Zaidan menunjukan buku besar dengan sampul hitam dan tulisan tinta emas diatasnya. “I have something for you.”
Hazel menautkan kedua alisnya. “Hadiah?”
“Ya.” Zaidan mengangguk, kemudian membuka lembar pertama dari buku bertuliskan ‘The Eternal Love’ diatasnya. “Tentang satu bintang yang berhasil menerangi gelapnya angkasa malam. Tentang satu-satunya perempuan yang berhasil menghidupkan kembali istana yang dulu pernah mati.”
DEG! DEG! DEG!
Jantung Hazel berdegup kencang. “Apakah ini sebuah kebetulan?”
The Eternal Love adalah judul novel yang baru saja dibacanya, sedangkan Hazel Star tak lain adalah tokoh utama wanitanya. “Wah, seperti cerita Disney?” tebak Hazel dengan wajah gembira. Berusaha keras menutupi rasa terkejutnya.
Zaidan kembali mengangguk sambil mempererat lilitan tangannya dipinggang Hazel. “Mau saya ceritakan, Tuan Putri?” tawarnya yang dijawab anggukan cepat Hazel.
Hazel terdiam sambil mengusapkan jemarinya pada halaman pertama dengan sketsa pensil. Dimana terlukis sesosok monster tinggi besar, berjubah hitam, bertopeng serigala, dan memiliki sarung tangan yang menutupi cakarnya. Tak ada yang tahu ekspresi tersembunyi dibalik topeng itu, yang ada hanya pancaran aura seram dari topengnya. Tak jauh dari sana, Zaidan menggambarkan sosok perempuan cantik dengan gaun putih yang bersinar seperti bintang bernama Princess Hazel.
“Disuatu malam gelap. Datanglah seorang perempuan bernama Princess Hazel, mengenakan gaun putih yang sangat cantik dan bersinar seperti bintang. Berjalan anggun menuju istana kumuh seraya mengangkat dua sisi gaunnya dari sapuan tanah dan tumpukan daun kering. Tanpa ia sadari, satu sosok monster tengah memperhatikannya dibalik taman yang saat itu telah berubah menjadi semak belukar.”
Hazel tersenyum simpul. Kembali membuka halaman selanjutnya, mempersilakan Zaidan untuk melanjutkan cerita dan deskripsi dari lukisanya sendiri. Hatinya mulai berbunga-bunga setelah tahu bahwa Zaidan menggunakan namanya sebagai karakter putri cantik dari negeri dongeng. Dan hatinya semakin berbunga setelah melihat senyuman manis terukir dibibir Zaidan, tepat disaat ibu jarinya mengusap lukisan wajah Princess Hazel yang tengah tersenyum memandangi gedung istana didepannya.
“Putri Hazel memasuki istana dengan wajah berseri. Melangkahkan kakinya menyusuri setiap sudut istana. Dia tersenyum sambil memandangi patung pria dengan sepasang sayap dipunggung telanjangnya. Namun, tak lama kemudian wajahnya berubah pucat. Putri Hazel kembali melangkahkan kakinya memasuki ruangan demi ruangan dengan nafas memburu, seolah tengah mencari sesuatu yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu benda apa itu. Wajahnya menunduk, setetes air mata terjatuh dari pelupuk matanya. Dan untuk yang kesekian kalinya dia memutuskan untuk pulang.” Zaidan tersenyum kecut, memandangi gambar Putri Hazel yang tengah menangis.
Keduanya terdiam.
Perasaan Hazel mulai gelisah saat tangan Zaidan semakin mengeratkan pelukannya. Dan keningnya sedikit berkerut saat menyadari kalau tangan Zaidan kini tengah meremas ujung blouse-nya cukup kuat. Seperti seseorang yang tengah menahan rasa sakit. Entah apa yang terjadi pada Zaidan, sehingga pria itu memilih melanjutkan ceritanya dibanding mengeluh pada wanita yang kini tengah duduk diatas pangkuannya dengan perasaan gundah.
Zaidan tersenyum sambil membelai puncak kepala Hazel dan kembali melanjutkan dongengnya. “Dia tahu bahwa kedatangan Putri Hazel kemari tak lain untuk menemui dirinya. Dan yang dia lakukan disetiap kedatangan sang putri hanyalah bersembunyi dibalik semak berduri. Menutupi wajahnya dengan topeng, dan menyembunyikan cakarnya dengan sarung tangan. Hal itulah yang selalu ia lakukan saat melihat manusia. Dan rasa sesal itu muncul ketika ia menyadari adanya satu titik harapan baru dalam hatinya. Dia berkata: aku akan mati jika tak menemukan cahaya itu kembali.” Ujar Zaidan sambil merubah suaranya, meniru suara monster yang berat dan sedih.
