Read More >>"> The Eternal Love (BAB 15 ~ The Story of Zaidan Abriana ~) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Eternal Love
MENU 0
About Us  

Lidya menunjuk kalung berliontin hati dileher Hazel. “Abriana!”

Hazel menoleh kearah Zaidan kemudian bertanya. “Zaidan, apa maksud dari semua ini?”

Hazel kesal saat melihat Zaidan mengabaikan pertanyaannya. Dia melepaskan kalung itu tanpa berkedip sama sekali, masih memandangi wajah Zaidan dari samping. Dia penasaran tentang keanehan-keanehan yang terjadi dirumah ini, terutama pembicaraan Lidya dengan putranya, Zaidan. Entah apa yang telah terjadi pada Lidya sebelumnya, perempuan itu terlihat cukup menyedihkan dimata Hazel. Lidya seperti tak menyadari bahwa putranya kini sudah tumbuh dewasa. Dimatanya, Zaidan adalah anak remaja berusia 12 tahun.

Feeling-nya mengatakan bahwa liontin itu memang menyimpan sesuatu didalamnya. Dan benar saja, didalam liontin terdapat foto dua anak kecil berwajah bule. Wajah anak laki-laki itu sekilas terlihat mirip Zaidan, sedangkan gadis kecil disampingnya juga terlihat familiar dimata Hazel. “Apakah dia Abriana?”

Dan sepertinya itu memang foto masa kecil Zaidan bersama saudara perempuannya dulu. Terlihat seperti saudara kembar, karena wajah anak perempuan itu memiliki wajah yang mirip dengan Zaidan. Dan Hazel juga pernah melihat dua anak ini sebelumnya; pertama foto didalam dompet Zaidan dan yang kedua adalah foto keluarga berukuran besar yang menggantung dikamar apartmen Zaidan. “Zaidan.”

Masih tak ada jawaban.

Bukannya menjawab semua pertanyaan Hazel, Zaidan memilih mundur dan bersandar didinding. Memandangi punggung kekasihnya dengan tatapan sayu. Dia tahu bahwa pada akhirnya hari ini akan datang menjemput takdirnya. Jelas dia tahu, semua tentang dirinya takkan bisa disembunyikan begitu saja. Pada awalnya Zaidan mengira masa lalu tak akan lagi mempengaruhi masa depannya. Dan ia benar-benar mengira masa lalu takkan jadi boomerang untuknya dimasa depan.

Lidya bangkit, berjalan kearah nakas dan mengambil satu foto berbingkai kayu. “Kamu Abriana, putriku.” Menunjukan bingkai foto Abriana dan Zaidan waktu kecil dulu.

 “Mom, stop please!” pinta Zaidan dengan sangat.

Lidya tersenyum, membelai wajah Zaidan dengan kedua tangannya. Bibirnya menyunggingkan senyum pilu, sedikit meringis saat merasakan perbedaan tinggi tubuhnya dengan sang putra yang jauh tinggi diatasnya. Mungkin dia mulai menyadari bahwa sosok didepannya bukan lagi bocah usia 12 tahun. Dia bukan Zaidan 18 tahun lalu, Zaidan sudah tumbuh dewasa tanpa Lidya sadari. Dia telah melewatkan perkembangan hidup sang putra, meski Zaidan sendiri sudah cukup sering mengunjunginya.

 “Dimana Abriana?” gumam Lidya. Meletakkan telapak tangannya didada kiri Zaidan, membelai dan merasakan degup jantungnya.

Zaidan menoleh kesamping dimana Hazel berada. “Zel, aku ingin berbicara berdua dengan mommy.” Secara tak langsung meminta Hazel agar meninggalkannya berdua dengan sang ibu.

“Ah, i-iya,” ucap Hazel gugup. Berbalik dan berjalan pelan kearah pintu kamar.

“Mom, lihat kalender itu!” Zaidan menunjuk kalender didinding kamar. “Abriana sudah meninggal 18 tahun lalu,” ujar Zaidan. Menyentuh kedua bahu sang ibu dan mengguncangnya.

