Loading...
Logo TinLit
Read Story - Puggy Humphry and the Mind Box
MENU
About Us  

            "Carilah dan temukan jika kau bisa, Santa Theresa. Tertanda 'SP.' " Inspektur Deyrill mengerutkan kening saat membaca surat kaleng itu. Kemudian dia mengangkat wajahnya, menatap Puggy dengan marah. "Anda pikir saya bodoh? Anda tidak bisa menghalangi saya menangkap buronan saya, hanya karena surat tolol ini." 

            Puggy menyipitkan mata lalu memiringkan sedikit kepalanya. "Inspektur, Anda tidak boleh tergesa-gesa. Mendakwa orang sebagai pelaku pembunuhan tanpa bukti yang kongkrit, itu sama saja memperkosa hukum. Saya bisa menyeret Anda ke balik jeruji." Ada nada sekeras baja dalam suara Puggy.

            "Miss Puggy!" Inspektur Deyrill bangkit dan menggebrak meja. Cangkir teh di atasnya bergoyang, menumpahkan isinya. "Saya peringatkan kepada Anda, sebaiknya Anda tidak ikut campur. Atau Andalah yang akan saya seret ke polisi, atas tuduhan menyembunyikan seorang buronan."

            "Benar-benar tolol!" sahut Puggy, "saya tidak mengerti, mengapa departemen kepolisian Belley mempekerjakan orang yang otak kelinci pun tak punya."

            Inspektur Deyrill meledak. "Persetan Anda, Miss Puggy! Sekali bajingan selamanya bajingan. Saya akan tetap menangkap Sir David. Dengan atau tanpa persetujuan Anda. Dan surat kaleng itu sama sekali tidak berarti."

            "Jadi ... Anda pikir saya penipu, atau bodoh?" Puggy menatap Inspektur Deyrill lekat-lekat. Mata kelabunya yang kecil berkilat-kilat mengerikan.

            Inspektur Deyrill balas menatap--sama-sama menyipitkan mata seperti hiu yang siap menyerang. "Jika benar organisasi itu ada, dan yang menelepon Sir David mengatakan yang sebenarnya, mengapa dia tidak memberitahu polisi?"

            "Dan ditertawakan kalian?" David menyela sambil menggeleng kuat-kuat. "Saya tidak setolol itu, Inspektur. Lagipula nomor lelaki gila itu sekali pakai. Kita tidak bisa menguhubunginya balik." David merogoh saku, mengeluarkan ponsel genggam, lalu diberikannya pada Puggy. "Saya lebih percaya Miss Puggy untuk menangani kasus ini."

            Wajah Inspektur Deyrill seperti gunung Vesuvius meletus. Kehormatan dirinya tersinggung, dan statusnya sebagai penegak hukum diremehkan. Dia mengertakan gigi, menahan amarah yang meluap-luap. "Anda akan membayar mahal untuk penghinaan ini," geramnya.

            "Duduklah, Inspektur," kata Puggy, dengan nada perintah yang rendah sekali. "Emosi itu tidak baik untuk pikiran. Kita selidiki kasus pembunuhan ini bersama-sama." Puggy menawarkan solusi.

            Dada Inspektur Deyrill naik-turun. Matanya terpaku, tak gentar menatap Puggy. "Saya ingatkan Anda, Miss Puggy, kasus pembunuhan Sir Leon adalah urusan polisi Perancis. Sebaiknya Anda jangan ikut campur."

            Puggy tersenyum sekilas . "Mais oui, terakhir saya mengecek, saya ini detektif swasta. Bukan polisi Swiss. Anda tahu apa artinya, Monsieur?" Puggy mengedipkan sebelah matanya, mengejek.

             Inspektur Deyrill mendengus. Kemudian duduk tanpa berkata apa pun. Di sampingnya, senyum David melebar.

            Puggy kembali pada ponsel genggam kliennya. "Kode nomor telepon ini tiga puluh tiga. Nomor Paris. Durasi panggilannya kurang dari empat menit. Waktunya pukul tiga belas lebih empat puluh siang ini." Dia meletakan ponsel itu di meja, lalu menoleh ke arah Inspektur Deyrill sambil mengangguk. "Saya minta, Anda bersedia menceritakan kronologi pembunuhan Sir Leon, Inspektur. Atau Anda tidak akan mendapat apa pun sampai berita itu turun ke media besok pagi."

