Loading...
Logo TinLit
Read Story - Itenerary
MENU
About Us  

Sebelum tidur, Sherin melakukan ritual kesukaannya; yaitu bersatu dengan aneka skincare miliknya. Mulai dari membersihkan wajah dengan micelar water, membasuh wajah dengan face wash, menyapukan kulit wajah dengan toner, memakai essence ala Korea kesayangannya, memakain green tea seed serum agar kulitnya lembap, dan yang terakhir menyapukan sleeping pack agar wajahnya tetap segar ketika tidur hingga tetap kenyal di bangun tidur.

Usai ritual per-skincare-an yang ia lakukan, biasanya, Sherin langsung menutup hari dengan tidur. Namun kali ini tidak. Ia bahkan sama sekali tak merasakan kantuk. Matanya masih terbuka lebar. 

Mendadak, perasaan Sherin hampa dan sedih. Sesal memenuhinya. Perasaan sedihnya timbul usai ia mengucapkan kata-kata yang 'kurang-layak' atau bisa dibilang menyinggung Angga. Dan Sherin merasa dirinya dijatuhi bom besar, saat Angga membalik ucapannya dengan berkata, "kalau cinta jangan sampai bikin otak kayak orang tolol yang gak mampu berbuat apa-apa dan rela diperlakukan gak sewajarnya." Itu... semacam sindiran untuk dirinya. Tapi kembali lagi dengan niatnya, mau bagaimanapun keadaannya, ia memang harus bertahan. Karena mengakhiri hubungannya sama sekali bukan solusi yang baik, kan?  

Ah! Daripada tidak bisa tidur, akhirnya Sherin memutuskan tuk menelpon Marcell, kekasihnya.

"Halo?"  Marcell mengangkat telepon dari ujung belahan dunia yang berbeda dengan dunia yang Sherin jajaki kini. 

"Hai. Lagi apa?"

"Lagi nulis laporan pertanggungjawaban kegiatan makrab kemarin, sayang. Kamu lagi apa?"

Menulis laporan?

"Lagi mau tidur aja, hehe. Sibuk ya?"

"Ya, lumayan. Aku kerjain dulu, ya? I'll call you later."

"Oke."

Dan.... Telepon berakhir.

Ngomong-ngomong tentang laporan.... Sherin jadi ingat kejadian beberapa bulan lalu, saat Sherin dan Marcell bertengkar hebat karena laporan. Dan kejadian it, adalah satu dari sekian banyak kekerasan yang Marcell lakukan hampir tiap harinya.

*

Flashback...

"Sayang? Semalem kamu ketiduran dan laptop kamu kayaknya masih nyala deh," kata Sherin.

Pagi itu Sherin sudah berada di rumah Marcell, karena memang hari itu kuliah Sherin kosong dan Sherin ingin berkunjung ke rumah Marcell tuk sekedar membangunkan Marcell dan membuatkan kekasihnya sarapan pagi, meski hanya roti bakar dan segelas susu.

Marcell mengunyah roti bakarnya dengan lahap. "Oh iya! Aku malah baru inget!"

"Jadi, semalem aku matiin laptop kamu."

"Terus... Kamu save gak file aku? Laporan yang aku ketik semalem?"

Sherin menegang. Sepertinya... ia membuat sebuah kesalahan besar. Ia lupa, sungguh lupa.

"E-emang.. Belum kamu simpen?"

"Belum," balas Marcell singkat. "Apa—"

"Maaf, sayang. Aku gak nge-save, karena aku pikir kamu udah si—"

"ASTAGA SHERIN!" teriak Marcell kencang. "Apa kamu tau gimana perjuangan aku untuk nyelesain itu? Dan kenapa otak kamu gak kepikiran untuk save sih? Atau, please, ngapain sih kamu utak-atik laptop aku? Hah?!"

"Aku... Ya, aku cuma—"

"Apa?" potong Marcell. "Sok perhatian tapi hasilnya NIHIL! Emang kamu tuh perempuan paling gak punya otak! Otak dangkal! Tolol!"

Deg!

