Loading...
Logo TinLit
Read Story - SATU FRASA
MENU
About Us  

Seperti rutinitas hari-hari sebelumnya, lantai duabelas tower S Parman pagi ini masih dengan pemandangan yang sama. Lalu lalang para pekerja metropolis dengan beragam gaya mewarnai sibuknya awal pagi.

Bagi mereka, sepertinya tak lengkap jika meja kerja kosong tanpa sebuah cangkir yang sudah nangkring di atasnya. Aneka teh sesuai selera dan juga beragam rasa kopi favorit turut menjadi pembuka hari yang sibuk.

Ayesha, lebih memilih menyeduh teh hitam dibandingkan kopi yang baginya terlalu asam untuk dicecap sepagi ini.

"Nggak pakai gula, Mbak?" tanya Mas Ucup, office boy lantai duabelas, saat Ayesha sedang mencelupkan kantong teh dan mengaduknya hingga membuat teh ter-osmosis larut ke dalam air panas di dalam cangkir.

Ayesha tersenyum singkat, lalu membalasnya, "saya sudah manis, Mang." Muka Mang Ucup langsung berubah seketika.

Terang saja, Ayesha sudah mulai membaur dengan para pekerja di kantor ini dari berbagai lini, tak terkecuali Mang Ucup ini. Hampir setiap pagi saat ia membuat sesajen untuk dirinya sendiri, ada Mang Ucup yang entah selalu kebetulan atau seperti apa, sedang mengepel area pantry. Tak urung, hal tersebut membuatnya akrab dengan sosok yang jasanya begitu besar untuk kenyamanan kantor DCA.

Selesai menyiapkan amunisi, Ayesha niatnya balik ke kubikelnya. Tapi...

"Ouuuch..." Satu pekikan keras membuatnya Ayesha mendongak.

Tehnya sedikit tumpah. Lebih lagi, teh tersebut mengenai kemeja Gifi. Ya, Gifi baru saja keluar toilet.

Celaka!

"Gifi, maaf, panas, ya?" sesal Ayesha sambil mengelap kemeja Gifi dengan tisu. Walaupun apa yang dilakukannya itu nggak memberikan pengaruh banyak untuk membuat kemeja Gifi kembali kering, sih.

"Udah, udah, Ye... nggak pa-pa." Gifi berusaha menenangkan. Bayangkan saja, raut muka perempuan di depannya ini sudah pucat karena takut Gifi murka dengan ulah teledornya.

"Nggak pa-pa, Ye. Santai ah, gue ada ganti kok." Gifi kembali menenangkan, menangkup kepala Ayesha dan mengusap lembut rambutnya membuat hati Ayesha mendadak berdesir hangat. Belum lagi, senyuman Gifi yang begitu sedap macam MSG. Duuh, gurih, Mas!

Ayesha masih mematung ketika Gifi sudah berlalu. Kenapa ia harus menciptakan adegan FTV sepagi ini?

Ceroboh, Ye! Ayesha merutuki sendiri kelakuannya. Berharap, jangan sampai saja setelah kejadian baru saja itu, Gifi mendadak ilang feeling kepadanya. Ooh, itu tidak ada dalam to do list Ayesha.

????????????????????


Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, sebagai pekerja kreatif waktu memang bukanlah hal yang saklek. Fleksibel, santai tapi selesai, begitulah yang kiranya diucapkan oleh para rekannya ketika ia baru bergabung kemarin.

Ayesha sudah mulai terbiasa dengan ritme kerja yang seperti ini. Ia juga mengakui kalau lingkungan kerja yang seperti inilah yang ia idamkan sejak dulu. Bukan duduk terpekur sekian jam terkurung dalam kubikel dengan kaku dan tegang seperti di kantor Top Manajemen kemarin-kemarin itu.

Setelah mengganti tehnya yang tumpah akibat tragedi memalukan tadi, Ayesha kembali ke mejanya. Ia langsung menyalakan laptop dan mulai menekuri surel. Ini sudah menjadi rutinitas tiap paginya, mengecek apakah ada surel-surel penting yang perlu segera mendapat tanggapan.

Inginnya menyeruput sedikit teh seduhannya tadi, tapi...

"OMO!!!! MARSHMALOVE GOAAAAL!!!!!!"

Byur... muncrat. Sedikit.

Terkutuklah engkau wahai kaleng rombeng!!!