            Inspektur Deyrill mendesah, menelan ketidaksenangan atas perintah detektif wanita itu. Tapi dia terlalu lelah untuk memprotes. Tak ada gunanya. Perempuan di hadapannya perempuan Swiss sejati. Sentimental dan idealistis. Setelah berhasil mengatur irama pernapasan, Inspektur Deyrill berkata dengan pahit. "Anda menang, Miss Puggy."

             Puggy tersenyum. "Miss Puggy selalu mendapatkan yang dia inginkan, bien sûr."

             "Pukul setengah sebelas lalu, saya mendapat laporan pembunuhan dari puri Laurel," ujar Inspektur Deyrill, mulai. "Saya, beberapa anak buah saya, dan tim forensik, sampai di tempat kejadian sepuluh menit kemudian. Setelah polisi selesai melakukan olah kejadian perkara, tim forensik langsung membawa korban ke rumah sakit untuk keperluan autopsi--"

            "Bagaimana hasil olah tempat kejadian perkaranya?" Puggy menyela, "apa Anda mendapat petunjuk? Jejak darah, sidik jari? Bagaimana dengan senjata pelaku?"

            Inspektur Deyrill menarik tubuhnya, duduk tegak-tegak. Kemudian dia membusungkan dada penuh wibawa, dan dengan gaya pengacara kawakan dalam sebuah persidangan, dia melanjutkan, "Kami memang tidak mendapatkan satu pun petunjuk yang Anda sebutkan, Miss Puggy. Tidak ada sidik jari, jejak darah, bahkan senjata pelaku pun tidak kami temukan. Tapi, berdasarkan kesaksian saksi mata, kami punya bukti kuat bahwa pelaku yang menghabisi korban adalah ... " dia menoleh dengan tajam ke arah lelaki disampingnya. "Sir David."

            David terlompat sampai kursinya terjengkang. "Bangsat! Bukan saya yang membunuh David."

            Puggy mengangkat tangan

             Lalu dengam jarinya yang kurus dan panjang-panjang, dia menuding David. "Duduk, Sir."

            Seperti mesin otomatis, David membenarkan kursinya dan duduk.

            Puggy menoleh kepada Inspektur Deyrill. "Saya ingin tahu. Semuanya."

            Inspektur Deyrill mngangguk. Seulas senyum kemenangan tersungging di bibirnya yanv tebal dan gelap. "Pesan kematian itu, Miss. Sebelum korban tewas, korban sempat mengatakan Sir David pelakunya."

            "Bagaimana persisnya?"

            "Yonathan pernah melakukannya, David. Korban membisikkan itu di saat-saat terakhirnya, setelah sebelumnya dia sempat menangis sambil menjulurkan tangan minta tolong."

            Alis lebat Puggy mengerut. "Menangis?"

            "Oui, Miss. Korban menyeka matanya. Ada darah di pelupuk mata kiri korban." 

            "Bien, silakan lanjutkan cerita Anda, Inspektur."

            "Menurut Mr. dan Mrs. Burnwell—yang pertama kali menemukan korban, majikannya memang tampak lain petang ini. Bahkan menolak makan malam. Dia mengurung diri di kamar kerjanya, dan memberi tahu tidak ingin diganggu siapa pun. Korban belum pernah seperti itu sebelumnya. Sebab itu, Mr. dan Mrs. Burnwell menduga, majikannya masih memikirkan pertengkaran dengan Sir David sore tadi. Karena  mereka sempat mendengar,  korban diancam akan dibunuh oleh Sir David."

            "Saya memberi tahu Leon jika dia akan dibunuh! Bukan saya mengancam mau membunuh. Kepala pelayaan tolol itu salah dengar." David membela diri dengan sia-sia. 

            Inspektur Deyrill tersenyum sinis. "Jika yang Anda katakan benar, saya ingin tahu kenapa revolver yang sempat Anda todongkan ke saya, sama persis jenisnya dengan senjata pelaku?"

            "Omong kosong apa ini?!"

            "Itu benar, Sir. Jenis kaliber revolver pelaku sama persis dengan revolver yang Anda bawa," jawab Inspektur Deyrill, "saya rasa, Anda tidak keberatan jika saya ingin melihat revolver Anda."