“Abriana belum mati!”

Plakkk!

Terdengar suara tamparan keras diseisi ruangan. Lidya kehilangan kendali dan menampar keras pipi kanan Zaidan hingga meninggalkan bekas. Tidak hanya menampar, Lidya juga mendorong putranya hingga tersungkur dilantai. Setelah itu ia menangis meraung sambil memukuli punggung Zaidan dengan payung kecil berwarna kuning, payung peninggalan Abriana. “Kau tak hanya membunuh suamiku, kau juga membunuh putriku!”

DEG!

Zaidan dan Hazel saling bertemu tatap.

Pintu itu belum sepenuhnya tertutup, Hazel baru saja akan menutup pintunya, namun tangannya berhenti seketika saat mendengar Lidya berteriak pada putranya. Zaidan jatuh berlutut memunggungi Lidya dan menghadap pintu kamar dimana disana sepasang mata hitam milik Hazel tengah menatapnya tanpa berkedip.

“Pergi!” Meminta Hazel agar pergi dan menutup pintu kamar.

Jelas Zaidan bukanlah robot, dia juga bisa merasakan sakit yang biasa dirasakan manusia pada umumnya. Terbukti saat Hazel mencubit lengannya, Zaidan akan langsung meringis sambil membalas perbuatan kekasihnya dengan menggeligiti pinggang Hazel. Namun, disisi lain Hazel juga merasakan suatu kejanggalan lain. Hazel teringat akan perkataan nyonya Sarah sebelumnya, bahwa mereka semua belum pernah menjumpai putranya menangis saat remaja sampai sekarang ini. Dia seperti manusia tanpa emosi, tidak menangis saat merasa sedih, sakit, kecewa, dan marah sekalipun.

“Kenapa harus ada manusia tanpa ekspresi seperti itu?”

Dari awal Hazel sudah curiga kalau cerita The Eternal Love memang benar adanya. Zaidan tidak mengarangnya untuk sebuah lelucon, pria itu membuat versi lain dirinya dalam sebuah cerita. Zaidan memang bukan pangeran, bukan juga jelmaan monster dibalik topeng dan tudung hitamnya. Hazel tahu, Zaidan mendeskripsikan dirinya dalam bentuk karakter yang hampir sama. Tentang seorang pangeran yang kehilangan jati dirinya dan juga rasa percaya dirinya.

Dan beberapa topeng kini sudah dilepasnya. Zaidan sudah menunjukan sisi lain dalam dirinya. Hal pertama yang  ditunjukan adalah ketika Zaidan menyebutkan tentang ‘I’m your Hero’ tepat dimalam Zaidan menyelamatkan Hazel dari aksi sang penguntit. Dan topeng lainnya kembali terlepas tepat setelah Hazel mengetahui kalau Zaidan Abriana bukanlah nama lahir seorang Zaidan, dan Wijaya bukanlah keluarga biologisnya selama ini. Dan sekarang Zaidan membuka topeng terbesar miliknya, tentang kehidupan pribadi yang tak banyak orang ketahui.

Hazel terhanyut dengan lamunannya sendiri, hingga beberapa saat kemudian ia tersadar setelah seseorang menyentuh tangannya. “Hazel?”

“I-iya?” Hazel menoleh kemudian tersenyum.

“Ikut kakek, ada yang harus kakek ceritakan padamu,” ujar Tuan Mahendra. Kemudian meminta seorang maid untuk membantunya menuruni tangga.

Perasaan gugup tak bisa dihindarinya, dia berjalan mengiringi laju kursi roda Tuan Mahendra yang didorong salah satu maid dibelakangnya. Hazel menggunakan tangga yang berbeda dengan Mahendra karena tangga yang digunakan Mahendra dibuat khusus untuknya. Dilengkapi dengan kursi roda yang menempel dengan tiang, sabuk pengaman dan beberapa tombol ditangan kursi. Alat itu bisa meluncur dengan alat pengendali ditangan kursi, terlihat tidak asing karena sudah banyak orang yang menggunakannya.