Ayesha langsung menolehkan kepala ke arah teriakan itu. Kubikel yang hanya setengah membuat kantor ini terasa melebur, tidak begitu terisolasi. Ayesha masih bisa melihat rekanannya yang lain, termasuk, Cia, yang menjerit dari meja kerjanya, arah jam tujuh dari posisi Ayesha saat ini.

?

 

Ciaaaaa!!! Ia menggeram dalam hatinya.

Bukan cuma Ayesha yang kaget, semuanya saja kalau mendengar lengkingan cukup memekikkan juga bakal teralihkan fokusnya.

"Apaan, Ci?" Gifi datang, oh, kemejanya sudah berganti. Tanpa melirik, Gifi melewati Ayesha begitu saja. Lalu ia melangkah mendekati Cia yang tampak begitu excited menghadap layar empatbelas inchi di depannya.

Sambil satu tangan masuk ke saku celana, lengan baju digulung setengah seperti biasa, Gifi selalu memiliki sihir tersendiri. Gifi berdiri di samping Cia, ikut mengerutkan kening, menajamkan penglihatannya ke layar laptop.

"Gilaaa, ini baru asyik, tjoy!!! Uhuuuuy... makan-makan. Hanamasa kuy!" Cia kembali bersorak, melakukan selebrasi karena tender kali ini berhasil ia goal-kan.

Ya, Ayesha cukup paham kok apa yang diteriakkan Cia tadi. Ia juga senang, project pertamanya bisa menarik hati pihak klien. Dan, semoga ini menjadi awal kariernya yang lebih baik.

"Beneran goal, Ci?" tanya Mas Zarif yang kebetulan lewat di depannya. Anak-anak yang lain sudah ikut memberikan ucapan selamat kepada mereka, team yang diketuai oleh Pak Wiguna. Tak terkecuali Ayesha yang mulanya hanya diam saja.

Gifi hanya tersenyum, membalas sekadarnya ucapan selamat yang diberikan oleh para rekannya.

"Yeeeeeee... siap-siap kerja, Ye. Kita mulai campaign bulan depan. Jadi, setelah ini ayo kumpul dan diskusi semuanya." Cia berseru dengan antusias yang meletup-letup. Sesaat kemudian sudah mengeratkan pelukan kepada Ayesha yang tampak anteng-anteng aja di tempatnya.

"Udah bilang Pak Wig belum?" tanya Gifi mengingatkan.

"Belum siah, baru juga email kebuka pagi ini."

"Mau gue temenin ngadep, Ci?" Ayesha menawarkan diri.

"Nah, itu yang gue butuhin. Bukan kek lu, nanya doang, action kagak!" gerutu Cia sambil balik ke mejanya, bersiap mengambil book note dan mem-forward surel pemberitahuan dari Marshmalove ke Pak Wiguna.

Done!

"Yuk, Ye."

Ayesha juga bangkit, meninggalkan Gifi yang dari tadi masih berkeliaran sekitar mejanya. Ada kerlingan mata yang dimainkan Gifi ketika ia hendak melangkah, duh... tolong kondisikan jantungnya yang selalu abnormal tiap kali melihat segala tingkah yang Gifi tujukan untuknya. Alhasil, Ayesha hanya bisa berdecak untuk menutupi rasa deg-degannnya tersebut.

????????????????????


Atmosfer kesibukan sudah mulai terasa. Setelah meeting dengan divisi marketing pihak Marshmalove, mereka sudah mendapatkan kesepakatan pasti, campaign apa yang akan digalakkan ke depannya. Menjadi pe-er tersendiri tentunya bagi Ayesha, Gifi, serta teman satu timnya yang lain.

Tak jarang, jam pulang kantor juga bergeser. Deadline yang mencekik mulai dikenal oleh Ayesha. Oh, begini tekanannya kerja di industri kreatif?

Tapi hal tersebut tak menjadikan Ayesha surut minat. Ia sudah mulai menemukan soul dalam pekerjaannya kali ini. Ia nggak ingin terburu-buru menyimpulkan suatu klimaks dari tiap tekanan yang datang silih pergi.

"Revisi! Nggak gini, Ye. Ini sudah pernah dipakai ahensi sebelah, improve dong!"

Ya, revisi desain adalah salah satu dari sekian hal menjemukan yang Ayesha paling hindari. Sebisa mungkin ia totalitas menuangkan ide-ide pada desain yang digarapnya. Namun, soal selera itu relatif. Tidak ada tolak ukur pakem bahwa desain tersebut bisa dikatakan bagus atau kurang. Tidak ada desain yang tidak bagus. Kalau menuruti kata 'sempurna', rasanya dunia kreatif tidak mengenal hal tersebut. Akan ada pembaharuan untuk mengungguli desain sebelumnya, inovasi terus berjalan.