            Puggy mengangkat tangan, tidak setuju. "Inspektur, seharusnya Anda malu dengan diri Anda sendiri. Pesan kematian itu jelas sekali mengatakan Sir David bukan pelakunya."

            "Miss," sergah Inspektur Deyrill, "semuanya cocok. Pesan kematian itu, motif, senjata, kesempatan ... cetak biru yang lengkap itu ada pada diri Sir David."

            Puggy memotong udara dengan gerakan tangan. "Pas de sens, tidak masuk akal. Pesan kematian itu jelas sekali mengatakan sebaliknya." Dia bangkit dan berjalan ke arah rak di atas perapian.

            "Maaf, bisa lebih spesifik, Miss Puggy? Saya tidak mengerti maksud Anda."

            "Anda benar-benar tolol, Inspektur!" seru Puggy, "otak Anda terbuat dari apa, sih?! Yonatahan itu pelakunya. Bukan Sir David."

            Inspektur Deyrill melotot. "Itu konyol! Tidak ada teman, kolega, bahkan saudara dan keluarga korban yang bernama Yonathan. Saya sudah memastikan itu."

            "Tentu, tentu saja begitu. Yonathan itu nom de plum. Sekedar identitas," sahut Puggy tanpa ragu, "kasus pembunuhan ini adalah sebuah kriminil yang memakai kepala dingin, akal licik, otak yang tajam, mental serta fisik yang kuat--sebuah kombinasi untuk pembunuhan berencana yang kejam. Sir David memang memiliki otak yang tajam. Tetapi tidak memiliki kepala yang dingin." Puggy kembali duduk di kursinya, sambil meletakan papan ouija dan sebatang lilin pendek di meja. 

            David Robinson tersipu. "Anda benar. Saya memang temperamental."

            "Semua fakta memang mengarah langsung pada Sir David." Puggy menjelaskan. "Bahkan senjata pelaku pun persis. Tapi ada satu hal yang terlupakan--korban sendiri sudah tahu akan dibunuh." Dengan kritis Puggy memandang kedua lelaki di hadapannya secara bergantian. "Dilihat dari segi psikologisnya, korban sepertinya tahu persis akan pembunuhan itu--hanya dia sama sekali tidak menduga bahwa pembunuhannya dilakukan malam itu juga.  Sebab itu, dia tidak membawa pistol untuk melindungi dirinya. Tetapi, Sir Leon itu cerdik. Dia menemukan pemecahan masalah di saat-saat terakhir hidupnya. Sebuah pesan kematian yang misterius yang menarik banyak perhatian."

            David mengangkat alisnya dan menghela napas dalam-dalam. "Artinya, petunjuk satu-satunya adalah pesan kematian itu?"

            Puggy mengangguk pelan. "Bien sûr. Karena itu kita harus meninjau kembali pesan kematian itu dari berbagai segi dan sudut. Pesan kematian itu seolah-olah ingin mengatakan Sir David pelakunya. Tetapi, jika dicermati lebih jauh lagi, nama David itu sama sekali bukan nama si pelaku. Melainkan ditunjukan untuk menghina pelaku. Yonathan."

            "Maaf?" sela David.

            "Sir, Anda pun tahu jika David sering berbuat dosa, kan?" Puggy menggoyangkan jari telunjuknya di udara. "Karena itulah, orang sering meneriaki para pendosa sebagai David."

            "Sentimen yang indah," sahut Inspektur Deyrill, "tapi saya tidak melihat relevansi apa pun dengan hipotesis Anda."

            Puggy menjentikan jarinya. "Aha! Tentu saja ada. Relevansinya--"

            "Pria gila itu," David memotong, "dia mengatakan bahwa Leon anggota organisasi komunis bawah tanah. Yonathan pasti nama sandi seseorang yang Leon kenal baik--ini mungkin semacam kode sekaligus peringatan bahaya untuk organisasinya."

            "Dan surat kaleng yang saya terima, memperjelas fakta-faktanya," imbuh Puggy.

            Inspektur Deyrill tampak selemas ban dalam yang kempes. Dia mendeguk seperti menelan seekor katak. Dia mengangguk kecil tetapi tidak mengatakan apa-apa. 