 “Zaidan adalah keturunan terakhir dikeluarga kami. Dia lahir dengan nama Zaidan Putra Mahendra, di Kanada, bersamaan dengan saudara perempuannya yang bernama Abriana Putri Mahendra. Dan yang dikamar itu adalah Lidya, menantu kakek, istri dari almarhum anak kakek bernama Adam Mahendra.”

 “Abriana adalah orang yang paling dekat dengan Zaidan. Keduanya saling menyayangi selayaknya saudara kembar,” tambah Mahendra lagi.

“J-jadi, Zaidan—”

“Dia melihat dua kematian selama hidupnya,” potong Mahendra sambil menundukan kepalanya. “Adam meninggal didalam mobilnya sendiri di Kanada, Zaidan adalah satu-satunya saksi yang melihat kematian ayahnya kala itu. Hal yang sama terjadi pada Abriana. Lidya menunjukan kematian untuk putrinya didepan Zaidan dan—”

“Aku?” tanya Hazel. Menunjuk dirinya sendiri.

Mahendra mengangguk. “Kau ada disana saat itu dan kematian Abriana menjadi alasan kenapa Zaidan merasa bertanggung jawab atas dirimu.”

 

~~~@~~~

Toronto, Kanada. 1999

Sore hari terasa mencekam saat warga digegerkan dengan penemuan mayat pria bernama Adam Mahendra didalam mobilnya sendiri. Bocah laki-laki dengan setelan jas hitam, berwajah pucat, dan bibirnya yang bergetar, turun dari jok belakang dan berpindah menaiki mobil polisi. Bocah laki-laki itu kembali terisak saat ingatan mengerikan itu kembali menghantuinya. Kedua matanya yang sendu terus menatap kepergian ambulance yang membawa jasad ayahnya.

Namanya Zaidan Putra Mahendra, orang-orang biasa memanggilnya Zaidan. Bocah berusia tujuh tahun yang memiliki paras tampan dan bola mata cokelat hazel. Dia terkenal periang, sama seperti saudara kembarnya, Abriana Putri Mahendra. Dan ia tidak sendiri, dua orang polisi menuntunnya pulang untuk memberi kabar kematian pada keluarganya.

 “Where is your father, Zaidan?” tanya Lidya dengan wajah lelah bergelimang air mata.

Zaidan menunduk dengan kedua lutut melemas. “I’m sorry. Da-Daddy … pass away.”

Dua polisi dibelakangnya terisak saat mendengar bibir mungil Zaidan berbicara. Kondisinya cukup buruk untuk menjawab pertanyaan dan makian sang ibu, namun Zaidan tetap tak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan meminta maaf. Tubuh mungil Zaidan terjatuh dilantai setelah Lidya menarik Zaidan dari rengkuhan polisi dan memukul betisnya dengan payung kecil berwarna kuning. Lidya menghentikan pukulannya setelah polisi merebut payung ditangannya dan menahan tubuh Lidya.

Saat itu polisi langsung membawa Zaidan ke rumah sakit, beserta Lidya yang harus menandatangani persetujuan autopsi pada jasad suaminya, Adam. Zaidan kecil harus menjadi satu-satunya saksi atas kematian ayah kandungnya sendiri. Dia tak bisa mengatakan apapun selain menangis histeris dan pingsan. Dan setelah seorang jaksa memintanya menggambar sosok yang dilihatnya didalam mobil, Zaidan menggambar tato daun ganja dileher dan tangan sang pelaku.

Sejak kejadian itu, Abriana dan Zaidan tinggal bersama kakeknya dikediaman Mahendra di Bali. Sedangkan sang ibu dirawat dirumah sakit khusus kejiwaan. Lidya drop, kondisinya sangat memprihatinkan setelah kematian Adam. Lidya menderita gangguan mental cukup parah, bahkan dia harus mengalami alzheimer diusia yang terbilang muda. Setiap harinya dia selalu pergi ke bandara untuk menjemput suaminya dari Kanada. Tubuh kurusnya tak pernah lelah menunggu kedatangan Adam dari Toronto, Kanada.

