"Jadi, sepakat, nih?" tanya Boy, pada keenam temannya.
"Tapi gue belum pernah naik gunung. Masa tiba-tiba langsung Semeru!" Caca, mengutarakan ketakutannya. "Nanti kalau gue kedinginan, gimana? Gue harus bawa lip balm yang banyak biar bibir gue nggak pecah-pecah!"
Maya melirik sinis, "Ca, kalau emang lo takut, ya udah, nggak usah ikut! Daripada lo malah ngerepotin!"
"Maya! Udah dong," tegur Sherin.
"Bentar, Sher," kata Maya. "Lagian, ya, Ca, lo tuh mau naik gunung, bukan ke mall. Nggak usah berlebihan!"
"Maya!" Sherin menegur kedua kalinya.
Caca tersenyum ke arah Sherin. Entah sejak kapan Maya menjadi begitu sinis padanya. Padahal awalnya, persahabatan mereka baik-baik saja.
"Gue ikut," kata Caca. "Gue bisa, tanpa ngerepotin orang lain."
"Gue juga ikut," kata Sherin, menimpali.
Maya melirik ke arah jam tangan di markas. "Jadi, empat orang fix, ya? Angga sama Juang, gimana?"
Boy mengangguk. "Juang jelas ikut, kan ada Caca. Kalau Angga, nggak tau, nanti gue tanyain."
Mereka berenam adalah sahabat sejak masa SMA, dan kini mereka kuliah di universitas yang sama, namun jurusan yang berbeda-beda. Ya, mereka kuliah di Universitas Budi Luhur.
Di kubu lelaki, ada Boy Kristianto, mahasiswa jurusan Arsitektur, si anak pecinta alam, yang sudah menaklukan lebih dari sepuluh gunung. Kemudian Very Juang Priyadi, salah satu vokalis band ternama di kampus, si 'yang paling tampan', dan mantan dari seorang Caca. Dan yang terakhir, ada Anggajaya Bagus Pranadi, si atlet lari, sekaligus pengagum Sherin dari sejak lama; sayangnya Sherin sudah memiliki kekasih.
Kemudian di kubu wanita, ada Maya Kusuma Ayu, si manis berkucir kuda, salah satu anak pecinta alam, tomboy, cuek, dan tidak terbuka soal masalah perasaan. Yang kedua, ada Natasha Kirana, alias Caca, si cantik, dancer favorit, dan si pemain hati, karena mantannya berderet mesra. Kemudian yang terakhir, ada Syerina Augusta Puteri, si cantik nan paling bijaksana, aura keibuannya memancar, dengan rambut pendek sebahu yang selalu tertata rapi.
"Angga sama Juang ikut. Nih mereka baru aja chat gue. Cuma mereka nggak bisa ke markas, karena masih ada kelas," kata Boy, memberi kabar pada para sahabatnya.
"Terus, rencana lo gimana?" tanya Maya.
"Nanti malam, gue, Juang, dan Angga, bakal susun rencana pendakian. Kalian percaya aja sama kita. Oke?"
Ketiga perempuan di depannya, mengangguk. Mereka percaya sepenuhnya pada Boy, karena kemampuan Boy dalam mendaki gunung, sudah tidak diragukan lagi.
Sebenarnya ide ini meluncur begitu saja dari Boy, karena Boy merasa ditantang oleh salah satu kawan di pecinta alamnya.
"Boy, lo cupu kalau belum pernah ajak sohib-sohib lo ke puncak! Gue, dong! Sohib gue udah pernah ngerasain puncak!"
Dari situlah, Boy membujuk para sahabatnya, agar mau naik gunung bersama.
"Gue janji, akan mengajak kalian semua untuk melihat dunia, dari sudut pandang yang berbeda," gumam Boy perlahan.
*
Ini menarik sih.
Comment on chapter Pos Ketan Legenda, Saksi Hening MerekaSedikit saran, mungkin bisa ditambah deskripsinya. Jadi, biar pembaca lebih bisa membayangkan situasi yang terjadi di dalam cerita :D