            "Kita hanya membutuhkan satu benang lepas--suatu kepingan yang tidak cocok dengan seluruh rangkaian pola. Jika kita berhasil menemukannya, bagan segemilang apa pun akan hancur berantakan."

            "Impasenya," sahut Inspektur Deyrill, "kita tidak tahu organisasi komunis Tombak Lima itu benar-benar ada, atau hanya bualan semata. Selama hampir tiga dekade isu itu senter di masyarakat, sampai detik ini belum ditemukan bukti autentik yang membenarkan berita itu."

            "Ada gagasan, Miss Puggy?" tanya David.

            "Bila orang punya kemauan, dia dapat melakukannya." Puggy merapikan papan ouija. "Saya akan menanyakan hal ini kepada para roh halus yang suci." Tanpa melanjutkan perkataannya Puggy menyakan sebatang lilin, meletakan tangan di koin dan  memulai ritual. 

            "Spirit, spirit of the coin ... Spirit, spirit of the coin ... Spirit, spirit of the coin. Please come out and play with us .... "

 

            Kedua alis Inspektur Deyrill bertaut, wajahnya menyiratkan rasa takut. Dia memandang Puggy yang tengah melakukan ritual okultisme di hadapannya dengan tidak tenang. Rasa dingin yang menjalari tubuhnya terasa lain. Kuat. Mendesak. Inspektur Deyrill mengembuskan napas, berusaha mengabaikan. Namun usahanya sia-sia. Perasaan itu berkembang cepat, mencabik-cabik syaraf dalam tubuhnya. Walaupun dia tidak bisa menemukan sumber kegelisahannya itu, intuisinya jelas mengatakan bahwa ada bahaya menghadang. Sebutir keringat dingin muncul di dahi Inspektur Deyrill. Dia mengelapnya dengan tangan. Sambil sekilas melirik laki-laki di sampingnya. Agaknya David pun sama khawatir dan tegangnya dengan dia.

 

            Sesaat tidak terdengar apa-apa. kecuali suara napas pelan dan teratur Puggy, yang telah selesai membaca mantra pemanggil roh.  Tetapi, lambat laun napas detektif wanita itu jadi semakin keras. Kemudian, dengan sangat mendadak tubuhnya bergetar dan berkeringat. Inspektur Deyrill dan David saling bertukar pandangan, risau. Setelah Puggy tampak berhasil mengenguasai tubuhnya sepenuhnya, dia pun segera menanyakan maksudnya. Planchatte--indikator yang dapat bergerak, d tangan Puggy bergetar lalu bergeser pelan-pelan. Dia mengerutkan bibir, dengan mata terpaku pada papan ouija di hadapannya. Indikator itu berhenti di atas huruf L, kemudian bergerak dan berhenti B, lalu turun ke bawah ke angka 3. 

            Puggy mengangkat muka dan menoleh ke arah kedua lelaki yang duduk bergeming di hadapannya secara bergantian. "Apa ada yang ingin Anda tanyakan, Messiurs?"

             Yang ditanya serempak menggelengkan kepala. Sepakat tidak ingin terlibat urusan dengan mahluk halus.

            "Anda yakin?"

            Inspektur Deyrill dan David mengangguk.

            “Baiklah." Puggy menggerakkan bahunya, tidak peduli. Lalu kembali pada papan ouijanya.

 

            Udara dalam ruangan itu berubah dingin dan lembab. Tanpa disertai peringatan, api lilin di meja berpendar-pendar seakan terkena aliran udara. Lilin itu meredup sejenak, lalu pulih terang kembali. Inspektur Deyrill bergerak sedikit dari duduknya. Tapi tiba-tiba dia menoleh ke arah dinding di sebelah kanannya dengan tajam. 

            "Anda melihatnya?" bisik David, yang juga menatap dinding suram itu dengan khawatir. 

            Inspektur Deyrill mengangguk. Denyut nadinya semakin cepat. Apa yang baru saja aku lihat? Sedetik yang lalu dinding itu tampak berkilat, seakan riak energi baru saja melewatinya. Inspektur Deyrill menyipitkan mata, memfokuskan pandangannya ke dinding itu dengan cermat. Tetapi tidak ada sesuatu pun. 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 2 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (183)
  • astagina

    Sebenarnya pengen kasih review. Tapi nggak tahu deh. Tombol sendnya ketutup sama yg buat share.