Satu-satunya memori yang tertinggal adalah hari dimana dia akan menjemput suaminya di Bandara, Toronto, dengan penuh suka cita. Sampai waktu dimana Zaidan datang membawa berita kematian, dia melupakan segalanya termasuk realita dan akal sehat. Dan disetiap malam harinya, dia akan pulang dalam keadaan kacau, menangis, dan berteriak. Berlari kekamar Zaidan dan memukuli putranya tanpa sadar. Meskipun sudah pindah ke Bali, Lidya masih terus melakukan hal yang sama seperti di Toronto, yaitu pergi ke Bandara untuk menjemput Adam Mahendra.

Begitu juga dengan Zaidan. Bertahun-tahun hidupnya selalu dihiasi dengan rasa bersalah dan tangis tak berujung. Disebuah ruangan gelap, dengan gorden yang tak pernah terbuka, Zaidan meringkuk dipojok kamar dengan tatapan datar. Tak ada ekspresi dan emosi diwajahnya. Dia kelelahan, kesakitan, dan putus asa. Bahkan sang kakek sampai harus menggaji dokter kejiwaan atau psikiater untuk cucunya. Hingga setahun berikutnya Zaidan hidup tanpa rasa dan emosi. Tak ada lagi tangis bahkan tawa renyah yang biasa terdengar disetiap harinya. Sekalipun ia sakit, lelah, dan sedih, Zaidan tetap tak bisa menangis.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • Khadijah

    Wah, bagus nih. Serasa baca novel thiller Amerika. Kalo difilmkan ini keren, baru setengah jalan padahal, gak sabar kelanjutan ceritanya.

  • Dewi_One

    Nice... Wahh daebakkk

  • Dewi_One

    Gak sabar nunggu kelanjutannya. hihi

  • Nick_Judi87

    Plot twist nih, keren. Semangat nulisnya. Ditunggu kelanjutan ceritanya. Good Luck.

  • dede_pratiwi

    nice prolog, cant wait next episode

Similar Tags
IMPIAN KELIMA
436      325     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
Senja (Ceritamu, Milikmu)
6029      1530     1     
Romance
Semuanya telah sirna, begitu mudah untuk terlupakan. Namun, rasa itu tak pernah hilang hingga saat ini. Walaupun dayana berusaha untuk membuka hatinya, semuanya tak sama saat dia bersama dito. Hingga suatu hari dayana dipertemukan kembali dengan dito. Dayana sangat merindukan dito hingga air matanya menetes tak berhenti. Dayana selalu berpikir Semua ini adalah pelajaran, segalanya tak ada yang ta...
PATANGGA
710      493     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
ONE SIDED LOVE
1411      609     10     
Romance
Pernah gak sih ngalamin yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan?? Gue, FADESA AIRA SALMA, pernah!. Sering malah! iih pediih!, pedih banget rasanya!. Di saat gue seneng banget ngeliat cowok yang gue suka, tapi di sisi lain dianya biasa aja!. Saat gue baperan sama perlakuannya ke gue, dianya malah begitu juga ke cewek lain. Ya mungkin emang guenya aja yang baper! Tapi, ya ampun!, ini mah b...
Bloody Autumn: Genocide in Thames
8789      2004     54     
Mystery
London, sebuah kota yang indah dan dikagumi banyak orang. Tempat persembunyian para pembunuh yang suci. Pertemuan seorang pemuda asal Korea dengan Pelindung Big Ben seakan takdir yang menyeret keduanya pada pertempuran. Nyawa jutaan pendosa terancam dan tragedi yang mengerikan akan terjadi.
RAIN
577      395     2     
Short Story
Hati memilih caranya sendiri untuk memaknai hujan dan aku memilih untuk mencintai hujan. -Adriana Larasati-
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
424      290     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
Rinai Kesedihan
774      516     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Bittersweet My Betty La Fea
3469      1193     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...