Hazel benar-benar tersentuh dengan cara bercerita Zaidan. Pria itu terlihat pandai memainkan suara dan mengatur intonasi. “Lalu?” Hazel terkagum dengan gaya bercerita Zaidan, pria itu sangat pandai bercerita, meniru suara-suara unik, dan mengubah ekspresi diwajahnya.
Zaidan terdiam sambil melipat bibirnya kedalam. Memandangi gambar dimana Putri Hazel memberanikan diri menemui sang monster disebuah taman bunga, tempat monster itu bersembunyi. “Aku melihat kau hanya bersembunyi ditaman ini,” katanya dengan suara lembut. Membaca bubble text yang ia tulis sendiri dengan tinta berwarna perak.
Zaidan kembali membuka halaman selanjutnya. “Wahai sosok yang selalu kesepian, izinkah aku melepas topeng dan jubah bodoh itu. Aku ingin memegang tanganmu sambil memetik bunga lili.” Masih membacakan dialog antara monster dan Putri Hazel.
“Aku tak bisa menunjukan dan memberitahukan kelemahanku. Itulah alasan kenapa aku selalu memakai topeng bodoh ini ketika bertemu denganmu,” kata Zaidan lagi. Membaca bubble text dikepala sang monster.
Hazel terbungkam.
Dadanya kembali sesak saat melihat gambar dimana Putri Hazel memilih pergi meninggalkan sang monster, ditambah lagi sosok menyeramkan itu sama sekali tak menahan Putri Hazel untuk bertahan bersamanya. Untuk sementara, dua makhluk yang saling bertolak belakang itu harus terpisah dan memilih mengambil jalan mereka masing-masing. Dan gambar-gambar selanjutnya dipenuhi oleh jiwa frustrasi monster didalam istana tuanya.
Beberapa lembar setelahnya hanya diisi dengan ilustrasi hitam putih, dimana Zaidan membuat wajah dan ekspresi sang monster dengan berbagai macam topeng yang berbeda dan saling bergantian. Sampai sosok bertubuh tinggi besar itu lelah, dan melepaskan topeng yang melekat diwajahnya. Diremas hinga hancur, dan dilemparnya kearah patung malaikat dengan dua sayap. Dia marah, tangis yang dulu selalu ditahannya kini luruh seketika. Dan langit mendengarnya, membalasnya dengan hujan lebat diiringi gema petir, membuat sang Monster tidak menangis sendirian seperti dulu.
“Keesokan harinya monster itu pergi ke desa, tak lupa dengan menutupi tubuhnya dengan jubah hitam. Kepala dan wajahnya tenggelam dibalik tudung yang bersatu dengan jubah besarnya. Dia berjalan sambil membawa setangkai mawar merah, mengunjungi setiap rumah yang dilihatnya. Tak pernah singgah, karena para penduduk akan langsung mengusir sang monster saat melihatnya pertama kali. Dan dia juga tidak marah apalagi harus menangis. Monster itu hanya bisa diam tanpa seulas senyum dan sepatah kata.”
“Hari demi hari telah ia lewati dengan berjalan kaki, mencari keberadaan Putri Hazel yang pernah dia lepas sebelumnya. Dan setangkai bunga kini telah hilang. Tangkainya berubah layu dan kelopaknya telah berjatuhan diterpa badai salju. Hingga dia memutuskan untuk kembali ke istana dengan wajah menunduk dan hati yang dilanda rasa sesal.”
Hazel mengembuskan nafas beratnya. Memalingkan wajahnya kearah lain. Malu untuk menunjukan air matanya yang membendung, membentuk gumpalan awal hitam yang sebentar lagi akan luruh membasahi pipinya. “Sad story.”
“Mau dilanjut?” tanya Zaidan.
Hazel mengangguk. “Yes, please.”
Zaidan tersenyum dan kembali bercerita.
“Sesampainya di istana, monster itu langsung menurunkan tudung kepalanya, dan berlari menuju tempat favoritenya saat bersembunyi. Semak belukar yang tak terurus kini telah berubah jadi taman bunga yang sangat cantik. Tubuhnya mematung, perlahan menjatuhkan jubah hitamnya diatas tumpukan salju. Hatinya menghangat saat melihat Putri Hazel tengah duduk dibangku taman seorang diri. Bibirnya tersenyum dan berdiri untuk menyambut pelukan hangat dari Putri paling cantik didunia.”
“Mari petik mawar merah bersama-sama,” ajak Putri Hazel. Memberanikan diri meraih tangan sosok didepannya. Dia manusia. Karena saat itu Putri Hazel tak menemukan cakar atau bahkan tubuh berbulu menyeramkan layaknya monster. Dan Peri adalah julukan paling tepat untuk manusia tampan dan mempesona seperti dirinya.