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @sarisari eh, Mba Sari rotary 13, ya? Apa kabar Mba Sari? Dong A gimana?

    Haha. Iya nih. Menekuni hobby saja Mba.

    Comment on chapter Prolog
  • sarisari

    Keren. Gaya bahasanya keren banget. Ji, pantesan nggak balik lagi ke Pt. Banting setir dia. Haha.

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @Adammallik. Klimaksnya juga belum, Kawan. Aduhhh. Heee

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @AriffRahman. Wah. Makasih, Sob. Semoga tidak mengecewakan.

    Comment on chapter Prolog
  • AdamMallik

    Nggak sabar sama endingnya.

    Comment on chapter Prolog
  • AriffRahman

    Masih mengikuti terus. Penasaran soalnya.

    Comment on chapter Prolog
  • SusanSwansh

    @Lexi hahaa. Mumet kamu, ya, Lex. Tapi kamu bener. Harus baca sampai selesai dulu baru kamu paham. Kalau enggak kamu nggak bakal paham.

    Comment on chapter Prolog
  • Lexi

    Kalo baca cuma di awal pasti bingung, kaya nya mesti sampai selesai baca nya dulu baru bisa menilai.. Tapi untuk alur nya sampai sini (chapter 10) Bagus, Top deh..

    Comment on chapter Bab 9
  • yosuyoung

    @kania_young gaya bahasanya ala2 terjemahan, ya? Tapi unik.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
R.A
2420      1209     2     
Romance
Retta menyadari dirinya bisa melihat hantu setelah terbangun dari koma, namun hanya satu hantu: hantu tampan, bernama Angga. Angga selalu mengikuti dan mengganggu Retta. Sampai akhirnya Retta tahu, Angga adalah jiwa yang bimbang dan membutuhkan bantuan. Retta bersedia membantu Angga dengan segala kemungkinan resiko yang akan Retta hadapi, termasuk mencintai Angga. - - "Kalo nanti ka...
HIWAY Ketika Persahabatan Mengalahkan Segala
1101      542     1     
Inspirational
Persahabatan bukan tentang siapa yang salah. Persahabatan adalah tentang meminta maaf. Hany, seorang gadis SMA bermata indah telah mengecewakan teman-temannya saat memutuskan untuk keluar dari ekskul cheerleader dan beralih ke ekskul futsal. Apa alasan Hany? Dan mampukah dia mengobati kekecewaan teman-temannya?
THE HISTORY OF PIPERALES
2122      828     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Survival Instinct
296      246     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
17194      2816     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
A Ghost Diary
5478      1790     4     
Fantasy
Damar tidak mengerti, apakah ini kutukan atau kesialan yang sedang menimpa hidupnya. Bagaimana tidak, hari-harinya yang memang berantakan menjadi semakin berantakan hanya karena sebuah buku diary. Semua bermula pada suatu hari, Damar mendapat hukuman dari Pak Rizal untuk membersihkan gudang sekolah. Tanpa sengaja, Damar menemukan sebuah buku diary di tumpukkan buku-buku bekas dalam gudang. Haru...
The Journey Of F
2264      1115     1     
Romance
beberapa journey, itu pasti ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, bagaimana kalau journey ini memiliki banyak kesan di dalamnya. pastilah journey seseorang berbeda beda. dia adalah orang yang begitu kecil lugu dan pecundang yang ingin menaklukan dunia dengan caranya. yaitu Berkarya
Nafas Mimpi yang Nyata
289      234     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Sweetest Thing
2302      1142     0     
Romance
Adinda Anandari Hanindito "Dinda, kamu seperti es krim. Manis tapi dingin" R-
ONE SIDED LOVE
1546      685     10     
Romance
Pernah gak sih ngalamin yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan?? Gue, FADESA AIRA SALMA, pernah!. Sering malah! iih pediih!, pedih banget rasanya!. Di saat gue seneng banget ngeliat cowok yang gue suka, tapi di sisi lain dianya biasa aja!. Saat gue baperan sama perlakuannya ke gue, dianya malah begitu juga ke cewek lain. Ya mungkin emang guenya aja yang baper! Tapi, ya ampun!, ini mah b...