"Ye, orang yang kerja kek kita ini, harus punya curiosity terhadap perkembangan brand yang sedang kita garap. Apalagi soal pesaingnya. Improve, modify, combine, lakukan semua untuk meng-engage audience." Ayesha hampir hapal dengan nasihat para pendahulunya di DCA.

Ia juga ingat petuah Papinya saat awal-awal memutuskan untuk berkarier sendiri: serap ilmu dan pengalaman sebanyak yang kamu bisa, kemudian implementasikan, lalu sebar luaskan untuk kebermanfaatan banyak orang.

"Gimana, Ye? Udah sampai mana?" tanya Gifi menyerahkan satu mug berisikan coklat hangat.

Sore ini memang sudah lepas kantor, tapi mereka berencana lembur karena deadline semakin mencekik. Ayesha, Gifi, dan Rudy memilih lounge untuk menyelesaikan pekerjaannya malam ini.

"Kerangka desainnya yang baru sudah jadi, semoga yang ini Pak Wiguna acc." Kemudian, Gifi mendekatkan dirinya, menjadikan deru napas Gifi terdengar sampai ke telinga Ayesha.

Gifi sih santai saja, merasa biasa, ia menengok desain yang dipangku Ayesha itu.

"Lumayan sih, ini. Optimis aja, Pak Wig mah sebenarnya kalem kalau diikutin maunya, kudu sabar aja. Lama-lama lo udah biasa dengan dunia kita ini kan?"

"Iya, pressure-nya lumayan. Gue kira dulu kerja beginian bisa santai kayak nggak kepakai. Tapi ternyata, riweh mampus. But, so far sih gue enjoy."

Apalagi ada kamu, Gif.

"Ini belum seberapa, belum nemuin komplainan klien aja. Apalagi kalau ada brand yang lagi masalah. Kita ikut keseret imbasnya. Contoh aja ahensi sebelah yang megang adsnya beras berpolemik itu."

"Oh, beras subsidi yang di-repack menjadi beras premium itu?" Ayesha mendadak penasaran, mengatur posisi duduknya sambil memperhatikan Gifi yang bercerita dengan mug coklat tetap di tangan.

"Iya, itu. Kasian ahensinya, mereka udah kasih advise tapi ditolak. Lalu pas mereka nurutin maunya brand dan nggak sesuai, apalagi ketepatan kena kasus ini, pihak brand nggak terima, rese dengan komplain yang dilayangkan."

"Bisa sampai serumit itu?"

"Itu masih salah satu contoh sih. Banyak kecurangan lain di dunia digital marketing seperti ini."

Ayesha manggut-manggut sambil membentuk huruf O dimulutnya. Rasa nyaman itu sudah mulai Ayesha dapatkan. Gifi orangnya santai kok, dirinya saja yang agak ngegas sejak awal.

Contoh tuh Rudy, yang nggak pengaruh dengan mereka. Tetap tenang walau badai menghadang. Kalau ada tsunami juga dia sadarnya paling akhir. Serius banget mantengin laptop sejak tadi. Hal itu membuat Ayesha juga tak sungkan untuk mengobrol lebih lagi kepada Gifi.

"Eh, Cia ke sini? Atau langsung pulang tuh anak?" tanya Gifi membuat Ayesha menghentikan aktivitas mengetiknya.

"Oh iya, bentar gue cek Line dulu." Gawai keluaran terkini telah bertengger manis dalam genggaman Ayesha. Kelincahan memainkan jari di atas layar lima inchi tersebut sudah mahir ia kuasai.

"Hai, kalian...." Sosok yang ditunggu tiba, Cia datang membawa sebuah kresek putih yang entah isinya apa.

"Lama, ya?"

"Nggak sih, setidaknya coklat gue nggak sampai nambah lah," balas Gifi menggoda Cia.

Ada tawa menggelegar di sana. Sedikit merapikan kertas-kertas dan laptop, Ayesha menyingkirkan barang-barang  itu sejenak. Ikut menyusul Cia ke minibar, mencari piring dan sendok untuk mereka berempat.

"Rud, lo nasgor putihan nggak pake telor kan?" tanya Cia memilah bungkusan nasi goreng yang sudah bertanda masing-masing.

