Noona-ku cantik sekali. Ah, sebenarnya gadis itu apa? Putri dari negeri dongeng mana?
Gio tak bisa berhenti mengagumi Freya dari tembok di samping kulkas. Ia suka sekali menontoni kaki Freya yang jenjang bergerak lincah melintasi dapur. Lagaknya seperti koki profesional, padahal cuma masak mie. Mengasah pisau sampai tajam untuk memotong cabai, menyicip kuah di pangkal telapak tangannya, membelah cangkang telur dengan satu tangan dan berakhir histeris karena setengah cangkang telurnya terjun bebas ke kuah mie. "AAAAKKK!"
Gemas. Bahkan bertingkah bodoh sekalipun cewek itu begitu menggemaskan.
"Stop, stop!" cepat-cepat Gio merentangkan tangan di depan Freya, mencegah gadis itu mengobok-obok kuah mie instan untuk mengambil si cangkang yang terjatuh tadi dengan tangannya sendiri. Walaupun dia terlihat menggemaskan kalau bertingkah bodoh, tapi bodoh itu juga ada batasnya.
"Aku bisa kok! Aku bisa!"
Freya bersikeras. Ia berontak tapi Gio akhirnya berhasil menangkap tangan Freya. Jari-jari gadis itu yang begitu lentik dan kulit tangannya yang begitu lembut, mana rela Gio membiarkannya menyentuh air mendidih. "Hati-hati panas, Noona..." Gio memperingatkan setengah berbisik. Kalau Gio tak ingat mereka sedang dalam proses evakuasi si cangkang telur, Gio sudah menggenggam tangan Freya selama yang ia bisa.
"Ada yang namanya sendok," Gio mengambil sebuah sendok sayur dari sebelah kompor. Perlahan Gio menggeser tubuh Freya menyingkir dari depan kompor. Dengan sendok sayur, dia mencoba menyendok serpihan cangkang yang mengambang di kuah mie. Serpihan paling besar bisa ia angkat, tinggal serpihan kecil-kecil yang sudah tergulung gelembung didih. Satu, dua, tiga... "Ouch!" giliran Gio memekik, terkena cipratan dari gelembung kuah yang mendidih. Entah apa yang ada di pikiran Freya, gadis itu tiba-tiba menarik tangan Gio lalu—
Shit!
Gio mati suri selama beberapa detik ketika Freya tiba-tiba menghisap punggung tangan Gio yang terkena cipratan. Darah Gio mengalir deras, memanasi seluruh tubuh. Sedikit lagi Gio pasti sudah lepas kendali dan memindahkan hisapan gadis itu ke bibirnya. Oh, Gio hampir gila dibuatnya!
"Eh...bukankah...seharusnya diletakkan di bawah air mengalir?"
Terdengar suara seorang gadis dari arah meja makan. Ah iya, Kina. Gio hampir lupa ada cewek itu di sana. Selalu begitu. Tiap kali Gio bersama Freya, rasanya mereka berdua dilindungi dari kontak dengan dunia luar oleh sebuah kubah tak kasatmata. Apa Freya merasakannya juga?
Freya langsung melepas tangan Gio. Dari wajahnya, tidak ada rasa malu sedikit pun, artinya Freya benar-benar tidak tahu apa yang sudah ia lakukan. "Oh ya? Biasanya kuhisap..."
Tuh kan! Noona-ku sepolos itu.
"Noona, ini luka bakar. Bukan kena patuk ular," ledek Gio sembari menjulurkan tangan ke bawah keran dan membuka katupnya sesuai saran Kina.
"Mana aku tahu! Aku kan bukan mantri!" Raut wajah Freya berubah cemberut. Gadis itu langsung membuang wajah, kembali pada mie instan di kompor.
Mantri? Dia bilang mantri? Gio mengulum senyum mendengar istilah retro yang Freya ucapkan barusan. Freya sebenarnya lahir tahun berapa sih?
"Eh? Mana mie-ku?" Kening Gio mengernyit mendapati mangkuknya hanya berisi kuah dan beberapa serpihan cangkang telur.
"Kamu dihukum," desis Freya dengan mata melotot sambil membagi jatah mie Gio ke mangkuknya juga mangkuk Kina.
Hahaha, dia ngambek. Gio menggigit bibir bawah, menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. Salah-salah nanti ngambeknya Freya berkepanjangan. Freya pernah tidak mau bicara selama seminggu hanya karena Gio meledek warna rambut barunya. Gio hampir gila. Harinya selalu kacau tanpa Freya. Waktu itu dia sudah berpikir menyuap teknisi apartemen untuk membobol pintu apartemen Freya. Untung saja Freya luluh dengan akting sakit Gio.
"Khansa, kamu...nggak makan?"
Gio mendadak membeku mendengar nama panggilan itu terucap di bawah atap apartemen Freya. Siapa lagi kalau bukan Kina pelakunya.
"Khansa?" tanya Freya dengan wajah bingung.
"Khansa panggilanku waktu SMP." Ada yang mencekat tenggorokan Gio ketika ia menyebut nama kecilnya sendiri. Gio sebenarnya sudah mengubur nama panggilan itu bersama dengan masa lalunya dan dia tidak suka Kina mengungkitnya kembali.
