepalanya masih dirundung ucapan Gio semalam soal pindah ke apartemen ini. Freya tahu Gio hanya keceplosan, tapi tetap saja itu menakutkan.
Apa Gio tahu kalau apartemen ini milik Brandon? Freya mendengus. Tentu saja tidak. Bagaimana Freya harus menceritakan hal yang sangat memalukan itu pada Gio? Bahwa Brandon mengurungnya dalam satu bilik rumah boneka agar sewaktu-waktu Brandon bisa mengunjunginya dengan bebas.
Di bawah atap apartemen ini, Brandon berkuasa.
Kalau Brandon bilang tidak boleh taruh sesuatu di ruang tamu, artinya tidak. Kalau Brandon bilang buka baju, ya artinya buka. Kalau Brandon bilang Freya tidak boleh menangis, ya artinya tidak boleh. Ucapan Brandon adalah sebuah hukum kekekalan di sini. Dan Freya tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi kalau Brandon tahu Gio tinggal di tempatnya. Terlalu mengerikan.
"Sayang, aku boleh sewain kamar sebelah nggak?" Freya pernah merengek pada Brandon beberapa bulan yang lalu. Saat itu ia ingin mengajak Roya pindah, harapannya agar Gio jadi lebih sungkan kalau mau mampir.
"Cewek kan?" Brandon memastikan.
"Iyalah. Masa cowok. Sepi tau."
Brandon sendiri tidak bisa menemani Freya tinggal di apartemen. Dia tidak akan mau meninggalkan istananya. Sebenarnya Brandon sempat meminta Freya tinggal bersamanya, tapi Freya mengelak. Jarak antara apartemen Brandon dengan kampus adalah alasan yang ia utarakan. Alasan yang sebenarnya, ia tidak sanggup tinggal penuh rasa takut bersama binatang buas itu.
"Boleh. Asal, tiap kali aku mampir, dia harus diam di dalam kamar atau pergi."
Lampu hijau dari Brandon. Freya senang bukan main. Tapi sayang Roya menolak. Dia harus merawat orang tuanya. Dan sekarang ada Kina. Freya tidak mau melewatkan kesempatan ini.
"[Kina siapa sih?]" tanya Brandon ketika kemarin malam Freya meneleponnya untuk meminta ijin.
"Anak SMA. Baru pindah ke Jakarta. Orang tuanya di luar negeri. Kayaknya sih pacarnya Gio." Freya memberikan alasan apapun yang bisa ia pikirkan agar Brandon mengijinkan Kina tinggal satu atap dengan Freya. Entah kenapa Freya bisa merasa Kina seperti seorang penyelamat yang akan membebaskannya dari Gio. Ya, terkadang Freya mempercayai firasatnya begitu saja.
"[Ah, oke. Tell her my rules, okay?]"
Dan ijin pun keluar. Freya lega.
* * *
Kina setuju untuk tinggal di apartemen Freya. Itu bagus. Masalahnya, sisa tiga jam lagi sebelum Kina pindah dan kamar itu masih seperti kapal pecah. Tidak mungkin kan Freya menyuruh Kina tidur di sofa? Bisa-bisa cewek itu membatalkan niatnya tinggal di sana.
"ARRGH! Kenapa barangnya nggak habis-habis sih!" erang Freya sambil melempar satu plastik besar sampah keluar pintu apartemennya. Dia tahu pengelola gedung tidak mengijinkan penghuni meletakkan apapun di koridor, tapi masa bodoh. Sebentar saja kok. Nanti juga Freya menggotongnya ke tempat sampah.
"Noona..."
Suara itu mengagetkan Freya. Tak sengaja, Freya tersandung plastik sampah dan mendarat di dada Gio. Mengejutkan. Dada Gio ternyata lebih bidang dari yang ia rasakan malam itu.
"A...apa?" Freya gugup bukan main terjebak dalam tangkapan Gio. Dari sudut pandang bawah dagu Gio, Freya menyadari betapa tampannya wajah cowok itu. Sudut dagunya yang simetris, lehernya yang jenjang dan kokoh, alis tebalnya, lalu tatapan matanya yang tajam. Apa-apaan ini? Bagaimana bisa ada anak SMA setampan dia? Masa sih tidak ada cewek gila di sekolahnya yang punya akal bulus agar Gio jadi pacar mereka? Pura-pura hamil atau apa gitu kek.