Air mata Sherin menetes deras. Bahkan orang tuanya saja tak pernah berkata sekasar itu padanya. Tapi ini...

PLAK!  Marcell menampar Sherin. "Itu tamparan pertama, karena kamu udah lancang pegang laptop aku sembarangan!"

BUGHH! Tinjuan di lengan Sherin. "Itu karena kamu... sama sekali bukan pacar yang becus!"

Hanya hal sepele, dan Marcell melakukan hal sekasar itu? Saat itulah Sherin merasa, bahwa memiliki seorang Marcell ternyata tak seberuntung yang ia fikirkan.

(Flashback Off...)

*

Sherin menghembuskan nafas, bersama dengan air matanya yang turun kala mengingat kejadian itu. Entah mengapa, kali ini Sherin merasa kalau Marcell sudah ketagihan untuk menyiksa Sherin.

Mau tak mau Sherin menangis lagi, kala mengingat bahwa kejadian itu sangatlah kejam untuk seorang lelaki kepada gadis yang seharusnya dijaga, bukan dirusak, baik fisik maupun hati.

Cklek... Pintu kamar mandi di dalam kamar yang dihuni Sherin, terbuka. Tampaklah seorang gadis dengan rambut yang terbalut handuk--sepertinya ia habis keramas--mulai berjalan ke arah salah satu ranjang di kamar tersebut. 

"Hai, lo di kamar ini juga?" tanya gadis itu. "Datang kapan?"

Sherin tersenyum. "Tadi siang. Lo sendiri?"

"Oh, baru sore, sih." Gadis itu mengulurkan tangannya, mengajak berjabat tangan. "Gue Shinta. Asli Jakarta. Gue ke Malang karena ada acara keluarga, tapi gue males nginep di rumah Nenek, jadi gue sewa kamar di hostel."

Sherin tertawa. "Wow, perkenalan terpanjang dan terlengkap yang pernah gue denger."

"Bagus, kan?"

"Bagus.." Dan Sherin menerima jabat tangan tersebut, hinga kini mereka bersalaman. "Gue Sherin. Asli Jakarta. Ke Malang karena lagi liburan sama sahabat-sahabat gue. Bedanya, keempat sahabat gue ke Semeru. Sementara karena gue nggak fit, jadi gue dan satu sahabat cowok gue memutuskan untuk liburan di sekitar Malang, dan nggak ikut ke Semeru."

Kali ini, Shinta berdecak. "Buset.. Gue kira, gue paling panjang. Ternyata perkenalan lo lebih panjang."

"Keren nggak?"

"Top, lah!"

Shinta berjalan ke arah salah satu stopkontak, dengan kabel hair-dryer yang sudah tertancap rapi. Kemudian, Shinta mulai mengeringkan rambutnya. 

"Lo keramas malam-malam?" tanya Sherin.

"Iya. Gue gerah banget habisnya.."

"Loh, padahal Malang kan dingin."

Shinta meringis. "Malang memang dingin, tapi rambut gue udah kusut banget seminggu nggak keramas!"

"Ih, jorok, ah!" ledek Sherin. 

"Biarin! Yang penting, pacar gue nggak protes!"

"Good. Berarti, pacar lo terima lo apa adanya."

Shinta mengangguk. "Makanya, gue sayang sama dia. Kalau pacar lo, gimana? Ah, jangan-jangan, pacar lo tuh cowok yang liburan sama lo disini, ya?"

"Bukan," balas Sherin, menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Dia sahabat gue."

"Serius? Dan liburan berdua?"

"Iya, gitu deh."

Hening sejenak, Shinta memutar otaknya, mencoba menganalisa. "Hipotesis gue, nih, ya... Lo lagi berantem sama cowok lo. Dan sahabat lo, diam-diam suka sama lo."

Bukan diam-diam, tapi terang-terangan, batin Sherin, mengoreksi tentang sikap Angga yang ditebak oleh Shinta, teman barunya.

"Bener nggak?" tanya Shinta.

"Hampir, sih. Sebenarnya, gue nggak berantem sama cowok gue. Tapi lebih ke capek dan jenuh sama tingkah dan perilaku dia." Sherin menghela nafas. 