"Yoiyoi," sahut Rudy masih di tempatnya dengan acungan jempol saja.

"Lo nawarin si Rudi? Tau gitu gue juga request. Gue kalau nasgor suka nggak pakai saos. Kecapan aja," sambar Gifi yang langsung ditoyor oleh Cia.

"Syukur-syukur gue inget kalian. Orang mah kalau laper terus ada orang beliin tuh normalnya bilang makasih sih. Lah elu????" Cia memasang mode merajuk, membuat Gifi terkikik tak tertahan.

Gifi paling suka menggoda Cia, ekspresi wajahnya itu lho... menggemaskan. Apalagi kalau sudah memberengut seperti ini.

"Makasih ya, Ci. Maaf lho," ucap Ayesha sambil menata bungkusan itu ke dalam piring.

"Nah kek Aye nih. Santai aja, Ye. Gue nggak repot kok. Lo mau bilang gitu kan?"

"Eh, nggak sih. Maaf lho, jadi enak... kan gue laper juga, Ci. Tau banget lah lo."

Cia merasa dirinya sedang dikerjai oleh dua makhluk ini. Gifi bahkan sampai terpingkal puas dengan balasan Ayesha.

"Eh, mau minum apa kalian?" tawar Ayesha kepada teman-temannya.

"Mau buka warung, Buk?" Giliran Cia meledek Aye yang kini sedang menjarah isi kulkas kantor.

"Ide lo bagus, Ci. Kali-kali aja gue resign dari sini terus buka warung nasi padang ye kan? Jangan salah lho. Tajir, Sis, buka kek begituan. Never lasting, usaha bidang kemaslahatan umat sepanjang masa. Nasi padang yang kenikmatan hakikinya tak pernah padam." Ayesha mengoceh sendiri sambil masih berjongkok depan lemari pendingin entah mencari apa.

Sementara itu, Gifi baru saja menemukan sisi lain Ayesha, ia kira perempuan ini begitu dingin, tertutup, dan kaku. Tapi, ada saat di mana Ayesha ternyata bisa guyon receh juga, ya? Ini menarik, terlalu banyak hal yang ingin Gifi ketahui soal perempuan ini. Terlebih pancaran mata itu, mengingatkan ia pada seseorang.

Oh, nggak, ini jelas beda. Gifi menampik kata hatinya sendiri.

"Mau minum apa jadinya? Tuh patung pancoran juga tanyain elah. Rud, lo minum kagak?"

"Rudi mah unta, Ye. Dia punya tandon air di dalem, jadi kalau haus tinggal buka kran aja."

"Anjir lo, tandon air. Ye, ada apaan aja di kulkas?"

"Ada soda kalengan, marjan, buavita, nutrisari bubuk, sama teh celup. Ada gula, lo mau es teh, Rud?"

"Gue soda aja deh, lempar, Brur," pinta Rudy kepada Gifi.

"Elah, minuman dilempar-lempar. Sini aja gue yang bawa," sahut Cia, mengambil soda kalengan pesanan Rudi dan membawanya ke soda.

"Lo apa, Gif? Mau es teh manis?"

"Nggak deh, Ye. Lo udah terlalu manis, dari tadi lo senyumin mulu, sekarang lo mau tambahin es teh manis. Bisa diabetes gue." Astaga-astaga, untung saja Ayesha sedang nggak memegang gelas. Kalau nggak, bisa jadi ada drama tambahan shock effect di mana gelas terlepas begitu saja lalu... pyaar.
Lebay!

"Ck, gue nggak mempan lo gombalin begitu. Jadi lo apa nih? Atau mau bikin sendiri?"

"Gif, itu dua piring lainnya bawain sini. Gue nutrisari ya, Ye. Esnya banyakin." Belum juga ia membalas Ayesha, teriakan Cia dari tengah menginstrupsi mereka berdua.

"Samain aja," ucap Gifi, kemudia berlalu terlebih dahulu, bergabung bersama Cia dan Rudi di ruang inpirasi.

?


Kenapa disebut ruang inspirasi? Karena ruangan ini didesain senyaman mungkin untuk membuat para penghuninya merasa di rumah sendiri. Bebas tekanan, dan merasa tidak terkekang. Ruangan ini kadang diperuntukkan untuk sesi brainstroming selepas meeting dengan pihak brand. Konon nih, karena setelah bertemu dengan klien, mereka bukannya tercerahkan justru kewalahan menghadapi kemauan klien yang kurang kooperatif.