Gio sedikit canggung, mungkin efek dari kejadian kemarin. Ya, Freya kan meninggalkan Gio dan Kina berdua di meja makan. Sebenarnya tidak berniat begitu. Tapi Freya sibuk berkutat dengan ketakutannya sampai-sampai ia baru sadar kalau mereka berdua sudah pergi.
"Lagi apa sih? Heboh banget," Gio mengerutkan kening, sikapnya kembali seperti biasa.
Kalau Gio bisa mengabaikan kejadian kemarin, harusnya Freya juga. "Kina. Pindah ke sini," jawab Freya sambil perlahan menarik diri dari tubuh Gio, mencoba ikut bersikap biasa saja.
Selama beberapa detik, Gio terdiam. Mendengar nama Kina tak pernah membuat ekspresi wajahnya tenang. Ada apa antara mereka berdua?
"Kapan dia mulai pindah?"
Freya mengambil ponsel dari saku belakang celananya. Begitu kunci layar ponsel itu terbuka, matanya langsung melotot. "3 JAM LAGI!" ia berseru histeris kemudian berlari ke dalam tanpa menutup pintu depan.
"Kenapa nggak panggil Go-clean?" tanya Gio yang ternyata mengekor Freya masuk ke dalam apartemen.
"Buat apa? Kan ada kamu," goda Freya. Lumayan ada yang bantu bersih-bersih.
"Memangnya aku mau bantu?"
Freya terdiam. Gio benar. Pede sekali Freya mengira Gio sudah pasti akan membantunya. Apalagi setelah kejadian semalam.
"Mau, Noona. Mau, kok," Gio menyunggingkan sebuah senyum manis untuk menenangkan Freya. Ia kemudian mengangkat satu plastik sampah di samping Freya dan membawanya keluar. "Tapi bayar ya!" Gio berseru dari arah ruang tamu.
"Pakai mie instan!" balas Freya, ikut tersenyum, senang karena keadaan di antara mereka sudah benar-benar mencair. Mungkin sekarang belum saatnya Gio menjauh dari hidup Freya.
"Mie instan, satu-satunya mata uang yang berlaku kalau aku bertransaksi sama kamu, Noona," keluh Gio saat kembali ke dalam kamar.
Freya tidak menyangkal. Dia memang cuma punya mie instan. Sebenarnya dia semiskin itu sih. Tupperware mau ia gadai. Gio ia bayar pakai mie instan. Ke mana larinya semua uang di rekeningnya? Pizza? Ayam goreng cepat saji? Keanggotaan gym yang hampir tidak pernah ia pakai?
"Ini mau dibawa ke mana?" Gio menunjuk ke tumpukan kardus yang semakin meninggi di sudut ruangan.
Benda-benda itu bukan sampah. Freya tidak bisa membuangnya. "Aku sudah sewa mobil boks."
"Ya, tapi mau dibawa ke mana?"
"Pulang."
"Pulang? Ke Lampung?" Gio membelalak.
Pasti Gio sudah mengira ia gila, menyewa mobil boks ke Lampung untuk benda-benda tidak terpakai. Mungkin kakek dan nenek Freya di Lampung lebih stres lagi menerima kiriman mobil boks dari Freya.
Maaf ya, Oma, Opa!
"Ini apa?" Gio memungut sesuatu dari lantai. Selembar foto.
"Hahaha, fotoku jaman baru masuk SMA," Freya tertawa melihat wajahnya sendiri di foto itu. "Jelek ya?" Freya di foto itu punya pipi yang sedikit lebih tembam dan dipenuhi bintik kemerahan. Rambutnya pendek mengembang dan berponi tidak karuan.
"Jelek? Jelek apanya?"
Tawa Freya memudar mendengar respon Gio. Biasanya orang akan tertawa atau mengejek 'ih gendut banget!' ketika melihat wajahnya saat SMA. "Jelek. Liat baik-baik. Aku gendut, jerawatan, dan rambutku kayak Chibi Maruko-chan." Freya mendorong foto itu lebih dekat ke mata Gio, berharap Gio membuka matanya lebar-lebar.
"Cantik," opini Gio tidak berubah.
Freya menggeleng cepat. "Jelek! Bilang jelek!"
Gio tersenyum. "Cantik, Noona. Kamu cantik di foto itu."
"Bilang jelek, Gio!"