"Kalau boleh tau, kenapa?"

Eh? Haruskah Sherin bercerita? Sementara, Shinta hanyalah orang baru yang baru saja beberapa menit dikenalnya. 

"Tapi kalau lo ragu, nggak usah cerita juga nggak apa-apa," kata Shinta, seolah mengerti tebakan Sherin.

"Lo peramal, ya?" Sherin mengerutkan kening, curiga. Sebab, segala yang Sherin pikirkan, pasti Shinta tau. Begitupun tebakan Shinta tentang Marcell dan Angga, nyaris betul. 

"Bukan, lah."

"Anak dukun?"

"Gila lo, nggak lah!" Shinta nyaris saja melempar Sherin dengan hair-dryer yang sedang digunakannya. Namun, beruntung, hal itu tak jadi dilakukannya. 

Shinta tertawa. "Oke, gue cerita, ya."

"Silakan."

"Jadi, pacar gue, namanya Marcell. Dia suka kasar ke gue. Dari bentak-bentak, sampai pukul," kata Sherin, sembari tersenyum getir.

Shinta meletakkan hair-dryer miliknya sekilas, lalu berjalan kearah Sherin. Dan dengan cepat, Shinta langsung menemukan titik biru di lengan Sherin. "Ini contohnya?"

"Itu salah satunya. Ada lagi." Sherin menunjukkan lebam kecil di pipi kirinya yang sudah mulai pudar, kemudian titik biru di pelipisnya.

"Astaga," gumam Shinta. "Gue kaget.. Udah berapa lama pacaran?"

"Dua tahun."

"Dan lo merelakan diri lo disiksa terus?"

"Ya gimana lagi.. Menurut gue, putus bukan solusi.." Sherin mendesah pasrah. 

"Lo mau nikah sama dia? Menjalani puluhan tahun hidup lo sama dia?" tanya Shinta.

Sherin menghela nafas. "Dia pasti berubah."

"Yakin? Orang yang sudah ketagihan, pasti susah berhenti. Termasuk ketagihan melakukan kekerasan fisik. Karena bagi mereka yang ketagihan, melihat orang yang mereka siksa menangis dan sakit, adalah kepuasan mereka." Shinta menutup kalimat panjangnya. "Itu sih yang gue pelajari."

Deg.

Sejujurnya, Sherin jadi makin takut, akibat perkataan Shinta baru saja. 

"Jadi, menurut lo, gue harus gimana?" tanya Sherin.

Shinta tersenyum. "Putus."

"Nggak ada solusi lain?"

"Beda-beda, sih. Tiap orang punya pandangan masing-masing. Dan gue adalah tipe wanita yang benci diinjak-injak. Gue nggak suka dilecehkan, karena gue punya harga diri yang tinggi."

Dan kalimat barusan, menyentuh hati Sherin lagi. Seharusnya, Sherin benci ketika Marcell menyiksanya. Seharusnya, Sherin geram ketika Marcell melecehkan harga dirinya. Tapi, Sherin begitu lemah. Yang ada, dia justru masih cinta pada pria itu. 

"PIkirkan baik-baik, Sher," ucap Shinta.

**

Kepala Sherin penat. Akhirnya, ia memutuskan tuk keluar dari area kamar. Diam-diam, ia rindu Angga. Sedaritadi, antara dirinya dan Angga hanya dipenuhi keheningan; bahkan ketika berpisah masuk kamar masing-masing pun, mereka tanpa suara.

Kali ini, Sherin berjalan pelan ke lorong deretan kamar pria. Dan tak butuh waktu lama, ia sudah berada di depan pintu kamar Angga.

Baru saja ia mengepalkan tangannya—hendak mengetuk pintu cokelat alias kamar Marcell—tiba-tiba, pintu kamar itu sudah terbuka perlahan, dan memperlihatkan sosok yang tengah ia pikirkan.

Angga keluar.

Setelah beberapa detik saling terdiam dan membisu saling tatap...

"Sherin?"

"Angga?"

Lagi-lagi, keduanya berbicara bersama. Hingga akhirnya, Angga mempersilahkan Sherin terlebih dahulu.