Lihat saja interiornya, ada sofa bantal warna-warni, dan juga wallpaper dengan art terstruktur yang ciamik sekali. Menurut mereka, lingkungan kerja yang demikian adalah terapi tersendiri dari segala stres yang menghadang.

Nah, mangkanya bagi Tim Pak Wig yakni mereka berempat, yang kini lagi mentok-mentoknya dikejar deadline, mengerjakan di meja dengan posisi tegak sangat tidak disarankan.

Santai aja, asal selesai, moto khas DCA yang membuat penghuninya betah sekalipun hantaman pressure di mana-mana.

Rudi sudah mulai melahap nasi goreng putihnya. Sementara Cia baru saja membuka laptop, mengeluarkan book noted serta tablet berisikan hasil meeting bersama klien.

"Apa yang lo dapet, Ci?" tanya Gifi sambil menyantap makananya.

"Mereka punya standar KPI sendiri, ini tantangan, sih. Apalagi sebelum ini, ads tentang Marsmalove masih sangat jarang." (Key Performance Indicator)

"Berapa KPI yang diminta? coba lihat." Gifi beringsut mengambil tablet milik Cia. Ia menganalisis sejenak grafik yang diinginkan oleh pihak brand.

"1000 viewer iklan di YouTube, 1000 klik iklan di web-web dalam sebulan. Followers Instagram minimal dalam sebulan nambah 1000. Likes di fanpage Facebook minimal 2000 sebulan. Waoww, challenging sekali, sih."

"Gimana, guys?" tanya Cia.

"Sebenarnya KPI itu jangan terlalu dibuat pegangan banget sih. Instagram dengan followers banyak, nah itu adalah PR kita gimana caranya membuat feed yang mengundang banyak interaksi. Komentar dan likes itu penting daripada jumlah followers. Karena terkadang, ada yang nggak sejalan, followers udah berapa tapi kebanyakan followers pasif."

"Nah, good, Rud. Itu yang gue pikirin soal KPI. Emang sih, angka-angka ini hanya sebagai patokan. Jangan dibuat beban. Fokuslah membuat konten yang memikat, yang bisa meng-engage target audience kita." Cia menimpali, sambil sesekali menyuapkan nasi gorengnya. "Lo gimana, Ye? Ada suggest?"

"Gue udah nge-plan sih kalau official account Instagram pakai yang bersponsor. Terus gue juga udah list nama-nama selebgram yang bisa kita ajukan proposal endorsment. Jadi gue penginnya selain endorse mereka juga bersedia kita buatkan banner yang dipasang di official akun Marshmalove. Lalu buat banner-banner lain sesuai time line, ads kita unggah bertahap. Gitu sih kalau dari gue." Jangan heran kalau Ayesha mulai fasih berbicara, rasa percaya dirinya tersulut melihat sekelilingnya yang maju begitu cepat. Praktis, ia nggak ingin tertinggal kan? Apalagi soal Gifi. Ayesha mengerahkan segenap kemampuannya untuk membuat Gifi sedikit kagum padanya.

Memang, secara tidak sadar Gifi sudah menggumamkan kata cerdas dengan pelan. Sosok di sampingnya ini benar-benar di luar dugaannya.

"Oh, gue juga ada konsep YouTube. Jadi salah satu campaign yang kita taruh di proposal kan pasang iklan di YouTube, tuh. Gue penginnya ads tersebut singkat aja, 15-30 detik lah, tapi isinya padet, tagline Marshmalove salah satunya. Nggak bertele-tele tapi langsung kena."

"Mantep, Gan. Lo anak kekinian banget, Ye? Kenal perilaku pengguna sosial media," sahut Rudi sambil nyender manja di pojokan. Sepertinya Rudi kena sindrom ngantuk setelah kenyang deh.

"Gue juga setuju sama yang lo paparin itu, Ye. Rame-rame lah kita minta Pak Wig meeting kalau konsep kita ini udah rampung. Gimana?" Cia angkat bicara.

"Setuju aja, sih. Gue mah manut," sahut Rudi masih bersender-sender klub.

"Gila! Lo detail banget sih, Ye?"

"Halah, biasa aja, gue masih kecebong di sini," ucap Ayesha yang merendah, merasa dirinya bukanlah apa-apa dibanding mereka.

"Cia benar, lo detail. Kayak Naya." Gifi menyahut, membuat ruangan mendadak sunyi tanpa suara.