“Sosok pria tampan itu mengangguk dan membiarkan Putri Hazel melepas topeng terakhir diwajahnya. ‘I love myself’ Dia bergumam sambil memamerkan bentuk senyum yang sangat menawan.”
Zaidan mengusap puncak kepala Hazel dan mengecupnya cukup lama. “Selesai.”
Hazel memejamkan matanya, merasakan kehangatan yang tercipta oleh bibir Zaidan dipuncak kepalanya. Degup jantungnya berdetak tak menentu. Paru-parunya terasa begitu sesak dan menginginkan oksigen lebih. Dan juga puluhan kupu-kupu mulai berterbangan disekitar perutnya. Rasa bahagia hampir membunuhnya dalam waktu singkat, hanya karena sebuah kecupan bibir Zaidan dipuncak kepalanya.
Disisi lain, alasan Hazel merasa puas adalah ketika tahu bahwa sang monster itu bukan benar-benar monster. Selama ini ia hanya menyembunyikan dirinya dari gemerlap dunia, mengatakan pada dirinya sendiri bahwa sosok monster jahat telah hadir dalam dirinya.
Dulu, sebelum kerajaan runtuh, monster itu adalah sosok pangeran paling tampan sejagat raya. Dia selalu hidup bahagia, hingga suatu hari sang ratu marah besar dan menuduh pangeran membunuh raja. Ratu pun menyusul kematian raja dengan cara bunuh diri, tepat setelah mengucapkan kalimat pedih yang dipercaya sebagai kutukan abadi. Ratu mengatakan bahwa dia telah melahirkan anak monster. Pangeran telah tumbuh dan menjelma jadi makhluk paling menakutkan dimuka bumi. Dan legenda itu benar-benar dipercayai penduduk, terutama sang pangeran yang sejak saat itu sudah memutuskan untuk menutup diri dari dunia.
Dan karena kekuatan cinta yang dimiliki pangeran pada Putri Hazel, membuat sosok menyedihkan itu membuka hati dan juga jati dirinya. Keluar dari zona berbahaya dan memutuskan untuk menggapai kebahagiaan diri. Pada akhirnya di sadar, dia tak bersalah, faktanya dia memang tak membunuh raja. Hanya saja keadaan yang memaksanya menjerumuskan diri kedalam jurang berduri, membuat jiwanya terguncang hebat, hingga sosok iblis berkedok depresi memaksanya untuk menganggap diri sebagai monster abadi. Sejauh itu, hanya satu kesalahan yang disadari sang pangeran, tentang dirinya yang tidak mencintai diri sendiri.
“Tunggu sebentar!” Hazel memiringkan kepalanya dan bertanya, “Kamu melupakan sesuatu, nama pangeran itu siapa?”
“Kamu akan tahu nanti, season dua akan rilis,” jawab Zaidan asal.
“Huh, dasar!” Menyandarkan kepalanya dibahu bidang milik Zaidan.
Keduanya tertawa sambil terus bercerita hal-hal konyol. Memandang langit dan menunjuk bintang-bintang diangkasa, menamai semua bintang seperti yang pernah mereka baca didalam buku. Zaidan menunjuk khusus bintang yang paling bersinar cantik dan menamainya Hazel Star. Seperti yang diceritakan Zaidan barusan, Hazel Star disana terlihat sangat bersinar, bahkan cahayanya ikut menerangi bintang-bintang lain disekelilingnya.
Mereka terlalu terlena dengan kebahagiaan yang entah sampai kapan akan terus bertahan, sampai-sampai tak menyadari adanya satu sosok yang tengah berseringai dibalik topi hitam dan maskernya. Menatap tajam kearah dua sejoli yang tengah dimabuk cinta didepan sana. “Kisah Pangeran dan Putri yang cukup manis,” gumamnya sambil menyunggingkan smirk. “Tapi sebuah kisah takkan lengkap tanpa adanya air mata. Protagonis tak akan sempurna tanpa adanya antagonis. Tertawalah sepuasnya untuk hari ini, karena esok seseorang akan datang dan merubah tawa menjadi tangis.”
“Aku lebih pandai membuat alur kisah. Aku juga akan hadir dalam kisah yang aku rancang untuk kalian. Dan kuberikan judul kisah Blood, Sweat, and Tears, bukan The Eternal Love seperti yang kalian harapkan.” Ucap seseorang dibalik tembok yang terletak tak jauh dari tempat Zaidan dan Hazel. Memandangi belati yang mengkilat ditangan kanannya dan kembali berseringai sambil menatap pantulan wajahnya diatas pisau.
Wah, bagus nih. Serasa baca novel thiller Amerika. Kalo difilmkan ini keren, baru setengah jalan padahal, gak sabar kelanjutan ceritanya.