Tatapan mata Freya berubah memelas, tapi Gio tidak terpengaruh. Hanya senyumnya yang memudar, diganti raut wajah serius. "Cantik," Gio mengulangi jawaban yang sama.
"Bilang ini jelek!"
"Nggak mau," Gio masih bertahan.
"Ini nggak cantik! Ini jelek!" Freya merengek, matanya mulai berkaca-kaca.
"Kamu cantik, Noona. Sekarang ataupun dulu."
Freya merosot, seperti lelehan lilin. Duduk terisak sambil memeluk lututnya sendiri. Cantik? Dia bilang aku di foto itu cantik?
"Noona..." tangan Gio terulur, mencoba menyentuh tangan Freya. Namun, Freya menepisnya. "Pergi..." ujar Freya dari sela-sela isakannya. "Pergi dari sini. Aku nggak mau liat kamu di sini."
Freya mengusir Gio. Lagi.
* * *
Masa-masa awal di SMA adalah masa-masa paling kelam Freya. Pindah dari daerah ke kota, Freya tak tahu kalau SMA bisa sekejam itu. "Jelek! Jangan deket-deket!" adalah sapaan pertama yang Freya dapatkan dari teman sebangkunya. Suaranya tak sengaja begitu keras, membuat seisi kelas terbahak.
Jelek. Tidak hanya satu kali ia mendengar kata itu. Kata itu juga diucapkan kapten cheerleader sekolahnya saat menolak Freya masuk ke dalam tim. "Aku nggak terima yang jelek-jelek di timku," Freya tak sengaja menguping ucapan cewek itu pada anggota tim lainnya. Hati Freya hancur bukan main. Dia cinta sekali dengan cheerleading dan di sekolah baru itu, karena wajah jeleknya dia ditolak. Wajah. Sesuatu yang tidak bisa ia latih dan ia tak tahu bagaimana harus memperbaikinya.
Jelek. Freya mengasosiasikan kata itu dengan dirinya sendiri. Kalau dia disuruh mendefinisikan cewek jelek, dia akan membuat deskripsi dari dirinya sendiri.
Lalu, Brandon hadir di hidup Freya.
Brandon waktu itu adalah mahasiswa tingkat tiga di Universitas Kanta Quadra, kampus Freya saat ini. Dia memergoki Freya melakukan seluruh tarian tim cheerleader sekolahnya dari belakang bangku penonton. Seluruh rangkaiannya. Freya begitu sering mengintip latihan mereka sampai-sampai hafal di luar kepala.
"Kamu anak Asana kan?" tanyanya. Brandon memakai seragam panitia, lengkap dengan name tag bertuliskan ketua panitia.
Freya mengangguk, tidak mungkin berkelit. Asana Dipatra adalah nama sekolah Freya. Brandon pasti bisa menebak dari jaket yang Freya kenakan. "Kenapa nggak masuk tim? Kamu bisa nari lebih jago dari mereka."
"Karena aku jelek," tak ragu-ragu Freya menjawab. Memang begitu adanya. Dia ditolak masuk tim karena dia jelek.
"Bego. Eh, bukan kamu maksudnya," cepat-cepat Brandon meralat, takut Freya salah sangka. "Alasan mereka bego banget."
"Eh?" Freya masih tak paham juga.
"Kamu cantik dan jago—"
"Kau bilang apa?" Kata itu langsung menangkap telinga Freya.
"Cantik dan—"
"Nggak. Kau pasti salah. Gue jelek."
Brandon mengangkat kedua alisnya. "Kata siapa kamu jelek?"
"Kata semua orang."
Brandon mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Kalau begitu, kamu cuma perlu dengerin apa kataku."
Jadi, kenapa Freya sampai setakut itu?
Selama ini Freya selalu percaya kalau dirinya saat SMA begitu jelek. Hanya Brandon yang pernah bilang dia cantik dan Freya pun jatuh ke dalam genggaman Brandon. Freya percaya kalau Brandon adalah satu-satunya laki-laki yang melihat kecantikan Freya bahkan dalam rupa terburuk sekalipun.
Dan sekarang Gio juga bilang Freya saat SMA cantik. Seperti waktu itu, Freya takut luluh. Freya takut Gio menjebol pertahanan yang selama ini ia bangun susah payah.
* * *
Kisah Noona-noona fresh banget ceritanya, biasanya kan orang nulisnya oppa2. hehe :)
Comment on chapter Bab 1 - Noona!