"Naya? Siapa?" Ayesha tentu aja penasaran.

"Eung... lanjut, yuk. Sampai mana tadi?" tawar Cia yang menurut Ayesha ada maksud pengalihan di sana.

Kenapa harus dialihkan?

"Eh, sorry. Gue harus cabut. Gue lupa ada acara. Lanjut besok, ya?" Gifi tiba-tiba pamit, menandaskan satu gelas nutrisari buatan Ayesha, dan berjalan ke arah wastafel minibar,  membereskan sisa makan malamnya itu.

"Kok mendadak, Gif?" tanya Rudi, menyadari keanehan Gifi.

"Iya, bego banget gue lupa. Ye, gue nggak bisa nebengin lo, ya. Nggak pa-pa, kan?"

"Selow aja, Gif. Masih jam delapan juga. Tapi lo buru-buru banget, emang?"

"Banget, gue duluan ya semuanya. Lo record aja hasil discuss kalian, besok gue pelajari. Gue cabut, bye."

Ayesha mematung di tempat. Ini nggak biasa. Apalagi, tidak ada ponsel Gifi berbunyi yang membuat ia tiba-tiba teringat acaranya itu.

Sementara diam-diam, Cia merutuki kebodohannya. Ia mematik masalah yang seharusnya tak perlu ada. Bodoh. Ini semua karena dirinya.

_______Nantikan Kelanjutannya_______

?


? GifiPrama, CiaGaitsa, RudyDarmawan, ValerieS, and 875 others
AyeshaA If you have a strong purpose in life, you don't have to be pushed. Your passion will drive you there -- Roy T. Bennett, The Light in the Heart.
View all comments
Jujuwwitjantik auuuuh yang sekarang anak desain. Coret-coret pun jadi aestheticks yaawn. Unch laa punya kaka begini ????
AyeshaA males ada maunya lo
ValerieS kakak semangat kerjanyaaa ????????
Ayesha siyap makasih Mih
Fachry.Sp.Pd bagus kak lanjutkan ????
AyeshaA yaiyalah, bukan Ayesha kalau ga bagus
RayyanArg cantik
GifiPrama setuju @RayyanArga kek orangnya
AyeshaA main setuju aja, emang lo kenal segala mention orangnya? @GifiPrama
GifiPrama kenalan siah. Siapa? Adeknya Aye ya? Minta traktir Aye bro, bonusnya ngalir deres kek ciliwung @RayyanArg
CiaGaitsa gue mendengar kata-kata traktiran, kita ikut.... Eh Rud jan ketinggalan lu ah @RudyDermawan
AyeshaA ckckckck campaign belum jalan juga segala mikirin bonus, aamiinin aja lah.











 


 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • yurriansan

    Mantap & kreatif, smpai masukin gambar. Jadi bisa kebayamg deh karakternya.

    Comment on chapter Sembilu Dusta
  • eksindrianii

    Ada abg disini????????

    Comment on chapter SERANGKAI FRASA
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter BERMULA KARENA
Similar Tags
Coklat untuk Amel
222      187     1     
Short Story
Amel sedang uring-uringan karena sang kekasih tidak ada kabar. HIngga sebuah surat datang dan membuat mereka bertemu
November Night
377      270     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Kafa Almi Xavier (update>KarenaMu)
713      423     3     
Romance
Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehatnya padahal prosesnya sesederhana itu? Hanya berawal dari mata yang mulai terpikat, lalu berakhir pada hati yang perlahan terikat. °°°°##°°°° Berawal dari pesan berantai yang di kirim Syaqila ke seluruh dosen di kampusnya, hingga mengakibatkan hari-harinya menjadi lebih suram, karena seorang dosen tampan bernama Kafa Almi Xavier....
Isi Hati
490      347     4     
Short Story
Berawal dari sebuah mimpi, hingga proses berubahnya dua orang yang ingin menjadi lebih baik. Akankah mereka bertemu?
To You The One I Love
866      506     2     
Short Story
Apakah rasa cinta akan selalu membahagiakan? Mungkinkah seseorang yang kau rasa ditakdirkan untukmu benar benar akan terus bersamamu? Kisah ini menjawabnya. Memang bukan cerita romantis ala remaja tapi percayalah bahwa hidup tak seindah dongeng belaka.
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...
PROMISES [RE-WRITE]
5973      1774     13     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
Rembulan
1126      632     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Between Earth and Sky
925      559     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
Thantophobia
1372      778     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.