"Ah," Freya mengangguk. "Kalian teman SMP toh."
Kina mengangguk, tapi Gio tidak.
"Eh, ayo dimakan mie-nya."
Walaupun kedengarannya kaku, tapi Gio hargai usaha Freya memecah kecanggungan mereka. Tidak baik Gio memperpanjang kekesalannya di depan Freya. "Aku harus makan apa?" Gio menunjuk serpihan cangkang yang berenang tenang di atas kuah mie-nya.
"Ini, mieku untuk kamu—"
"Jangan, Kina. Kamu kan tamu," Freya mencegah Kina membagi mie-nya untuk Gio. "Biar aku aja."
Gio kira Freya akan melakukan inisiatif yang sama dengan Kina tadi. Namun alih-alih membagi mie di mangkuknya, Freya bangkit dari kursi. Cewek itu berjalan ke dapur dan kembali dengan sebuah sedotan besi yang kemudian ia letakkan di atas mangkuk Gio. "Biar gampang minum kuahnya."
"Kau..." Gio melirik sedotan itu dan Freya bergantian. Kesal tapi gemas, Gio tak tahu harus bereaksi apa. Cubit, Gio! Cubit pipinya dan cium bibirnya! Otak Gio menyemangati. Tapi untung saja Gio masih cukup waras untuk menahan diri, walaupun khayalan itu sudah mengambil alih pengelihatannya.
"Jadi, Kina, kamu lagi cari apartemen?" tanya Freya, mendadak tertarik dengan keberadaan Kina di sana.
"Iya," Kina mengangguk. Dengan garpu di tangan kanannya, Kina mencuil-cuil mie instan yang sudah semakin lembek.
"Gimana kalau kamu tinggal di sini?"
Kali ini Gio bereaksi. Tangannya tak sengaja menyenggol mangkuk sampai kuah mie di dalamnya sedikit menciprat ke atas meja. Apa-apaan ini! Kenapa Freya tiba-tiba menawarkan Kina tempat tinggal?
"Memangnya kamu punya kamar buat dia?" Tidak ada lagi senyum di bibir Gio. Yang ada hanya tatapan tercengang.
"Punya. Apartemen ini kan dua kamar."
"Tapi satunya kan gudang."
"Gudang? Itu kamar!" Freya tersinggung dengan istilah itu. "Cuma...yah....barangnya memang banyak sih. Tapi tinggal diberesin aja kok. Oke? Oke?" Freya beralih pada Kina dengan wajah bersemangat.
Semangat Freya kelihatannya malah membuat Kina tertekan. "Be...berapa sewanya?"
"Sejuta," jawab Freya secepat kilat.
"Sejuta?!" baik Kina maupun Gio langsung membuka rahang lebar-lebar. Freya sudah gila.
"Noona! Hari gini mana ada sewa apartemen sejuta! Ini apartemen, bukan rusun! Tempatnya strategis, ada kolam renang, gym dan masing-masing kamar ada balkonnya!"
Dikonfrontasi seperti itu, kali ini Freya yang tersudut. "I...itu kan harga promo. Negotiable kok! Pokoknya gini," Freya menggenggam tangan Kina, seakan benar-benar takut Kina akan menolak tawarannya, "kamu coba dulu aja tinggal di sini. Seminggu, dua minggu. Nanti baru pikir-pikir lagi."
Belum sempat Kina berkata sepatah kata pun, Freya sudah nyeroscos lagi, "Besok ya. Kamu mulai tinggal di sini dari besok."
"Kenapa buru-buru begitu sih?" Gio mencoba menahan nada suaranya agar tidak meninggi, namun gagal. Dia sekesal itu dengan keimpusifan Freya. Apalagi kali ini yang ia tawari adalah Kina—seseorang dari bagian masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam.
"Aku takut tinggal sendiri."
"Kan ada aku, Noona."
"Kamu kan di kamar sebelah," Freya ikut kesal keputusannya dilawan.
"Aku saja yang pindah ke apartemenmu!—" Gio berhenti bicara begitu menyadari perubahan pada kedua mata bulat itu. Gio sudah membuat gadis pujaannya ketakutan. "Noona, maaf... Maksudku—"
"Besok sore kamu sudah bisa pindah," Freya beralih pada Kina, benar-benar mengabaikan Gio. Gadis itu mengangkut mangkuk mie instannya yang belum tersentuh untuk ia letakkan kembali di dapur dan berjalan menuju kamar, meninggalkan Gio dan Kina begitu saja.
Jangan! Jangan abaikan aku, Noona! Gio melolong dalam hati, memanggil Freya tanpa suara. Gio bisa mendengar bunyi krek dari hatinya yang pecah, persis cangkang telur tadi.
Lama gadis itu tidak kembali, menyisakan Gio dan Kina dalam kecanggungan. Tak tahan lagi, Gio pun beranjak dari kursi.
"Khansa—"
"Jangan...pernah panggil aku dengan nama itu lagi," Gio melepaskan tatapan mengancam pada Kina. Semua hal tentang masa lalunya harus musnah. Mungkin suatu saat ia juga akan meminta Kina pergi dari hidupnya.
* * *
Kisah Noona-noona fresh banget ceritanya, biasanya kan orang nulisnya oppa2. hehe :)
Comment on chapter Bab 1 - Noona!