Sherin menggeleng. "Lo dulu aja. Kan emansipasi."

"Lo duluan aja..  Karena lo dateng ke depan kamar gue pasti ada tujuannya, kan?" tanya Angga gamblang.

Sherinsempat salah fokus dengan rambut Angga yang berantakan, basah, dan wangi. Manis wjaahnya makin terlihat. Tapi sedetik kemudian, Sherin sadar akan tujuannya ke sini. Lagipula, setampan-tampannya Angga, hatinya sudah 'harus' pada Marcell, kan? 

"Gue mau... minta maaf soal yang tadi," ucap Sherin, mengakui tujuannya ke sini. "Tadi gue keterlaluan, gue be—"

"Udah, udah," potong Angga.

"Angga, gue belum selesai ngomong."

"Udah, ah, gak penting. Mending sekarang lo ikut gue aja."  Angga mengunci pintu kamarnya, dengan cepat.

"Kemana?"

"Cari yang seger-seger."

"Malem-malem gini?"

"Iya. Kamu mau ikut gak?"

"Mau, tapi..."

"Cepet!"

Dan pada akhirnya, Sherin hanya pasrah saja mengetahui tangannya di gandeng—setengah digeret Angga—keluar hotel, dan menembus jalanan kota ini dengan motor sewaannya.

*bersambung*

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (28)
  • kenya_mars

    Penasaran sama lanjutannya

    Comment on chapter Chit Chat
  • romadhonidiks

    Cerita remaja yg tidak biasa. Menurut gw ini sih goodjob!

    Comment on chapter Manisnya Kedai Es Krim Oen
  • laelinurma

    Suka ceritanya. Tapi kok sebel ya sama tokoh Maya. Kasihan sama tokoh Angga. :(( Nice story!

    Comment on chapter Awal Kisah Dua Insan
  • Kang_Isa

    Gaya bahasanya simple, tapi enak dibaca. Salam kenal, ya.

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • martha

    sejauh ini menarik. such a good story!

    Comment on chapter Perjalanan Dimulai
  • juandailham

    Buat aku yang anak alam, cerita ini bagus!

    Comment on chapter Persiapan Kilat
  • margarethavina

    Aku suka. Semangat! :D

    Comment on chapter Perjalanan Dimulai
  • SusanSwansh

    Mengingatkan saya pada 5Cm Dony D.

    Comment on chapter Rencana Mereka
Similar Tags
Intuisi
4052      1254     10     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Jingga
6199      1570     2     
Romance
Kehilangan memang sangat menyakitkan... Terkadang kita tak mampu mengekspresikan kesedihan kita membuat hati kita memendam sakit... Tak berakhir bila kita tidak mau mengakui dan melepas kesedihan... Bayang-bayang masa lalu akan selalu menghantui kita... Ya... seperti hantu... Jingga selalu dibayangi oleh abangnya yang sudah meninggal karena kecelakaan... Karena luka yang mendalam membuatnya selal...
Transformers
301      252     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
Monday
311      243     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...
High Quality Jomblo
45345      6342     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
My sweetheart senior
17287      3222     3     
Romance
Berawal dari kata Benci. Senior? Kata itu sungguh membuat seorang gadis sangat sebal apalagi posisinya kini berada di antara senior dan junior. Gadis itu bernama Titania dia sangat membenci seniornya di tambah lagi juniornya yang tingkahnya membuat ia gereget bukan main itu selalu mendapat pembelaan dari sang senior hal itu membuat tania benci. Dan pada suatu kejadian rencana untuk me...
Suara Kala
6957      2246     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Du Swapped Soul
13679      2190     8     
Fantasy
Apa kamu pernah berasumsi bahwa hidupmu lah yang paling sempurna? Apakah kamu pernah merasakan rasanya menjalani kehidupan orang lain? Dan apakah... kamu pernah mempunyai sahabat yang aneh, tapi setia? Kalau belum, kau akan menemukan semuanya di sini, di kehidupan Myung-Joo yang akan diperankan oleh Angel.
Senja Belum Berlalu
4151      1459     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...